Askep LLA Estella Faris Wenas
Askep LLA Estella Faris Wenas
NIM : 20014104022
MANADO 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan
yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak),
anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia
3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia,
radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit
B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang
dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan
sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi
oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk,
2004)
B. KLASIFIKASI
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe
sel asal yaitu :
a) Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-
rata dalam 4-6 bulan.
a b
Gambar 4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik
untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a). L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b) L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
c) L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a) Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran.
Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat
tinggi
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan
adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan
pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus
RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan
bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para
radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan
sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa
hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum
tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari
obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis
mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk
mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke
dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa
bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik,
diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-
sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik
bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan
kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius.
Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang
menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali
muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-
2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi
dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.
2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak
penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah
limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan
jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan
eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah
trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan
antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening,
hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika
jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa
menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang,
kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan
alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya.
Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
§ Melalui mulut
§ Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
§ Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang
kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada
pembuluh darah balik/kulit.
§ Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang.
a) Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia.
Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednison dan asparaginase.
b) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps
dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah
6 bulan kemudian.
A. Pengkajian
1. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun
(85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesudan malas
makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi
perdarahan.
b) Riwayat kesehatan masa lalu
Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang erpapar oleh
chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1),
kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan
khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
c) Pola Persepsi
Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam
mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri.Kadang ditemukan
laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
d) Pola Nurisi
Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah, perubahan
sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta pharingitis.
Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bowel
sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih
yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya
pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia)
e) Pola Eliminasi
Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen, dan
ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta
penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta
adanya hematuria.
f) Pola Tidur dan Istrahat
Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu yang
dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
g) Pola Kognitif dan Persepsi
Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan kesadaran
(somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya keluhan sakit
kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke
susunan saraf pusat.
h) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas.Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingung.
i) Pola Seksual
Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
j) Pola Hubungan Peran
Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan bermain dan
berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
k) Pola Keyakinan dan Nilai
Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan ketidakberdayaan
melakukan ibadah.
3. Pemeriksaan Diagnostik
§ Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
§ Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
§ Retikulosit : menurun/rendah
§ Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
§ White Blood cells :> 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke
kanan”)
§ Serum/urin uric acid : meningkat
§ Serum zinc : menurun
§ Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
§ Prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
§ Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu
B. `DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek samping ,
agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
C. RENCANA KEPERAWATAN
5 Perubahan membran mukosa mulut : Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis v Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
stomatitis yang berhubungan dengan efek oral v Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator
samping agen kemoterapi berujung kapas, atau jari yang dibalut
kasa
v Berikan pencucian mulut yang sering dengan
cairan salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat
v Gunakan pelembab bibir
v Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak
kecil
v Berikan diet cair, lembut dan lunak
v Inspeksi mulut setiap hari
v Dorong masukan cairan dengan menggunakan
sedotan
v Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen
peroksida dan susu magnesi
v Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
v Berikan analgetik
8 Kerusakan intergritas kulit b/d edema dan NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC : Pressure Management
menurunnya tingkat aktivitas Membranes § Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Definisi : Perubahan pada epidermis dan Kriteria Hasil : yang longgar
dermis v Integritas kulit yang baik bisa § Hindari kerutan padaa tempat tidur
dipertahankan (sensasi, elastisitas, § Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Batasan karakteristik : temperatur, hidrasi, pigmentasi) § Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
- Gangguan pada bagian tubuh v Tidak ada luka/lesi pada kulit jam sekali
- Kerusakan lapisa kulit (dermis) v Perfusi jaringan baik § Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Gangguan permukaan kulit v Menunjukkan pemahaman dalam proses § Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
(epidermis) perbaikan kulit dan mencegah terjadinya yang tertekan
Faktor yang berhubungan : sedera berulang § Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Eksternal : v Mampu melindungi kulit dan § Monitor status nutrisi pasien
- Hipertermia atau hipotermia mempertahankan kelembaban kulit dan § Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Substansi kimia perawatan alami
- Kelembaban udara
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang
dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Perubahan status metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Faktor yang berhubungan dengan
perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi (obesitas,
kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 11/06/2021
Tanggal Praktek : 11-14/06/2021
1. Identitas Pasien
a. Nomor Rekam Medis : 00741920
b. Nama Pasien : H.N
c. Nama Panggilan :H
d. Tempat/tanggal lahir : Manado/16 Agustus 2010
e. Umur : 10 tahun
f. Jenis Kelamin : Laki-laki
g. Bahasa yang dimengerti : Melayu Manado
h. Diagnosis Medis : Leukemia Limfoblastik Akut
3. Keluhan Utama
Nyeri pada tulang belakang sampai ke pundak
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 09/06/21 dengan keluhan nyeri pada tulang
belakang sampai ke pundak. Saat dikaji (11/06/21) pasien tampak meringis, skala
nyeri sedang (3), nyeri dirasakan terutama ketika pasien bergerak. Ibu pasien
mengatakan pasien sebelumnya pernah menjalani perawatan dan kemoterapi akibat
penyakit yang sama pada tahun 2014, lalu berhenti karena merasa anak H.N sudah
mulai sembuh. Pada tahun 2015 pasien menjalani perawatan dan kemoterapi kembali
sampai selesai. Kemudian pada tahun 2017 pasien kembali menjalani perawatan dan
kemoterapi sampai tahun 2019. Pada tanggal 17/05/21 ibu pasien mengatakan anak
H.N mulai mengeluh lemah badan disertai kemerahan pada pelipis mata, kemudian
anak H.N dibawa kembali ke rumah sakit untuk diperiksa dan dinyatakan kambuh
kembali dengan penyakit yang sama.
5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Prenatal
Keluhan saat hamil : Mual
Tempat ANC : Puskesmas
Nutrisi saat hamil : Ibu pasien mendapatkan nutrisi yang cukup
Usia kehamilan : Postterm
Obat yang diminum : Vitamin
b. Perinatal
Tindakan persalinan : SC
Tempat bersalin : Rumah Sakit
Obat-obatan : Tidak diketahui pasien
c. Postnatal
Kondisi kesehatan : Ibu pasien mengatakan saat melahirkan anak H.N
mengalami aspirasi air ketuban, anak H.N kemudian dirawat menggunakan
inkubator
APGAR score : Ibu pasien mengatakan tidak ingat, namun saat lahir
anak dapat bernapas dan menangis spontan.
BB lahir : 2.600 gram
PB lahir : 50 cm
d. Penyakit yang pernah diderita
Ibu pasien mengatakan anak H.N sudah beberapa kali kambuh dengan penyakit
yang sama
e. Hospitalisasi/tindakan operasi
Ibu pasien mengatakan anak H.N sudah beberapa kali dirawat dan menjalani
pengobatan kemoterapi
f. Injury/kecelakaan
Ibu pasien mengatakan anak H.N tidak pernah mengalami injuri atau kecelakaan
g. Alergi
Ibu pasien mengatakan anak R.W tidak memiliki riwayat alergi makanan atau
obat
h. Imunisasi dan tes laboratorium
Ibu pasien mengatakan anak R.W mendapatkan imunisasi lengkap
6. Riwayat Keluarga
Ibu pasien mengatakan dalam keluarga tidak terdapat anggota keluarga yang mengidap
penyakit yang sama dengan anak R.W. tidak terdapat juga riwayat penyakit kronis
dalam keluarga.
Keterangan:
1 MTX 15 mg Singel IT
4 Midazaam 25 mg IV
5 Ondansentron 8 mg K/p IV
6 Divenhidramin 25 mg K/p IV
d. Tindakan keperawatan
Pemantauan TTV, terapi cairan, kolaborasi pemberian kemoterapi, kolaborasi
pemberian terapi
9. Pengkajian Pola Kesehatan Klien Saat Ini
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Ibu pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, ibu pasien
mengatakan selalu mempertahankan kesehatan dengan melakukan anjuran tenaga
kesehatan Puskesmas setempat. Ketika ada permasalahan kesehatan selalu kontrol
ke Puskesmas atau dokter praktik terdekat.
b. Nutrisi
Ibu pasien mengatakan pasien pasien makan 3 kali sehari, pasien makan makanan
yang diberikan rumah sakit, pasien mengalami penurunan nafsu makan. Ibu pasien
mengatakan anak H.N muntah sebanyak 2 kali pada malam sebelumnya setelah
kemoterapi
c. Cairan
Pasien minum air sebanyak 6-8 kali sehari, pasien minum dibantu keluarga
d. Aktivitas
Pasien merasa lemah badan dan tidak dapat berjalan sehingga pasien hanya banyak
menghabiskan waktu berbaring, aktivitas pasien dibantu seluruhnya oleh keluarga.
