5d18e 5. Modul Landfill Gas
5d18e 5. Modul Landfill Gas
5d18e 5. Modul Landfill Gas
Modul Teknologi Berbasis Proses Biologi- Landfill Gas ini disusun untuk menjadi
pegangan bagi setiap peserta pelatihan dan sebagai materi pendukung agar
peserta dapat mengevaluasi pemahamannya terhadap materi yang diajarkan di
kelas. Modul ini menggambarkan secara umum proses terbentuknya gasbio dan
cara pemanfaatannya mulai dari pengaliran hingga konversi menjadi listrik.
Modul Teknologi Berbasis Proses Biologi- Landfill Gas ini bertujuan agar peserta
pelatihan mampu memahami prinsip, mengidentifikasi, dan memilih teknologi
Waste to Energy untuk pengolahan sampah dengan mempertimbangkan aspek
teknis dan non-teknis. Modul ini merupakan Modul ke-5 dari 14 Modul.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun
dan Para Narasumber atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk
mewujudkan modul ini. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa
mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan, dan peraturan yang terus menerus terjadi.
Semoga modul ini dapat membantu dan bermanfaat bagi peningkatan
kompetensi ASN dalam pengolahan sampah dengan konsep WtE.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... v
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi gas di landfill ...........................................................................7
Tabel 2. Komponen TPA.......................................................................................14
Tabel 3. Perbedaan Sanitary Landfill dan Controlled Landfill..............................15
Tabel 4. Fase Pembentukan Gas ..........................................................................22
Tabel 5. Jenis Kontaminan pada Landfill Gas yang Baru Diambil ........................35
Tabel 6. Penjualan Listrik .....................................................................................47
Tabel 7. Contoh Aplikasi Landfill Gas di Luar Negeri ...........................................56
Gambar 1. Potensi Gas Methan Dari Landfill di Kota-Kota Besar di Indonesia ... 9
Gambar 2. Emisi Gas Rumah Kaca di Landfill (disiapkan berdasarkan IPCC, 2006;
EPA,2014). ........................................................................................................... 10
Gambar 3. Pengumpulan Gas ............................................................................. 11
Gambar 4. Tahapan proses degradasi materi organik secara anaerobik ........... 21
Gambar 5. Tahapan proses biodegradasi materi organik dalam landfill ............ 23
Gambar 6. Site Plan Ekstraksi gas Landfill........................................................... 30
Gambar 7. (a) Sumur Ekstraksi Vertikal, b. Sumur Ekstraksi Horizontal ............. 30
Gambar 8. Penangkapan Gas Bio ........................................................................ 33
Gambar 9. Kontaminan di Gas menyebabkan kerak dan karat .......................... 35
Gambar 10. Penyimpanan Gas Untuk Dimanfaatkan ......................................... 37
Gambar 11. Peta Tampak Atas UPST Bantar Gebang ......................................... 45
Gambar 12. Perpipaan Gasbio yang Rusak di TPST Bantar Gebang ................... 48
Gambar 13. Layout Titik Sumur Gas ................................................................... 50
Gambar 14. Fasilitas Pembangkitan Listrik di TPA Benowo ................................ 50
Gambar 15. Lokasi Fasilitas WtE Landfill Gas di TPA Benowo ............................ 51
Gambar 16. Fasilitas Pemanenan Gasbio di TPA Regional Talumelito ............... 54
Gambar 17. Sarana Prasarana Pengolahan Gas yang Rusak di TPA Bagendung 55
v
vi| Modul 5 – Teknologi WtE Berbasis Proses Biologi Landfill Gas
POSISI MODUL DALAM KURIKULUM PELATIHAN
Penyelenggaraan Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha
vii
viii| Modul 5 – Teknologi WtE Berbasis Proses Biologi Landfill Gas
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
A Deskripsi
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam
tentang salah satu teknologi WTE dengan pemanenan gasbio dari landfill yang
telah beroperasi maupun yang telah ditutup sebagai alternatif energi tebarukan
kepada peserta melalui ceramah interaktif, diskusi dan latihan soal.
B Persyaratan
Dalam mempelajari buku ini peserta pelatihan diharapkan telah memahami
modul sebelumnya terkait dengan MP 5.
C Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran modul ini, metode yang dipergunakan adalah
metode pemaparan di dalam kelas, yang diberikan oleh narasumber yang akan
menjadi bahan bagi diskusi interaktif yang harus terbangun di antara Peserta
Pelatihan. Selain itu juga terdapat sharing dan simulasi perhitungan. Paparan
yang diberikan juga dilengkapi dengan beberapa film singkat mengenai Landfill
Gas.
D Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan alat
bantu/media pembelajaran tertentu, yaitu:
1. LCD/projector
2. Laptop
3. Papan tulis atau whiteboard dengan penghapusnya
4. Bahan tayang
5. Modul dan/atau Bahan Ajar
6. Video
7. Laser Pointer
ix
x| Modul 5 – Teknologi WtE Berbasis Proses Biologi Landfill Gas
BAB 1
PENDAHULUAN
1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Tempat pemrosesan sampah atau landfill merupakan infrastruktur pemrosesan
sampah yang masih menjadi andalan di beberapa kota/kabupaten di Indonesia.
