Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

GERONTIK DENGAN HIPERTENSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Praktek Keperawatan


Gerontik

Disusun oleh:
Esti Tri Lestari, S.Kep
191149011008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN IMAM BONJOL
Jl. Gerakan Koperasi No. 3 Majalengka 45411 Telp/Fax: (0233) 284098

TAHUN 2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul
“Laporan Pendahuluan Gerontik Dengan Hipertensi”.
Laporan pendahuluan ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas
stase Keperawatan Gerontik profesi ners di STIKes YPIB Majalengka. Selama
penulisan, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan sehingga dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan ini tepat pada waktu yang sudah
ditentukan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan pendahuluan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan pendahuluan ini masih jauh dari
sempurna karena adanya keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki.
Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis
terima dengan senang hati. Penulis berharap, semoga laporan pendahuluan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Majalengka, 18 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. ii
BAB 1
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
1. Pengertian Lanjut Usia ………………..……….……………………………. 1
2. Batasan Lansia… ……………………………..…………………………….. 2
3. Teori Proses Menua……. ……………………..……………………………. 2
4. Masalah Psikologik Pada Lansia ……………………..……….…………….. 8
5. Upaya Kesehatan Bagi Lanjut Uisa …………………………………….….... 9
6. Pengertian Keperawatan Gerontik…………………….………………...…… 11
7. Fungsi Perawat Gerontik………………….…………………..……….….….. 11
8. Lingkup Keperawatan Gerontik…………………….………………..….…… 13
B. LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi………………….…………………..…………………. 13
2. Tanda Dan Gejala……………..….…………………..……………………… 14
3. Klasifikasi Hipertensi………………………………………………………… 14
4. Etiologi Hipertensi…………………….………………..…………………..… 15
5. Patofisiologi Hipertensi……………..……………….…………………..…… 19
6. Pemeriksaan Diagnostik………………….………………………………...… 21
7. Komplikasi Hipertensi…………………….…………………………….…… 23
8. Penatalaksanaan hipertensi……………………………………..………….… 23
9. Dishcharge Planning …………………….………………..………………….. 25
10. Diit Hipertensi …………………….…………..……………………………… 25
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI
1. Pengkajian Keperawatan ………………………………………..…..………. 28
2. Diagnosa Keperawatan …………………….…………………..…………….. 30
3. Rencana Keperawatan…………………….………………..………………… 31
4. Implementasi…………………….………………..………………………….. 31
5. Evaluasi…………………….………………………………..…………..…… 38
DAFTAR PUSTAKA……………….…………………..……………………… 39

ii
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

1. Pengertian Lanjut Usia


Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari. Menua 
atau  menjadi  tua  adalah  suatu  keadaaan  yang  terjadi didalam  kehidupan 
manusia.  Proses  menua  merupakan  proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai  sejak  permulaan  kehidupan. 
Menjadi  tua  merupakan  proses alamiah,  yang  berarti  seseorang  telah 
melalui  tiga  tahap kehidupannya,  yaitu  anak,  dewasa  dan  tua.  Tiga  tahap 
ini  berbeda, baik  secara  biologis  maupun  psikologis.  Memasuki  usia  tua 
berarti mengalami  kemunduran,  misalnya  kemunduran  fisik  yang  ditandai
dengan  kulit  yang  mengendur,  rambut  memutih,  gigi  mulai  ompong,
pendengaran  kurang  jelas,  pengelihatan  semakin  memburuk,  gerakan lambat
dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  1998  tentang kesejahteraan  lanjut 
usia  pada  Bab  1  Pasal  1  Ayat  2  menyebutkan bahwa  usia  60  tahun 
adalah  usia  permulaan  tua.  Menua  bukanlah suatu  penyakit,  tetapi 
merupakan  proses  yang  berangsur-angsur mengakibatkan  perubahan 
kumulatif,  merupakan  proses  menurunya daya  tahan  tubuh  dalam 
menghadapi  rangsangan  dari  dalam  dan  luar tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan
proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan
umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

2. Batasan Lansia

1
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau
65 tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan:
a) 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old)
b) lebih dari 80 (very old).
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994) menjadi
tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang
baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari
70 tahun.

