DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 KELAS A
1. ABDU PUGUH MULAWARMAN
2. RACHMAYATNI NUR KHAIS
3. SANITA DWIPANGESTI
4. SIDASTI MIHARNI
5. SUKMAWATI
6. ZULMA WAIZI
T.A 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas (Kemenkes RI, 2007). Masalah gizi terjadi di setiap
siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia
lanjut. Masalah gizi dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik secara langsung
(asupan gizi yang tidak adekuat dan penyakit infeksi) maupun secara tidak langsung
(kemiskinan, ketersediaan pangan, kebersihan, dll). Sehingga penanggulangannya tidak
cukup dengan pendekatan medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk,
2012).
Mengingat saat ini Indonesia sedang menghadapi ancaman Triple Burden
Malnutrition, yaitu masalah gizi yang mencakup overnutrition (obesitas), undernutrition
(stunting dan wasting), dan defisiensi zat gizi mikro (WHO, 2016). Masalah tersebut
merupakan penyumbang terbesar secara global dan sangat mempengaruhi tingkat
kesehatan setiap Negara (The Committee on World Food Security, 2017). Maraknya
kedai cepat saji dengan harga yang murah berpeluang membuat masyarakat umum
untuk lebih banyak mengonsumsi makanan cepat saji yang tinggi kalori. Hal tersebut
dapat meningkatkan faktor risiko untuk terjadinya obesitas (NHLBI, 2018). Kemudian
untuk permasalahan undernutrition, faktanya 30,8% balita di Indonesia mengalami
stunting (Riskesdas, 2018), dan perlu mendapat perhatian lebih karena akan
menimbulkan dampak jangka panjang dalam kehidupannya seperti berkurangnya tingkat
produktifitas seseorang saat usia muda, dan juga meningkatkan risiko terkena penyakit
tidak menular saat tua (The World Bank, 2015).
Stunting umumnya dapat menyebabkan gangguan intelligence quotient (IQ),
perkembangan psikomotor, dan integrasi neurosensori. Banyak faktor penyebab
stunting diantaranya adalah faktor genetika, asupan nutrisi, penyakit infeksi serta
hormonal yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang. Asupan nutrisi pada saat 1000
hari pertama kehidupan (HPK) sangat menentukan prevalensi stunting pada anak,
salah satunya adalah yodium. Yodium merupakan zat gizi essensial yang sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia, terutama saat masih di dalam
kandungan. Defisiensi yodium pada ibu hamil dapat menyebabkan abortus spontan,
kelainan congenital, kelahiran premature, lahir mati, kematian bayi perinatal,
keterlambatan perkembangan gerak, dan juga stunting (Baldana dan Nurdian, 2019).
Berdasarkan data PSG 2017 persentase rumah tangga yang mengkonsumsi
garam beryodium di NTB menempati posisi terendah yaitu sebesar 56,3% dari rata-rata
nasional 92,9%. Sedangkan Pemantauan status gizi (PSG) yang dilakukan di
Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2017 menunjukkaan persentase rumah tangga
yang mengkonsumsi garam yodium yaitu sebesar 71,5%. Maka dari itu, asupan yodium
pada 1000 HPK sangat penting di perhatikan untuk menghindari faktor risiko stunting
dan pada balita.
Hasil riset kesehatan dasar 2018 permasalahan gizi balita di Provinsi Nusa
Tenggara Barat menempati posisi tertinggi kedua pada kategori berat badan kurang dan
sangat kurang terjadi peningkatan dari 25,7% menjadi 26,4% dari tahun sebelumnya.
Angka ini masih berada diatas rata-rata Nasional yang saat ini sebesar 17,7%.
Kemudian untuk kategori pendek dan sangat pendek di NTB terjadi penurunan dari
45,2% menjadi 33,2%. Meskipun terjadi penurunan, angka tersebut masih berada di
atas rata-rata Nasional yang saat ini sebesar 30,8%. Selanjutnya, angka gizi kurang dan
gizi buruk meningkat dari 11,9% menjadi 14,4%. Sementara angka rata-rata Nasional
saat ini sebesar 10,2%. Sedangkan hasil pemantauan status gizi (PSG) yang dilakukan
di Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2017 menunjukkan hasil : Underweight (19,1%),
stunting (36,1%), wasting (6,9%) dan gemuk (3,6%). Angka-angka tersebut masih
terbilang cukup tinggi sehingga perlu di soroti.
Kejadian di atas dapat disebabkan oleh defisiensi zat gizi mikro. Adapun zat gizi
mikro yang sering terjadi adalah anemia zat besi yang akan berdampak pada
keterlambatan perkembangan dan gangguan perilaku. Anemia yang banyak diderita ibu
hamil adalah anemia yang disebabkan oleh defisiensi zat besi (< 11 mg/dl ) sehingga
menyebabkan penurunan kadar hemoglobin (Straigh dalam mita yani & Sartika, 2010).
Berdasarkan hasil Riskesdas, proporsi kejadian anemia pada ibu hamil di
Indonesia meningkat dari 37,1% pada tahun 2013 menjadi 48,9% di tahun 2018.
