Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL PPG

DETERMINAN MASALAH GIZI DI KECAMATAN GUNUNG SARI

KABUPATEN LOMBOK BARAT

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 KELAS A
1. ABDU PUGUH MULAWARMAN
2. RACHMAYATNI NUR KHAIS
3. SANITA DWIPANGESTI
4. SIDASTI MIHARNI
5. SUKMAWATI
6. ZULMA WAIZI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM JURUSAN GIZI

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

T.A 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas (Kemenkes RI, 2007). Masalah gizi terjadi di setiap
siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia
lanjut. Masalah gizi dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik secara langsung
(asupan gizi yang tidak adekuat dan penyakit infeksi) maupun secara tidak langsung
(kemiskinan, ketersediaan pangan, kebersihan, dll). Sehingga penanggulangannya tidak
cukup dengan pendekatan medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk,
2012).
Mengingat saat ini Indonesia sedang menghadapi ancaman Triple Burden
Malnutrition, yaitu masalah gizi yang mencakup overnutrition (obesitas), undernutrition
(stunting dan wasting), dan defisiensi zat gizi mikro (WHO, 2016). Masalah tersebut
merupakan penyumbang terbesar secara global dan sangat mempengaruhi tingkat
kesehatan setiap Negara (The Committee on World Food Security, 2017). Maraknya
kedai cepat saji dengan harga yang murah berpeluang membuat masyarakat umum
untuk lebih banyak mengonsumsi makanan cepat saji yang tinggi kalori. Hal tersebut
dapat meningkatkan faktor risiko untuk terjadinya obesitas (NHLBI, 2018). Kemudian
untuk permasalahan undernutrition, faktanya 30,8% balita di Indonesia mengalami
stunting (Riskesdas, 2018), dan perlu mendapat perhatian lebih karena akan
menimbulkan dampak jangka panjang dalam kehidupannya seperti berkurangnya tingkat
produktifitas seseorang saat usia muda, dan juga meningkatkan risiko terkena penyakit
tidak menular saat tua (The World Bank, 2015).
Stunting umumnya dapat menyebabkan gangguan intelligence quotient (IQ),
perkembangan psikomotor, dan integrasi neurosensori. Banyak faktor penyebab
stunting diantaranya adalah faktor genetika, asupan nutrisi, penyakit infeksi serta
hormonal yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang. Asupan nutrisi pada saat 1000
hari pertama kehidupan (HPK) sangat menentukan prevalensi stunting pada anak,
salah satunya adalah yodium. Yodium merupakan zat gizi essensial yang sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia, terutama saat masih di dalam
kandungan. Defisiensi yodium pada ibu hamil dapat menyebabkan abortus spontan,
kelainan congenital, kelahiran premature, lahir mati, kematian bayi perinatal,
keterlambatan perkembangan gerak, dan juga stunting (Baldana dan Nurdian, 2019).
Berdasarkan data PSG 2017 persentase rumah tangga yang mengkonsumsi
garam beryodium di NTB menempati posisi terendah yaitu sebesar 56,3% dari rata-rata
nasional 92,9%. Sedangkan Pemantauan status gizi (PSG) yang dilakukan di
Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2017 menunjukkaan persentase rumah tangga
yang mengkonsumsi garam yodium yaitu sebesar 71,5%. Maka dari itu, asupan yodium
pada 1000 HPK sangat penting di perhatikan untuk menghindari faktor risiko stunting
dan pada balita.
Hasil riset kesehatan dasar 2018 permasalahan gizi balita di Provinsi Nusa
Tenggara Barat menempati posisi tertinggi kedua pada kategori berat badan kurang dan
sangat kurang terjadi peningkatan dari 25,7% menjadi 26,4% dari tahun sebelumnya.
Angka ini masih berada diatas rata-rata Nasional yang saat ini sebesar 17,7%.
Kemudian untuk kategori pendek dan sangat pendek di NTB terjadi penurunan dari
45,2% menjadi 33,2%. Meskipun terjadi penurunan, angka tersebut masih berada di
atas rata-rata Nasional yang saat ini sebesar 30,8%. Selanjutnya, angka gizi kurang dan
gizi buruk meningkat dari 11,9% menjadi 14,4%. Sementara angka rata-rata Nasional
saat ini sebesar 10,2%. Sedangkan hasil pemantauan status gizi (PSG) yang dilakukan
di Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2017 menunjukkan hasil : Underweight (19,1%),
stunting (36,1%), wasting (6,9%) dan gemuk (3,6%). Angka-angka tersebut masih
terbilang cukup tinggi sehingga perlu di soroti.
Kejadian di atas dapat disebabkan oleh defisiensi zat gizi mikro. Adapun zat gizi
mikro yang sering terjadi adalah anemia zat besi yang akan berdampak pada
keterlambatan perkembangan dan gangguan perilaku. Anemia yang banyak diderita ibu
hamil adalah anemia yang disebabkan oleh defisiensi zat besi (< 11 mg/dl ) sehingga
menyebabkan penurunan kadar hemoglobin (Straigh dalam mita yani & Sartika, 2010).
Berdasarkan hasil Riskesdas, proporsi kejadian anemia pada ibu hamil di
Indonesia meningkat dari 37,1% pada tahun 2013 menjadi 48,9% di tahun 2018.
Prevalensi kejadian anemia ini paling banyak terjadi pada usia 15-24 tahun dengan
presentase 84,6%. Selain ibu hamil, remaja putri juga memiliki risiko terkena anemia
yang sama besarnya. Sedangkan kejadian KEK sendiri merupakan kondisi yang
disebabkan karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi antara energi dan protein,
sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi.
Salah satu identifikasi ibu hamil KEK adalah memiliki ukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA) <23,5cm. KEK pada wanita hamil dan WUS di provinsi NTB menurut
Riskesdas menempati urutan ke-7 di Indonesia dengan persentase sekitar 40 %.
bermula dari adanya Ibu hamil yang Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan anemia.
Sehingga melahirkan anak yang BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan berdampak pada
balita seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan
kecerdasan, bahkan dapat menimbulkan kematian pada balita. Dengan begitu
Kementrian Kesehatan mengangkat tema gizi optimal untuk generasi milenial dalam
kegiatan Hari Gizi Nasional ke-60.
Selain dari Ibu hamil KEK dan anemia, faktor risiko kejadian masalah gizi pada
balita di pengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan tindakan ibu. Dalam teori dikemukakan
bahwa pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup akan membantu ibu, khususnya dalam
hal pemenuhan zat-zat gizi dalam penyediaan makanan sehari-hari dengan begitu ibu
dapat mengetahui pola pemberian makanan yang baik kepada balita dan keluarganya.
Mengonsumsi makanan beranekaragam akan menjamin terpenuhinya
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Keanekaragaman
makanan hidangan sehari-hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu jenis
makanan sumber zat tenaga, satu jenis makanan sumber zat pembangun dan satu jenis
makanan sumber zat pengatur (Aditianti dkk, 2016 dalam PUGS Jakarta, Depkes RI
2014).
Keberadaan Posyandulah yang diperlukan dalam pendekatan upaya promotif
dan preventif pada masyarakat terkait dengan upaya peningkatan status gizi anak serta
upaya kesehatan ibu dan anak. Program posyandu juga berhubungan erat dengan
penyediaan pangan untuk perbaikan gizi. Posyandu sebagai sistem pelayanan
kesehatan yang berbasis masyarakat adalah suatu wahana untuk memperdayakan
masyarakat dan memberi kemudahan bagi masyarakat setempat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar.
Kader berperan sebagai ujung tombak dari pemantauan pertumbuhan balita di
wilayah tempat ia tinggal, sehingga tingkat pengetahuan dan keterampilan kader
menjadi hal yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan Posyandu
(Kemenkes RI, 2012). Tingkat pengetahuan dan keterampilan kader Posyandu dalam
melakukan pengukuran antropometri merupakan hal yang penting. Keterampilan kader
yang kurang dapat menyebabkan kesalahan dalam memberikan interpretasi status gizi
dan dapat mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan dan penanganan
masalah tersebut, sehingga perlunya pengembangan kemampuan kader agar dapat
berpotensi secara maksimal dalam mengelola Posyandu sehingga dapat berperan aktif
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat (Handarsari dkk, 2015 ; Rahayu, 2017).
Selain itu faktor secara langsung yang juga menyebabkan terjadinya
permasalahan gizi yaitu penyakit infeksi. Adapun penyakit infeksi yang biasanya sering
diderita oleh anak balita umumnya adalah diare, radang tenggorokan dan infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA). Ispa adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas
penyakit menular di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun,
98% nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah (Yuslinda dkk, 2017).
Penyakit diare termasuk salah satu penyakit dengan sumber penularan melalui
air (water borne diseases), dan penyakit yang terjadi pada anak balita umunya disertai