3. Teori Proses Menua


Proses menua bersifat individual:
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.
b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.
1) Teori Biologis
a) Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan

2
bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam
genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia
yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu
sehingga bila jenis ini berhenti berputar, dia akan mati. Manusia
mempunyai umur harapan hidup nomor dua terpanjang setelah bulus.
Secara teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun
hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan pemberian
obat-obatan atau tindakan tertentu.
b) Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus- menerus sehingga
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel
menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel
kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel
(Suhana, 2000).
c) Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit
auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989). Proses
metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai
contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa
berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun.

3
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori
radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh,
karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di
dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau
molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak
berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul
lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan
dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak
dapat bergenerasi (Halliwel, 1994). Radikal bebas dianggap
sebagai penyabab penting terjadinya kerusakan fungsi sel.
Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam berbagai
percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bias
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan
perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat
memperpendek umur (Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan
asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan
radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan
padamembran plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan
yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses
menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik,
terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear theory). Di sini

4
terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh lelah
terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal).
2) Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara
lain:
a) Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial berdasarkan
kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial exchange theory
antara lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan
biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor
mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan
sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut
usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.

c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)

5
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya.
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia. Hal
ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory). Teori ini
membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat
dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Pokok-pokok
disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun.
Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang,
misalnya saat anak menginjak dewasa dan meninggalkan rumah
untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini karena
lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial berkurang, sedangkan
kaum muda memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan:
a) Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
b) Proses tersebut tidak dapat dihindari
c) Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.
Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961) Teori
ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi
ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik
diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1) Kehilangan peran (loss of role).

6
2) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).
3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores
and values)
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses
menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu
dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan
mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari penyebab
terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang
memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat
diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah:
1) Meningkatnya radikal bebas.
2) Memanipulasi sistem imun tubuh.
3) Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri
kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses
menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit
dipecahkan.
Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen)
tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya
hidup yang salah. Banyak faktor yang memengaruhi proses menua
(menjadi tua), antara lain herediter/genetik, nutrisi/makanan, status
kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena orang
meninggal bukan karena tua, orang muda pun bias meniggal dan bayi
pun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai lanjut usia yang sering
merugikan atau bernada negatif, tetapi sangat berbeda dengan
kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).

4. Masalah Psikologik Pada Lansia

7
Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi,
antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement theory,
yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama
lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua. Anggapan ini
bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang justru menganjurkan
masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang dianggap lebih
penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal ini secara positif.
Contoh yang dapat dikemukakan umpama dalam bidang pendidikan, yang masih
tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan
memperluas wawasannya (Broklehurst dan allen, 1987). Di negara-negara
industri maju bahkan didirikan apa yang disebut university of the thrird age.
Pemisahan diri (disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir
kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya yang baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa
sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-
peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal yang baru
terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang menggunakan
waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri. Biasanya sifat-sifat
streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya pada waktu muda.
Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:
a. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati
hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel (luwes) dan tahu
diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima
fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun dengan tenang, juga dalam
menghadapi masa akhir.
b. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di terima
ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak
mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai
istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak makan dan
minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.

8
c. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan tak
stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat di
kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif.
Anehnya mereka takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenangi masa
pensiun.
d. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang
menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga.
Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya
tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda,
senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif untuk menghindari
masa yang sulit/buruk.
e. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini bersifat kritis
terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai ambisi, mengalami
penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai perkawinan yang
tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa menjadi korban dari
keadaan, namun mereka menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati
pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada.
Mereka menganggap kematian sebagai suatu kejadian yang
membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh diri menunjukkan
angka yang lebih tinggi persentasenya pada golongan lansia pada golongan
lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup sendirian (Darmojo, 2009).

