Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Disusun Oleh:

Savira Aulia Putri Rahim


NIM : 18D10110

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI


D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI GAWAT DARURAT DAN KRITIS

A. Konsep Teori
1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru oleh bakteri dengan gejala berupa
panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50
kali/menit), sesak, serta gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan
berkurang). Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara
maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa lainnya.
Pneumonia sering dijumpai pada pasien rawat jalan. Angka mortalitasnya
pada pasien rawat inap di rumah sakit berkisar antara 5 hingga 15% dan
meningkat menjadi 20 hingga 50% untuk perawatan di intensive care unit
(ICU). Laporan WHO menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Pneumonia di Amerika merupakan penyebab
kematian ke-4 pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7 per 100.000
penduduk.
2. Anatomi Fisiologi Terkait Pneumonia
a. Paru
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2
untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai
ujung sternal kosta pertama, permukaan costovertebral yang melapisi
dinding dada, basis yang terletak di atas diafragma dan permukaan
mediastinal yang menempel dan membentuk struktur mediastinal di
sebelahnya. Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah
oleh fissura obliqus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fissura
obliqus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen lingular merupakan
sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun, secara
anatomis lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur yang
masuk dan keluar dari paru melewati hilus paru yang diselubungi oleh
kantung pleura yang longgar.
Setiap paru diselubungi oleh kantung pleura berdinding ganda
yang membrannya melapisi bagian dalam toraks dan menyelubungi
permukaan luar paru. Setiap pleura mengandung beberapa lapis
jaringan ikat elastik dan mengandung banyak kapiler. Diantara lapisan
pleura tersebut terdapat cairan yang bervolume sekitar 25-30 mL yang
disebut cairan pleura. Cairan pleura tersebut berfungsi sebagai pelumas
untuk gerakan paru di dalam rongga.
Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari
arteri bronkialis cabang-cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena
bronkialis, yang juga berhubungan dengan vena pulmonalis,
mengalirkan darah ke vena azigos dan vena hemiazigos. Alveoli
mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri
pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui
cabang-cabang vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis mengalirkan
darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.
Drainase limfatik paru mengalir kembali dari perifer menuju
kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan selanjutnya
menuju trunkus limfatikus mediastinal.
Paru dipersyarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di
pangkal paru. Pleksus ini terdiri dari serabut simpatis (dari truncus
simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen
dari pleksus mensarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima
dari membran mukosa bronkioli dan alveoli.
b. Saluran Napas
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut,
faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan
menjadi dua bagian, yakni saluran pernapasan atas dan saluran
pernapasan bawah.
Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara
pernapasan dihangatkan dan dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi
berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius,
dan duktus alveolaris sampai alveolus.
Antara trakea dan kantong alveolar terdapat 23 kali percabangan
saluran udara. Enam belas percabangan pertama saluran udara
merupakan zona konduksi yang meyalurkan udara dari dan ke
lingkungan luar. Bagian ini terdiri atas bronkus, bronkiolus, dan
bronkiolus terminalis. Tujuh percabangan berikutnya merupakan zona
peralihan dan zona respirasi, dimana proses pertukaran gas terjadi,
terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus.
Adanya percabangan saluran udara yang majemuk ini meningkatkan
luas total penampang melintang saluran udara, dari 2,5 cm2 di trakea,
menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya, kecepatan aliran udara di
dalam saluran udara kecil berkurang ke nilai yang sangat rendah.
Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. Di sebagian
besar daerah, udara dan darah hanya dipisahkan oleh epitel alveolus