muntah dan mencret. Kurangnya akses masyarakat terhadap air bersih atau air minum
serta buruknya sanitasi dan perilaku higiene berkontribusi terhadap kematian 1,8 juta
orang per tahun karena diare. Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita
dapat diusahakan dengan dan menciptakan sanitasi lingkungan yang sehat, yang pada
akhirnya akan memperbaiki status gizinya (Hidayat dkk, 2007).
Selain sanitasi dan kesehatan lingkungan, faktor sosial ekonomi yang meliputi
pendapatan juga mempunyai pengaruh yang tidak langsung terhadap status gizi balita.
Di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang, kemiskinan menjadi
penyebab dasar masalah gizi. Sosial ekonomi umumnya relatif mudah diukur dan
memiliki pengaruh pada konsumsi pangan rumah tangga yang berdampak pada status
gizi anggota keluarga terutama balita (Riyadi, et al., 2006 ; Rahma dkk, 2016).
Keberhasilan upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan terlihat dari
menurunnya angka kemiskinan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018 persentase
penduduk miskin di Kabupaten Lombok Barat sebesar 15,20%. Semenjak 2011
kemiskinan mengalami penurunan dari 19,70% menjadi 15,20% (BPS, 2019).
Upaya dalam mencegah terjadinya permasalahan gizi salah satunya adalah
pemberian ASI-E. Pemberian ASI-E dikenal sebagai salah satu hal yang memberikan
pengaruh cukup besar terhadap kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan
perkembangan (Isroni astuti, 2013). Kries et al (1999) mengatakan ASI memiliki efek
protektif terhadap risiko obesitas pada anak usia 5-6 tahun. Angka kejadian berat badan
menurun itu sejalan dengan lamanya pemberian ASI. Makin lama ASI di berikan makin
kecil kemungkinan terjadinya obesitas. Secara nasional cakupan bayi mendapat ASI-E
tahun 2018 yaitu sebesar 68,74%, angka tersebut telah melampaui target rencana
strategis (Renstra). Adapun persentase cakupan pemberian ASI-E pada provinsi Nusa
Tenggara Barat yaitu sebesar 78,63% (Kementrian Kesehatan, 2018).
Pada tahun 2018 pengeluaran perkapita Kabupaten Lombok Barat sebesar Rp
918.250 perbulan. Daya beli masyarakat menjadi salah satu indikasi kesejahteraan, dan
besarnya daya beli bisa didekati dari besarnya pengeluaran masyarakat. Pada
umumnya pengeluaran rumah tangga yang belum sejahtera lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan makanan dikarenakan tidak mencukupi untuk membeli kebutuhan
non makanan. Di Lombok Barat sendiri terlihat lebih dari 50 persen pengeluaran
penduduknya dipergunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan, namun
proporsi pengeluaran untuk non makanan juga cukup besar.
Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa
Tenggara Barat yang keadaan geografisnya menguntungkan. Pemandangan alamnya
yang indah, tanah yang subur, serta cadangan air yang melimpah menjadi potensi yang
dimanfaatkan dengan baik oleh kabupaten ini. Secara geografis, kabupaten ini berada di
1150 49,12’ 04”-1160 20’ 15,62” Bujur Timur dan 80 24’ 33,82”- 80 55’ 19” Lintang
Selatan. Dengan luas wilayah sebesar 1.053,92 Km2. Sebelah utaranya berbatasan
dengan Kabupaten Lombok Utara, sedangkan sebelah selatannya berbatasan dengan
Samudra Indonesia (BPS, 2019).
Alasan memilih Lombok Barat dikarenakan Lombok barat mempunyai beberapa
keunggulan salah satunya program aksi bergizi yang diterbitkan melalui surat edaran
Bupati Lobar yang dimulai dari tanggal 21 Januari 2019 yang meminta semua SMP dan
SMA di Lobar untuk melaksanakan aksi tersebut. Pada tahun 2017 pemerintah pusat
menetapkan Kabupaten Lombok Barat bersama tiga daerah lain di Indonesia sebagai
daerah percontohan penanganan kasus stunting. Beberapa inovasi yang telah dilakukan
Dinas Kesehatan Lombok Barat diantaranya sensus terhadap seluruh balita di Lombok
Barat, inovasi Gerakan Masyarakat Sadar Gizi (Germadazi), Gerakan masyarakat 1.000
Hari Pertama Kehidupan dan upaya penguatan sistem melalui e-Puskesmas, e-Pusdu,
e-Poskesdes dan e-Posyandu. Alasan memilih Kecamatan Gunung Sari dikarenakan
salah satu puskesmas yang ada disana pertama kali mendapatkan sertifikat ISO di
NTB.
Berdasarkan data tersebut menyatakan bahwa masih banyak permasalahan gizi
terutama pada balita dan ibu hamil, sehingga mahasiswa semester VI Politeknik
Kesehatan Mataram Jurusan Gizi ingin melakukan survei mengenai faktor-faktor
determinan masalah gizi pada balita dan ibu hamil di Kecamatan Gunung Sari,
Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Oleh Karena itu diperlukan program
perencanaan gizi untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku dan upaya untuk
meningkatan perbaikan gizi masyarakat. Upaya-upaya tersebut bertujuan dalam
meningkatkan perbaikan status gizi serta upaya perbaikan dan kualitas sumber daya
manusia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Determinan apa saja yang mempengaruhi status gizi balita di Kecamatan
Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mengetahui determinan masalah gizi di Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten
Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengidentifikasi gambaran umum wilayah
b. Mengidentifikasi karakteristik ibu hamil
c. Mengidentifikasi perilaku KADARZI ibu hamil
d. Menganalisa kecendrungan masalah gizi ibu hamil
e. Mengidentifikasi kejadian penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi ibu
hamil
f. Mengidentifikasi tingkat konsumsi ibu hamil meliputi energi, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin A, vitamin C, zat besi, iodium dan asam folat
g. Mengidentifikasikan status gizi ibu hamil berdasarkan anemia dan status KEK
h. Mengidentifikasi jumlah pendapatan perkapita ibu hamil di Kabupaten Lombok
Barat terhadap status gizi
i. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang gizi dan
kesehatan serta pola makan pada ibu hamil
j. Mengidentifikasi Germas pada keluarga ibu hamil
k. Menganalisa determinan masalah gizi ibu hamil
l. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita
m. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan berkaitan dengan ASI
Eksklusif serta Pola Asuh pada keluarga balita
n. Mengidentifikasi Germas pada keluarga ibu balita
o. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang gizi dan
kesehatan pada ibu balita
p. Mengidentifikasi perilaku KADARZI ibu balita
q. Mengidentifikasi jumlah pendapatan perkapita keluarga balita di Kabupaten
Lombok Barat terhadap status gizi
r. Mengidentifikasi karakteristik balita
s. Menganalisa kecendrungan masalah gizi balita
t. Mengidentifikasi kejadian penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi balita
u. Mengidentifikasi tingkat konsumsi balita meliputi energi, protein, karbohidrat,
vitamin A
v. Mengidentifikasi status gizi balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB
w. Menganalisa determinan masalah gizi balita
x. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan keterampilan kader tentang posyandu
y. Mengidentifikasi kesehatan lingkungan
z. Mengidentifikasi pengetahuan dan tindakan kader.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah serta mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat, khususnya pada kesehatan ibu dan
kesehatan anak.
2.Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Untuk Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam mengimplementasikan
ilmu yang diperoleh selama kuliah di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
Kemenkes Mataram.
b. Manfaat Untuk Institusi
Sebagai sumber informasi dan dokumentasi ilmiah yang dapat
bermanfaat dalam pengembangan studi serta referensi bagi peneliti selanjutnya.
c. Manfaat Untuk Responden
Bagi orang tua khususnya ibu hamil memperoleh informasi mengenai makanan
yang sehat sehingga tidak melahirkan BBLR yang menyebabkan balita
mengalami hambatan dalam pertumbuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
a. Pengertian Gizi
Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi (Supariasa, 2014).
Sampai saat ini dikenal kurang lebih 45 jenis zat gizi dan sejak akhir tahun
1980an dikelompokan keadaan zat gizi makro yaitu zat gizi sumber energi berupa
karbohidrat, lemak dan protein dan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral
(Supariasa, 2004).
b. Pengertian Status Gizi
Menurut Suhardjo (1983), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari
pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi
tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan. Sebaiknya jika kekurangan
atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk jangka waktu yang lama
disebut gizi salah.
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu. Contoh : Gondok endemik merupakan keadaan
ketidakseimbanganpemasukan dan pengeluaran iodium dalam tubuh (Supariasa,
2014).