Prevalensi kejadian anemia ini paling banyak terjadi pada usia 15-24 tahun dengan
presentase 84,6%. Selain ibu hamil, remaja putri juga memiliki risiko terkena anemia
yang sama besarnya. Sedangkan kejadian KEK sendiri merupakan kondisi yang
disebabkan karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi antara energi dan protein,
sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi.
Salah satu identifikasi ibu hamil KEK adalah memiliki ukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA) <23,5cm. KEK pada wanita hamil dan WUS di provinsi NTB menurut
Riskesdas menempati urutan ke-7 di Indonesia dengan persentase sekitar 40 %.
bermula dari adanya Ibu hamil yang Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan anemia.
Sehingga melahirkan anak yang BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan berdampak pada
balita seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan
kecerdasan, bahkan dapat menimbulkan kematian pada balita. Dengan begitu
Kementrian Kesehatan mengangkat tema gizi optimal untuk generasi milenial dalam
kegiatan Hari Gizi Nasional ke-60.
Selain dari Ibu hamil KEK dan anemia, faktor risiko kejadian masalah gizi pada
balita di pengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan tindakan ibu. Dalam teori dikemukakan
bahwa pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup akan membantu ibu, khususnya dalam
hal pemenuhan zat-zat gizi dalam penyediaan makanan sehari-hari dengan begitu ibu
dapat mengetahui pola pemberian makanan yang baik kepada balita dan keluarganya.
Mengonsumsi makanan beranekaragam akan menjamin terpenuhinya
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Keanekaragaman
makanan hidangan sehari-hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu jenis
makanan sumber zat tenaga, satu jenis makanan sumber zat pembangun dan satu jenis
makanan sumber zat pengatur (Aditianti dkk, 2016 dalam PUGS Jakarta, Depkes RI
2014).
Keberadaan Posyandulah yang diperlukan dalam pendekatan upaya promotif
dan preventif pada masyarakat terkait dengan upaya peningkatan status gizi anak serta
upaya kesehatan ibu dan anak. Program posyandu juga berhubungan erat dengan
penyediaan pangan untuk perbaikan gizi. Posyandu sebagai sistem pelayanan
kesehatan yang berbasis masyarakat adalah suatu wahana untuk memperdayakan
masyarakat dan memberi kemudahan bagi masyarakat setempat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar.
Kader berperan sebagai ujung tombak dari pemantauan pertumbuhan balita di
wilayah tempat ia tinggal, sehingga tingkat pengetahuan dan keterampilan kader
menjadi hal yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan Posyandu
(Kemenkes RI, 2012). Tingkat pengetahuan dan keterampilan kader Posyandu dalam
melakukan pengukuran antropometri merupakan hal yang penting. Keterampilan kader
yang kurang dapat menyebabkan kesalahan dalam memberikan interpretasi status gizi
dan dapat mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan dan penanganan
masalah tersebut, sehingga perlunya pengembangan kemampuan kader agar dapat
berpotensi secara maksimal dalam mengelola Posyandu sehingga dapat berperan aktif
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat (Handarsari dkk, 2015 ; Rahayu, 2017).
Selain itu faktor secara langsung yang juga menyebabkan terjadinya
permasalahan gizi yaitu penyakit infeksi. Adapun penyakit infeksi yang biasanya sering
diderita oleh anak balita umumnya adalah diare, radang tenggorokan dan infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA). Ispa adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas
penyakit menular di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun,
98% nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah (Yuslinda dkk, 2017).
Penyakit diare termasuk salah satu penyakit dengan sumber penularan melalui
air (water borne diseases), dan penyakit yang terjadi pada anak balita umunya disertai
muntah dan mencret. Kurangnya akses masyarakat terhadap air bersih atau air minum
serta buruknya sanitasi dan perilaku higiene berkontribusi terhadap kematian 1,8 juta
orang per tahun karena diare. Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita
dapat diusahakan dengan dan menciptakan sanitasi lingkungan yang sehat, yang pada
akhirnya akan memperbaiki status gizinya (Hidayat dkk, 2007).
Selain sanitasi dan kesehatan lingkungan, faktor sosial ekonomi yang meliputi
pendapatan juga mempunyai pengaruh yang tidak langsung terhadap status gizi balita.
Di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang, kemiskinan menjadi
penyebab dasar masalah gizi. Sosial ekonomi umumnya relatif mudah diukur dan
memiliki pengaruh pada konsumsi pangan rumah tangga yang berdampak pada status
gizi anggota keluarga terutama balita (Riyadi, et al., 2006 ; Rahma dkk, 2016).
Keberhasilan upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan terlihat dari
menurunnya angka kemiskinan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018 persentase
penduduk miskin di Kabupaten Lombok Barat sebesar 15,20%. Semenjak 2011
kemiskinan mengalami penurunan dari 19,70% menjadi 15,20% (BPS, 2019).