Sebesar ±60% sampah diangkut langsung ke TPA untuk diurug dan
menyebabkan tingginya volume sampah di TPA. Berbagai keterbatasan dalam
pengoperasian pengelolaan di TPA mengakibatkan proses degradasi anaerobik
terjadi. Degradasi dalam kondisi anaerobik tersebut kemudian menghasilkan
gasbio yang 50-60%nya didominasi oleh gas metan.
Gas metan adalah gas yang bersifat eksplosif jika terkonsentrasi sebesar 5-15%
di udara. Dengan potensi baik jumlah landfill di Indonesia dan juga kuantitas gas
metan secara keseluruhan dapat dikelola untuk mendapatkan 2 (dua) manfaat
sekaligus yaitu mengurangi emisi gas metan sebagai gas yang meningkatkan
efek rumah kaca dan juga mendapatkan energi dari hasil pengolahan gas. Sebab
itu pengetahuan mengenai landfill gas dan juga aplikasinya di dunia maupun di
Indoenesia penting untuk diketahui agar menjadi sarana pembelajaran dan juga
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
B Tujuan
Mata pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam
mengenai salah satu teknologi WTE dengan pemanenan gasbio dari landfill yang
telah beroperasi maupun yang telah ditutup sebagai alternatif energi
terbarukan kepada peserta melalui ceramah interaktif, diskusi dan latihan soal.
C Kompetensi Dasar
Secara umum, setelah mengikuti pelatihan mata pelatihan ini peserta pelatihan
diharapkan mampu memahami proses terbentuknya gasbio, faktor-faktor yang
mempengaruhi kuantitas gasbio, proses pengangkutan, penyaluran, pemurnian,
dan konversi gas menjadi listrik, serta memahami permasalahan yang terjadi di
TPA di Indonesia.
F Estimasi Waktu
Untuk mempelajari mata pelatihan Teknologi WtE Berbasis Proses Biologi
Landfill Gas ini dialokasikan waktu sebanyak 3 (tiga) jam pelajaran.
3
4| Modul 5 – Teknologi WtE Berbasis Proses Biologi Landfill Gas
BAB 2
PENGANTAR TEKNOLOGI WTE
LANDFILL GAS
5
PENGANTAR TEKNOLOGI WTE LANDFILL GAS
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
memahami dan menjelaskan mengenai teknologi WTE landfill gas
B Tujuan
Tujuan materi ajar pengenalan WtE dengan proses biologis Landfill Gas ini
adalah agar peserta pelatihan dapat memahami dan membuat keputusan
apakah gas pada landfill dapat dikelola secara maksimal atau tidak.
7
landfill. Gas metan dengan masa jenis rendah akan cenderung naik ke atas
karena lebih ringan dibanding udara, sedang gas CO2 akan cenderung berada di
bawah, dan dapat terakumulasi di tempat-tempat tertentu seperti di sumur.
Gas metan yang cenderung naik ke atas akan mencari celah untuk terlepas ke
udara melalui rongga-rongga pada sampah.
Timbulnya gas metana dapat dianggap sebagai nilai tambah dari sebuah landfill
(Damanhuri, 2008). Ilustrasi aliran gas metan dalam landfill seperti yang
diilustrasikan pada gambar di samping. Emisi gas metan dari landfill adalah
sumber utama rumah kaca gas yang diproduksi oleh sektor persampahan dalam
skala global (Bogner et al., 2008). Pengelolaan sampah padat dimasukkan dalam
sektor ketiga terpenting dalam kontribusi gas metan yang ditentukan secara
Nasional untuk Indonesia (Indonesia’s Nationally Determined Contribution,
INDC) yang disusun untuk Konferensi Perubahan Iklim Paris tahun 2015 (the
2015 Paris Climate Change Conference, COP 21).
Hal ini tentu dikarenakan jumlah dari landfill di Indonesia dan juga kondisi
pengelolaannya yang sangat minim. Produksi gas metana anaerobik dalam
landfil terus berlanjut selama beberapa dekade setelah sampah telah disimpan
(Lou dan Nair, 2009). (((Anders, 2018))). Komposisi gas landfill dan alirannya
adalah kunci utama yang menentukan penggunaan potensi energi sebuah
landfill yang tepat dan bermanfaat. (Krakow, 2010)
9
dengan hal ini Rencana Aksi Nasional (RAN) Perubahan Iklim dalam skala
nasional memasukkan upaya pengelolaan gas di landfill sebagai salah satu
upaya mitigasi untuk mengurangi pemanasan global. Gas metan yang
dihasilkan harus dikelola dengan baik dan bisa dimanfaatkan sebagai sumber
energi.
Gambar 2. Emisi Gas Rumah Kaca di Landfill (disiapkan berdasarkan IPCC, 2006;
EPA,2014).