c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


1) Faktor Langsung
a) Konsumsi
Konsumsi makanan oleh masyarakat atau keluarga bergantung pada
jumlah dan jenis pangan yang dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan
makan secara perorangan. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat konsumsi.
Hubungan antara pendapatan dan konsumsi merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam berbagai permasalahan ekonomi. Kenyataan
menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi meningkat dengan naiknya
pendapatan, dan sebaliknya jika pendapatan turun maka pengeluaran
konsumsi juga turun. Tinggi rendahnya pengeluaran sangat tergantung
kepada kemampuan keluarga dalam mengelola penerimaan atau
pendapatannya.
b) Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan berbagai masalah gizi seperti gizi kurang.
Keberadaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat suatu negara. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan menjelaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2) Faktor Tidak Langsung


Pelayanan kesehatan yang memadai merupakan tumpuan masyarakat
dan menjadi salah satu kebutuhan mendasar selain pangan dan juga pendidikan.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah pelayanan kesehatan yang peduli
dan terpusat pada kebutuhan, harapan serta nilai-nilai pelanggan sebagai titik
tolak penyediaan pelayanan kesehatan dan menjadi persyaratan yang harus
dapat dipenuhi agar dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai
pengguna jasa pelayanan. Masyarakat berharap untuk mendapatkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab,
aman, berkualitas serta merata dan nondiskriminatif sehingga hak-hak pasien
sebagai penerima pelayanan kesehatan tersebut dapat terlindungi. (Irmawati,
dkk. 2017)
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 dijelaskan
bahwa Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) adalah wahana
pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat,
dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari
petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. (Kemenkes,
2018). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi secara tidak
langsung :
a) Kesediaan pangan ditingkat rumah tangga. Hal ini terkait dengan produksi
dan distribusi bahan makanan dalam jumlah yang cukup mulai dari produsen
sampai ke tingkat rumah tangga.
b) Daya beli keluarga yang kurang untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan
bagi seluruh anggota keluarga Hal ini terkait dengan masalah pekerjaan atau
mata pencaharian atau penghasilan suatu keluarga. Apabila penghasilan
keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup dalam
jumlah dan kualitas, maka konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga
akan berkurang yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesehatan dan
perkembangan otak.
c) Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan.
Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli
memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan
keluarga tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari sehingga
asupan gizi tidak sesuai kebutuhan.
d) Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi menurut Supariasa (2014) dibagi menjadi :
1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu :
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Masing-masing penilaian akan
dibahas sacara umum sebagai berikut :
a. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan
ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
(supervisicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
mukosa oral atau pada organorgan yang dekat dengan permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih
zat gizi. Selain itu, metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat
status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik, yaitu
tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain : darah, urine, tinja serta beberapa jaringan tubuh seperti
hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)
dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung


Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu:
survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian
dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut :
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat yang
dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
lengsung pengukuran status gizi masyarakat.
c. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan
lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat
tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-
lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar
untuk melakukan program intervensi gizi.

d. Balita
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik
pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun, dimana umur 5 bulan berat badan naik 2
kali berat badan lahir dan berat badan naik 3 kali dari berat badan lahir pada umur 1
tahun dan menjadi 4 kali pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa
pra sekolah kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg per tahun, kemudian
pertumbuhan konstan mulai berakhir (Widyawati, 2016).
Status gizi anak balita di Indonesia hingga saat ini masih memprihatinkan.
Keadaan ini merupakan ancaman bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia, karena kurang energi protein (KEP) erat kaitannya dengan gagal
tumbuh kembang anak balita termasuk rendahnya tingkat kecerdasan (Myrnawati,
2015). Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap
penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat
kecerdasan (Triagustin, 2013).
Menurut PMK No 2 tahun 2020 tentang Status Gizi, kategori status gizi balita
dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan
Menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB). Ketiga nilai
indeks status gizi tersebut ,yaitu :
1) BB/U adalah berat badan anak usia 0- 60 bulan digunakan untuk menentukan
kategori :
- Berat badan sangat kurang (severly underweight)
- Berat badan kurang (underweight)
- Berat badan normal; dan
- Resiko berat badan lebih
2) Indeks Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) anak
usia 0-60 bulan digunakan untuk menentukan kategori :
- Sangat pendek (severly stunted)
- Pendek (stunted)
- Normal
- Tinggi
3) Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur
(BB/PB atau BB/TB) anak usia 0-60 bulan digunakan untuk menentukan
kategori:
- Gizi buruk (severly wasted)
- Gizi kurang (wasted)
- Gizi baik (normal)
- Beresiko gizi lebih (possible risk of overweight)
- Gizi lebih (overweight); dan
- Obesitas (obese).
4) Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) anak usia 0 – 60 bulan
- Gizi Buruk (severely wasted)
- Gizi Kurang (wasted)
- Gizi Baik (normal)
- Beresiko Gizi Lebih (possible risk of overweight)
- Obesitas (obese)

Tabel Pengertian Kategori Status Gizi Balita


Ambang Batas
Indikator Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Berat Badan Berat Badan Sangat < -3,0 SD
menurut Umur Kurang (severely
(BB/U) anak usia underweight)
0-60 bulan Berat Badan Kurang -3,0 SD s/d < -2,0 SD
(underweight)
Berat Badan Normal -2,0 SD s/d +1 SD
Risiko Berat Badan Lebih  +1 SD
Panjang Badan Sangat Pendek (severely <-3 SD
atau Tinggi Badan stunted)
Pendek (stunted) -3 SD sd <-2 SD
menurut Umur
Normal -2 SD sd +3 SD
(PB/U atau TB/U) Tinggi > +3 SD
anak usia 0-60
bulan
Berat Badan Gizi Buruk (severely <-3 SD
menurut Panjang wasted)
Gizi Kurang (wasted) -3 SD sd <-2 SD
Badan atau Tinggi
Gizi Baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Badan (BB/PB Berisiko Gizi Lebih >+1 SD sd +2 SD
atau BB/TB) anak (possible risk of
usia 0-60 bulan overweight)
Gizi Lebih (overweight) >+2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) >+3 SD
Indeks Massa Gizi Buruk (severely <-3 SD
Tubuh menurut wasted)
Gizi Kurang (wasted) -3 SD sd <-2 SD
Umur (IMT/U anak
Gizi Baik (normal) -2 SD sd +1 SD
usia 0 - 60 bulan Berisiko Gizi Lebih >+1 SD sd +2 SD
(possible risk of
overweight)
Gizi Lebih (overweight) >+2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) >+3 SD
Sumber : PMK No. 2 tahun 2020 tentang Indeks Standar Antropometri Anak.

e. Masalah Gizi Pada Balita


Salah satu masalah gizi pada balita terjadi karena pola asuh anak yang kurang
dalam keluarga. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah
Pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur, dan tingkat pngetahuan ibu. Pemberian
makanan bergizi mutlak dianjurkan untuk anak melalui peran ibu atau pengasuhnya.
Waktu yang dipergunakan ibu rumah tangga untuk mengasuh anak merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi batita.
Menurut Engle tahun 1997, pola asuh terhadap anak merupakan salah satu
faktor penting terjadinya gangguan status gizi. Yang termasuk pola asuh adalah
pemberian asi, penyediaan dan pemberian makanan pada anak, dan memberikan
rasa aman kepada anak. Berdasarkan bagan UNICEF (1998) tentang faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya kurang gizi secara langsung adalah makanan yang
tidak seimbang dan penyakit infeksi, sedangkan faktor penyebab tidak langsung
adalah tidak cukup persediaan pangan, pola asuh anak tidak memadai, sanitasi dan
air bersih/pelayanan kesehatan dasar tidak memadai. (Diana, 2006)
Memberikan makanan dan perawatan anak yang benar mencapai status gizi
yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga dapat dilihat anak
yang dibesarkan dengan pola pengasuhan yang tidak baik ditambah lagi dengan
lingkungan yang kurang baik maka status gizinya akan lebih buruk dibandingkan
anak dengan pola asuh yang baik (Diana, 2006).
1) Kekurangan Energi Protein
Anak yang Kurang Energi Protein (KEP) mengalami defisiensi dari zat-zat
yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Konsumsi anak yang
defisit akan berdampak pada ketahanan tubuh yang kurang, dan akibatnya tubuh
rentan terhadap infeksi. Penyakit infeksi berhubungan dengan gizi kurang yaitu
dengan anak mempunyai penyakit infeksi maka akan memperburuk keadaan gizi
nya. Kondisi ini juga kembali menyebabkan terjadinya infeksi.
2) Kekurangan Vitamin A
Penyakit mata yang diakibatkan oleh kekurangan vitamin A disebut
xeropthalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kekuatan yang paling sering
terjadi pada anak-anak di Indonesia yang umumnya terjadi pada usia 2-3 tahun.
Hal ini karena setelah disapih, anak tidak diberi makanan yang memenuhi syarat
gizi sementara anak itu belum bisa mengambil makanan sendiri.

f. Ibu Hamil
Ibu hamil adalah seorang wanita yang mengandung dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin . Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa
embrio atau fetus di dalam tubuhnya. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu
antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan)
Umur muda pada saat hamil merupakan salah satu risiko tinggi didalam
kehamilan yaitu usia kurang dari meningkatnya metabolisme energi. Kebutuhan
energi dan zat gizi lainnya meningkat selama hehamilan. Peningkatan energi dan zat
gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan
besarnya organ kandungan, serta perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu.
Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat
menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna (Putri dkk, 2017).
Kekurangan energi kronis atau yang selanjutnya disebut dengan KEK
merupakan suatu keadaan dimana status gizi seseorang buruk yang disebabkan
kurangnya konsumsi pangan sumber energi yang mengandung zat gizi makro.
Kebutuhan wanita akan meningkat dari biasanya jika pertukaran dari hampir semua
bahan itu terjadi sangat aktif terutama pada trimester III. Peningkatan jumlah
konsumsi makan perlu ditambah terutama konsumsi pangan sumber energi untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan janin, maka kurang mengkonsumsi kalori akan
menyebabkan malnutrisi. Menurut Kemenkes (2015), ibu hamil KEK disebabkan oleh
penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung ibu hamil KEK adalah
konsumsi gizi yang tidak cukup dan adanya penyakit tertentu yang diderita ibu,
sedangkan penyebab tidak langsungnya berupa persediaan makanan yang tidak
cukup, pola asuh, kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak
memadai. Penanggulangan KEK akan berhasil dengan baik bila dilakukan kegiatan
peningkatan asupan makanan, perubahan perilaku kesehatan dan gizi serta
pencegahan dan penanggulangan penyakit.