Upaya dalam mencegah terjadinya permasalahan gizi salah satunya adalah
pemberian ASI-E. Pemberian ASI-E dikenal sebagai salah satu hal yang memberikan
pengaruh cukup besar terhadap kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan
perkembangan (Isroni astuti, 2013). Kries et al (1999) mengatakan ASI memiliki efek
protektif terhadap risiko obesitas pada anak usia 5-6 tahun. Angka kejadian berat badan
menurun itu sejalan dengan lamanya pemberian ASI. Makin lama ASI di berikan makin
kecil kemungkinan terjadinya obesitas. Secara nasional cakupan bayi mendapat ASI-E
tahun 2018 yaitu sebesar 68,74%, angka tersebut telah melampaui target rencana
strategis (Renstra). Adapun persentase cakupan pemberian ASI-E pada provinsi Nusa
Tenggara Barat yaitu sebesar 78,63% (Kementrian Kesehatan, 2018).
Pada tahun 2018 pengeluaran perkapita Kabupaten Lombok Barat sebesar Rp
918.250 perbulan. Daya beli masyarakat menjadi salah satu indikasi kesejahteraan, dan
besarnya daya beli bisa didekati dari besarnya pengeluaran masyarakat. Pada
umumnya pengeluaran rumah tangga yang belum sejahtera lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan makanan dikarenakan tidak mencukupi untuk membeli kebutuhan
non makanan. Di Lombok Barat sendiri terlihat lebih dari 50 persen pengeluaran
penduduknya dipergunakan untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan, namun
proporsi pengeluaran untuk non makanan juga cukup besar.
Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa
Tenggara Barat yang keadaan geografisnya menguntungkan. Pemandangan alamnya
yang indah, tanah yang subur, serta cadangan air yang melimpah menjadi potensi yang
dimanfaatkan dengan baik oleh kabupaten ini. Secara geografis, kabupaten ini berada di
1150 49,12 04-1160 20 15,62 Bujur Timur dan 80 24 33,82- 80 55 19 Lintang
Selatan. Dengan luas wilayah sebesar 1.053,92 Km2. Sebelah utaranya berbatasan
dengan Kabupaten Lombok Utara, sedangkan sebelah selatannya berbatasan dengan
Samudra Indonesia (BPS, 2019).
Alasan memilih Lombok Barat dikarenakan Lombok barat mempunyai beberapa
keunggulan salah satunya program aksi bergizi yang diterbitkan melalui surat edaran
Bupati Lobar yang dimulai dari tanggal 21 Januari 2019 yang meminta semua SMP dan
SMA di Lobar untuk melaksanakan aksi tersebut. Pada tahun 2017 pemerintah pusat
menetapkan Kabupaten Lombok Barat bersama tiga daerah lain di Indonesia sebagai
daerah percontohan penanganan kasus stunting. Beberapa inovasi yang telah dilakukan
Dinas Kesehatan Lombok Barat diantaranya sensus terhadap seluruh balita di Lombok
Barat, inovasi Gerakan Masyarakat Sadar Gizi (Germadazi), Gerakan masyarakat 1.000
Hari Pertama Kehidupan dan upaya penguatan sistem melalui e-Puskesmas, e-Pusdu,
e-Poskesdes dan e-Posyandu. Alasan memilih Kecamatan Gunung Sari dikarenakan
salah satu puskesmas yang ada disana pertama kali mendapatkan sertifikat ISO di
NTB.
Berdasarkan data tersebut menyatakan bahwa masih banyak permasalahan gizi
terutama pada balita dan ibu hamil, sehingga mahasiswa semester VI Politeknik
Kesehatan Mataram Jurusan Gizi ingin melakukan survei mengenai faktor-faktor
determinan masalah gizi pada balita dan ibu hamil di Kecamatan Gunung Sari,
Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Oleh Karena itu diperlukan program
perencanaan gizi untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku dan upaya untuk
meningkatan perbaikan gizi masyarakat. Upaya-upaya tersebut bertujuan dalam
meningkatkan perbaikan status gizi serta upaya perbaikan dan kualitas sumber daya
manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Determinan apa saja yang mempengaruhi status gizi balita di Kecamatan
Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mengetahui determinan masalah gizi di Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten
Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengidentifikasi gambaran umum wilayah
b. Mengidentifikasi karakteristik ibu hamil
c. Mengidentifikasi perilaku KADARZI ibu hamil
d. Menganalisa kecendrungan masalah gizi ibu hamil
e. Mengidentifikasi kejadian penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi ibu
hamil
f. Mengidentifikasi tingkat konsumsi ibu hamil meliputi energi, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin A, vitamin C, zat besi, iodium dan asam folat
g. Mengidentifikasikan status gizi ibu hamil berdasarkan anemia dan status KEK
h. Mengidentifikasi jumlah pendapatan perkapita ibu hamil di Kabupaten Lombok
Barat terhadap status gizi
i. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang gizi dan
kesehatan serta pola makan pada ibu hamil
j. Mengidentifikasi Germas pada keluarga ibu hamil
k. Menganalisa determinan masalah gizi ibu hamil
l. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita
m. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan berkaitan dengan ASI
Eksklusif serta Pola Asuh pada keluarga balita
n. Mengidentifikasi Germas pada keluarga ibu balita
o. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang gizi dan
kesehatan pada ibu balita
p. Mengidentifikasi perilaku KADARZI ibu balita
q. Mengidentifikasi jumlah pendapatan perkapita keluarga balita di Kabupaten
Lombok Barat terhadap status gizi
r. Mengidentifikasi karakteristik balita
s. Menganalisa kecendrungan masalah gizi balita
t. Mengidentifikasi kejadian penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi balita
u. Mengidentifikasi tingkat konsumsi balita meliputi energi, protein, karbohidrat,
vitamin A
v. Mengidentifikasi status gizi balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB
w. Menganalisa determinan masalah gizi balita
x. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan keterampilan kader tentang posyandu
y. Mengidentifikasi kesehatan lingkungan
z. Mengidentifikasi pengetahuan dan tindakan kader.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah serta mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat, khususnya pada kesehatan ibu dan
kesehatan anak.