5. Upaya Kesehatan Bagi Lanjut Usia


a. Upaya Promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun
masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku
hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak,
presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani,
pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut usia.
1) Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan

9
dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya dengan
pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah membantu
masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan,
atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup
bersih dan sehat ini sesuai dengan visipromosi kesehatan dan dapat di
praktekan pada masing-masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia
yang terpenting seperti tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit
sehari, personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti rumah
sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.
2) Gizi untuk Lanjut Usia
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi
lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit
kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan
tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di
hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat
tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti
beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.
b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan dan
mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan
susu.
c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.
d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan
mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ
tubuh contohnya sayuran dan buah.
b. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya
penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa
deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di
kelompok lanjut usia (posyandu lansia) atau Puskesmas dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia.
c. Upaya Kuratif

10
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan
dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan
lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di
fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos
Kesehatan Desa. Apabila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan
penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke
Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif
maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan
kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.

6. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada
lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi serta evaluasi.

7. Fungsi Perawat Gerontik


Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
a. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing
orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
b. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
c. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (Menghormati
hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal
yang sama).
d. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
e. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
f. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan).

11
g. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
h. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
i. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat, dukungan
dan harapan).
j. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
k. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan perawatan
restoratif dan rehabilitatif).
l. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
m. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic maner
(Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi perawatan
individu dan perawatan secara menyeluruh).
n. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan).
o. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya).
p. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each
other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan
spritual).
q. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya
bekerja).
r. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
s. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).

8. Lingkup Keperawatan Gerontik


Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan
ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan
kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifatnya

12
adalah independen (mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan
holistik.

B. LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI


1. Pengertian Hipertensi
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan
kronis (yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifat menetap) dalam tekanan
darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi tidak
peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola yang khas (Wolff, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah
tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan
pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular (Price,
2006).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg
(Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection
(JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan
darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman
Sorensen,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg
dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.

2. Tanda Dan Gejala


Menurut Nugroho (2000) tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala

13
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan pening-
katan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter ter-
diagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Epistaksis
8) Kesadaran menurun
3. Klasifikasi Hipertensi
Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi, yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih
Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi †
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tingkat 4 (sangat berat) ≥210 ≥120

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :


a. Hipertensi Primer (Esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor
yang mempengaruhinya, yaitu : genetik, lingkungan, hiperaktivitas saraf
simpatis sistem renin, angiotensin, dan peningkatan Na + Ca intraseluler.

14
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko adalah obesitas, merokok, alkohol,
dan polisitemia.
a. Hipertensi Sekunder
Penyebab, yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing,
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

4. Etiologi dari Hipertensi


Menurut Darmojo dan Martono (2006) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2
golongan, yaitu :
a. Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan,
hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin. Angiotensin dan peningkatan
Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko:
obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
b. Hipertensi sekunder
Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom chusing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Menurut NANDA 2015, Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90 mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan
a. Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambah-nya umur
seseorang. Ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur, dinding
pembuluh darah mengalami perubahan struktur. Setelah umur 45 tahun,

15
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-
angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat
karena kelenturan pem-buluh darah besar yang berkurang pada penambahan
umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat
sam-pai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa peruba-han
fisiologis. Pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas
simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia
lanjut sensitivitasnya sudah berkurang. Sedangkan peran ginjal juga sudah
berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan kelompok ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,
kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan
pria lebih berhubungan dengan kurang nyaman dengan pekerjaan dan
pengangguran.
c. Genetik (Keturunan)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menye-babkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium. Individu yang memiliki orang tua dengan
hipertensi berisiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.

Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan


a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah. Adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil
dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak. Otak
akan bereaksi terhadap niko-tin dengan memberi sinyal pada kelenjar

16
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih
berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam
asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan
tekanan darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen
yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh (Astawan, 2002).
b. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan
tekanan darah (Basha, 2004). Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormal-kannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi. Garam mempunyai sifat menahan air. Mengonsumsi
garam lebih atau makan makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan
menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau
makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian
garam sama sekali dalan makanan, sebaliknya dengan membatasi jumlah
garam yang dikonsumsi (Wijayakusuma, 2000).
c. Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dari
beberapa penyakit degenerasi dan metabolit. Lemak tubuh, khususnya lemak
pada perut berhubungan erat dengan hipertensi. Obesitas meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Semakin besar massa
tubuh maka semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen
dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar
melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih
besar pada dinding arteri.
Obesitas juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner dan
merupakan faktor risiko independen yang artinya tidak dapat dipengaruhi
oleh faktor risiko lain.