e. Tidur dan istirahat
Pasien tidur 4-5 jam saat malam, saat siang hari 1 jam. Pasien tidak mengalami
kesulitan saat tidur.
f. Eliminasi
Pasien belum BAB 3-4 hari sekali, malam sebelum pengkajian pasien BAB sekali,
pasien BAK 5-6 kali sehari.
g. Pola hubungan
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan anggota keluarga
h. Kognitif dan persepsi
Pasien tidak mengalami gangguan kognitif, pasien sadar penuh, tidak terdapat
gangguan pada fungsi persepsi sensori
i. Konsep diri
Pasien menganggap dirinya berharga di mata keluarga, tidak ada yang dikeluhkan
dari diri pasien
j. Nilai
Pasien beragama Kristen Protestan, ibu pasien mengatakan anaknya sering
mengikuti ibadah rutin yang diselenggarakan gereja. Pasien yakin akan sembuh
dan kembali beraktivitas seperti biasa.
10. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
TTV :
Nadi: 100 kali/menit, Suhu: 36,6ºC, RR: 24 kali/menit, TD: 90/60 mmHg
BB: 34,6 kg, TB: 135 cm, IMT: 18,9 (IMT/U: Normal)
b. Kulit
Tampak bintik kemerahan tangan, kaki, dan perut. Tidak perlukaan, terdapat lebam
kebiruan pada kedua lengan, turgor kulit normal, teraba hangat.
c. Kepala
Bentuk normosefalik, simetris, tidak ada pembengkakkan
d. Mata
Konjungtiva anemis, sklera putih
e. Telinga
Bentuk normal, tidak ada pengeluaran cairan abnormal
f. Hidung
Bentuk normal, tidak ada perdarahan
g. Mulut
Mukosa lembab, tidak ada perdarahan
h. Leher
Normal, tidak ada pembengkakkan
i. Dada
Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada bunyi napas tambahan, bunyi
jantung normal terdengar, reguler.
j. Abdomen
Bentuk datar, tidak ada perubahan warna, bising usus 12 kali/menit
k. Genetalia
Tidak dikaji
l. Anus dan rectum
Tidak dikaji
m. Muskuloskeletal
Kekuatan otot ekstremitas atas 4/4, ekstremitas bawah 4/4
n. Neurologi
Pasien sadar penuh, refleks patologi babinski kiri dan kanan positif.
11. Pemeriksaan Perkembangan
Tidak dapat dilakukan anak sudah berusia 10 tahun
12. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang
Aspirasi Sumsum Tulang (18/05/2021)
Kesimpulan: Gambaran ini mengarah ke Leukemia Limfoblastik Akut
Granulopoiesis
Lymfoblast 85 0-1
Promielosit 0 1-5
Mielosit 0 2-10
Metamielosit 0 5-15
Batang 3 10-40
Segmen 1 10-30
Basofil 0 0-1
Rubriblas 0 0-1
Prorubrisit 0 1-4
Rubrisit 2 10-20
Monosit 0 0-2
Limfosit 7 5-15
Plasmosit 0 0-1
Histiosit
Rasio M : E 39 : 1 2-4 : 1
Hematologi
Kimia Klinik
Data Objektif:
Skala nyeri sedang (3)
Pasien tampak meringis
Aspirasi Sumsum Tulang
(18/05/2021) Kesimpulan:
Gambaran ini mengarah ke
Leukemia Limfoblastik Akut
Data Objektif:
Pasien tidak dapat beraktivitas
mandiri
Aktivitas dibantu keluarga.
Pasien hanya dapat berbaring di
tempat tidur
Aspirasi Sumsum Tulang
(18/05/2021) Kesimpulan:
Gambaran ini mengarah ke
Leukemia Limfoblastik Akut
Akut limfoblastik
leukimia
Risiko Infeksi
Trombositopen Risiko Defisit Nutrisi
ia
Faktor Kelemahan
pembekuan ↓
Keletihan
Risiko
Perdarahan
B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (neoplasma) dibuktikan
dengan:
Data Subjektif:
Pasien mengeluh nyeri pada tulang belakang sampai ke pundak. nyeri dirasakan terutama
ketika pasien bergerak
Data Objektif:
Skala nyeri sedang (3)
Pasien tampak meringis
Aspirasi Sumsum Tulang (18/05/2021) Kesimpulan: Gambaran ini mengarah ke Leukemia
Limfoblastik Akut
2. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (penyakit kronis) dibuktikan dengan:
Data Subjektif:
Pasien mengeluh lemah badan
Data Objektif:
Pasien tidak dapat beraktivitas mandiri
Aktivitas dibantu keluarga.
Pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur
Aspirasi Sumsum Tulang (18/05/2021) Kesimpulan: Gambaran ini mengarah ke Leukemia
Limfoblastik Akut
3. Risiko Infeksi dibuktikan dengan:
Faktor Risiko:
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: Leukopenia
Eosinofil: 0%
Leukosit: 78,2 10^3/uL
4. Risiko Perdarahan dibuktikan dengan:
Faktor Risiko:
Gangguan koagulasi: trombositopenia
Trombosit 37 10^3/uL
5. Risiko Defisit Nutrisi dibuktikan dengan:
Faktor Risiko:
Ketidakmampuan mencerna makanan: pasien mengalami penurunan nafsu makan. Ibu
pasien mengatakan anak H.N muntah sebanyak 2 kali pada malam sebelumnya setelah
kemoterapi
C. Intervensi
1 08:00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri 14:00
Mengidentifikasi skala nyeri Subjektif:
Hasil: Pasien mengeluh nyeri pada tulang belakang dan punggung, nyeri dirasakan Pasien masih mengeluh nyeri pada tulang belakang
terutama ketika bergerak, nyeri hilang timbul, skala nyeri 3 (sedikit nyeri) dan punggung, nyeri dirasakan terutama ketika
bergerak, nyeri hilang timbul, skala nyeri 2 (sedikit
08:05 Mengajarkan teknik nonfarmakologis relaksasi napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri)
nyeri
Hasil: pasien dapat mengikuti anjuran yang dibeirkan Objektif:
Pasien tampak meringis
08:15 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri Tampak diaforesis
Hasil: Suhu diatur 20ºC, pengungjung dan penjaga pasien dibatas 1 orang
Assessment:
08:16 Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat dan tidur Keluhan nyeri belum menurun
Hasil: pasien dan keluarga bersedia untuk melakukan anjuran yang diberikan Meringis belum menurun
08:18 Planning:
Melayani pemberian analgetik Manajemen Nyeri
Hasil: Pasien diberikan obat Parasetamol 500 mg peroral
Observasi
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Menganjurkan menggunakan analgetik secara tepat kualitas, dan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
8. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik
2 08:00 Memonitor kelelahan fisik dan emosional 14:00
Hasil: Pasien mengeluh lemah badan, ibu pasien mengatakan anak H.N tidak dapat Subjektif:
bejalan dan mengeluh lemah badan Pasien masih mengeluh lemah badan
Implementasi
Sabtu, 12 Juni 2021
Dx Waktu Implementasi Evaluasi
1 07:00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri 14:00
Mengidentifikasi skala nyeri Subjektif:
Hasil: Pasien mengeluh nyeri pada tulang belakang dan punggung, nyeri dirasakan Pasien masih mengeluh nyeri pada tulang belakang
terutama ketika bergerak, nyeri hilang timbul, skala nyeri 3 (sedikit nyeri) dan punggung, nyeri dirasakan terutama ketika
bergerak, nyeri hilang timbul, skala nyeri 2 (sedikit
07:05 Mengajarkan teknik nonfarmakologis relaksasi napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri)
nyeri
Hasil: pasien dapat mengikuti anjuran yang dibeirkan Objektif:
Pasien tampak meringis
07:15 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri Tampak diaforesis
Hasil: Suhu diatur 20ºC, pengungjung dan penjaga pasien dibatas 1 orang
Assessment:
07:16 Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat dan tidur Keluhan nyeri belum menurun
Hasil: pasien dan keluarga bersedia untuk melakukan anjuran yang diberikan Meringis belum menurun
10:00 Planning:
Melayani pemberian analgetik Manajemen Nyeri
Hasil: Pasien diberikan obat Parasetamol 500 mg peroral
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, dan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
8. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik
2 07:00 Memonitor kelelahan fisik dan emosional 14:00
Hasil: Pasien mengeluh lemah badan, ibu pasien mengatakan anak H.N tidak dapat Subjektif:
bejalan dan mengeluh lemah badan Pasien masih mengeluh lemah badan
3 07:00 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien 19:00
Hasil: mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir 6 langkah Subjektif:
Pasien mengatakan sudah mengikuti anjuran yang
07:06 Memonitor tanda dan gejala infeksi diberikan untuk rajin mencuci tangan dan
Hasil: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, suhu tubuh 36,6ºC menggunakan masker saat beraktivitas di luar
ruangan