2.Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Untuk Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam mengimplementasikan
ilmu yang diperoleh selama kuliah di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
Kemenkes Mataram.
b. Manfaat Untuk Institusi
Sebagai sumber informasi dan dokumentasi ilmiah yang dapat
bermanfaat dalam pengembangan studi serta referensi bagi peneliti selanjutnya.
c. Manfaat Untuk Responden
Bagi orang tua khususnya ibu hamil memperoleh informasi mengenai makanan
yang sehat sehingga tidak melahirkan BBLR yang menyebabkan balita
mengalami hambatan dalam pertumbuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
a. Pengertian Gizi
Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi (Supariasa, 2014).
Sampai saat ini dikenal kurang lebih 45 jenis zat gizi dan sejak akhir tahun
1980an dikelompokan keadaan zat gizi makro yaitu zat gizi sumber energi berupa
karbohidrat, lemak dan protein dan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral
(Supariasa, 2004).
b. Pengertian Status Gizi
Menurut Suhardjo (1983), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari
pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi
tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan. Sebaiknya jika kekurangan
atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk jangka waktu yang lama
disebut gizi salah.
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu. Contoh : Gondok endemik merupakan keadaan
ketidakseimbanganpemasukan dan pengeluaran iodium dalam tubuh (Supariasa,
2014).
d. Balita
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik
pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun, dimana umur 5 bulan berat badan naik 2
kali berat badan lahir dan berat badan naik 3 kali dari berat badan lahir pada umur 1
tahun dan menjadi 4 kali pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa
pra sekolah kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg per tahun, kemudian
pertumbuhan konstan mulai berakhir (Widyawati, 2016).
Status gizi anak balita di Indonesia hingga saat ini masih memprihatinkan.
Keadaan ini merupakan ancaman bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia, karena kurang energi protein (KEP) erat kaitannya dengan gagal
tumbuh kembang anak balita termasuk rendahnya tingkat kecerdasan (Myrnawati,
2015). Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap
penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat
kecerdasan (Triagustin, 2013).
Menurut PMK No 2 tahun 2020 tentang Status Gizi, kategori status gizi balita
dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan
Menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB). Ketiga nilai
indeks status gizi tersebut ,yaitu :
1) BB/U adalah berat badan anak usia 0- 60 bulan digunakan untuk menentukan
kategori :
- Berat badan sangat kurang (severly underweight)
- Berat badan kurang (underweight)
- Berat badan normal; dan
- Resiko berat badan lebih
2) Indeks Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) anak
usia 0-60 bulan digunakan untuk menentukan kategori :
- Sangat pendek (severly stunted)
- Pendek (stunted)
- Normal
- Tinggi
3) Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur
(BB/PB atau BB/TB) anak usia 0-60 bulan digunakan untuk menentukan
kategori:
- Gizi buruk (severly wasted)
- Gizi kurang (wasted)
- Gizi baik (normal)
- Beresiko gizi lebih (possible risk of overweight)
- Gizi lebih (overweight); dan
- Obesitas (obese).
4) Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) anak usia 0 60 bulan
- Gizi Buruk (severely wasted)
- Gizi Kurang (wasted)
- Gizi Baik (normal)
- Beresiko Gizi Lebih (possible risk of overweight)
- Obesitas (obese)
f. Ibu Hamil
Ibu hamil adalah seorang wanita yang mengandung dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin . Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa
embrio atau fetus di dalam tubuhnya. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu
antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan)
Umur muda pada saat hamil merupakan salah satu risiko tinggi didalam
kehamilan yaitu usia kurang dari meningkatnya metabolisme energi. Kebutuhan
energi dan zat gizi lainnya meningkat selama hehamilan. Peningkatan energi dan zat
gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan
besarnya organ kandungan, serta perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu.
Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat
menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna (Putri dkk, 2017).
Kekurangan energi kronis atau yang selanjutnya disebut dengan KEK
merupakan suatu keadaan dimana status gizi seseorang buruk yang disebabkan
kurangnya konsumsi pangan sumber energi yang mengandung zat gizi makro.