dan endotel kapiler sehingga keduanya hanya terpisah sejauh 0,5 μm.
Tiap alveolus dilapisi oleh jenis sel epitel, yaitu sel tipe 1 dan sel tipe 2.
Sel tipe 1 merupakan sel gepeng sebagai sel pelapis utama, sedangkan
sel tipe 2 (pneumosit granuler) lebih tebal, banyak mengandung badan
inklusi lamelar dan mensekresi surfaktan. Surfaktan merupakan zat
lemak yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan.
c. Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks
sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di
sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk kubah diatas
hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat berkontraksi.
Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat
inspirasi dalam.
Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus interkostalis
eksternus, yang berjalan dari iga ke iga secara miring ke arah bawah
dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra sehingga ketika
musculus intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya
akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan
memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter
transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil.
Musculus interkostalis eksternus dan diafragma dapat mempertahankan
ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat. Musculus scalenus dan
musculus sternocleidomastoideus merupakan otot inspirasi tambahan
yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang
sukar dan dalam.
Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan
menyebabkan volume intratoraks berkurang. Musculus intercostalis
internus bertugas untuk melakukan hal tersebut karena otot-otot ini
berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga
ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah.
Kontraksi otot dinding abdomen anterior 17 juga membantu proses
ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta
dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan mendorong
diafragma ke atas.
3. Faktor predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)
a. Faktor predisposisi (pendukung)
1) Faktor predisposisi secara umum:
a) Usia;
b) Jenis Kelamin;
c) Komorbiditas;
d) Gaya Hidup.
2) Faktor predisposisi secara khusus:
a) Pengguna Ventilator Mekanik;
b) Intubasi Endotracheal;
c) Gangguan Imunitas;
d) Infeksi Saluran Pernapasan;
e) Infeksi Sistemik;
f) Pemakaian Antibiotik.
b. Faktor presipitasi (pencetus)
1) Berdasarkan klinis dan epidemologi:
a) Pneumonia yang didapatkan dimasyarakat (CAP) disebabkan
pneumococcus.
b)Pneumonia yang di dapat di RS (Hospital Acquaired
Pneumonia atau Nosokomial Pneumonia) biasanya disebabkan
bakteri gram negatif dan angka kematian lebih tinggi.
c) Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak.
d)Pneumonia berulang, terjadi bila punya penyakit penyerta.
2) Berdasarkan kuman penyebab:
a) Pneumonia bakterialisatau topikal, dapat terjadi pada semua
usia, beberapa kuman tendensi menyerang seseorang yang peka,
misal:
b) Klebsiella pada orang alkoholik.
c) Staphylococcus pada influenza.
d) Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda
dan disebabkan oleh mycoplasma, clamidia dan coxlella;
e) Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak.
f) Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder
terutama pada orang dengan daya tahan lemah dan pengobatan
lebih sulit.
3) Berdasarkan prediksi infeksi:
a) Pneumonia lobaris mengenal satu lobus atau lebih, disebabkan
karena obstruksi bronkus, misalnya aspirasi benda asing, proses
keganasan;
b) Bronchopneumonia, adanya bercak-bercak infiltrat pada paru-
paru dan disebabkan virus atau bakteri
4. Gangguan Terkait Pneumonia
a. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif,
sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif.
Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita komunitas adalah bakteri gram negatif.
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat
dan nosokomial:
1) Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia,
Mycoplasma pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella
pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob oral, adenovirus,
influenza tipe A dan B.
2) Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli,
Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
aureus, anaerob oral.
b. Proses terjadi
Agent penyebab pneumonia masuk ke paru-paru melalui inhalasi
ataupun aliran darah. Diawali dari saluran pernafasan dan akhirnya
masuk ke saluran pernafasan bawah. Kemudian timbul reaksi
peradangan pada dinding bronkhus. Sel menjadi radang berisi eksudat
dan sel epitel menjadi rusak. Kondisi tersebut berlangsung lama
sehingga dapat menyebabkan atelektasis (Manurung dkk, 2013).
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme di
paru banyak disebabkan dari inflamasi yang dilakukan oleh penjamu.
Toksin yang dikeluarkan bakteri pada pneumonia, bakteri dapat
secara langsung merusak sel-sel sistem pernafasan bawah, termasuk
produksi surfaktan sel alveolar tipe II. Pneumonia bakteri
mengakibatkan respons imun dan inflamasi yang paling mencolok,
yang perjalanannya tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus
(Corwin, 2015).
c. Manifestasi Klinis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil,
berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau
menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada
karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih
suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada
bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil
fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi
atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural
friction rub.
d. Komplikasi
Proses pemulihan pneumonia sangat bergantung pada jenis
pneumonia, tingkat keparahan, dan penanganan yang dilakukan.
Pneumonia yang berat bisa menimbulkan komplikasi berupa:
1) Infeksi aliran darah
Infeksi aliran darah (bakteremia) terjadi akibat adanya
bakteri yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan
infeksi ke organ-organ lain. Bakteremia berpotensi menyebabkan
beberapa organ gagal berfungsi yang bisa berakibat fatal.
2) Abses paru atau paru bernanah (empiema)
Penumpukan nanah bisa menyebabkan terbentuknya abses
paru atau empiema. Pada beberapa keadaan, kondisi ini dapat
ditangani dengan pemberian antibiotik. Namun, jika tidak
kunjung membaik, diperlukan tindakan medis khusus membuang
nanahnya.
3) Efusi pleura
Efusi pleura merupakan kondisi di mana cairan memenuhi
ruang di antara kedua lapisan pleura, yaitu selaput yang
menyelimuti paru-paru dan rongga dada.
4) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
ARDS terjadi ketika cairan memenuhi kantong-kantong
udara (alveoli) di dalam paru-paru sehingga menyebabkan
penderita tidak bisa bernapas (gagal napas).
5. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang Terkait Pneumonia
a. Jenis Pemeriksaan Diagnostik
1) Pulse oximetry, untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah;
2) Rontgen dada, untuk memastikan kondisi paru-paru dan luas area
paru yang mengalami infeksi atau peradangan;
3) CT scan, untuk melihat kondisi paru-paru secara lebih detail;
4) Tes darah, untuk memastikan adanya infeksi dan menentukan
penyebab infeksi;
5) Tes dahak atau sputum, untuk mendeteksi kuman penyebab
infeksi;
6) Kultur cairan pleura, untuk mengidentifikasi kuman penyebab
infeksi;
7) Bronchoscopy, untuk melihat kondisi saluran napas dengan
bantuan alat bronkoskop;
8) Tes urine, untuk mengidentifikasi bakteri Streptococcus
pneumonia dan Legionella pneumophila yang bisa ada di urine.
b. Parameter Yang Diperiksa
Skor pneumonia severity index (PSI) atau PORT Score adalah
sistem prediksi yang digunakan klinisi untuk menghitung
kemungkinan morbididas dan mortalitas pasien dengan pneumonia
komunitas. Selain itu, hal penting lainnya adalah dengan menggunakan
skor PSI ini dapat menentukan apakah pasien dengan pneumonia
komunitas tersebut dapat dirawat jalan atau rawat inap. Prediksi
dengan skor PSI ini telah divalidasi dan mendapat akurasi yang baik.
c. Hasil Temuan (yang tidak normal)
1) WBC;
2) RBC;
3) Hemoglobin (HGB);
4) Hematokrit (HCT);
5) Neutrofil;
6) Limfosit;
7) Monosit;
8) Eosinofil;
9) pH;
10) PCO2
11) HCO3
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Pemberian antibiotik atau obat lain melalui suntikan;
2) Pemberian oksigen tambahan melalui selang atau masker oksigen,
untuk mempertahankan kadar oksigen dalam darah;
3) Pemberian cairan infus, untuk menjaga keseimbangan cairan dan
kecukupan nutrisi;
4) Rehabilitasi paru, untuk memaksimalkan penyerapan oksigen
dengan melakukan latihan pernapasan.
b. Dll (penatalaksanakan cairan)
1) Resusitaasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan
gagal napas. Bila tidak ada respon terhadap pemberian cairan dan
terdapat tanda-tanda kelebihan cairan maka kurangi atau hentikan
pemberian cairan;
2) Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA
berat dan syok;
3) Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS tanpa
hipoperfusi jaringan;
4) Pertimbangkan pemberian obat inotropic (seperti dobutamine)
jika perfusi tetap buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun
tekanan darah sudah tercapai target MAP dengan resusitasi cairan
dan vasopressor.

B. Tinjauan Teori Asuhan Kepenataan Anestesi Pneumonia


1. Pengkajian
a. Anamnesa (data diri, riwayat penyakit sekarang, dahulu, dan keluarga,
kebiasaan merokok dan minum alkohol);
b. Data obyektif;
c. Data subyektif;
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe;
e. Pemeriksaan 6B (Breathing, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Bone);
f. Data Laboratorium;
g. Data Penunjang (EKG, Foto Thorax, dll).
2. Masalah Kesehatan
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
b. Pola Napas Tidak Efektif
3. Perencanaan
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
1) Tujuan: Mempertahankan jalan nafas tetap paten.
2) Kriteria Hasil:
a) SpO2 dalam batas normal: 95 – 100%
b) RR dalam batas normal: 16 – 20 x/menit
c) Ekspansi dada simetris
d) Retraksi dinding dada adekuat
e) Suara napas bersih
f) Tidak terdengar suara napas tambahan
3) Rencana Intervensi:
a) Observasi SpO2 dan RR
b) Observasi ekspansi dada
c) Observasi retraksi dinding dada
d) Observasi suara napas tambahan
e) Berikan posisi semi fowler
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen sesuai
kebutuhan
g) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi mucolytics
h) Kolaborasi dengan dokter dalam tindakan suction
b. Pola Napas Tidak Efektif
1) Tujuan: Pola nafas pasien terkontrol dan efektif.
2) Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan anestesi selama 24 jam
diharapkan pola nafas efektif, dengan kriteria hasil:
a) Tidak ada sianosis dan dyspneu
b) Pasien mampu bernafas dengan mudah
c) Pasien tidak merasa tercekik
d) Frekuensi nafas dalam rentang normal (RR = 16-20x/menit)
g) SpO2 dalam batas normal: 95 – 100%
e) Tidak ada suara abnormal
f) Tidak menggunakan otot bantu nafas
g) TTV dalam rentang normal
3) Rencana Intervensi:
a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b) Auskultasi suara nafas dan catat adanya penggunaan otot nafas
tambahan
c) Monitor TTV
d) Ajarkan dan evaluasi latihan batuk efektif
e) Pertahankan alat resusitasi manual (bag & mask) pada posisi
yang mudah dijangkau
f) Berikan O2 sesuai indikasi
g) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
4. Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas
pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan
mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan
(Nettina, 2002). Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian
perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi
dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat
mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan telah tercapai.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan tetapi
tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah
dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu
dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga
diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi
tersebut dapat dicapai secara efektif. (Nursalam, 2008).

C. DAFTAR PUSTAKA
Seyawati, A., Marwiati. (2018). Tata Laksana Kasus Batuk Dan Atau Kesulitan
Bernafas : Literature Review. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 30-52. Diakses dari:
https://ojs.unsiq.ac.id/index.php/jik/article/download/150/59/
Herlina, S., Abdjul, R. L. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa
Dengan Pneumonia : Study Kasus. Indonesian Jurnal of Health
Development, 2(2), 102-207. Diakses dari:
https://ijhd.upnvj.ac.id/index.php/ijhd/article/download/40/33/
Harsini, Reviono, Irawan, R. (2019). Korelasi Kadar Copeptin dan Skor PSI
dengan Waktu Terapi Sulih Antibiotik Intravena ke Oral dan Lama Rawat
Pneumonia Komunitas. Jurnal Respirologi Indonesia, 39(1), 44-53. Diakses
dari: https://jurnalrespirologi.org/index.php/jri/article/download/40/25
Alodokter. (2020). Komplikasi Pneumonia. Diakses pada 10 Mei 2021, dari
https://www.alodokter.com/pneumonia/komplikasi
D. WOC
Virus, Bakteri, Jamur, Protozoa dan mikroba

Invasi saluran nafas


atas

Kuman berlebih di bronkus Infeksi saluran nafas bawah

Akumulasi sekret di bronkus Dilatasi pembuluh darah

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Eksudat masuk alveoli

Edema alveoli

Tekanan dinding paru

Pola nafas tidak efektif Pemenuhan paru

Anda mungkin juga menyukai