Metana adalah salah satu bahan bakar yang penting dalam pembangkitan
listrik, dengan cara membakarnya dalam gas turbin atau pemanas uap. Jika
dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, pembakaran metana
menghasilkan gas karbon dioksida yang lebih sedikit untuk setiap satuan panas
yang dihasilkan. Metana dalam bentuk gas alam terkompresi digunakan
sebagai bahan bakar kendaraan dan telah terbukti juga sebagai bahan bakar
yang lebih ramah lingkungan daripada bahan bakar fosil lain macam bensin dan
diesel (Clayton, 2008).
Gas dapat dikontrol dengan memasang pipa ventilasi agar gas dapat keluar ke
atmosfir dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Karena metan bersifat
mudah terbakar, maka gas metan dapat digunakan sebagai energi. Recovery
dan pemanfaatan methan untuk tujuan komersial hanya dapat dilakukan
apabila landfill menerima sampah lebih besar dari pada 200 tons sampah
perhari.
- Temperatur
Produksi gas bio mengenal 2 zone temperatur optimum
sesuai aktivitas 2 mikroflora yang berbeda, yaitu :
• antara 36° - 40° C dikenal sebagai zone mesofilik,
• antara 55° - 60° C dikenal sebagai zone termofilik
11
0,007 L/kg MV/hari pada temperatur 20°C, sedangkan pada
temperatur 37°C menghasilkan produktivitas sebesar 2,38-2,413
L/kg MV/hari. Kenyataannya di lapangan, pengaturan temperatur
praktis sulit dilaksanakan. Namun hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi Indonesia yang mempunyai temperatur udara relatif lebih
tinggi, akan diperoleh produktivitas gas bio yang lebih baik
dibandingkan pada daerah yang beriklim dingin. Temperatur
optimum dalam degradasi anaerobik ±35-55ºC.
- Kelembaban
Laju produksi gas bio akan bertambah dengan bertambahnya
kelembaban. Tambah tinggi kelembaban, akan tambah tinggi
produktivitas gasbio. Adanya kelembaban disamping merupakan
kebutuhan mikroorganisme, juga berfungsi untuk mendistribusikan
nutrisi dalam timbunan sampah.
- Faktor pH dan potensial redoks
Efek pH pada proses metanisasi sudah banyak diketahui. Produksi
metan akan baik pada kondisi netral. Penelitian laboratorium dalam
rangka mengoptimumkan kondisi lahan-urug banyak dilakukan dari
sudut pengaturan pH ini, baik pada sampah sebelum ditimbun dalam
lahan urug artifisial, maupun pada lindi yang diresirkulasi ke dalam
timbunan sel. Hasil-hasil yang diperoleh menunjukkan hal yang
positif, terutama untuk mempercepat mulainya tahap metanogenes
dalam sistem tersebut.
13
5. Tanah penutup timbunan sampah harus dipelihara dan harus dicegah
dari keretakan sehingga tidak terjadi pelepasan gas.
15
No Parameter Controlled landfill Sanitary landfill
6 Drainase local Diharuskan Diharuskan
7 Pengumpul lindi Minimal saluran kerikil Sistem saluran dan pipa
perforasi
8 Kolam penampung Diharuskan Diharuskan
lindi
9 Pengolah lindi Kolam-kolam stabilisasi Pengolahan biologis, bila
perlu ditambah pengolahan
kimia, dan landtreatment
10 Ventilasi gas Miminimum dengan Sistem vertikal dengan
kerikil horizontal beronjog kerikil dan pipa,
- vertikal karpet kerikil setiap 5 m
lapisan, dihubungkan
dengan perpipaan recovery
gas
11 Jalur hijau Diharuskan Diharuskan
penyangga
12 Tanah penutup rutin Minimum setiap 7 hari Setiap hari
13 Sistem penutup Bila tidak digunakan Bila tidak digunakan lebih
antara lebih dari 1 dari 1 bulan, dan setiap
bulan mencapai ketinggian
lapisan 5 m
14 Sistem penutup final Minimum tanah Sistem terpadu dengan
kedap 20 cm, lapisan kedap, sub-
ditambah sub- drainase air-permukaan,
drainase air- pelindung, karpet
permukaan, ditambah penangkap gas, bila perlu
top-soil dengan geosintetis, diakhiri
dengan top-soil minimum
60 cm
15 Pengendali vektor Diharuskan Diharuskan
dan bau
B Prasarana Sarana
1 Pemadam kebakaran Diharuskan Diharuskan
2 Ruang jaga Diharuskan Diharuskan
Sumber: Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill tahun 2006, dengan
penyesuaian
17
efektivitas sistem. Metana yang ditangkap dikonversi menjadi air
dan karbon dioksida ketika gas dibakar untuk menghasilkan listrik
atau panas.
o Pengurangan GHG tidak langsung. Memproduksi energi dari LFG
menggantikan penggunaan sumber daya tak-terbarukan (seperti
batu bara, minyak atau gas alam) yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah energi yang sama. Pemindahan ini
menghindari emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar
fosil oleh fasilitas pengguna akhir atau pembangkit listrik.10
o Pengurangan Langsung dan Tidak Langsung Polutan Udara Lainnya.