g. ASI Eksklusif
ASI memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan dan kelangsungan
hidup bayi, karena bayi yang diberi ASI secara eksklusif memiliki daya tahan tubuh
yang lebih baik dibandingkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif. Air Susu Ibu
(ASI) adalah cairan yang diciptakan khusus yang keluar langsung dari payudara
seorang ibu untuk bayi. ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna,
praktis, murah dan bersih karena langsung diminum dari payudara ibu. ASI
mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan bayi untuk memenuhi
kebutuhan gizi di 6 bulan pertamanya. Jenis ASI terbagi menjadi 3 yaitu kolostrum,
ASI masa peralihan dan ASI mature. Kolostrum adalah susu yang keluar pertama,
kental, berwarna kuning dengan mengandung protein tinggi dan sedikit lemak
(Yusrina 2016).
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi
berusia enam bulan, diatas usia enam bulan bayi harus diberikan makanan
tambahan baik yang bersifat semi padat maupun padat (Hamzah, 2018).
Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin
tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara optimal. Manfaat ASI
eksklusif menurut Utami Roesli (2004) untuk Bayi antara lain :
1. ASI sebagai nutrisi.
2. Makanan "terlengkap" untuk bayi, terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup
mengandung zat gizi yang diperlukan untuk 6 bulan pertama.
3. Mengandung antibodi (terutama kolostrum) yang melindungi terhadap penyakit
terutama diare dan gangguan pernapasan.
4. Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang diberi ASI ekslusif akan
lebih cepat bisa jalan.
5. Meningkatkan jalinan kasih sayang
6. Selalu siap tersedia, dan dalam suhu yang sesuai.
7. Mudah dicerna dan zat gizi mudah diserap.
8. Melindungi terhadap alergi karena tidak mengandung zat yang dapat
menimbulkan alergi.
9. Mengandung cairan yang cukup untuk kebutuhan bayi dalam 6 bulan pertama
(87% ASI adalah air).
10. Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga
bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai.
11. Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan
spiritual, dan hubungan sosial yang baik.
Pemberian ASI eksklusif selain bermanfaat bagi bayi juga bermanfaat bagi ibu
diantaranya sebagai kontrasepsi alami saat ibu menyusui dan sebelum menstruasi,
menjaga kesehatan ibu dengan mengurangi risiko terkena kanker payudara dan
membantu ibu untuk menjalin ikatan batin kepada anak (Yusrina, 2016).

h. KADARZI
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu
mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu
keluarga disebut KADARZI jika telah berperilaku gizi yang baik minimal memenuhi
indicator sebagai berikut.
1. Indikator KADARZI ibu balita :
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai umur
6 bulan (ASI Eksklusif).
c. Makan beraneka ragam.
d. Menggunakan garam beryodium
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
2. Indikator KADARZI ibu hamil :
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Makan beraneka ragam.
c. Menggunakan garam beryodium
d. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.

Setiap keluarga tentu menginginkan seluruh anggota keluarganya sehat, salah


satu caranya adalah dengan menjadi keluarga sadar gizi. Keluarga sadar gizi
(Kadarzi) adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya melakukan perilaku gizi
seimbang, mampu mengenali masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota
keluarganya, dan mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi
yang dijumpai oleh anggota keluarganya. Secara umum Kadarzi bertujuan yaitu
tercapainya keadaan gizi yang optimal untuk seluruh anggota keluarga. Indikator
yang digunakan untuk menilai perubahan perilaku gizi anggota keluarga adalah
sebagai berikut :
- Menimbang berat badan secara teratur yaitu balita ditimbang setiap bulan dan
dicatat didalam KMS. Bila bayi berusia diatas 6 bulan, dikatakan baik bila lebih
atau sama dengan empat kali (≥4x) berturut-turut ditimbang. Dikatakan belum
baik bila kurang dari empat kali berturut-turut ditimbang.
- Memberikan asi saja kepada bayi sejak lahir sampai 6 bulan (Asi Eksklusif)
yaitu
tidak diberikan makanan atau minuman selain asi. Dikatakan baik bila diberikan
asi saja, tidak diberikan makanan atau minuman lain (Asi Eksklusif 0-6 bulan).
Dikatakan belum baik bila sudah diberikan makanan dan minuman selain ASI.
- Makan beraneka ragam yaitu bila balita mengkonsumsi makanan pokok, lauk
pauk, sayur dan atau buah setiap hari atau jika bukan anak balita keluarga
mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayur dan atau buah setiap hari.
Dikatakan baik jika setiap hari mengkonsumsi lauk hewani dan buah dan belum
dikatakan baik jika tidak setiap hari makan lauk hewani dan buah.
- Menggunakan garam yodium yaitu keluarga menggunakan garam yodium untuk
masak setiap hari. Cara mengetahuinya yaitu dengan cara menguji contoh
garam yang digunakan dengan tes yodina. Dikatakan baik bila garam yang diuji
berwarna ungu dan dikatakan belum baik jika garam yang diuji tidak berubah
warna.
- Memberikan suplemen gizi sesuai anjuran. Bayi usia 6-11 bulan mendapatkan
kapsul vitamin A warna biru pada bulan Februari dan Agustus, anak balita umur
12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A berwarna merah setiap bulan Februari
dan Agustus. Ibu hamil mendapat TTD minimal 90 tablet selama kehamilan.
Pada balita dikatan baik jika anak mendapat kapsul vitamin A warna biru (6-11
bulan) dan merah (12-59 bulan) setiap bulan Februari dan Agustus. Pada ibu
hamil dikatakan baik jika jumlah TTD yang diminum sesuai anjuran dan
dikatakan belum baik jika jumlah TTD yang diminum tidak sesuai anjuran.

i. Kader & Posyandu


Kader kesehatan adalah seseorang yang mau dan mampu melaksanakan
upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di bawah
pembinaan petugas kesehatan yang dilakukan atas kesadaran diri sendiri dan tanpa
pamrih apapun.
Kader Posyandu mempunyai fungsi yaitu pengumpulan dan pengolahan data,
menyiapkan dan menyampaikan usulan rencana kegiatan, mengadakan pendekatan
kepada masyarakat kelompok sasaran, menggerakan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat, membimbing dan membina kelompok sasaran. Tugas kader Posyandu
yang berat dan dilakukan secara sukarela dengan berbagai keterbatasan yang
dimiliki, maka keberhasilan kader dalam mengoptimalkan Posyandu perlu
mendapatkan dukungan pendampingan maupun bimbingan dari tenaga profesional
terkait maupun dari para tokoh masyarakat (UNICEF, 2006).
Kader sebagai penggerak Posyandu, menjadi kunci keberhasilan Posyandu.
Kader Posyandu memiliki tugas yang penting agar Posyandu dapat berjalan dengan
baik, apabila kader tidak memahami tugas sebagai kader dengan baik maka
Posyandu tidak akan berkembang bahkan mungkin akan berhenti pelaksanaanya
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Pelatihan dan pembinaan kader terus dilaksanakan, akan tetapi pergantian
kader juga sering terjadi akibatnya beberapa kader kurang memahami tugas sebagai
kader. Pengetahuan kader dapat ditingkatkan melalui pemberian informasi dari
tenaga kesehatan, yaitu pelaksanaan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan tersebut maka
masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat
berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya pendidikan
kesehatan tersebut diharapkan dapat membawa perubahan perilaku kesehatan dari
sasaran. Selain meningkatkan pengetahuan individu, pendidikan kesehatan juga
bertujuan merubah sikap dan praktik individu terhadap kesehatan (Notoatmodjo,
2010)
Macam-macam dan peran Kader Kesehatan.
1. Kader Posyandu Balita
Kader yang bertugas di pos pelayanan terpadu (posyandu) dengan kegiatan rutin
setiap bulannya melakukan pendaftaran, pencatatan, penimbangan bayi dan
balita.
2. Kader Gizi
Kader yang bertugas membantu  petugas puskesmas melakukan pendataan,
penimbangan bayi dan balita yang mengalami gangguan gizi (malnutrisi).
3. Kader Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Kader KPKIA
Kader yang bertugas membantu  bidan puskesmas melakukan pendataan,
pemeriksaan ibu hami dan anak-anak yang mengalami gangguan kesehatan
(penyakit).

Peran Petugas Kesehatan terhadap Kader Kesehatan, antara lain :


a) Pendamping dan pengarah dalam  pelayanan
b) Penghubung masyarakat pada memberi pelayanan
c) Menjadi contoh dan motivator dalam kegiatan
d) Menjaga kelangsungan kegiatan
e) Melaksanakan pembinaan dan pelatihan rutin terhadap kader kesehatan
f) Melaksanakan koordinasi antara kader kesehatan dan tenaga kesehatan
g) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan kader kesehatan
h) Melaksanakan evaluasi kegiatan bersama kader kesehatan.

j. GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)


Germas adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya
hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang
sehat. Aksi germas ini juga diikuti dengan memasyarakatkan perilaku hidup bersih
sehat dan dukungan program infrastruktur dengan basis masyarakat.
Program ini memiliki beberapa fokus seperti membangun akses untuk memenuhi
kebutuhan air minum, instalasi kesehatan masyarakat serta pembangunan
pemukiman yang layak huni. Ketiganya merupakan infrastruktur dasar yang menjadi
pondasi dari gerakan masyarakat hidup sehat. Berikut ini 7 langkah germas yang
dapat menjadi panduan menjalani pola hidup yang lebih sehat :

1. Melakukan Aktivitas Fisik


Perilaku kehidupan modern seringkali membuat banyak orang minim melakukan
aktivitas fisik; baik itu aktivitas fisik karena bekerja maupun berolah raga.
Kemudahan – kemudahan dalam kehidupan sehari – hari karena bantuan
teknologi dan minimnya waktu karena banyaknya kesibukan telah menjadikan
banyak orang menjalani gaya hidup yang kurang sehat. Bagian germas aktivitas
fisik merupakan salah satu gerakan yang diutamakan untuk meningkatkan
kualitas kesehatan seseorang.

