TINJAUAN PUSTAKA
Penyediaan air bersih harus memenuhi konsep 3K yaitu kualitas, kuantitas, dan
kontinuitas. Kualitas air bersih pengaruhi oleh bahan baku air itu sendiri atau mutu
air tersebut baik yang langsung berasal dari alam atau yang sudah melalui proses
pengolahan. Kuantitas air bergantung pada jumlah dan ketersediaan air yang akan
diolah pada penyediaan air bersih yang dibutuhkan sesuai dengan banyaknya
konsumen yang akan dilayani. Kontinuitas air menyangkut kebutuhan air yang terus
menerus digunakan karena air merupakan kebutuhan pokok manusia apalagi air
sangat dibutuhkan pada musim kemarau tiba (Hericah, 2015).
II.1.1 Kualitas
Air baku yang digunakan menghasilkan air bersih yang telah memenuhi
syarat yang tertuang dalam peraturan pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pada pasal 8
mengenai klasifikasi dan kriteria mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas:
1. Kelas I yaitu air yang diperuntukan untuk air baku air minum yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaannya.
3. Kelas III yaitu air yang digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar
peternakan, untuk mengaliri tanaman. Atau untuk peruntukan lainnya
yang sama jenis kegunaannya.
4. Kelas IV yaitu air yang digunakan untuk mengaliri tanaman atau untuk
peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu yang sama
kegunaannya.
Berikut adalah standar baku mutu kualitas baku berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran air dapat dilihat pada Tabel 2.1
Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang
dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan
air bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan,
tingkat ekonomi, dan skala perkotaan tempat tinggalnya (Agustina 2017).
Berikut ini adalah besarnya konsumsi air berdasarkan kategori kota dapat
dilihat pada Tabel 2.3
II.1.3 Kontinuitas
Dalam penyediaan air bersih tidak hanya berhubungan dengan kualitas
dan kuantitas air saja, tetapi dari segi kontinuitas juga harus mendukung.
Kontinuitas adalah di mana air harus bisa tersedia secara terus-menerus
meskipun dimusim kemarau selama umur rencana. Karena tujuan utama dari
perencanaan jaringan distribusi air adalah agar kebutuhan masyarakat akan
terpenuhi secara terus menerus walaupun musim kemarau.
Salah satu cara menjaga agar kontinuitas air tetap tersedia adalah dengan
membuat tempat penampungan air (reservoir) untuk menyimpan air sebagai
persediaan air musim kemarau. Persyaratan kontinuitas juga sangat penting
untuk menghitung aliran kelanjutan pemakaian air baku untuk air bersih secara
terus – menerus setiap harinya. Kontinuitas aliran dapat ditinjau dari dua aspek
yaitu aspek kebutuhan konsumen dan aspek reservoir pelayanan air. Aspek
kebutuhan konsumen, sebagian besar konsumen memerlukan air untuk
kehidupan dan pekerjaannya dalam jumlah yang tidak dapat ditentukan. Karena
itu diperlukan aspek ini pada waktu yang tidak ditentukan. Dan aspek pelayanan
reservoir diperlukan karena fasilitas energi reservoir yang siap setiap saat.
Sistem pada air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim
hujan.
Kontinuitas dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari
atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air harus tersedia. Akan tetapi kondisi
ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia,
sehingga untuk menentukan kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan
cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap pemakaian air.
Pemakaian air dapat diprioritaskan, yaitu minimal selama 12 jam per hari
pada jam – jam aktifitas kehidupan . jam aktifitas di Indonesia adalah pukul
06.00 sampai dengan 18.00. Sistem jaringan perpipaan dirancang untuk
membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Kecepatan aliran air di dalam pipa
distribusi minimal 0,3 – 0,6 m/det. Kecepatan maksimal untuk pipa PVC 3 - 4,5
m/det, dan pipa baja 6 m/det. Ukuran pipa pun harus tidak melebihi dimensi
yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan
analisis jaringan pipa distribusi, maka dapat ditentukan dimensi atau ukuran
pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar
kualitas aliran terpenuhi (Agustina, 2015).
Kehilangan air adalah selisih antara banyaknya air yang disediakan dengan air
yang dikonsumsi (Obradovic dan Landsdale 1998). Dalam kenyataannya
kehilangan air dalam suatu sistem distribusi air minum selalu ada. Kehilangan air
ini dapat bersifat teknis, misalnya kehilangan air pada pipa itu sendiri, sedangkan
yang bersifat non teknis misalnya pencurian air dalam pipa distribusi. Dalam suatu
perencanaan perpipaan, kehilangan air dalam pipa tidak dapat dihindari.
Kehilangan air tersebut bersifat teknis. Besarnya kehilangan air harus diperhatikan
dengan tujuan agar titik-titik pelayanan tetap dapat terpenuhi kebutuhan airnya.