Kebutuhan wanita akan meningkat dari biasanya jika pertukaran dari hampir semua
bahan itu terjadi sangat aktif terutama pada trimester III. Peningkatan jumlah
konsumsi makan perlu ditambah terutama konsumsi pangan sumber energi untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan janin, maka kurang mengkonsumsi kalori akan
menyebabkan malnutrisi. Menurut Kemenkes (2015), ibu hamil KEK disebabkan oleh
penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung ibu hamil KEK adalah
konsumsi gizi yang tidak cukup dan adanya penyakit tertentu yang diderita ibu,
sedangkan penyebab tidak langsungnya berupa persediaan makanan yang tidak
cukup, pola asuh, kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak
memadai. Penanggulangan KEK akan berhasil dengan baik bila dilakukan kegiatan
peningkatan asupan makanan, perubahan perilaku kesehatan dan gizi serta
pencegahan dan penanggulangan penyakit.
g. ASI Eksklusif
ASI memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan dan kelangsungan
hidup bayi, karena bayi yang diberi ASI secara eksklusif memiliki daya tahan tubuh
yang lebih baik dibandingkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif. Air Susu Ibu
(ASI) adalah cairan yang diciptakan khusus yang keluar langsung dari payudara
seorang ibu untuk bayi. ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna,
praktis, murah dan bersih karena langsung diminum dari payudara ibu. ASI
mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan bayi untuk memenuhi
kebutuhan gizi di 6 bulan pertamanya. Jenis ASI terbagi menjadi 3 yaitu kolostrum,
ASI masa peralihan dan ASI mature. Kolostrum adalah susu yang keluar pertama,
kental, berwarna kuning dengan mengandung protein tinggi dan sedikit lemak
(Yusrina 2016).
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi
berusia enam bulan, diatas usia enam bulan bayi harus diberikan makanan
tambahan baik yang bersifat semi padat maupun padat (Hamzah, 2018).
Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin
tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara optimal. Manfaat ASI
eksklusif menurut Utami Roesli (2004) untuk Bayi antara lain :
1. ASI sebagai nutrisi.
2. Makanan "terlengkap" untuk bayi, terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup
mengandung zat gizi yang diperlukan untuk 6 bulan pertama.
3. Mengandung antibodi (terutama kolostrum) yang melindungi terhadap penyakit
terutama diare dan gangguan pernapasan.
4. Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang diberi ASI ekslusif akan
lebih cepat bisa jalan.
5. Meningkatkan jalinan kasih sayang
6. Selalu siap tersedia, dan dalam suhu yang sesuai.
7. Mudah dicerna dan zat gizi mudah diserap.
8. Melindungi terhadap alergi karena tidak mengandung zat yang dapat
menimbulkan alergi.
9. Mengandung cairan yang cukup untuk kebutuhan bayi dalam 6 bulan pertama
(87% ASI adalah air).
10. Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga
bayi ASI eksklusif potensial lebih pandai.
11. Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan
spiritual, dan hubungan sosial yang baik.
Pemberian ASI eksklusif selain bermanfaat bagi bayi juga bermanfaat bagi ibu
diantaranya sebagai kontrasepsi alami saat ibu menyusui dan sebelum menstruasi,
menjaga kesehatan ibu dengan mengurangi risiko terkena kanker payudara dan
membantu ibu untuk menjalin ikatan batin kepada anak (Yusrina, 2016).
h. KADARZI
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu
mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu
keluarga disebut KADARZI jika telah berperilaku gizi yang baik minimal memenuhi
indicator sebagai berikut.
1. Indikator KADARZI ibu balita :
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai umur
6 bulan (ASI Eksklusif).
c. Makan beraneka ragam.
d. Menggunakan garam beryodium
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
2. Indikator KADARZI ibu hamil :
a. Menimbang berat badan secara teratur.
b. Makan beraneka ragam.
c. Menggunakan garam beryodium
d. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.
3. Tidak Merokok
Merokok merupakan kebiasaan yang banyak memberi dampak buruk
bagi kesehatan. Berhenti merokok menjadi bagian penting dari gerakan hidup
sehat dan akan berdampak tidak pada diri perokok; tetapi juga bagi orang
orang di sekitarnya. Meminta bantuan ahli melalui hipnosis atau metode bantuan
berhenti merokok yang lain dapat menjadi alternatif untuk menghentikan
kebiasaan buruk tersebut.
7. Menggunakan Jamban
Aspek sanitasi menjadi bagian penting dari gerakan masyarakat hidup
sehat; salah satunya dengan menggunakan jamban sebagai sarana
pembuangan kotoran. Aktivitas buang kotoran di luar jamban dapat
meningkatkan resiko penularan berbagai jenis penyakit sekaligus menurunkan
kualitas lingkungan.