2. Makan Buah dan Sayur


Keinginan untuk makan makanan praktis dan enak seringkali menjadikan
berkurangnya waktu untuk makan buah dan sayur yang sebenarnya jauh lebih
sehat dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Beberapa jenis makanan dan
minuman seperti junk food dan minuman bersoda sebaiknya dikurangi atau
dihentikan konsumsinya. Menambah jumlah konsumsi makanan dari buah dan
sayur merupakan contoh GERMAS yang dapat dilakukan oleh siapapun.
Masalah selanjutnya adalah bagaimana cara mengatasi agar anak mau
makan buah dan sayur, untuk hal ini anda dapat mengaplikasikan jurus tips anak
mau makan buah dan sayur sebagai berikut yaitu salah satunya dengan
mengkreasikan makanan dari buah dan sayur dengan mengubahnya menjadi
tampilan yang menarik, contohnya dari karakter kartun yang disukai anak
menggunakan buah tomat dan sayur ketimun sehingga tadinya anak susah
makan buah dan sayur menjadi mau makan sayur dan buah
Adapun salah satu kampanye GERMAS adalah kampanye makan buah
dan sayur yang memberikan informasi betapa besarnya manfaat dan kenapa
harus makan buah dan sayur setiap hari. Karena anda harus memahami
pentingnya kenapa harus makan buah dan sayur setiap hari, berikut adalah
dampak akibat kurang makan buah dan sayur untuk kesehatan tubuh, contohnya
seperti permasalahan BAB, peningkatan risiko penyakit tidak menular, tekan
darah tinggi dan lainnya.
Dengan memahami pentingnya perilaku makan buah dan sayur,
diharapkan masyarakat dapat dengan lebih aktif untuk meningkatkan kampanye
makan buah dan sayur untuk tingkatkan kesehatan masyarakat di seluruh
Indonesia

3. Tidak Merokok
Merokok merupakan kebiasaan yang banyak memberi dampak buruk
bagi kesehatan. Berhenti merokok menjadi bagian penting dari gerakan hidup
sehat dan akan berdampak tidak pada diri perokok; tetapi juga bagi orang –
orang di sekitarnya. Meminta bantuan ahli melalui hipnosis atau metode bantuan
berhenti merokok yang lain dapat menjadi alternatif untuk menghentikan
kebiasaan buruk tersebut.

4. Tidak Mengkonsumsi Minuman Beralkohol


Minuman beralkohol memiliki efek buruk yang serupa dengan merokok;
baik itu efek buruk bagi kesehatan hingga efek sosial pada orang – orang di
sekitarnya.

5. Melakukan Cek Kesehatan Berkala


Salah satu bagian dari arti germas sebagai gerakan masyarakat hidup
sehat adalah dengan lebih baik dalam mengelola kesehatan. Diantaranya adalah
dengan melakukan cek kesehatan secara rutin dan tidak hanya datang ke rumah
sakit atau puskesmas ketika sakit saja. Langkah ini memiliki manfaat untuk dapat
memudahkan mendeteksi penyakit atau masalah kesehatan lebih dini.
Ada beragam informasi media cek kesehatan yang memberikan tips cek
kesehatan secara berkala, apa saja sebenarnya jenis cek kesehatan berkala
yang dapat anda lakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan anda? Berikut
adalah beberapa contoh pengecekan yang bisa dilakukan.
 Cek Kesehatan Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) Secara Rutin
Melakukan Pengecekan Berat Badan berguna agar anda bisa
mendapatkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yang nantinya dapat
menentukan apakah berat badan dan tinggi badan Anda sudah berada dalam
kondisi ideal atau berisiko terkena penyakit tidak menular (PTM)
 Cek Lingkar Perut Secara Berkala
Dengan melakukan Cek Lingkar Perut secara berkala anda bisa
mengontrol lemak perut, jika berlebihan dapat menyebabkan penyakit seperti
stroke, diabetes hingga serangan jantung
 Cek Tekanan Darah
Pengecekan Tekanan Darah dapat membantu anda mendeteksi
adanya risiko stroke, hipertensi hingga jantung
 Cek Kadar Gula Darah Berkala
Anda dapat mengetahui kadar glukosa dalam darah dengan jenis
pengecekan kesehatan berkala ini, hasilnya anda dapat mengetahui potensi
diabetes
 Cek Fungsi Mata Telinga
 Cek Kolesterol Tetap
Pengecekan Kolesterol terbagi tiga yaitu LDL (Kolesterol "Buruk"),
HDL (Kolesterol "Baik") dan Trigliserida
 Cek Arus Puncak Ekspirasi
Pengecekan ini adalah salah satu cek kesehatan dalam pengujian
fungsi paru, pengecekan ini biasa dilakukan pada penderita asma atau
penyakit lainnya untuk menilai kemampuan paru-paru
 Cek dan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Pengecekan ini biasanya dilakukan dengan pemeriksaan berkala
seperti Test PAP SMEAR dan Test IVA
 Cek Sadari Periksa Payudara Sendiri
Lalu berikutnya dalam ragam cek kesehatan berkala yaitu dengan
pemeriksaan payudara sendiri.

6. Menjaga Kebersihan Lingkungan


Bagian penting dari germas hidup sehat juga berkaitan dengan
meningkatkan kualitas lingkungan; salah satunya dengan lebih serius menjaga
kebersihan lingkungan. Menjaga kebersihan lingkungan dalam skala kecil seperti
tingkat rumah tangga dapat dilakukan dengan pengelolaan sampah. Langkah
lain yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan guna mengurangi resiko
kesehatan seperti mencegah perkembangan vektor penyakit yang ada di
lingkungan sekitar.

7. Menggunakan Jamban
Aspek sanitasi menjadi bagian penting dari gerakan masyarakat hidup
sehat; salah satunya dengan menggunakan jamban sebagai sarana
pembuangan kotoran. Aktivitas buang kotoran di luar jamban dapat
meningkatkan resiko penularan berbagai jenis penyakit sekaligus menurunkan
kualitas lingkungan.

Konsumsi

B. Kerangka Konsep Pola Asuh Status Gizi

Pelayanan Kesehatan
Pengetahuan, sikap,
dan tindakan
Kesehatan Lingkungan

Hygiene dan Sanitasi


Pendapatan

Sosial Budaya

KADARZI

Infeksi

Keterangan :

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Variabel Independen : Pengetahuan, sikap dan tindakan , KADARZI,


Pelayanan Kesehatan, Kebersihan, Pendapatan,
Konsumsi, Infeksi.
Variabel Dependen : Status Gizi

C. Hipotesa

a. Ada hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan dengan konsumsi di Kecamatan


Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat
b. Ada hubungan pendapatan dengan konsumsi Kecamatan Gunung Sari Kabupaten
Lombok Barat
c. Ada hubungan perilaku KADARZI dengan konsumsi Kecamatan Gunung Sari
Kabupaten Lombok Barat
d. Ada hubungan pelayanan kesehatan dengan penyakit infeksi Kecamatan Gunung
Sari Kabupaten Lombok Barat
e. Ada hubungan kebersihan lingkungan dengan penyakit infeksi Kecamatan Gunung
Sari Kabupaten Lombok Barat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup
1. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di 4 desa yang ada di Kecamatan Gunung Sari,
yaitu 2 desa di wilayah kerja Puskesmas Gunung Sari ( DesaTaman Sari dan Desa
Kekait) dan 2 desa di wilayah kerja Puskesmas Penimbung ( DesaGelangsar dan
Desa Mekarsari) Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Alasan
memilih Lombok Barat dikarenakan Lombok barat mempunyai beberapa keunggulan
salah satunya program aksi bergizi yang diterbitkan melalui surat edaran Bupati
Lobar yang dimulai dari tanggal 21 Januari 2019 yang meminta semua SMP dan
SMA di Lobar untuk melaksanakan aksi tersebut.
Kemudian pada tahun 2017 pemerintah pusat menetapkan Kabupaten Lombok
Barat bersama tiga daerah lain di Indonesia sebagai daerah percontohan
penanganan kasus stunting. Beberapa inovasi yang telah dilakukan Dinas
Kesehatan Lombok Barat diantaranya sensus terhadap seluruh balita di Lombok
Barat, inovasi Gerakan Masyarakat Sadar Gizi (Germadazi), Gerakan masyarakat
1.000 Hari Pertama Kehidupan dan upaya penguatan sistem melalui e-Puskesmas,
e-Pusdu, e-Poskesdes dan e-Posyandu. Alasan memilih Kecamatan Gunung Sari
dikarenakan salah satu puskesmas yang ada disana pertama kali mendapatkan
sertifikat ISO di NTB.
2. Waktu
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan mulai tanggal April 2020 yaitu selama
5 hari.