Pengambilan dan penggunaan LFG di TPA meningkatkan kualitas
udara lokal dalam banyak cara.
o Gas-gas yang hadir pada konsentrasi rendah di LFG dihancurkan
atau diubah selama pembakaran, yang mengurangi kemungkinan
risiko kesehatan.
• Untuk proyek listrik, penghindaran pembakaran bahan bakar
fosil di pembangkit listrik tenaga listrik berarti lebih sedikit
polutan yang dilepaskan ke udara, termasuk sulfur dioksida
(yang merupakan penyumbang utama hujan asam), materi
partikulat (masalah kesehatan pernapasan), nitrogen oksida
(yang dapat berkontribusi pada pembentukan ozon dan asap
lokal) dan melacak polutan udara berbahaya.
• Penggunaan energi LFG membantu untuk menghindari
penggunaan sumber daya yang terbatas dan tidak terbarukan
seperti batu bara dan minyak.
• Meskipun peralatan yang membakar LFG untuk menghasilkan
listrik menghasilkan beberapa emisi, termasuk nitrogen oksida,
manfaat lingkungan secara keseluruhan yang dicapai dari
proyek-proyek energi LFG adalah signifikan karena reduksi
metana langsung, pengurangan karbon dioksida tidak langsung,
dan pengurangan langsung dan tidak langsung di lain emisi
polutan udara.
o Manfaat Lingkungan Lainnya. Mengumpulkan dan membakar LFG
meningkatkan kualitas masyarakat sekitar dengan mengurangi bau
TPA yang biasanya disebabkan oleh sulfat dalam gas.
Mengumpulkan LFG juga meningkatkan keamanan dengan
b. Manfaat Ekonomi
o Untuk Pemilik Landfill.
Pemilik landfill dapat menerima pendapatan dari penjualan LFG ke
pengguna akhir langsung atau pipa, atau dari penjualan listrik yang
dihasilkan dari LFG ke jaringan listrik lokal. Tergantung pada siapa
yang memiliki hak atas LFG dan faktor-faktor lain, pemilik landfill
juga berhak mendapatkan pendapatan dari sertifikat energi
terbarukan (REC), kredit pajak dan insentif, obligasi energi
terbarukan dan perdagangan emisi gas rumah kaca. Semua sumber
pendapatan potensial ini dapat membantu mengimbangi sistem
pengumpulan gas dan biaya proyek energi untuk pemilik TPA.
Misalnya, jika pemilik TPA diperlukan untuk memasang sistem
pengumpulan dan kontrol gas, menggunakan LFG sebagai sumber
energi dapat membantu membayar biaya modal yang diperlukan
untuk instalasi sistem kontrol.
o Untuk Komunitas. Pengembangan proyek energi LFG sangat
bermanfaat bagi ekonomi lokal. Pekerjaan sementara diciptakan
untuk tahap konstruksi, sementara desain dan operasi sistem
pengumpulan dan pembangkitan energi menciptakan pekerjaan
jangka panjang. Proyek energi LFG melibatkan insinyur, perusahaan
konstruksi, vendor peralatan, dan utilitas atau pengguna akhir dari
daya yang dihasilkan. Beberapa bahan untuk proyek secara
keseluruhan dapat dibeli secara lokal, dan seringkali perusahaan
lokal digunakan untuk konstruksi, pengeboran sumur, instalasi pipa
dan layanan lainnya. Selain itu, penginapan dan makan untuk para
pekerja memberikan dorongan bagi ekonomi lokal. Sebagian uang
yang dibayarkan kepada pekerja dan bisnis lokal oleh proyek energi
LFG dihabiskan dalam ekonomi lokal pada barang dan jasa, yang
menghasilkan manfaat ekonomi tidak langsung. Dalam beberapa
kasus, proyek energi LFG telah memimpin bisnis baru (seperti pabrik
bata dan keramik, rumah kaca atau studio kerajinan) untuk mencari
di dekat TPA untuk menggunakan LFG. Bisnis baru ini menambah
kedalaman ekonomi lokal.
19
H Proses Terbentuknya Methan
Dalam kondisi anaerob, materi organik umumnya akan terurai tahapan
(Gambar 4):
• Likuifaksi/hidrolisa
Pada tahap hidrolisis, air bereaksi dengan polimer organik rantai
panjang seperti polisakarida, lemak dan protein untuk membentuk
polimer rantai pendek yang terlarut, seperti gula, asam lemak ratai
panjang dan asam amino. Proses ini dilakukan oleh selulosa, amilase,
lipase atau protease (enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme).
• Asidogenes
Pada fase asidogenesis, monomer yang terbentuk dalam fase hidrolisis
terdegradasi menjadi asam organik rantai pendek, molekul C1-C5
(seperti asam butirat, asam propionat, asetat, asam asetat), alkohol,
nitrogen oksida, hidrogen sulfida, hidrogen, dan karbon dioksida..
Berbagai bakteri yang berbeda melakukan asidogenesis. Karbohidrat
diurai oleh lactobacillus, asam lemak oleh acetobacer, dan asam amino
oleh clostridium botulinum Konsentrasi ion hidrogen yang terbentuk
mempengaruhi jenis produk fermentasi.
• Asetogenes
Pada tahap ini, bakteri asetogenik yang memproduksi hidrogen
mengkonversi asam lemak dan etanol/alkohol menjadi asetat,
karbondioksida dan hidrogen. Konversi lanjutan ini sangat penting bagi
keberhasilan produksi biogas, karena metanogen tidak bisa
menggunakan senyawa asam lemak dan etanol secara langsung.
• Metanogenes
Pembentukan metana terjadi pada kondisi anaerobik yang ketat
(respirasi karbon). Dengan demikian, karbon pada biomassa dikonversi
ke 20 karbondioksida (terlarut sebagai HCO3 + H2) dan metana. Metana
dibentuk melalui dua rute utama (gambar 5). Pada rute primer,
fermentasi produk utama yang berasal dari tahap pembentukan asam
yaitu asam asetat diubah menjadi metana dan karbon dioksida. Bakteri
yang mengubah asam asetat adalah bakteri asetoklastik atau asetofilik.
Produk akhir dari proses anaerob adalah pembentukan gas metan (CH4).
Produk yang dihasilkan sebelum terbentuknya fase metanogen adalah
asam-asam organik yang menyebabkan leachate (lindi) dari timbunan
tersebut bercirikan COD atau BOD yang tinggi dengan pH yang rendah, serta
penyebab timbulnya bau khas sampah yang membusuk. Bila tahap ini lebih
dipersingkat lagi keberadaanya dalam sistem, dengan mengkonversi segera
asam-asam tersebut menjadi metan, maka beban organik dalam lindi akan
menjadi berkurang, yang secara tidak langsung akan mengurangi kelarutan
mineral dalam lindi.
21
Stanforth at al (1979) memperkenalkan model proses degradasi yang dapat
terjadi dalam sebuah lahan-urug, berdasarkan teori klasik dari proses
degradasi materi organik. Model tersebut membagi proses degradasi
menjadi 2 fase, yaitu:
I Latihan
1. Sebutkan keuntungan dari proses degradasi secara aerob!
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas gas?
3. Sebutkan beberapa perbedaan antara sanitary dan controlled landfill!
4. Sebutkan tahapan penguraian materi organik dalam kondisi anaerob!
5. Jelaskan permasalahan yang dapat ditimbulkan dari adanya gas di
landfill!
J Rangkuman
Paradigma pengelolaan sampah yang masih terjadi di sebagian besar
kota/kabupaten di Indonesia adalah kumpul-angkut-buang. Akibatnya, sejumlah
sampah langsung diproses di landfill atau TPA.
23
ditutup dengan tanah penutup. Sebab itu kondisi aerob tidak dapat lama
bertahan dan landfill berubah menjadi landfill anaerobik.
Beberapa usaha yang sudah dirintis adalah menerapkan lahan-urug semi
aerob atau lahan-urug aerob dengan suplai udara. Kondisi yang paling
dominan kemudian adalah kondisi anaerob, sehingga memunculkan timbulnya
gas-bio, khususnya gas metana (CH4) dan CO2..
25
PROSES PEMANENAN LANDFILL GAS
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
memahami dan menjelaskan proses permanenan landfill gas
B Tujuan
Tujuan materi ajar proses pemanenan landfill gas adalah agar peserta pelatihan
dapat memahami dan membuat keputusan mengenai potensi kuantitas landfill
gas, cara pengambilan, dan pemanfaatan.
Bila dianggap bahwa seluruh materi volatil adalah sellulosa dan CO2
dan CH4 sebesar 50%: 50%, maka secara teoritis produksinya adalah
829 L/kg-Volatil = 414,5 L metan/kg-Volatil.
Jika berdasarkan pada komposisi yang ada (L/kg-kering):
- glukosa C6 H12 O6 akan dihasilkan:
substrat murni : 350 CH4 dan 350 CO2
sampah : 160 CH4 dan 160 CO2
- protein C4 H6 OH akan dihasilkan :
substrat murni : 580 CH4 dan 590 CO2
sampah : 10 CH4 dan 10 CO2
- lipida C15 H31 COOH akan dihasilkan :
substrat murni : 1010 CH4 dan 390 CO2 sampah : 40 CH4 dan 20
CO2 sehingga maksimum potensi gas-bio sampah adalah 400 L
biogas/kg-kering atau 210 L metan/kg-kering.
Cc = Ct(0.014 T + 0.28)
dimana =
Cg : karbon yang dikonversi menjadi gas t : waktu
k : koefisien reaksi
27
Cc : total karbon dikonversi menjadi gas
T = suhu rata-rata (26oC)
Ct = Karbon organik yang dapat terkonversi menjadi gas
Selanjutnya :
Gc = kGc x Cc
Gt = Gc x 10-kt
t = waktu (tahun)
k = koefesien reaksi penguraian karbon organik (0.03)
Contoh:
Sebuah landfill sampah kota berumur 15 tahun, kapasitas sampah yang masuk
adalah adalah 2.000 ton/hari dan tidak mengalami kenaikan salama operasi.
Suhu rata-rata di daerah itu adalah 29.20C. Untuk memperkirakan produksi
gas bio, digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Selanjutnya :
1 kg karbon organik akan dapat menghasilkan 1,868 m3 ( kGc) gas yang
terdiri dari gas methane (CH4) dan gas CO2
𝐺𝑐 = 𝑘𝐺𝑐 𝑥 𝐶𝑐
𝐺𝑐 = 1,868 𝑥 137,858
𝐺𝑐 = 257,52
𝐺𝑡 = 𝐺𝑐 𝑥 10−𝑘𝑡
𝐺𝑡 = 257,52 𝑥 10−0,03𝑡
Persen volume gas methan pada sebuah landfill adalah sebesar 45-60% volume
kering (Tchobanoglous, 1993). Sebab itu perkiraan besarnya gas methan dalam
timbunan sampah di zona IVB2 adalah antara 2.072.831 – 2.994.089 m3. Gas ini
perlu dikelola saat operasi penggalian sampah agar tidak terjadi ledakan
ataupun mengganggu kesehatan petugas lapangan.
D Pemanenan Gas
Proses pemanenan gas dari landfill terdiri dari beberapa proses yaitu
pengumpulan dan pengangkutan gas, penyaluran gas, pemurnian gas,
penyimpanan gas, dan kemudian dikonversikan untuk dimanfaatkan. Skematik
pemanenan gas seperti yang dapat dilihat pada skematik di bawah ini.
Pengumpul dan
Penyalur Gas Pemurnian Gas Penyimpanan Pemanfaatan
Pengangkut Gas
29
Beberapa sistem penangkapan menggabungkan sumur vertikal dan
horizontal. Pemilihan desain bergantung pada kondisi spesifik TPA dan
waktu instalasi sistem penangkapan gas landfill. Gambar 6 dan gambar
7 menggambarkan contoh site plan ekstraksi gas landfill, desain
sumur ekstraksi vertikal dan horizontal.
(a) (b)
- sistem vertikal,
Sumur vertikal adalah bentuk paling umum dari pengumpulan gas
aktif, yakni gas diekstraksi melalui pipa berlubang vertikal. Ini adalah
metode ekstraksi LFG paling sederhana dan paling andal. Biasanya,
pipa dipasang pada sel tertutup dengan pengeboran
menggunakan bucket auger atau sejenisnya. Diameter sumur
biasanya mencapai 35-100 cm. Setelah pengeboran, pipa
polietilen berlubang dengan diameter 9-15 cm ditempatkan di
bagian tengah lubang, kemudian batu kerikil diisi di sekitar pipa.
Sumur ekstraksi vertikal biasanya ditempatkan pada jarak 30-80
meter (m), tergantung pada sejumlah faktor, termasuk
kedalaman TPA, densitas dan permeabilitas sampah guna
mengoptimalkan penangkapan gas di TPA.
31
Kelebihan dari sistem pipa vertikal adalah kemudahan
pemasangannya setelah TPA ditutup, yang tidak mungkin
dilakukan dengan pipa horizontal. Pengelolaan gas menggunakan
perpipaan gas vertikal yang berfungsi mengalirkan gas yang terkumpul
dalam satu lajur ke pipa penangkap gas. Jika pipa gas vertikal telah ada
saat TPA dioperasikan, maka pipa gas vertikal pada lapisan capping
merupakan pipa gas vertikal yang diteruskan dari lapisan sebelumnya.
Jika pipa gas pada pengoperasian TPA tidak ada maka gas harus
dievakuasi ke luar dengan membuat sistem penangkap gas vertikal,
dengan cara Membuat sumuran berdiameter minimum 50 cm berisi
kerikil diameter 30 – 50 mm dengan melakukan pemboran vertikal,
sedapat mungkin sampai kedalaman 1 - 2 m di atas dasar lahan urug
lama:
33
Pengendalian dari sekeliling lahan tidak dapat mengendalikan
pergerakan gas keudara tetapi hanya pergerakan dalam tanah (lateral).
Alternatif dalam pengendalian secara pasif tersebut adalah dengan
pengadaan:
3. Pemurnian biogas
Di dalam gas yang diambil dari landfill, terdapat gas lain yang tidak
diharapkan karena dapat mengurangi kualitas gas metan. Selain itu
kontaminan di LFG dapat menyebabkan kerusakan peralatan,
meningkatkan biaya pemrosesan, dan menyebabkan emisi berbahaya
(Ajhar et al., 2010; Tansel dan Surita, 2013), sebab itu diperlukan
adanya pemurnian. Pemurnian gas dengan cara pemisahan tersebut
dapat melalui adsorpsi fisika, adsorpsi kimia, atau pemisahan oleh
membran (semipermeabel membran) karena membran menahan CO2,
H2S dan H2O tapi meloloskan CH4.
• Flaring/Pembakaran
Proses yang terjadi adalah pembakaran gas metan dan bau
menjadi CO2
Standard suhu yang ditetapkan oleh US EPA adalah 1.000oC
dengan waktu retensi 0,3 detik
Dilakukan dengan menggunakan cerobong
Konsentrasi CH4 adalah lebih besar dari 25% v/v
Jenis kontaminan pada landfill gas yang baru diambil dapat dilihat pada
tabel berikut:
35
Gambar 9. Contoh Kerusakan Peralatan Disebabkan oleh Siloxanes. (a)
Busi, (b) kepala mesin, dan (c) roda sudu turbin (kiri) dan kepala silinder
(kanan). Perhatikan bahwa roda blade turbin mengalami kerusakan
yang disebabkan oleh asam. Angka direproduksi dengan izin dari
Elsevier. Sevimoglu dan Tansel, 2013a (bagian a dan b) dan Urban et al.,
2009 (bagianc) dalam J.N. Kuhn, 2017.
37
E Pemanfaatan Biogas Menjadi Listrik
Listrik diproduksi dengan cara membakar LFG di mesin pembakaran
internal, turbin gas, atau mikro-turbin. Arus listrik yang diharapkan dari
hasil Landfill Gas ini adalah arus DC untuk mencegah shock voltage akibat
minimnya kontinuitas dari produksi gas. Teknologi lainnya, seperti Mesin
Stirling, sedang dalam pengembangan, tetapi belum komersial. Metode
pemanfaatan lainnya termasuk instalansi gabungan panas dan energi
(combined heat and power/CHP) untuk pemanasan atau penyerapan
dingin, atau penggunaan langsung dalam boiler gas untuk menghasilkan
air panas atau uap untuk pemanas ruangan atau proses panas.
Kegunaan lain dari LFG termasuk pemanas inframerah dan gas alam
terkompresi (compressed natural gas/CNG) sebagai bahan bakar
untuk kendaraan, atau sebagai pasokan gas nasional meskipun hal ini
membutuhkan pengolahan yang mahal untuk meningkatkan gas.
39
- Kendali otomatis penyuplai udara untuk mengendalikan jumlah
udara masuk dan suhu pembakaran
- Fasilitas pengawasan proses pembakaran dan pencuplik (sampling)
udara
- Pelindung yang dipasang di atas nyala api
H Rangkuman
Gas karbon dioksida (CO2), dan metan (CH4) memiliki potensi besar dalam
proses pemanasan global terutama gas metan. Kandungan gas yang tersimpan
dalam timbunan sampah dapat menghambat proses dekomposisi sehingga
harus dikeluarkan, karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut
tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa
ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu.
Pengumpulan LFG biasanya dimulai setelah sel TPA penuh dan telah
disumbat dan ditutup. Penyumbatan dan penutupan sel tersebut berisi
gas, dan penutupan sel biasanya menandai tahap bahwaTPA tengah
berproses dari kondisi aerobik ke anaerobik, dan produksi gas pun
dimulai. LFG umumnya diambil dari TPA dengan menggunakan
serangkaian pipa vertikal berlubang, pipa horizontal berlubang, atau,
pada kasus tertentu, dari bawah membran penutup TPA dimana gas
yang diproduksi dikumpulkan.
Di dalam gas yang diambil dari landfill, terdapat gas lain yang tidak diharapkan
karena dapat mengurangi kualitas gas metan. Selain itu kontaminan di LFG
dapat menyebabkan kerusakan peralatan, meningkatkan biaya pemrosesan,
dan menyebabkan emisi berbahaya, sebab itu diperlukan adanya pemurnian.
Pemisahan CO2 umum dilakukan dalam pemanfaatan gas metan untuk
menghasilkan panas dan energi yang lebih baik. Pemurnian gas dengan cara
pemisahan dapat melalui adsorpsi fisika, adsorpsi kimia, atau pemisahan oleh
membran (semipermeabel membran) karena membran menahan CO2, H2S dan
H2O tapi meloloskan CH4.
41
42| Modul 5 – Teknologi WtE Berbasis Proses Biologi Landfill Gas
BAB 4
IMPLEMENTASI LANDFILL GAS
43
IMPLEMENTASI LANDFILL GAS
A Indikator Keberhasilan
Dengan mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
memahami dan menjelaskan implementasi landfill gas di Indonesia
B Tujuan
Tujuan materi ajar implementasi landfill gas adalah agar peserta pelatihan dapat
mengetahui implementasi gasbio di Indonesia maupun dunia.
45
Instalasi Pengolahan Landfill Gas Menjadi Listrik
Di bulan April 2018, produksi
gas yang mampu dihasilkan di
UPST Bantar Gebang ini
adalah 0,5 MW. Produksi gas
ini menurun tajam dari tahun-
tahun sebelumnya yang
masih mencapai 3 MW
dikarenakan adanya
permasalahan teknis dan juga
perpindahan kewenangan pengoperasian dan pembiayaan yang ada di
UPST.