17
d. Kurang Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah
maka akan memu-dahkan terjadinya hipertensi.
e. Stres Emosional
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Meskipun dapat
dikatakan bahwa stres emosional benar-benar meninggikan tekanan darah
untuk jangka waktu yang sing-kat, reaksi tersebut lenyap kembali seiring
dengan menghilangnya penyebab stres. Yang menjadi masalah adalah jika
stres bersifat permanen, maka seseorang akan mengalami hipertensi terus-
menerus sehingga stres menjadi suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat
meningkatkan tekanan darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan oleh
kelenjar adrenal yang terus-menerus dirangsang.
Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun
4) 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
6) Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi.
7) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

5. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

18
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

19
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (Suyono,
Slamet. 1996).

Pathway

Umur Jenis Kelamin Gaya hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi

20
Resistensi Pembuluh darah otak Vasokontriksi tdk tahu
masalahkesehatan
Defisiensi
pengetahun
Nyeri akut Afterload
(kepala)
Penurunan
curah jantung
Deprivasi Tidur
Sumber : Darmojo dan Martono (2006). Intoleransi
aktifitas

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
a. Pemeriksaan yang segera seperti:
1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.
3) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
4) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5) Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
6) Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi.

21
8) Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab).
9) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
10) Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi.
11) Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
12) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola
regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.
13) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama):
1) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
2) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
4) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT
scan.
5) USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien

7. Komplikasi Hipertensi
a. Miokard infark
b. Stroke
c. Cerebral vaskular accident
d. Penyakit vascular perifer: aterosklerosis, aneurisma.

22
e. Gagal ginjal
f. Left ventricular failure (Depkes RI,2001).

8. Penatalaksanaan Hipertensi
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam risiko
tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95
mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.
Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :
1) Golongan Diuretic
a) Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon, hydroklorotiazid.
b) Diuretik Loop, Misalnya furosemid.
2) Golongan Penghambat Simpatis
Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-motor
otak seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf perifer, seperti
golongan reserpin dan goanetidin.
3) Golongan Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah
jantung dan efek penekanan sekresi renin. Misalnya, pindo-lol,
propanolol, timolol.
4) Golongan Vasodilator
Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil, diazoksid
dan sodium nitrofusid.
5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin
Misalnya : captropil.
6) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-hambat
kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-miu.

23
b. Penatalaksanaan Non Farmakologis meliputi:
1) Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan
berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari
10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
1) Penurunan berat badan
2) Penurunan asupan etanol
3) Menghentikan merokok
4) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip
yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80
% dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang
disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada
dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling
baik 5 x perminggu
5) Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh
subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan
psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).

24
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.

9. Discharge Planning
a. Berhenti merokok.
b. Pertahankan gaya hidup sehat.
c. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres.
d. Batasi konsumsi alkohol.
e. Penjelasan mengenai hipertensi.
f. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara
rutin.
g. Batasan diet dan pengendalian berat badan.
h. Diet garam.
i. Periksa tekanan darah secara teratur. (Nugroho, 2008).

10. Diit Hipertensi


Menurut (Basha, 2004) diit yang boleh dilakukan pada lansia yang memiliki
hipertensi diantaranya :
a. Konsumsi lemak dibatasi
b. Konsumsi kolesterol dibatasi
c. Konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau obesitas
d. Makanan yang boleh dikonsumsi:
1) Sumber kalori ( beras,talas,kentang,gandum)
2) Sumber protein hewani (daging,ayam,ikan,semua terbatas kurang
lebih 50 gram perhari, telur ayam,telur bebek paling banyak satu butir
sehari, susu tanpa lemak).
3) Sumber protein nabati (kacang-kacangan kering seperti
tahu,tempe,oncom).
4) Sumber lemak (santan kelapa encer dalam jumlah terbatas).