B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dan dari segi waktu bersifat
crossectional dimana faktor risiko maupun faktor efek dikumpulkan pada saat yang
bersamaan.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
a. Balita
Populasi balita dari 4 desa yang ada di Kecamatan Gunung Sari,
Kabupaten Lombok Barat yaitu sebesar 2.153 orang.
b. Ibu Hamil
Populasi ibu hamil dari 4 desa yang ada di Kecamatan Gunung Sari,
Kabupaten Lombok Barat yaitu sebesar 303 orang.
c. Kader
Populasi kader dari 4 desa yang ada di Kecamatan Gunung Sari,
Kabupaten Lombok Barat yaitu sebesar 180 orang
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah balita (6-59 bulan) dengan responden ibu
atau pengasuh balita, ibu hamil (trimester 1, 2 dan 3) dan kader yang bertempat
tinggal di Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat yang terpilih
menggunakan pengambilan sampel.
a. Besar Sampel
Besar sampel yang diperlukan agar representatif terhadap populasi adalah
menggunakan rumus sebagai berikut :

n=

Keterangan :
n = besar sampel
N = jumlah populasi
D = limit eror (5%)
Besar Sampel Balita
Menggunakan tingkat ketelitian 5%

n=

n=

n=

n=

n=
n= 336.4
Besar Sampel Bumil
Menggunakan tingkat kesalahan 5%

n=

n=

n=

n=

n=

n=

n=172.2
Besar Sampel Kader
Menggunakan tingkat kesalahan 5%

n=

n=

n=

n=

n=

n=124.14
b. Cara Pengambilan Sampel
Memilih sampel rumah tangga dengan teknik simple random sampling ini
adalah memilih sampel acak dengan sistem. Dari kerangka sampling, sampel
dipilih secara acak sederhana menggunakan metode bilangan random.

D. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data


1. Jenis Data
a) Data Primer
1) Data karakteristik ibu hamil, meliputi : Usia, Usia Kehamilan, riwayat
kehamilan dan pekerjaan, dikumpulkan dengan metode wawancara
menggunakan alat bantu kuesioner dan form karakteristik ibu hamil.
2) Data karakteristik keluarga balita meliputi : usia, pendidikan, pekerjaan dan
pengeluaran keluarga balita. Dikumpulkan dengan metode wawancara
menggunakan alat bantu kuesioner dan form susunan anggota rumah
tangga.
3) Data karakteristik balita, meliputi : Umur dan Jenis kelamin. Dikumpulkan
dengan metode wawancara dan form karakteristik balita.
4) Data tentang perilaku KADARZI ibu hamil. Dikumpulkan dengan metode
wawancara menggunakan alat bantu kuesioner dan observasi.
5) Data tentang perilaku KADARZI ibu balita. Dikumpulkan dengan metode
wawancara menggunakan alat bantu kuesioner dan observasi.
6) Data kesehatan lingkungan (higiene dan sanitasi). Dikumpulkan dengan
metode observasi dan wawancara.
7) Data status KEK dan status anemia ibu hamil didapatkan melalui
pengukuran dengan menggunakan pita LILA.
8) Data tingkat konsumsi balita meliputi : tingkat konsumsi energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C dan zat besi. Dikumpulkan dengan
metode recall konsumsi makan 2 x 24 jam menggunakan alat bantu form
recall.
9) Data status gizi balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U, PB/U, BB/TB, BB/PB.
Dikumpulkan dengan cara diukur menggunakan timbangan digital microtoise
dan length board.
10) Data pendapatan perkapita keluarga. Dikumpulkan dengan metode
wawancara menggunakan alat bantu kuesioner dan form pengeluaran
pangan.
11) Data pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu balita tentang gizi dan kesehatan
pada ibu balita. Dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan alat
bantu kuesioner. Tambahin germas
12) Data pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu hamil tentang gizi dan kesehatan
pada ibu hamil. Dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan alat
bantu kuesioner. Tambahin germas
13) Data pola makan pada ibu hamil meliputi : jenis, jumlah, dan frekuensi
konsumsi suatu bahan makanan. Dikumpulkan dengan metode wawancara
menggunakan alat bantu kuesioner, form rata-rata konsumsi dan form FFQ.
14) Data pengetahuan dan keterampilan kader tentang posyandu. Dikumpulkan
dengan metode wawancara menggunakan alat bantu kuesioner.

b) Data Sekunder
Meliputi data pengukuran Hb di buku KIA melihat pada buku kader ibu
hamil, serta data gambaran wilayah yaitu letak wilayah, luas, jumlah penduduk,
jumlah dusun yang ada di desa, potensi sumber daya alam, sarana dan
prasarana, peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader dalam bidang
kesehatan serta organisasi dan kelembagaan desa.

E. Cara Pengolahan dan Analisis Data


1. Cara Pengolahan
a) Data Primer
1) Data karakteristik ibu hamil, meliputi : Usia, Usia Kehamilan, LILA dan
pekerjaan.
a Usia ibu hamil dikategorikan :
1. Berisiko
2. Tidak berisiko
b Menurut Departemen Kesehatan RI, 2007 usia kehamilan dikategorikan :
1. Trimester 1 : 1-3 bulan
2. Trimester 2 : 4-6 bulan
3. Trimester 3 : 7-9 bulan
c Menurut Depkes RI, 1995 , Kategori standar LILA yaitu :
1. Tidak KEK ≥ 23,5 cm
2. KEK < 23,5 cm
c. Kategori pekerjaan :
1. Bekerja
2. Tidak bekerja
2) Data karakteristik keluarga balita meliputi umur kepala keluarga, pendidikan,
pekerjaan, dan pendapatan keluarga balita diolah dengan cara dikategorikan.
a Kategori umur ibu balita :
1. Masa remaja akhir : < 20 tahun
2. Masa dewasa awal : 20-40 tahun
3. Masa dewasa madya : > 40 tahun
b Menurut UU No. 20 tahun 2003, kategori pendidikan dibagi menjadi:
1. Pendidikan dasar / rendah (SD-SMP/MTs)
2. Pendidikan menengah (SMA/SMK)
3. Pendidikan tinggi (D3-D4/S1)
c Kategori pekerjaan :
1. Bekerja
2. Tidak bekerja
d Pendapatan digolongkan menjadi 2 yaitu :
2. Dibawah rata-rata perkapita (<Rp 918.250)
3. Diatas rata-rata perkapita (≥Rp 918.250)
3) Data karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin
a) Kategori umur balita, yaitu :
1. Bayi : 6 - 11 bulan 29 hari
2. Anak balita : 12 – 59 bulan 29 hari
b) Kategori jenis kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
4) Data tentang perilaku KADARZI ibu hamil diolah dengan :
a) Kategori pemantauan pertumbuhan
1. Baik , jika di timbang ≥ 4x
2. Tidak baik, jika ditimbang < 4x
b) Kategori makan makanan yang beranekaragam
1. Baik, jika setiap hari keluarga mengonsumsi makanan pokok, lauk
pauk, sayur dan atau buah.
2. Tidak baik, jika tidak setiap hari keluarga mengonsumsi makanan
pokok, lauk pauk, sayur dan atau buah.
c) Kategori penggunaan garam yodium
1. Baik, jika garam yang di uji berubah warna (ungu)
2. Tidak baik, jika garam yang diuji tidak berubah warna (ungu)
d) Kategori konsumsi suplemen Fe pada ibu hamil
1. Baik, jika ibu hamil mengonsumsi TTD sesuai anjuran (90 TTD)
2. Tidak baik, jika ibu hamil tidak mengonsumsi TTD sesuai anjuran (90
TTD)
5) Data tentang perilaku KADARZI ibu balita diolah dengan :
a) Kategori pemantauan pertumbuhan
1. Baik , jika di timbang ≥ 4x
2. Tidak baik, jika ditimbang < 4x
b) Kategori pemberian ASI-E selama 6 bulan
1. Baik, jika diberikan asi saja, tidak diberikan makanan atau minuman
lain (selama 0-6 bulan).
2. Tidak baik, jika diberikan makanan dan minuman selain ASI
c) Kategori makan makanan yang beranekaragam
1. Baik, jika setiap hari keluarga mengonsumsi makanan pokok, lauk
pauk, sayur dan atau buah.
2. Tidak baik, jika tidak setiap hari keluarga mengonsumsi makanan
pokok, lauk pauk, sayur dan atau buah.
d) Kategori penggunaan garam yodium
1. Baik, jika garam yang di uji berubah warna (ungu).
2. Tidak baik, jika garam yang diuji tidak berubah warna (ungu).
e) Kategori konsumsi suplemen vitamin A pada balita
1. Baik, jika anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A (usia 6-11 bulan
kaspul warna biru dan usia 12-59 bulan kapsul warna merah)
2. Tidak baik, jika anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A (usia 6-11
bulan kaspul warna biru dan usia 12-59 bulan kapsul warna merah)
6) Data kesehatan lingkungan (Higiene dan sanitasi) diolah dan dianalisis
dengan cara deskriptif kemudian dikelompokkan dengan kriteria :
a Baik : >75%
b Sedang : 56 – 75%
c Kurang : <56%
7) Data status KEK pada ibu hamil didapatkan melalui pengukuran dengan
menggunakan pita LILA yang diolah dengan membandingkan hasil
pengukuran dengan standar yaitu (Depkes RI, 1995)
a Tidak KEK ≥ 23,5 cm
b KEK < 23,5 cm
8) Data tingkat konsumsi balita meliputi tingkat konsumsi energi, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin A, vitamin C dan zat besi diolah dengan cara dirata-
ratakan jumlah seluruh bahan makanan yang dikonsumsi kemudian
diterjemahkan ke dalam zat gizi dan membandingkannya dengan standar
yang ada pada AKG. Menurut Depkes RI (1996). bahwa klasifikasi tingkat
konsumsi makanan di bagi menjadi empat dengan cut of points sebagai
berikut:
 Di Atas Kecukupan : ≥120% AKG
 Normal : 90 – 119 % AKG
 Defisit tingkat ringan :80 – 89 % AKG
 Defisit tingkat sedang : 70 – 79 % AKG
 Defisit tingkat berat : < 70% AKG
9) Data status gizi balita berdasarkan indikator BB/U, TB/U, BB/TB diolah
dengan menggunakan nilai Z score yang dibandingkan dengan PMK No 2
tahun 2020 tentang standar antropometri anak.
10) Data pendapatan keluarga diolah dengan cara mengkategorikan yaitu :
a Dibawah rata-rata perkapita (<Rp 918.250)
b Diatas rata-rata perkapita (≥Rp 918.250)
11) Data pengetahuan sikap dan tindakan tentang gizi dan kesehatan pada
keluarga balita diolah dengan cara menghitung jumlah dari masing-masing
skor jawaban responden kemudian membandingkan dengan skor tertinggi
untuk selanjutnya didapatkan persentase PST ibu hamil.
Untuk pengolahan secara deskriptif, data pengetahuan, sikap, dan tindakan
ibu balita dan ibu hamil dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tingkat pengetahuan dikelompokkan menurut Nursalam 2008 menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang : < 56%
2. Data sikap dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang : < 56%
3. Data tindakan dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang : < 56%