Menurut Dirjen Cipta Karya (2009) kehilangan air didefinisikan sebagai jumlah
air yang hilang akibat:
1. Pemasangan sambungan yang tidak tetap.
2. Terkena tekanan dari luar sehingga menyebabkan pipa retak atau pecah.
3. Penyambungan liar.
Untuk mengetahui jika terjadi kehilangan air yang tidak tepat misalnya air
rembesan dari keretakan pipa, dapat diatasi dengan alat pendeteksi kehilangan air
yang disebut leak detector. Sedangkan upaya untuk mengurangi terjadinya
kehilangan air yang lebih besar dalam perencanaan sistem distribusi air dilakukan
pembagian wilayah atau zoning untuk memudahkan pengontrolan kehilangan air
dalam pipa, serta pemasangan meteran air. (Sepmita, 2017).
Kehilangan air fisik dalah hilangnya sejumlah air minum pada proses
penyediaan, pendistribusian dan pelayanan air minum PDAM yang
diperlihatkan oleh adanya aliran air secara fisik yang keluar dari sistem jaringan
pipa distribusi dan pelayanan PDAM. Penyebab terjadinya kehilangan air dapat
dikarenakan oleh faktor teknis maupun non teknis. Kehilangan air yang
disebabkan oleh faktor teknis antara lain:
a. Kehilangan air pada pipa distribusi dan perlengkapannya.
Sedangkan kehilangan air yang disebabkan oleh faktor non teknis antara lain:
Kehilangan air non fisik adalah hilangnya sejumlah air minum pada proses
pendistribusian dan pelayanan air minum kepada pelanggan PDAM yang tidak
diperlihatkan oleh adanya aliran air secara fisik yang keluar dari sistem jaringan
pipa distribusi dan pelayanan PDAM.
Faktor teknis penyebab kehilangan air non-fisik antara lain meter air yang
tidak akurat. Salah satu penyebab kehilangan air komersial yang paling banyak
ditemui adalah akurasi meter. Meter air mekanikal, yang didalamnya terdapat
roda atau gigi yang terbuat dari bahan plastik, seiring dengan usia akan aus, dan
menyebabkan meter air mencatat lebih rendah dari pemakian semestinya. Oleh
sebab itu meter harus secara berkala diteraulang (re-kalibrasi) Meter air jenis
ultra sonic dan magnetic tidak terlalu terpengaruh ketelitiannya oleh usia meter.
Kualitas air yang buruk juga merupakan salah satu penyebab turunnya kinerja
meter air. Pengendapan kotoran bisa mempengaruhi mekanik meter, sehingga
meter gagal mencatat aliran. Sedangkan, faktor non teknis yang menyebabkan
kehilangan air non-fisik adalah:
a. Kesalahan pembacaan angka pada meter air Sambungan Rumah (SR)
Air Tak Berekening (Non-renenue water) setara dengan jumlah total air
yang mengalir ke jaringan layanan air minum dari sebuah instalasi pengolahan
air bersih (volume input sistem) minus jumlah total air yang resmi bisa
digunakan industri dan pelanggan rumah tangga (konsumsi resmi). Rumus yang
dipakai dalam menghitung air tak berekening adalah:
NRW = Volume Input Sistem – Konsumsi Resmi Berekening
Dimana:
NRW : Air Tak Berekening (Non Revenue Water).
Vol. Input Sistem : Input volume tahunan ke dalam system
penyediaan air bersih.
Konsumsi Resmi : Volume tahunan air bermeter dan tidak
bermeter yang diambil oleh pelanggan yang terdaftar.
Langkah-langkah untuk menghitung NRW dengan menggunakan neraca
air dapat dijabarkan sebagai berikut:
Langkah 1: Menentukan volume input sistem.
Langkah 2: Menentukan konsumsi resmi. - Berekening : Total
volume air yang ditagih rekeningnya oleh PDAM. - Tak Berekening
: Total volume air yang tersedia tanpa dipungut biaya.
Langkah 3: Memperkirakan kerugian nonfisik/komersial. -
Pencurian air dan pemalsuan. - Sedikitnya meter yang terdaftar. -
Kesalahan penanganan data.
Langkah 4: Menghitung kerugian fisik - Kehilangan air pada pipa
transmisi. - Kehilangan air pada pipa distribusi. - Kehilangan air
pada tempat penampungan air dan luapan. - Kehilangan air pada
sambungan pipa pelanggan. (Farley, et al, 2008).
Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air melalui
sistem perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) ke daerah pelayanan
(konsumen). Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa faktor yang
harus diperhatikan antara lain daerah layanan dan jumlah penduduk yang akan
dilayani, kebutuhan air, letak topografi daerah layanan, jenis sambungan sistem,
pipa distribusi, tipe pengaliran, pola jaringan, perlengkapan sistem distribusi air
bersih, dekteksi kebocoran.