25
5) Sayuran (sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti
bayam,kangkung,buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong,
wortel).
6) Buah-buahan (semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam
jumlah terbatas).
7) Bumbu (pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah, bawang putih,
garam tidak lebih 15 gram perhari).
8) Minuman (teh  encer, coklat encer, juice buah).
e. Makanan yang tidak boleh dikonsumsi
1) Makanan yang banyak mengandung garam.
2) Makanan yang banyak mengandung kolesterol
3) Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh.
4) Lemak hewan: sapi, kambing, susu jenuh, cream, keju, mentega.
5) Makanan yang banyak menimbulkan gas.
f. Obat Tradisional Untuk Hipertensi
Banyak tumbuhan obat yang telah lama digunakan oleh masyarakat
secara tradisional untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hal
yang perlu diinformasikan kepada masyarakat adalah cara penggunaannya,
dosis, serta kemungkinan adanya efek samping yang tidak diketahui. Obat –
obat tradisional tersebut diantaranya:
a. Buah Belimbing
Buah ini dapat mengontrol tekanan darah dalam keadaan normal
dan juga bisa menurunkan tekanan darah bagi mereka yang sudah
mengalaminya. Caranya yaitu buah belimbing yang sudah masak diparut
halus. Kemudian parutan belimbing diperas sehingga menjadi satu gelas
sari belimbing. Air perasan ini diminum setiap pagi, lakukan selama tiga
minggu sampai satu bulan. Setelah satu bulan sari belimbing ini dapat
diminum dua hari sekali. Tidak perlu menambahkan gula pasir atau sirup
pada air perasan. Bagi mereka yang sudah terlanjur menderita hipertensi,
sebaiknya gunakan buah belimbing yang besar sehingga air perasannya
lebih banyak.

26
b. Daun Seledri
Cara penggunaannya dengan menumbuk segenggam daun seledri
sampai halus, saring dan peras deengan kain bersih dan halus. Air
saringan usahakan satu gelas diamkan selama satu jam, kemudian
diminum pagi dan sore dengan sedikit ampasnya yang ada di dasar gelas.
Menurut penelitian daun seledri bisa memperkecil fluktuasi kenaikan
tekanan darah.
c. Bawang Putih
Caranya dengan memakan langsung tiga siung bawang putih
mentah setiap pagi dan sore hari. Pilih bawang putih yang kulitnya
berwarna coklat kehitaman karena mutunya lebih baik. Jika tidak mau
memakannya dalam keadaan mentah bisa direbus atau dikukus dulu.
Namun karena banyak zatnya yang bisa berkhasiat yang dapat ikut larut
ddalam air rebusannya, sebaiknya ditambaah menjadi 8 sampai 9 siung
sekali makan.
d. Buah Mengkudu / Pace
Buah ini sebagai alternatif untuk menekan hipertensi. Caranya
hampir sama dengan buah belimbing, yaitu dengan cara memarut halus,
kemudian diperas memakai kain kassa yang bersih, diambil airnya.
Minum sari mengkudu setiap pagi dan sore hari secara teratur
e. Avokad
Caranya lima daun avokad dicuci bersih, kemudian direbus dengan
4 gelas air putih. Tunggu air rebusan hingga menjaadi 2 gelas, saring.
Satu gelas diminum pagi hari, satu gelas lagi diminum sore hari.
f. Melon
g. Semangka
h. Mentimun

27
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI


1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang terdekat,
alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan
dengan pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur)
gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.

28
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit cerebro vaskuler.
2) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-truksi.
3) Neurosensori
a) Keluhan pusing.
b) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4) Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-ngan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-tensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-ningkatkan
hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-steron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-katkan
hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler).

29
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokon-striksi
dan hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-mer
(penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-jal
dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-kasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko
terjadinya hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area katup ;
deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan
feokromisitoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-lah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges, 2000).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitasi berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan cairan intra-
vaskuler, edema.

30
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai O 2
ke otak menurun.