Konsumsi
Pelayanan Kesehatan
Pengetahuan, sikap,
dan tindakan
Kesehatan Lingkungan
Sosial Budaya
KADARZI
Infeksi
Keterangan :
Keterangan :
C. Hipotesa
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dan dari segi waktu bersifat
crossectional dimana faktor risiko maupun faktor efek dikumpulkan pada saat yang
bersamaan.
n=
Keterangan :
n = besar sampel
N = jumlah populasi
D = limit eror (5%)
Besar Sampel Balita
Menggunakan tingkat ketelitian 5%
n=
n=
n=
n=
n=
n= 336.4
Besar Sampel Bumil
Menggunakan tingkat kesalahan 5%
n=
n=
n=
n=
n=
n=
n=172.2
Besar Sampel Kader
Menggunakan tingkat kesalahan 5%
n=
n=
n=
n=
n=
n=124.14
b. Cara Pengambilan Sampel
Memilih sampel rumah tangga dengan teknik simple random sampling ini
adalah memilih sampel acak dengan sistem. Dari kerangka sampling, sampel
dipilih secara acak sederhana menggunakan metode bilangan random.
b) Data Sekunder
Meliputi data pengukuran Hb di buku KIA melihat pada buku kader ibu
hamil, serta data gambaran wilayah yaitu letak wilayah, luas, jumlah penduduk,
jumlah dusun yang ada di desa, potensi sumber daya alam, sarana dan
prasarana, peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader dalam bidang
kesehatan serta organisasi dan kelembagaan desa.
Χ = x 100%
12) Data pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang gizi dan kesehatan pada ibu
balita diolah dengan cara menghitung jumlah dari masing-masing skor
jawaban responden kemudian membandingkan dengan skor tertinggi untuk
selanjutnya didapatkan persentase PST ibu balita.
Untuk pengolahan secara deskriptif, data pengetahuan, sikap, dan tindakan
ibu balita dikelompokkan sebagai berikut :
a Tingkat pengetahuan dikelompokkan menurut Nursalam 2008 menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 75%
Kurang : < 56%
b Data sikap dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 75%
Kurang : < 56%
c Data tindakan dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 75%
Kurang : < 56%
Dimana ketiga kategori diatas dapat diperoleh dengan cara :
Χ = x 100%
13) Data pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang gizi dan kesehatan pada ibu
hamil diolah dengan cara menghitung jumlah dari masing-masing skor
jawaban responden kemudian membandingkan dengan skor tertinggi untuk
selanjutnya didapatkan persentase PST ibu balita.
Untuk pengolahan secara deskriptif, data pengetahuan, sikap, dan tindakan
ibu balita dikelompokkan sebagai berikut :
a. Tingkat pengetahuan dikelompokkan menurut Nursalam 2008 menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 75%
Kurang: < 56%
b. Data sikap dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 75%
Kurang: < 56%
c. Data tindakan dapat dikelompokkan menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 75%
Kurang: < 56%
Dimana ketiga kategori diatas dapat diperoleh dengan cara :
Χ = x 100%
14) Data pola makan pada ibu hamil meliputi : jenis, jumlah, dan frekuensi
konsumsi suatu bahan makanan diolah dengan cara mengelompokan
kedalam jenis dan frekuensi bahan makanan menurut PUGS 2013 yaitu:
- Makanan beraneka ragam, bila mengkonsumsi makanan pokok, lauk
hewani, sayur atau buah setiap hari.
- Makanan tidak beraneka ragam, bila mengkonsumsi makanan pokok,
lauk hewani, sayur atau buah tidak setiap hari.
15) Data pengetahuan dan keterampilan kader tentang posyandu, dikategorikan
menjadi :
Baik : > 75%
Sedang : 56 75 %
Kurang : < 56%
2. Data Sekunder
Data sekunder yang meliputi potensi alam, jumlah penduduk, data pelayanan
kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan, kader dalam bidang kesehatan dan organisasi
kelembagaan diolah secara deskriptif yaitu dengan menggambarkan secara umum.
3. Analisis Data
Analisis data menggunakan univariat dan bivariat. Analisis univariat bertujuan
untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis
univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean
atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada analisis univariat menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan atau
berkorelasi menggunakan uji statistik yaitu uji paired t-test dan uji range spearman
Definisi Operasional
Skala
No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur
data
1 Status adalah tingkat Berat badan PMK No. 2 tahun 2020 Interval
Gizi keadan gizi balita Tentang Standar
seorang yang dikumpulkan Antropometri Anak
dinyatakan dengan cara
menurut jenis dan menimbang BB/U : <-3 SD, (-3 SD -
beratnya keadan berat badan -2 SD). (-2SD 2 SD), >
kurang gizi, balita 2 SD
misalnya gizi menggunakan PB/U DAN TB/U : <-3
baik, gizi sedang alat bantu SD,( -3 SD 2 SD), (-2
gizi kurang, dan timbangan SD 2 SD), >2 SD
gizi buruk digital dengan BB/PB : <-3 SD, (-3 SD
tingkat <- 2 SD), (-2 SD 2
ketelitian 0,1 SD), >2SD
kg dan IMT/U : <-3SD. (-3 SD -
panjang badan <-2 SD), (-2 SD- 2SD), >
pada balita 2 SD
menggunakan
mikrotoa
dengan tingkat
ketelitian 0,1
dan panjang
badan pada
balita
menggunakan
mikrotoa
dengan tingkat
ketelitian 0,1
cm untuk balita
yang sudah
dapat berdiri,
sedangkan
untuk balita
yang belum
bisa berdiri
dapat
mengukur
panjang
menggunakan
length board
dengan tingkat
ketelitian 0,1
cm.