Dimana ketiga kategori diatas dapat diperoleh dengan cara :

Χ = x 100%

12) Data pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang gizi dan kesehatan pada ibu
balita diolah dengan cara menghitung jumlah dari masing-masing skor
jawaban responden kemudian membandingkan dengan skor tertinggi untuk
selanjutnya didapatkan persentase PST ibu balita.
Untuk pengolahan secara deskriptif, data pengetahuan, sikap, dan tindakan
ibu balita dikelompokkan sebagai berikut :
a Tingkat pengetahuan dikelompokkan menurut Nursalam 2008 menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang : < 56%
b Data sikap dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang : < 56%
c Data tindakan dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang : < 56%
Dimana ketiga kategori diatas dapat diperoleh dengan cara :

Χ = x 100%
13) Data pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang gizi dan kesehatan pada ibu
hamil diolah dengan cara menghitung jumlah dari masing-masing skor
jawaban responden kemudian membandingkan dengan skor tertinggi untuk
selanjutnya didapatkan persentase PST ibu balita.
Untuk pengolahan secara deskriptif, data pengetahuan, sikap, dan tindakan
ibu balita dikelompokkan sebagai berikut :
a. Tingkat pengetahuan dikelompokkan menurut Nursalam 2008 menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang: < 56%
b. Data sikap dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang: < 56%
c. Data tindakan dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75%
Kurang: < 56%
Dimana ketiga kategori diatas dapat diperoleh dengan cara :

Χ = x 100%

14) Data pola makan pada ibu hamil meliputi : jenis, jumlah, dan frekuensi
konsumsi suatu bahan makanan diolah dengan cara mengelompokan
kedalam jenis dan frekuensi bahan makanan menurut PUGS 2013 yaitu:
- Makanan beraneka ragam, bila mengkonsumsi makanan pokok, lauk
hewani, sayur atau buah setiap hari.
- Makanan tidak beraneka ragam, bila mengkonsumsi makanan pokok,
lauk hewani, sayur atau buah tidak setiap hari.
15) Data pengetahuan dan keterampilan kader tentang posyandu, dikategorikan
menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 – 75 %
Kurang : < 56%
2. Data Sekunder
Data sekunder yang meliputi potensi alam, jumlah penduduk, data pelayanan
kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan, kader dalam bidang kesehatan dan organisasi
kelembagaan diolah secara deskriptif yaitu dengan menggambarkan secara umum.

3. Analisis Data
Analisis data menggunakan univariat dan bivariat. Analisis univariat bertujuan
untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis
univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean
atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada analisis univariat menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan atau
berkorelasi menggunakan uji statistik yaitu uji paired t-test dan uji range spearman

Definisi Operasional
Skala
No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur
data
1 Status adalah tingkat Berat badan PMK No. 2 tahun 2020 Interval
Gizi keadan gizi balita Tentang Standar
seorang yang dikumpulkan Antropometri Anak
dinyatakan dengan cara
menurut jenis dan menimbang BB/U : <-3 SD, (-3 SD -
beratnya keadan berat badan -2 SD). (-2SD – 2 SD), >
kurang gizi, balita 2 SD
misalnya gizi menggunakan PB/U DAN TB/U : <-3
baik, gizi sedang alat bantu SD,( -3 SD – 2 SD), (-2
gizi kurang, dan timbangan SD – 2 SD), >2 SD
gizi buruk digital dengan BB/PB : <-3 SD, (-3 SD
tingkat – <- 2 SD), (-2 SD – 2
ketelitian 0,1 SD), >2SD
kg dan IMT/U : <-3SD. (-3 SD -
panjang badan <-2 SD), (-2 SD- 2SD), >
pada balita 2 SD
menggunakan
mikrotoa
dengan tingkat
ketelitian 0,1
dan panjang
badan pada
balita
menggunakan
mikrotoa
dengan tingkat
ketelitian 0,1
cm untuk balita
yang sudah
dapat berdiri,
sedangkan
untuk balita
yang belum
bisa berdiri
dapat
mengukur
panjang
menggunakan
length board
dengan tingkat
ketelitian 0,1
cm.
2. Pendapat Adalah sejumlah Melalui Menurut Badan Pusat Ordinal
an uang yang wawancara Statistik (BPS) 2008,
Keluarga dikeluarkan yang langsung pengeluaran perkapita
dilihat dari daya mengenai Lombok Barat Rp
beli masyarakat jumlah 918.250,00. Sehingga
untuk membeli pengeluaran digolongkan menjadi 2
barang sesuai untuk yaitu :
kebutuhan dan konsumsinya.  Diatas rata-rata
keinginan. perkapita ≥ Rp
918.250,00
 Dibawah rata-rata
perkapita < Rp
918.250,00