3. Rencana Keperawatan
1 Penurunan NOC: NIC :
Curah Jantung - Cardiac Pump Cardiac Care
b/d effectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada
peningkatan - Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
afterload, - Vital sign status - Catat adanya distrimia jantung
vasokontriksi, Kriteria hasil : - Catat adanya tanda dan gejala
hipertrofi/rigidi - Tanda vital dalam penurunan cardiac output
tas ventrikuler, rentan normal - Monitor status kardiovaskuler
iskemia (tekanan darah, nadi, - Monitor status pernafasan
miokard. respirasi) yang menandakan gagal
- Dapat mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada - Monitor abdomen sebagai
kelelahan indikator penurunan fungsi
- Tidak ada edema - Monitor balance cairan
paru, perifer, dan - Monitor adanya perubahan
tidak ada ascites tekanan darah
- Tidak ada penurunan - Monitor respon pasien
kesadaran terhadap efek pengobatan anti
aritmia
- Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas
pasien
- Monitor adanya dypsneu,
fatigue, takipneu, dan
ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan
stres

31
Vital Sign Monitoring
- Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus
paradoksus
- Monitor adanya pulsus
alterans
- Monitor jumlah dan irama
jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
- Monitor syanosis perifer
- Monitor adanya cushyng triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab dari

32
perubahan vital sign.
2 Nyeri Akut NOC : NIC :
b/d a. Pain level a. Lakukan pengkajian nyeri
peningkatan b. Pain control secara komprehensif termasuk
tekanan c. Comfort level lokasi, karakteristik, furasi,
vaskuler frekuensi, kualitas dan faktor
cerebral dan Setelah dilakukan tindakan presipitasi
iskemia keperawatan selama ... x 24 b. Observasi reaksi nonverbal dari
jam. Pasien tidak ketidaknyamanan
mengalami nyeri, dengan : c. Bantu pasien dan keluarga untuk
Kriteria Hasil mrncari dan menemukan
a. Mampu mengontrol dukungan
nyeri (tahu penyebab d. Kontrol lingkungan yang dapat
nyer, mampu mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan teknik suhu rungan, pencahayaan dan
nonfarmakologi untuk kebisingan
mengurangi nyeri, e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan) f. Kaji tipe dan sumber nyeri
b. Melaporkan bahwa untuk menentukan intervensi
nyeri berkurang dnegan g. Ajarkan tentang teknik non
menggunakan farmakologi : napas dala,
manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres
c. Mampu mengenali nyeri hangat/dingin
(skala, intensitas, h. Berikan informasi tentang nyeri
frekuensi dan tanda seperti penyebab nyeri, berapa
nyeri) lama nyeri akan berkurang dan
d. Menyatakan rasa antisipasi ketidaknyamanan dari
nyaman setelah nyeri prosedur
berkurang i. Monitor vital sign sebelum dan
e. Tanda vital dalam sesudah pemberian analgesik
rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur

33
3 Kelebihan NOC NIC
volume cairan 1. Electrolit and acid base Fluid Management
b/d balance a. Timbang popok/pembalut,
peningkatan 2. Fluid balance jika diperlukan
cairan intra- 3. Hydration b. Pertahankan catatan intake
vaskuler, edema Kriteria Hasil dan output yang akurat
a. Terbebas dari c. Pasang urine kateter, jika
edema, efusi, diperlukan
anaskara d. Monitor hasil Hb yang sesuai
b. Bunyi nafas bersih, dengan retensi cairan (BUN,
tidak ada Hmt, osmolalitas urine)
dyspneu/ortopneu e. Monitor status hemodinamik
c. Terbebas dari termasuk CVP, MAP, PAP,
distensi vena dan PCWP
jugularis, reflek f. Monitor vital sign
hepatojugular (+) g. Monitor indikasi
d. Memelihara tekanan retensi/kelebihan cairan
vena sentral, tekanan h. Kaji lokasi dan luas edema
kapiler paru, output i. Monitor masukan
jantung dan vital makanan/cairan dan hitung
sign dalam batas intake kalori
normal j. Monitor status nutrisi
e. Terbebas dari k. Kolaborasi pemberian
kelelahan, diuretik sesuai instruksi
kecemasan atau Fluid Monitoring
kebingungan a. Tentukan riwayat jumlah dan
f. Menjelaskan tipe intake cairan dan
indikator kelebihan eliminasi
cairan b. Tentukan kemungkinan
faktor risiko dari
ketidakseimbangnn cairan
c. Monitor berat badan

34
d. Monitor serum dan elektrolit
urine
e. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
f. Monitor adanya distensi
leher, eodem perifer,
penambahan BB
g. Monitor tanda dan gejala dari
odema
4 Intoleransi NOC NIC
aktivitas b/d a. Energy conservation a. Activity therapy
kelemahan, b. Activity tolerance b. Kolaborasikan dengan tenaga
ketidakseimban c. Self care : ADLs rehabilitasi medic dalam
gan suplai dan merencanakan program therapy
kebutuhan Setelah 3x24 jam interaksi yang tepat
oksigen diharapkan: c. Bantu klien untuk
Kriteria Hasil mengidentifikasi aktivitas yang
a. Berpartisipasi dalam mampu dilakukan
aktvitas fisik tanpa d. Bantu untuk memilih aktivitas
disertai peningkatan konsisten yang sesuai dengan
tekanan darah, nadi, kemampuan fisik, psikologi, dan
dan RR social
b. Mampu melakukan e. Bantu untuk mengidentifikas dan
aktivitas seharihar mendapatkan sumber daya yang
ADLs secara mandiri diperlukan untuk aktofitas yang
c. Anda tanda vital diiginkan
normal f. Bantu untk mendapatkan alat
d. Energy psikomotor bantuan aktivitas seperti kursi
e. Level kelemahan roda dan krek
f. Mampu berpindah: g. Bantu untuk mengidentifikasi
dengan atau tanpa aktifitas yang disukai
bantuan alat h. Bantu klien untuk membuat

35
g. Status kardiopulmonari jadwal latihan dalam waktu
adekuat luang
h. Sirkualasi status baik i. Bantu klien/keluarag untuk
i. Tatus respirasi: mengidentifikasi kekurangan
pertukaran gas da dalam beraktifitas
ventilasi adekuat j. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktifitas
k. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
l. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

6 Risiko NOC : NIC :


ketidakefektifa - Circulation status Peripheral Sensation Management
n perfusi - Tissue perfusion : (Manajemen Sensasi Perifer)
jaringan otak cerebral - Monitor adanya daerah
Kriteria hasil : tertentu yang hanya peka
- Mendemonstrasikan terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan : - Monitor adanya paretese
 Tekanan sistole - Intruksikan keluarga untuk
diastole dalam mengobservasi jika ada lesi
rentang yang atau laserasi
diharapkan - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada proteksi
ortostatik - Batasi gerakan pada kepala,
hipertensi leher, dan punggung
 Tidak ada tanda- - Monitor kemampuan BAB
tanda - Kolaborasi pemberian
peningkatan analgetik
tekanan - Monitor adanya
intracarnial tromboplebitis

36
(tidak lebih dari - Diskusikan mengenai
15 mmHg) penyebab perubahan sensasi
- Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai
dengan :
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan yang
benar
 Menunjukkan
fungsi sensori
motorik kranial
yang utuh :
Tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan-
gerakan
involunteer.

4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :
a. Monitor tanda-tanda vital

37
b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini kita
melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan dengan
kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:
1. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign
dalam batas normal
2. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
3. Tidak ada ortostatik hipertensi
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta:


EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas
Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia Lanjut

38
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby
Eliopoulos, C. (2005). Gerontological Nursing (6 th Ed). Philadelphia: JB.
Lippincorl Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan
2012-2014. Jakarta : EGC
Kodim Nasrin, (2003). Keperawatan Gerontik.Jakarta: EGC.
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta :
EGC.
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2. Jakarta : MediAction
Madyaningratri,Ambar.2012.Fisiologi Sistem kardio vascular
(Hemodinamika).Available:http://www.academia.edu/9841261/Fisiologi_Sistem_K
ardio_Vaskular_Hemodinamika_. Diakses pada Senin, 13 April 2020 pukul 12.15
WIB.
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Shann, Resti.2012. Laporan Praktikum Anfisman Tekanan
Darah.Available:http://www.academia.edu/6475438/LAPORAN_PRAKTIKUM_
ANFISMAN_TEKANAN_DARAH. Diakses pada Senin, 13 April 2020 pukul
12.15 WIB.
Putri, Eka 2012. Aliran Darah dan Denyut Jantung. Available
https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-Denyut-Jantung. Diakses
pada Senin, 13 April 2020 pukul 12.15 WIB

39
1

Anda mungkin juga menyukai