2. Pendapat Adalah sejumlah Melalui Menurut Badan Pusat Ordinal
an uang yang wawancara Statistik (BPS) 2008,
Keluarga dikeluarkan yang langsung pengeluaran perkapita
dilihat dari daya mengenai Lombok Barat Rp
beli masyarakat jumlah 918.250,00. Sehingga
untuk membeli pengeluaran digolongkan menjadi 2
barang sesuai untuk yaitu :
kebutuhan dan konsumsinya. Diatas rata-rata
keinginan. perkapita ≥ Rp
918.250,00
Dibawah rata-rata
perkapita < Rp
918.250,00
a.
3 Kekurang keadaan dimana Dengan KEK : < 23,5 cm Ordinal
an Energi ibu menderita melakukan Non KEK : > 23,5 cm
Kronik keadaan pengukuran
kekurangan lingkar lengan
makanna yang atas dengan
berlangsung menggunakan
menahun (kronis) pita LILA yang
yang memiliki
mengakibatkan tingkat
timbulnya ketilitian 0,1
gangguan – cm.
gangguan
kesehatan ibu
dengan tanda
tanda atau gejala
antara lain badan
lemah dan muka
pucat (Dep. Kes.
RI., 1994:25)
4. Konsumsi Asupan makanan Dikumpulkan Menurut Depkes RI Ordinal
adalah semua melalui recall 1 (1996). bahwa klasifikasi
jenis makanan x 24 jam tingkat konsumsi
dan minuman dilakukan dua makanan di bagi menjadi
yang dikonsumsi kali pada hari empat dengan cut of
tubuh setiap yang berbeda points sebagai berikut:
hari.Pola meliputi Di Atas
konsumsi kebiasaan Kecukupan : ≥120%
makanan adalah makan jenis AKG
susunan bahan Normal : 90 – 119 %
makanan yang makanan yang AKG
merupakan suatu dikonsumsi, Defisit tingkat ringan :
kebiasaan yang jumlah 80 – 89 % AKG
dimakan makanan yang Defisit tingkat sedang :
seseorang di konsumsi 70 – 79 % AKG
mencakup jenis dan nilai gizi Defisit tingkat berat : <
dan jumlah bahan bahan 70% AKG
makanan rata- makanan
rata per orang per dengan
hari yang umum bantuan form
dikonsumsi recall.
/dimakan
penduduk dalam
jangka waktu
tertentu (Harap,
VY. 2012).
5. Pengetah pengetahuan Dikumpulkan Baik : >75% Ordinal
uan merupakan hasil dengan Sedang :56 75%
dari tahu, dan ini wawancara Kurang : < 56%
terjadi setelah dengan alat (Sumber : Nursalam
orang melakukan bantu 2008)
penginderaan kuesioner
terhadap suatu yang meliputi
objek tertentu. data konsumsi
gizi ibu hamil
dan orang tua
balita
6. Sikap Sikap adalah Dikumpulkan Baik : >75% Ordinal
merupakan reaksi dengan
atau respons wawancara Sedang :56 75%
seseorang yang dengan alat
masih tertutup bantu Kurang : < 56%
terhadap suatu kuesioner
stimulus atau yang meliputi ( Sumber : Nursalam
objek data konsumsi 2008 )
(Notoatmodjo gizi ibu hamil
1997:130-131) dan orang tua
balita
7. Tindakan Tindakan adalah Dikumpulkan Baik : >75% Ordinal
tindakan atau dengan Sedang :56 75%
aktivitas dari wawancara Kurang : < 56%
manusia itu dengan alat ( Sumber : Nursalam
sendiri yang bantu 2008 )
mempunyai kuesioner
bentangan yang yang meliputi
sangat luas data konsumsi
antara lain : gizi ibu hamil
berjalan, dan orang tua
berbicara,menan balita
gis, tertawa,
bekerja, kuliah,
menulis,
membaca, dan
sebagainya. Dari
uraian ini dapat
disimpulkan
bahwa yang
dimaksud
perilaku manusia
adalah semua
kegiatan atau
aktivitas manusia,
baik yang diamati
langsung,
maupun yang
tidak dapat
diamati oleh
pihak luar.
(Notoatmodjo,
2003)
8. KADARZI Keluarga yang Kuisioner 1. - Menimbang berat Nominal
berperilaku gizi KADARZI badan secara teratur
seimbang, yaitu balita ditimbang
mampu setiap bulan dan dicatat
mengenali dan didalam KMS. Bila bayi
mengatasi berusia ditass 6 bulan,
masalah gizi dikatakan baik bila lebih
anggotanya. atau sama dengan
empat kali berturut-turut
ditimbang. Dikatakan
belum baik bila kurang
dari empat kali berturut-
turut ditimbang.
- Memberikan asi saja
kepada bayi sejak lahir
sampai 6 bulan (Asi
Eksklusif ) yaitu tidak
diberikan makanan atau
minuman selain asi.
Dikatakan baik bila
diberikan asi saja, tidak
diberikan makanan atau
minuman lain (Asi
Eksklusif 0-6 bulan).
Dikatakan belum baik
bila sudah diberikan
makanan dan minuman
selain asi.
- Makan beraneka ragam
yaitu bila balita
mengkonsumsi makanan
pokok, lauk pauk, sayur
dan atau buah setiap
hari atau jika bukan anak
balita keluarga
mengkonsumsi makanan
pokok, lauk pauk, sayur
dan atau buah setiap
hari. Jika balita
menanyakan kepada ibu
tentang mengkonsumsi
lauk hewani dan buah
dalam menu anak balita
selama dua hari terakhir
atau jika bukan anak
balita menanyakan
kepada ibu tentang
mengkonsumsi lauk
hewani dan buah dalam
menu keluarga selama
tiga hari terakhir.
Dikatakan baik jika
setiap hari
mengkonsumsi lauk
hewani dan buah dan
belum dikatakan baik jika
tidak setiap hari makan
lauk hewani dan buah.
- Menggunakan garam
yodium yaitu keluarga
menggunakan garam
yodium untuk masak
setiap hari. Cara
mengetahuinya yaitu
dengan cara menguji
contoh garam yang
digunakan dengan tes
yodina. Dikatakan baik
bila garam yang diuji
berwarna ungu dan
dikatakan belum baik jika
garam yang diuji tidak
berubah warna.
- Memberikan suplemen
gizi sesuai anjuran. Bayi
usia 6-11 bulan
mendapatkan kapsul
vitamin A warna biru
pada bulan Februari dan
Agustus, anak balita
umur 12-59 bulan
mendapat kapsul vitamin
A berwarna merah setiap
bulan Februari dan
Agustus. Ibu hamil
mendapat TTD minimal
90 tablet selama
kehamilan. Pada balita
dikatan baik jika anak
mendapat kapsul vitamin
A warna biru (6-11
bulan) dan merah (12-59
bulan) setiap bulan
Februari dan Agustus.
Pada ibu hamil dikatakan
baik jika jumlah TTD
yang diminum sesuai
anjuran dan dikatakan
belum baik jika jumlah
TTD yang diminum tidak
sesuai anjuran.
2. Tidak KADARZI, bila
tidak menerapkan salah
satu indikator KADARZI
(sumber : Kemenkes RI
nomer
747/Menkes/SK/VI/2007)
Aditianti, Prihatini, S. and Hermina (2016) Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Individu Tentang
Makanan Beraneka Ragam sebagai Salah Satu Indikator Keluarga Sadar Gizi
(KADARZI), Buletin Penelitian Kesehatan, 44(2), pp. 117126. doi:
10.22435/bpk.v44i2.5455.117-126.
Astuti, I. (2013) Determinan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Menyusui, Health Quality, 4,
pp. 176.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat (2019) Kabupaten Lombok Barat Dalam Angka.
Barat.Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat (2019) Statistik Daerah Kabupaten
Lombok Barat.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat (2019) Statistik Kesejahteraan Rakyat
Kabupaten Lombok
Baldana, A. and Nurdian, Y. (2019) Pengaruh Asupan Yodium pada 1000 HPK.
Departemen Kesehatan RI (2007) Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi),
Kesehatan.
Diana, F. M. (2006) Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Anak Batita Di Kecamatan
Kuranji Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang Tahun 2004, Jurnal Kesehatan
Masyarakat, pp. 1923.
Hamzah, D. Fathamira (2018) Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Berat Badan Bayi
Usia 4-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Kota, 3(2), pp. 815.
Hidayat, T. S. and Fuada, N. (2011) Hubungan Sanitasi Lingkungan, Morbiditas Dan Status
Gizi Balita Di Indonesia, Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan, 34(2), pp. 104113.
Kemenkes RI (2018) Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS), Journal of Physics A:
Mathematical and Theoretical. doi: 10.1088/1751-8113/44/8/085201.
Kementrian Kesehatan RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia 2018.
Menteri Kesehatan RI (2020) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2020 Tentang Standar Antropometri Anak.
Putri, G., Winarni, S. and Dharmawan, Y. (2017) Gambaran Umur Wus Muda Dan Faktor
Risiko Kehamilan Terhadap Komplikasi Persalinan Atau Nifas Di Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 5(1), pp.
150157.
Rahma, A. C. and Nadhiroh, S. R. (2016) Perbedaan Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Gizi
Ibu Balita Gizi Kurang Dan Gizi Normal, Media Gizi Indonesia, 11(1), p. 55. doi:
10.20473/mgi.v11i1.55-60.
Triagustin, R. (2013) Hubungan Antara Penyakit Infeksi Kronis dengan Kurang Energi Protein
pada Anak Balita di Puskesmas Ungaran dan Puskesmas Lerep.
Yuslinda, W. O., Yasnani and Ardiansyah, R. T. (2017) Hubungan Kondisi Lingkungan Dalam
Rumah Dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluranpernafasan Akut (Ispa) Pada
Masyarakat Di Kelurahan Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto Tahun 2017, Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 2(6), pp. 19.
Yusrina, A. and Devy, S. R. (2016) Faktor Yang Mempengaruhi Niat Ibu Memberikan Asi
Eksklusif Di Kelurahan Magersari, Sidoarjo, Jurnal PROMKES, 4(1), p. 11. doi:
10.20473/jpk.v4.i1.2016.11-21.