Power House
Hasil dari penanganan gas Landfill di TPST dimanfaatkan sebagai
pembangkit listrik yang bekerja sama dengan PLN. TPST Bantar
Gebang memiliki power house yang merupakan tempat produksi listrik
dari gas yang dihasilkan sel landfill. Gas tersebut diambil dari zona-
Data hasil penjualan listrik dari TPA Bantar Gebang yang telah terlebih
dahulu digunakan untuk kebutuhan internal infrastruktur seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Penjualan Listrik
Tahun Bulan Penjualan Listrik (Kwh)
Agustus 247,448
September 34,848
2016 Oktober Tidak ada data
November 281,280
Desember 253,328
Januari 41,159
Februari 26,489
Maret 23,112
April 333,272
Mei 148,760
Juni 194,656
2017
Juli 121,704
Agustus 183,112
September 176,312
Oktober 215,176
November 193,576
Desember 58,120
Kendala
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi TPA Bantar Gebang yaitu:
- Adanya kesulitan dalam proses pindah tangan infrastruktur TPST
Bantar Gebang dari pihak swasta ke UPST Bantar Gebang yang
mengakibatkan adanya senggang waktu dimana biaya operasional
dan pemeliharaan fasilitas tidak dialokasikan sehingga terdapat
47
komponen-komponen pemanenan gas yang tidak terawat dan
rusak.
- Kerjasama dalam penjualan listrik yang dihasilkan dengan PLN
berjalan kurang optimal dikarenakan produksi minim dan peralatan
yang rusak.
- Adanya pemasangan pipa yang kurang tepat sehingga pipa putus,
remuk, dan juga menggantung.
2. TPA Benowo
TPA Benowo terletak di wilayah Surabaya Barat, dengan luas lahan 38,41
Ha yang berada di 2 wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Romo Kalisari di
Kecamatan Benowo dan Kelurahan Sumberejo do Kecamatan Pakal,
Surabaya. TPA Benowo berjarak sekitar 20 km dari pusat Kota Surabaya
dan sekitar 5 km dari batas Kabupaten Gresik (Sungai Lamong).
Pada TPA ini terdapat pemanfaatan gas menjadi listrik yaitu pada zona
lay out TPA Benowo termasuk didalamnya lokasi untuk kegiatan Waste
to Energy Landfill Gas seperti pada Gambar 15 Penangkapan Landfill
Gas (Landfill Gas Capture), sudah dilaksanakan dengan instalasi
mesin gas 2 unit berkapasitas produksi listrik 2 MW. Lay out titik sumur
(gas well) vertical dan horizontal untuk cupturing landfill gas di TPA
Benowo adalah sebagai berikut.
49
Gambar 13. Layout Titik Sumur Gas
53
dan Kehutanan untuk Kategori Kota Sedang terbaik. Penangkapan
gasbio di TPA ini dilakukan dengan pipa horizontal dan dimanfaatkan
untuk dapur yang ada di TPA untuk keperluan memasak petugas di TPA
Regional Talumelito. Tidak ada pencatatan volume gas bio, namun
kualitas gas yang dihasilkan baik ditandai dengan adanya api berwarna
biru saat digunakan. Tidak terdapat kendala yang berarti dalam
operasional dan pemeliharaannya karena instalasi masih dalam skala
sangat kecil di mana pemanfaatan masih terbatas yaitu masih untuk
keperluan TPA saja dikarenakan produksi gas yang cukup minim.
55
Tabel 7. Contoh Aplikasi Landfill Gas di Luar Negeri
Kuantitas
Kuantitas dari
Gas Landfill Guna dari Pemanfaatan
Nama Landfill Pemanfaatan
Terkumpul Gas Landfill
Gas (m3/jam)
(m3/jam)
Tseung Kwan O
1,4 Sebagai generator listrik area 50
Stage I
57
E Latihan
1. Bagaimana kondisi umum implementasi landfill gas di Indonesia?
Identifikasi aspek yang mungkin menyebabkan kegagalan dan
kesuksesan implementasi landfill gas?
2. Bagaimana aspek kesehatan dan keselamatan kerja di TPA terkait
dengan landfill gas?
3. Bagaimana mencegah resiko yang dapat diakibatkan oleh resiko
kesehatan dan keselamatan saat pengoperasian TPA dan landfill gas?
Clayton B. Cornell (April 29, 2008). "Natural Gas Cars: CNG Fuel Almost Free in
Some Parts of the Country".
Damanhuri, Enri dan Tri Padmi (2016): Pengelolaan Sampah Terpadu. Bandung:
Penerbit ITB.
IPCC 2006, 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. In:
Eggleston, H.S., Buendia, L., Miwa, K., Ngara, T., Tanabe, K. (Eds.), Prepared by
the National Greenhouse Gas Inventories Programme. Published: IGES, Japón.
<http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/2006gl/vol5.html> (accessed
10/5/2018).
59
60| Modul 5 – Teknologi WtE Berbasis Proses Biologi Landfill Gas