a.
3 Kekurang keadaan dimana Dengan KEK : < 23,5 cm Ordinal
an Energi ibu menderita melakukan Non KEK : > 23,5 cm
Kronik keadaan pengukuran
kekurangan lingkar lengan
makanna yang atas dengan
berlangsung menggunakan
menahun (kronis) pita LILA yang
yang memiliki
mengakibatkan tingkat
timbulnya ketilitian 0,1
gangguan – cm.
gangguan
kesehatan ibu
dengan tanda –
tanda atau gejala
antara lain badan
lemah dan muka
pucat (Dep. Kes.
RI., 1994:25)
4. Konsumsi Asupan makanan Dikumpulkan Menurut Depkes RI Ordinal
adalah semua melalui recall 1 (1996). bahwa klasifikasi
jenis makanan x 24 jam tingkat konsumsi
dan minuman dilakukan dua makanan di bagi menjadi
yang dikonsumsi kali pada hari empat dengan cut of
tubuh setiap yang berbeda points sebagai berikut:
hari.Pola meliputi  Di Atas
konsumsi kebiasaan Kecukupan : ≥120%
makanan adalah makan jenis AKG
susunan bahan  Normal : 90 – 119 %
makanan yang makanan yang AKG
merupakan suatu dikonsumsi,  Defisit tingkat ringan :
kebiasaan yang jumlah 80 – 89 % AKG
dimakan makanan yang  Defisit tingkat sedang :
seseorang di konsumsi 70 – 79 % AKG
mencakup jenis dan nilai gizi  Defisit tingkat berat : <
dan jumlah bahan bahan 70% AKG
makanan rata- makanan
rata per orang per dengan
hari yang umum bantuan form
dikonsumsi recall.
/dimakan
penduduk dalam
jangka waktu
tertentu (Harap,
VY. 2012).
5. Pengetah pengetahuan Dikumpulkan Baik : >75% Ordinal
uan merupakan hasil dengan Sedang :56 – 75%
dari tahu, dan ini wawancara Kurang : < 56%
terjadi setelah dengan alat (Sumber : Nursalam
orang melakukan bantu 2008)
penginderaan kuesioner
terhadap suatu yang meliputi
objek tertentu. data konsumsi
gizi ibu hamil
dan orang tua
balita
6. Sikap Sikap adalah Dikumpulkan Baik : >75% Ordinal
merupakan reaksi dengan
atau respons wawancara Sedang :56 – 75%
seseorang yang dengan alat
masih tertutup bantu Kurang : < 56%
terhadap suatu kuesioner
stimulus atau yang meliputi ( Sumber : Nursalam
objek data konsumsi 2008 )
(Notoatmodjo gizi ibu hamil
1997:130-131) dan orang tua
balita
7. Tindakan Tindakan adalah Dikumpulkan Baik : >75% Ordinal
tindakan atau dengan Sedang :56 – 75%
aktivitas dari wawancara Kurang : < 56%
manusia itu dengan alat ( Sumber : Nursalam
sendiri yang bantu 2008 )
mempunyai kuesioner
bentangan yang yang meliputi
sangat luas data konsumsi
antara lain : gizi ibu hamil
berjalan, dan orang tua
berbicara,menan balita
gis, tertawa,
bekerja, kuliah,
menulis,
membaca, dan
sebagainya. Dari
uraian ini dapat
disimpulkan
bahwa yang
dimaksud
perilaku manusia
adalah semua
kegiatan atau
aktivitas manusia,
baik yang diamati
langsung,
maupun yang
tidak dapat
diamati oleh
pihak luar.
(Notoatmodjo,
2003)
8. KADARZI Keluarga yang Kuisioner 1. - Menimbang berat Nominal
berperilaku gizi KADARZI badan secara teratur
seimbang, yaitu balita ditimbang
mampu setiap bulan dan dicatat
mengenali dan didalam KMS. Bila bayi
mengatasi berusia ditass 6 bulan,
masalah gizi dikatakan baik bila lebih
anggotanya. atau sama dengan
empat kali berturut-turut
ditimbang. Dikatakan
belum baik bila kurang
dari empat kali berturut-
turut ditimbang.
- Memberikan asi saja
kepada bayi sejak lahir
sampai 6 bulan (Asi
Eksklusif ) yaitu tidak
diberikan makanan atau
minuman selain asi.
Dikatakan baik bila
diberikan asi saja, tidak
diberikan makanan atau
minuman lain (Asi
Eksklusif 0-6 bulan).
Dikatakan belum baik
bila sudah diberikan
makanan dan minuman
selain asi.
- Makan beraneka ragam
yaitu bila balita
mengkonsumsi makanan
pokok, lauk pauk, sayur
dan atau buah setiap
hari atau jika bukan anak
balita keluarga
mengkonsumsi makanan
pokok, lauk pauk, sayur
dan atau buah setiap
hari. Jika balita
menanyakan kepada ibu
tentang mengkonsumsi
lauk hewani dan buah
dalam menu anak balita
selama dua hari terakhir
atau jika bukan anak
balita menanyakan
kepada ibu tentang
mengkonsumsi lauk
hewani dan buah dalam
menu keluarga selama
tiga hari terakhir.
Dikatakan baik jika
setiap hari
mengkonsumsi lauk
hewani dan buah dan
belum dikatakan baik jika
tidak setiap hari makan
lauk hewani dan buah.
- Menggunakan garam
yodium yaitu keluarga
menggunakan garam
yodium untuk masak
setiap hari. Cara
mengetahuinya yaitu
dengan cara menguji
contoh garam yang
digunakan dengan tes
yodina. Dikatakan baik
bila garam yang diuji
berwarna ungu dan
dikatakan belum baik jika
garam yang diuji tidak
berubah warna.
- Memberikan suplemen
gizi sesuai anjuran. Bayi
usia 6-11 bulan
mendapatkan kapsul
vitamin A warna biru
pada bulan Februari dan
Agustus, anak balita
umur 12-59 bulan
mendapat kapsul vitamin
A berwarna merah setiap
bulan Februari dan
Agustus. Ibu hamil
mendapat TTD minimal
90 tablet selama
kehamilan. Pada balita
dikatan baik jika anak
mendapat kapsul vitamin
A warna biru (6-11
bulan) dan merah (12-59
bulan) setiap bulan
Februari dan Agustus.
Pada ibu hamil dikatakan
baik jika jumlah TTD
yang diminum sesuai
anjuran dan dikatakan
belum baik jika jumlah
TTD yang diminum tidak
sesuai anjuran.
2. Tidak KADARZI, bila
tidak menerapkan salah
satu indikator KADARZI
(sumber : Kemenkes RI
nomer
747/Menkes/SK/VI/2007)

9. Kesehatan Hygine adalah Dikumpulkan Baik : >75% Ordinal


Lingkunga bagaimana dengan Sedang :56 – 75%
n (Higiene caranya orang wawancara Kurang : < 56%
dan memelihara dan dengan alat (Sumber : Nursalam
Sanitasi) melindungi bantu 2008)
kesehatan kuesioner.
(Brownell).
Sanitasi adalah
cara pengawasan
terhadap faktor-
faktor lingkungan
yang mempunyai
pengaruh
terhadap
lingkungan
(Hopkins).
10 Pendidika Pendidikan Dikumpulkan 1. Pendidikan Ordinal
n adalah proses dengan dasar/rendah (SD –
perubahan sikap wawancara SMP/MTs)
dan tata laku dengan alat 2. Pendidikan menengah
seseorang dalam bantu (SMA/SMK)
usaha kuesioner 3. Pendidikan tinggi (D3-
mendewasakan D4/S1)
manusia melalui 1)
upaya pengajaran
dan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA

Aditianti, Prihatini, S. and Hermina (2016) ‘Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Individu Tentang
Makanan Beraneka Ragam sebagai Salah Satu Indikator Keluarga Sadar Gizi
(KADARZI)’, Buletin Penelitian Kesehatan, 44(2), pp. 117–126. doi:
10.22435/bpk.v44i2.5455.117-126.

Astuti, I. (2013) ‘Determinan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Menyusui’, Health Quality, 4,
pp. 1–76.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat (2019) Kabupaten Lombok Barat Dalam Angka.

Barat.Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat (2019) Statistik Daerah Kabupaten
Lombok Barat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat (2019) Statistik Kesejahteraan Rakyat
Kabupaten Lombok

Baldana, A. and Nurdian, Y. (2019) ‘Pengaruh Asupan Yodium pada 1000 HPK’.

Departemen Kesehatan RI (2007) Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi),
Kesehatan.

Diana, F. M. (2006) ‘Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Anak Batita Di Kecamatan
Kuranji Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang Tahun 2004’, Jurnal Kesehatan
Masyarakat, pp. 19–23.

Handarsari, E., Syamsianah, A. and Astuti, R. (2015) ‘Peningkatan Pengetahuan dan


Keterampilan Kader Posyandu di Kelrahan Purwosari Kecamatan Mijen Kota Semarang’,
pp. 621–630.

Hamzah, D. Fathamira (2018) ‘Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Berat Badan Bayi
Usia 4-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Kota’, 3(2), pp. 8–15.

Hidayat, T. S. and Fuada, N. (2011) ‘Hubungan Sanitasi Lingkungan, Morbiditas Dan Status
Gizi Balita Di Indonesia’, Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan, 34(2), pp. 104–113.

Kemenkes RI (2018) Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS), Journal of Physics A:
Mathematical and Theoretical. doi: 10.1088/1751-8113/44/8/085201.
Kementrian Kesehatan RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia 2018.

Kementerian Kesehatan RI (2013) ‘Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013’, Expert


Opinion on Investigational Drugs, 7(5), pp. 803–809. doi: 10.1517/13543784.7.5.

Menteri Kesehatan RI (2020) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2020 Tentang Standar Antropometri Anak.

Putri, G., Winarni, S. and Dharmawan, Y. (2017) ‘Gambaran Umur Wus Muda Dan Faktor
Risiko Kehamilan Terhadap Komplikasi Persalinan Atau Nifas Di Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang’, Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 5(1), pp.
150–157.

Rahayu, S. P. (2017) ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Pengukuran


Antropometri Dengan Ketrampilan Dalam Melakukan Pengukuran Pertumbuhan Balita Di
Posyandu Kelurahan Karangasem Kecamatan Laweyan’, Program Studi S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rahma, A. C. and Nadhiroh, S. R. (2016) ‘Perbedaan Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Gizi
Ibu Balita Gizi Kurang Dan Gizi Normal’, Media Gizi Indonesia, 11(1), p. 55. doi:
10.20473/mgi.v11i1.55-60.

Supariasa. 2014. Pendidikan & Konsultasi Gizi. Jakarta: EGC.

Triagustin, R. (2013) ‘Hubungan Antara Penyakit Infeksi Kronis dengan Kurang Energi Protein
pada Anak Balita di Puskesmas Ungaran dan Puskesmas Lerep’.

Widyawati W. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Balita mengenai Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) dengan Status Gizi pada Balita Usia 6-24 Bulan di Kelurahan
Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta.

Yuslinda, W. O., Yasnani and Ardiansyah, R. T. (2017) ‘Hubungan Kondisi Lingkungan Dalam
Rumah Dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluranpernafasan Akut (Ispa) Pada
Masyarakat Di Kelurahan Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto Tahun 2017’, Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 2(6), pp. 1–9.

Yusrina, A. and Devy, S. R. (2016) ‘Faktor Yang Mempengaruhi Niat Ibu Memberikan Asi
Eksklusif Di Kelurahan Magersari, Sidoarjo’, Jurnal PROMKES, 4(1), p. 11. doi:
10.20473/jpk.v4.i1.2016.11-21.

Anda mungkin juga menyukai