Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MANDIRI

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS


MATA KULIAH: HUKUM BISNIS

Nama : Rikasari Ambarita

NPM : 190910145

Kode Kelas : 192-LW040-M2

Dosen pembimbing: Irene Svinarky,S.H.,M.Kn

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS PUTERA BATAM

2019/2020


KATA PENGANTAR

puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang maha esa atas segala nikmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah “Hukum bisnis” ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah Hukum bisnis.

Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari tidak mungkin
dihindari terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi
selalu menutut pemecahan dan penyelsaian yang cepat.

Saya berusaha menjelaskan tentang hal-hal tersebut secara sederhana dalam makalah ini,
agar lebih mudah dimengerti oleh pembaca.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu selaku dosen mata kuliah Hukum Bisnis yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Saya sebagai penyusun sadar bahwa
makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya sangat membutuhkan kritik
dan saran untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.

Batam 20 juni

Rika
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN.........................................................................................................................iv
1.1 Latar Belakang................................................................................................................iv
1.2 Perumusan Masalah........................................................................................................v
1.3 Tujuan..............................................................................................................................v
1.4 Manfaat...........................................................................................................................v
BAB II.........................................................................................................................................vi
PEMBAHASAN...........................................................................................................................vi
2.1 Sengketa Bisni.................................................................................................................vi
Pengertian sengketa bisnis menurut para ahli..................................................................vi
2.2 Cara penyelesaian Sengketa Bisnis................................................................................vii
1. Dari sudut pandang pembuat keputusan.....................................................................vii
2. Dari sudut pandang prosesnya...................................................................................viii
b) non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak
menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme :
viii
BAB III....................................................................................................................................xviii
PENUTUP...............................................................................................................................xviii
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................xviii
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................xx
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membiarkan sengketa dagang terlambat diselsaikan akan mengakibatkan perkembangan
pembangunan tidak efisien, produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami kemandulan
dan biaya produksi meningkat. Konsumen adalah pihak yang paling dirugikan, disamping itu
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan sosial kaum pekerja juga terhambat

Sehubungan dengan itu perlu dicari dan dipikirkan cara dan sistem penyelsaian sengketa
yang cepat, efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu sistem
penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan
perekonomian dan perdagangan di masa datang. Dalam menghadapi liberalisasi
perdagangan harus ada lembaga yang dapat diterima dunia bisnis dan memiliki kemampuan
sistem menyelsaikan sengketa dengan cepat dan biaya murah.

Di samping model penyelesaian sengketa konvensional secara konvensional melalui litigasi


sistem peradilan, dalam praktik di Indonesia dikenalkan pula model yang relatif baru. Model
ini cukup populer di Amerika Serikat dan Eropa yang dikenal dengan nama ADR (alternative
dispute resolution) yang diantaranya meliputi negoisasi, mediasi dan arbitrase. Penggunaan
model ADR dalam penyelesaian sengketa secara non-litigasi tidak menutup peluang
penyelesaian makalahadedidiikirawan deperkara tersebut secara litigasi. Penyelesaian
sengketa secara litigasi tetap dipergunakan manakala penyelesaian secara nonlitigasi
tersebut tidak membuahkan hasil. Jadi penggunaan ADR adalah sebagai salah satu
mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan mepertimbangkan segala
bentuk efesiensinya dan untuk tujuan masa yang akan datang sekaligus menguntungkan
bagi para pihak yang bersengketa.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah:

1. Apa itu sengketa ?


2. Bagaimana cara Penyelesaian sengketa di Indonesia, dan prosedur apa saja yang
digunakan dalam penyelesaian sngketa bisnis tersebut?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis.


2. Untuk menambah pengetahuan tentang sengketa bisnis dan mengetahui
bagaimana cara penyelesaian sengketa bisnis.

1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:

1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Sengketa dalam bisnis.


2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara penyelesaian dari sngketa bisnis,
dan prosedur apa saja yang digunakan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sengketa Bisni

Pengertian sengketa bisnis menurut para ahli

1) Maxwell J. Fulton
“a commercial disputes is one which arises during the course of the exchange or
transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa
Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya
oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek
permasalahan.

2) Winardi
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok –
kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu
objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.

3) Ali Achmad
sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum antara keduanya.

Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan
antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerja
sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin
dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul
dikarenakan berbagai alasan dna masalah yang melatar belakanginya, terutama karena
adanya conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak
yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa
bisnis. Secara rinci sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis dapat berupa sengketa
sebagai berikut :

1. Sengketa perniagaan
2. Sengketa perbankan
3. Sengketa Keuangan
4. Sengketa Penanaman Modal
5. Sengketa Perindustrian
6. Sengketa HKI
7. Sengketa Konsumen
8. Sengketa Kontrak
9. Sengketa pekerjaan
10. Sengketa perburuhan
11. Sengketa perusahaan
12. Sengketa hak
13. Sengketa property
14. Sengketa Pembangunan konstruksi

2.2 Cara penyelesaian Sengketa Bisnis

1. Dari sudut pandang pembuat keputusan


a) Adjudikatif : mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan
pengambilan keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa
diantara para pihak.
b) Konsensual/Kompromi : cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi
untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.
c) Quasi Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
2. Dari sudut pandang prosesnya

a) Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan


dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :
1. Pengadilan Umum
2. Pengadilan Niaga

b) non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan


tidak menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui
mekanisme :

1. Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum


yang didasrkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999)
2. Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk
saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan
solusi dari yang dipertentangkan.
3. Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan
peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan
sebagai pendamping,pemangkin dan penasihat.
4. Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.
5. Konsultasi
6. Penilaian Ahli

A. Penyelesaian Melalui proses Litigasi

1. Pengadilan umum
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :

1) Prosesnya sangat formal


2) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding)
5) Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah)
6) Persidangan bersifat terbuka
2. B. Pengadilan niaga

Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan


umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan
Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1) Prosesnya sangat formal


2) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)
5) Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6) Proses persidangan bersifat terbuka
7) Waktu singkat.

B. Penyelesaian Non_Litigasi

Selain itu banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan
Arbitrase, Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan
agar pertikaian dapat segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan membicarakan
baik– baik diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak dapat
diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai mediasi,
selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak dapat diselesaikan juga maka
membutuhkan badan hukum seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut,
cara ini bisa disebut dengan Ligitasi. Secara keseluruhan cara – cara tersebut dapat
digunakan sehingga pertikaian dapat terselesaikan.

1. Arbitrase
Pengertian Arbitrase :

Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.

a. Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang


atau beberapa oramg arbiter.
b. Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan
secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara
arbiter itu sendiri;
c. Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan
melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang
perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
d. Asa final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir
dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi
banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para
pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah
untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak
dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan
yang cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-
belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.

Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang Undang
Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase
adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang
mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.”

Dalam Pasal 5 Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang
dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang
menurut hukum makalahadedidiikirawandan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.”

Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup
hukum keluarga. Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan. Bagi
pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.

Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai pilihan
penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat
mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut
makalahadedidiikirawanakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok
(yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang
berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran
terhadap perjanjian (breach of contract - wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat
dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun.

Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan
memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut.
Pengaturan Mengenai Arbitrase

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada
Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada
dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:

1) Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para
pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo); atau
2) Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa
(Akta Kompromis).

Sebelum undang-undang Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur


dalampasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada penjelasanpasal 3
ayat(1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang makalahadedidiikirawanPokok-
PokokKekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luarPengadilan
atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.

Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk
memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang
dihadapi.Namun demikian,kadangkala pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau dari segi
teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan.

Sejarah Arbitrase

Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa


makalahadedidiikirawansebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan.
Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement op de
Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun
Rechtsreglement Buiten Govesten (RBg), karena semula Arbitrase ini diatur dalam pasal 615
s/d 651 reglement of de rechtvordering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah
tidak laku lagi dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Dalam
Undang Undang nomor 14 tahun 1970 (tentang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman)
keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain
menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui arbitrase tetapmakalahadedidiikirawan diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter
hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk
dieksekusi dari Pengadilan.

Objek Arbitrase

Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui
lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut
Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah sengketa di
bidang perdagangan dan mengenai hak yangmakalahadedidiikirawan menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 (2)
UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-
sengketamakalahadedidiikirawan yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase
adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan
perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal
1851 s/d 1854.

Jenis-jenis Arbitrase

Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan
permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang
sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya
arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis
arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase
Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase.

Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan
arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai
aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti The Rules of Arbitration dari The
International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The
International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan-
badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.
BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai
berikut:

"Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase
BANI,yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa,sebagai keputusan
dalam tingkat pertama dan terakhir".
Standar klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trade Law)
adalah sebagai berikut:

"Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan
perjanjian ini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan diselesaikan
melalui arbitrase sesuai dengan aturan-aturan UNCITRAL.”

Menurut Priyatna Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul
arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan
apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna menjelaskan bahwa
bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah sengketa timbul.

Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase

Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang


Nomor 30 tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :

a. kerahasiaan sengketa para pihak terjamin ;


b. keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif
dapat dihindari ;
c. para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki
makalahadedidiikirawanlatar belakang yang cukup mengenai masalah yang
disengketakan, serta jujur dan adil ;
d. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian
masalahnya;
e. para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;
f. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui
prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.

Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki


kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah
masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk
eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas.
2. Negosiasi
Pengertian Negosiasi :

 Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah)
sikap dan perilaku orang lain.
 Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik
dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-
kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
 Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal
lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi
kepentingan kedua pihak.

Pola Perilaku dalam Negosiasi:

 Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak


menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
 Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui,
membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
 Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi
pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
 Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian
pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.

Ketrampilan Negosiasi:

1. Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain


mengamatinya.
2. Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak
yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
3. Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti
dan tuntutan di luar perhitungan.
4. Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan
memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5. memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri
dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.

Negosiasi dan Hiden Agenda:

Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan (tak
eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh
pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja

1) Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh


gaya kerjanya.
2) Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam
memahami gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain.

Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi

1) Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak


memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih
menguntungkan.
2) Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya
dipertimbangkan lebih dulu.
3) Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah
satu/ kedua pihak, maka lobyingdapat dipilih untuk menggali hiden agenda
yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih
terbuka.

Teknik Negoisasi
Secara umum terdapat beberapa cara teknik negoisasi yang dikenal dapat dibagi kedalam:

1. tahap negoisasi kompetitip


2. tahap negoisasi koperatif
3. tahap negoisasi lunak dan keras
4. tahap negoisasi interest based

3. Mediasi
Pengertian mediasi :

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat
para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang
esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat
perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk
menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi
berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.

Prosedur Untuk Mediasi

 Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian
majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan
mediasi.
 Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada
mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
 Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya
perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian
masing-masing pihak yang berperkara.
 Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada
hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan
penetapan.

Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.

Mediator

Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1. Netral
2. Membantu para pihak
3. Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian

Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau
memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak.

Tugas Mediator

1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para


pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam
proses mediasi.
3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan
terpisah selama proses mediasi berlangsung.
4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi
para pihak

Daftar Mediator

Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk
memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.

1. Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan


daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima) nama dan disertai dengan
latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para mediator.
2. Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat
dalam daftar mediator.
3. Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim
yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat
ditempatkan dalam daftar mediator.
4. langan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua
pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang
bersangkutan.
5. Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan
menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
6. Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
7. Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator
berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan
tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.

Honorarium Mediator

1) Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.


2) Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan
kesepakatan para pihak.

4. Konsiliasi

Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai
persetujuan dan penyelesaian. Namun, undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak
memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi,
rumusan itu dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 penjelasan umum, yakni
konsiliasi merupakan salah satu lembaga untuk menyelesaikan sengketa.
Penyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan.

pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu,
konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama
para pihak sehingga keputusan akhir merupakanmakalahadedidiikirawan proses konsiliasi
yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk
kesepakatan di anatar mereka.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

 Sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which


arises during the course of the exchange or transaction process is central to market
economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau
organisasi terhadap satu objek permasalahan.

Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu
atau kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang
sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu
dngan yang lain.

Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih
yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik
yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.

Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan
antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

 Cara penyelesaian Sengketa Bisnis


Dari sudut pandang pembuat keputusan
1. Adjudikatif : mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana
kewenangan pengambilan keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak
ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
2. Konsensual/Kompromi : cara penyelesaian sengketa secara
kooperatif/kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-
win solution.
3. Quasi Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan
adjudikatif.
Dari sudut pandang prosesnya
a) Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur
pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga
penyelesaiannya :
1. Pengadilan Umum
2. Pengadilan Niaga
b) non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar
pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme :

1. Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum


yang didasrkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999)
2. Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk
saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan
solusi dari yang dipertentangkan.
3. Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan
peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan
sebagai pendamping,pemangkin dan penasihat.
4. Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk
mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.
5. Konsultasi
6. Penilaian Ahli
DAFTAR PUSTAKA

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/penyelesaian-sengketa-ekonomi-makalah-
aspek-hukum-dalam-ekonomi/

Silondae, Arus Akbar. Aspek hukum dalam ekonomi dan bisnis. mitra wacana media. 2010

http://www.ekomarwanto.com/2011/05/arbitrase-dan-alternatif-penyelesaian.html

http://artikelterbaru.com/hukum/penyelesaian-sengketa-20111263.html

Anda mungkin juga menyukai