07:15 Membatasi jumlah pengunjung
Hasil: Jumlah pengunjung dibatasi, penjaga pasien hanya satu orang Objektif:
Tidak ada tanda-tanda infeksi
07:00 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi Suhu tubuh 36,7ºC
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan dapat mengulangi penjelasan yang diberikan
mengenai infeksi Assessment:
Kebersihan tangan meningkat
07:03 Menganjurkan mencuci tangan dengan benar dan selalu menggunakan masker saat Kebersihan badan belum meningkat
keluar
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan dapat mempraktikan cara mencuci tangan 6 Planning:
langkah
Pencegahan Infeksi
07:10 Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran
Terapeutik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Anjurkan mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan masker
7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
Assessment:
Porsi makana belum dihabiskan
Nafsu makan belum membaik
Planning:
Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Monitor berat badan
3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Berikan makanan tinggi serat
Edukasi
6. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum sebelum
makan (pereda nyeri, antiemetik) jika perlu
JURNAL PENELITIAN
Judul Penelitian:
Pengaruh Mendongeng Pada Kondisi Nyeri Penderita Leukemia di Ruang Rawat Inap
Hematologi Onkologi Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya
Penulis: Ida Ayu Putu Asthi D.* Endang Warsiki** Maria C. Shanty Larasati***
* Dokter, peserta PPDS I Psikiatri FK Unersitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya ** Guru
Besar, Psikiater Konsultan, Staf Pengajar Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya *** Dokter Spesialis Anak, Staf Pengajar
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya
P I C O
(Problem) (Intervention) (Comparative) (Outcome)
Kanker yang paling sering Penelitian ini merupakan Terdapat Pengukuran tingkat nyeri
ditemukan pada anak adalah studi eksperimental kelompok setelah mendongeng pada
Leukemia. Prevalensi penderita klinis. Leukemia anak kontrol kelompok kontrol dan
leukemia yang dirawat di RSUD diukur skala nyerinya sebanyak 12 kelompok perlakuan
Dr Soetomo sebesar 50% dimana menggunakan Wong sampel yang didapatkan perbedaan yang
jumlah penderita leukemia terus Baker Pain Scale. Subyek tidak bermakna (p=0,002).
meningkat setiap tahunnya. Salah yang memenuhi kriteria diberikan
Mendongeng dapat
satu gejala yang dirasakan pada inklusi dibagi menjadi 2 intervensi
menurunkan tingkat nyeri
anak dengan leukemia adalah kelompok yaitu mendongeng
penderita Leukemia anak
nyeri. Kondisi nyeri pada anak kelompok perlakuan akan
yang dirawat di Ruang
yang dirasakan akan berpengaruh mendapatkan
Rawat Inap Hematologi
secara emosional, fisik, kognitif, mendongeng dan
Onkologi RSUD Dr
dan sosial.Metode bermain kelompok kontrol. Data
Soetomo Surabaya.
diantaranya mendongeng dapat dianalisis dengan
digunakan untuk meningkatkan menggunakan uji statistic
ketrampilan koping yang adaptif, komparasi uji Chi
mengalihkan rasa sakitnya Squaredan uji Mann-
(distraksi) pada permainannya dan Whitney dengan α=0,05.
relaksasi melalui kesenangannya Didapatkan 24 subyek
sehingga dapat mengurangi rasa yang mengikuti prosedur
nyeri dengan meningkatkan penelitian, dibagi secara
efektivitas terapi farmakologis. acak ke dalam kelompok
Tujuan:Mengetahui pengaruh kontrol (n=12) dan
mendongeng terhadap kondisi kelompok perlakuan
nyeri pada leukemia anak yang (n=12).
dirawat di Ruang Rawat Inap
Hematologi Onkologi Anak RSUD
Dr. Soetomo Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2. Tucke
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults. Hematol
Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PAPoplack DG,
eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-90.3.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-based
guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-Term Follow-Up
Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J
Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa
Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta :
Salemba Medika; 2001.
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA