Anda di halaman 1dari 3

Skenario 1

“TIDAK TAHU JALAN PULANG”

Seharusnya udh diperiksaiin demamnya karena udah seminggu. Normalnya udah bisa
berkurang dalam waktu semiggu. Curiga demam tifoid lakukan pemeriksaan tambahan.

Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarasteristikkan dengan variasi
kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, biasanya
terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi
dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi
dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum.

Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan
yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi
dan dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada
pasien individual. Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia namun tersering pada
usia diatas 60 tahun. Menggigau merupakan gejala sementara dan dapat berfluktuasi
intensitasnya, kebanyakan kasus dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau kurang. Akan
tetapi jika delirium dengan fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan sangat jarang dan dapat
menjadi progresif kearah dementia

1. HUBUNGAN KONDISI PASIEN DENGAN GEJALA YANG DIALAMI OLEH


PASIEN ??

Hipertensi mengakibatkan kerusakan pembuluh darah sehingga dapat terjadi perubahan struktur
dalam arteri dan arteriol yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah progresif. Hipertensi
juga mengakibatkan aterosklerosis dimana terdapat pembentukan plak ateromatosa pada
permukaan dalam dinding arteri yang berdampak pada kerusakan endotel vaskular. Adanya
penebalan dari plak ateromatosa di arteri cerebral sehingga mengurangi diameter lumen di kapiler
dan dapat menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Arteri yang mengalami
aterosklerosis memiliki tempat penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan plak yang kasar
dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah atau thrombus, sehingga dapat menyumbat aliran
darah di dalam arteri sehingga terjadi oklusi arteri dan infark pada jaringan otak sekitarnya yang
berujung dengan kematian sel bahkan jaringan. Kematian neuron- neuron yang menjadi bagian dari
sistem limbik yang mendukung proses mengingat yaitu cornu ammonis(CA) atau hippocampus.
Kematian sel- sel piramidal CA menyebabkan hilangnya memori anterograde sehingga dapat terjadi
penurunan besar dari proses kognitif. Hal ini merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada
penderita demensia Perubahan vaskular otak dapat merusak sawar darah otak yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan terjadi ekstravasasi protein ke dalam parenkim
otak.Protein prekursor amiloid (APP) adalah komponen struktural membran plasma neuron. Apabila
terjadi pemutusan APP akan menghasilkan ketidaknormalan protein amiloid-

beta (Aβ). Pada keadaan normal, sekitar 90% protein Aβ adalah versi dengan panjang 40 asam
amino, suatu bentuk yang larut dan tidak membahayakan, disebut Aβ40. Sisa 10%-nya adalah versi
pembentuk plak yang merusak, yang mengandung 42 asam amino, disebut Aβ42.Protein Aβ42
membentuk filamen tipis tidak larut yang mudah membentuk agregat menjadi plak amiloid-
beta.Selain itu, Aβ42 bersifat neurotoksik. Pemutusan APP akan berkurangnya Aβ40 dan
meningkatnya produksi Aβ42 pembentuk plakPlak amiloid-beta hasil agregasi protein Aβ42
mengakibatkan kematian neuron. Kematian neuron menyebabkan defisit neurotransmiter.Defisit
neurotransmiter 21 utama pada demensia adalah asetilkolin yang dihasilkan oleh sistem saraf
kolinergik. Asetilkolin berperan dalam fungsi kognitif, sehingga defisit asetilkolin mengakibatkan
abnormalitas kognitif dan perilaku yang disebut dengan demesia vaskular

Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan mempengaruhi berbagai bagian


sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru menunjukkan defisiensi jalur kolinergik dapat
merupakan salah satu faktor penyebab delirium. Delirium yang diakibatkan oleh penghentian
substansi seperti alkohol, benzodiazepin, atau nikotin dapat dibedakan dengan delirium
karena penyebab lain. Pada delirium akibat penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan
mekanisme inhibisi dan eksitasi pada system neurotransmiter. Konsumsi alkohol secara
reguler dapat menyebabkan inhibisi reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) dan aktivasi
reseptor GABA-A (gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan dengan
perubahan neurotransmitter yang memperkuat transmisi dopaminergik dan noradrenergik,
adapun perubahan ini memberikan manifestasi karakteristik delirium, termasuk aktivasi
simpatis dan kecenderungan kejang epileptik. Pada kondisi lain, penghentian benzodiazepine
menyebabkan delirium melalui jalur penurunan transmisi GABA-ergik dan dapat timbul
kejang epileptik. Delirium yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul
melalui berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik
dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik.

Perubahan transmisi neuronal yang dijumpaipada delirium melibatkan berbagai mekanisme,


yang melibatkan tiga hipotesis utama, yaitu:

1. Efek Langsung
Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem neurotransmiter, khususnya agen
antikolinergik dan dopaminergik. Lebih lanjut, gangguan metabolik seperti hipoglikemia,
hipoksia, atau iskemia dapat langsung mengganggu fungsi neuronal dan mengurangi
pembentukan atau pelepasan neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia pada wanita dengan
kanker payudara merupakan penyebab utama delirium.

2. Inflamasi
Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak, seperti penyakit inflamasi,
trauma, atau prosedur bedah. Pada beberapa kasus, respons inflamasi sistemik menyebabkan
peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk memproduksi reaksi
infl amasi pada otak. Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron, sitokin juga mengganggu
pembentukan dan pelepasan neurotransmiter. Proses infl amasi berperan menyebabkan
delirium pada pasien dengan penyakit utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif ).

3. Stres
Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk melepaskan lebih banyak noradrenalin,
dan aksis hipotalamuspituitari- adrenokortikal untuk melepaskan lebih banyak
glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan menyebab kan kerusakan neuron.

1. BAGAIMANA CARA MENENTUKAN DX JIKA GEJALA YANG DIALAMI ?

Diagnosis delirium memerlukan 5 kriteria (A-E) dari DSM V, yaitu:

a)  Gangguan kesadaran (berupa penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan)


dengan penurunan kemampuan fokus, mempertahankan atau mengubah perhatian.
b)  Gangguan berkembang dalam periode singkat (biasanya beberapa jam hingga hari)
dan cenderung berfluktuasi dalam perjalanannya.

c)  Perubahan kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau


perkembangan gangguan persepsi yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kondisi
demensia.

d)  Gangguan pada kriteria (a) dan (c) tidak disebabkan oleh gangguan neurokognitif lain
yang telah ada, ter bentuk ataupun sedang berkembang dan tidak timbul pada kondisi
penurunan tingkat kesadaran berat, seperti koma.

e)  Temuan bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau laboratorium yang


mengindikasikan gangguan terjadi akibat konsekuensi fisiologik langsung suatu kondisi
medik umum, intoksikasi atau penghentian substansi (seperti penyalahgunaan obat atau
pengobatan), pemaparan terhadap toksin, atau karena etiologi multipel.

Anda mungkin juga menyukai