Anda di halaman 1dari 54

STASE KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK R.W LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT DI


RUANGAN IRINA E ESTELLA RSUP. PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

NAMA : FARIS ALBERT WENAS, S.KEP.

NIM : 20014104022

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

MANADO 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A.     PENGERTIAN
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan
yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak),
anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia
3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia,
radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit
B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang
dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan
sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan  didominasi
oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk,
2004)

B.     KLASIFIKASI
1.      Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe
sel asal yaitu :
a)      Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-
rata dalam 4-6 bulan.

1)      Leukemia Limfositik Akut (LLA)


LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi
dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang
mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan
organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa
(18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun.
Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah
terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum
tulang. (gambar 1. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
perbesaran 1000x).
Gambar 1. Leukemia Limfositik Akut
2)      Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang
akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia
Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa
(85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan
progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat.
Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan. (gambar 2.
hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 2. Leukemia Mielositik Akut


b)      Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi.
1)       Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit
T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi
progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur
panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1
untuk laki-laki. (gambar 3. a dan b. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
a                                            
 b
Gambar 3. Leukemia Limfositik Kronik
2)       Leukemia Granulositik/ Mielositik Kronik
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif
matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering
dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).
Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah
memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi
berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa
mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel
darah merah yang amat kurang. (gambar 4. hapusan sumsum tulang
dengan pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b. perbesaran
1000x).

a                                                  b
Gambar 4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
2.      Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik
untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a).       L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b)      L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
c)       L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi
C.     ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1.      Genetik
a)      Keturunan
1)      Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2)      Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran.
Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat
tinggi
b)      Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ALL ,
2.      Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan
adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan
pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus
RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
3.      Bahan Kimia dan Obat-obatan
a)      Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b)      Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4.       Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan
bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para
radiologis .
5.      Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

D.     MORFOLOGI DAN FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH


Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23, yaitu berfungsi
melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari
4.000 sampai 10.000/mm. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya,
sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan
agranulosit (leukosit mononuklear).
1.      Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna
granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu
neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a)      Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri,
sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk
menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi
lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti
terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula
neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi
warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang
berwarna merah muda.
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari
jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu
paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat,
setelah itu neutrofil mati.
b)      Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam
sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa
8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit
dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
c)      Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari
1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma
yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk
meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk
membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.
2.      Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari
limfosit dan monosit.
a)      Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar
20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit
memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma
yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan
limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam
timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar
getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular
melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika
dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang
menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons
kekebalan hormonal.
b)      Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah
putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat atau
berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan
yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera
dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.
E.      PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari
sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke
dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal
bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul,
tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang
sangat mentah hingga  hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan
petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia
(25%).
Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang
dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem
limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma.
Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel
timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan
limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga
sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-
muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan.Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan
menggantikan unsur-unsur sel yang normal.Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.Hal ini
menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit,
sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.Penurunan jumlah
eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya
perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.).Adanya sel kanker juga
mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi.Adanya sel kaker juga mengganggu
metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.(Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002;
Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
PATHWAY
F.      MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau
keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan
manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat
ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya
terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.

G.     PEMERIKSAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin
menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum : meningkat
11. Zinc serum : meningkat/ menurun
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP
pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel
matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
H.     KOMPLIKASI
1.       Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah ditandai 
dengan:
a)      Memar (ekimosis)
b) Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit) Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah.
Demam dan infeksi dapat memperberat perdarahan.
2.      Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat netropenia
dan disfungsi imun.
3.      Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam
urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4.      Anemia
5.      Masalah gastrointestinal.
a)      Mual
b)      Muntah
c)      Anoreksia
d.     Diare
e.      Lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat
kemoterapi.

I.       PENATALAKSANAAN MEDIS
1.       Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan
sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa
hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum
tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari
obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis
mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk
mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke
dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa
bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik,
diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-
sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik
bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan
kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius.
Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang
menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali
muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-
2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi
dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.
2.       Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak
penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah
limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan
jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan
eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah
trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan
antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening,
hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika
jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa
menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang,
kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan
alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya.
Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain:
1.      Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
§   Melalui mulut
§   Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
§   Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah   balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang
kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada
pembuluh darah balik/kulit.
§   Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang.
a)      Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia.
Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednison dan asparaginase.
b)      Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps
dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah
6 bulan kemudian.

c)      Tahap 3 ( profilaksis SSP)


Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan
yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.
Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki
otak dan sistem saraf pusat
d)      Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai
remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang,
yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang
dan SSP.
2.      Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui
suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik
kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan
mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan
untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita
dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami
bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
3.      Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang
besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh
tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi
yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.)
4.      Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi
sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau
keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel
darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel
induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh
darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari
sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem
cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim
kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
5.      Transfusi darah
Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit
dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
6.       Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya)
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7.      Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau
CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison.Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat
akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiagis.Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari
2.000/mm3.
8.      Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
9.      Imunoterapi
Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai
diberikan.Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG
atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat
memperkuat daya tahan tubuh.Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi
yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan
sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
10.   Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya
pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi
yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola
dasar pengobatan sebagai berikut:
a)      Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat
tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
b)      Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c)      Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang
lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian
sitostatika separuh dosis biasa.
d)      Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6
bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e)      Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral.Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
f)       Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani,
2003)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian
1.      Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun 
(85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan.
2.      Riwayat Kesehatan
a)      Keluhan Utama
Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesudan malas
makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi
perdarahan.
b)      Riwayat kesehatan masa lalu
Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang erpapar oleh
chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1),
kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan
khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
c)      Pola Persepsi
Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam
mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri.Kadang ditemukan
laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
d)      Pola Nurisi
Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah, perubahan
sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta pharingitis.
Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bowel
sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih
yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya
pmbesaran gusi  (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia)
e)      Pola Eliminasi 
Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen, dan
ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta
penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta
adanya hematuria.
f)      Pola Tidur dan Istrahat
Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu yang
dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
g)      Pola Kognitif dan Persepsi
Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan kesadaran
(somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya keluhan sakit
kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke
susunan saraf pusat.
h)      Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas.Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingung.
i)      Pola Seksual
Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
j)   Pola Hubungan Peran
Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan bermain dan
berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
k)   Pola Keyakinan dan Nilai
Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan ketidakberdayaan
melakukan ibadah.
3.      Pemeriksaan Diagnostik
§   Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
§   Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
§   Retikulosit : menurun/rendah
§   Platelet count :   sangat rendah (<50.000/mm)
§   White Blood cells :> 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke
kanan”)
§   Serum/urin uric acid : meningkat
§   Serum zinc : menurun
§   Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
§   Prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
§   Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu

B.    `DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek samping ,
agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
C. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan resiko masuknya v  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
organisme patogen v  Knowledge : Infection control ·         Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Faktor-faktor resiko : v  Risk control lain
-          Prosedur Infasif Kriteria Hasil : ·         Pertahankan teknik isolasi
-          Ketidakcukupan pengetahuan untuk v  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi ·         Batasi pengunjung bila perlu
menghindari paparan patogen v  Mendeskripsikan proses penularan ·         Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
-          Trauma penyakit, factor yang mempengaruhi tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
-          Kerusakan jaringan dan peningkatan penularan serta penatalaksanaannya, meninggalkan pasien
paparan lingkungan v  Menunjukkan kemampuan untuk ·         Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
-          Ruptur membran amnion mencegah timbulnya infeksi tangan
-          Agen farmasi (imunosupresan) v  Jumlah leukosit dalam batas normal ·         Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
-          Malnutrisi v  Menunjukkan perilaku hidup sehat tindakan kperawtan
-          Peningkatan paparan lingkungan ·         Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
patogen pelindung
-          Imonusupresi ·         Pertahankan lingkungan aseptik selama
-          Ketidakadekuatan imum buatan pemasangan alat
-          Tidak adekuat pertahanan sekunder ·         Ganti letak IV perifer dan line central dan
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan dressing sesuai dengan petunjuk umum
respon inflamasi) ·         Gunakan kateter intermiten untuk
-          Tidak adekuat pertahanan tubuh menurunkan infeksi kandung kencing
primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, ·         Tingktkan intake nutrisi
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, ·         Berikan terapi antibiotik bila perlu
perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik) Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
-         Penyakit kronikhiperplasia dinding ·         Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
bronkus, alergi jalan nafas, asma. lokal
-         Obstruksi jalan nafas : spasme jalan ·         Monitor hitung granulosit, WBC
nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, ·         Monitor kerentanan terhadap infeksi
adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, ·         Batasi pengunjung
adanya eksudat di alveolus, adanya benda ·         Saring pengunjung terhadap penyakit menular
asing di jalan nafas. ·         Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
·         Pertahankan teknik isolasi k/p
·         Berikan perawatan kuliat pada area epidema
·         Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
·         Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
·         Dorong masukkan nutrisi yang cukup
·         Dorong masukan cairan
·         Dorong istirahat
·         Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
·         Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
·         Ajarkan cara menghindari infeksi
·         Laporkan kecurigaan infeksi
·         Laporkan kultur positif
2 Intoleransi aktivitas b/d fatigue NOC : NIC :
Definisi : Ketidakcukupan energu secara v Energy conservation Energy Management
fisiologis maupun psikologis untuk v Self Care : ADLs v  Observasi adanya pembatasan klien dalam
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
yang diminta atau aktifitas sehari hari. v Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa v  Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan
disertai peningkatan tekanan darah, nadi terhadap keterbatasan
Batasan karakteristik : dan RR. v  Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
a.       melaporkan secara verbal adanya v Mampu melakukan aktivitas sehari hari v  Monitor nutrisi  dan sumber energi tangadekuat
kelelahan atau kelemahan. (ADLs) secara mandiri v  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
b.      Respon abnormal dari tekanan darah emosi secara berlebihan
atau nadi terhadap aktifitas v  Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas
c.       Perubahan EKG yang menunjukkan v  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
aritmia atau iskemia pasien
d.      Adanya dyspneu atau
ketidaknyamanan saat beraktivitas. Activity Therapy
v  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
Faktor factor yang berhubungan : dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
·         Tirah Baring atau imobilisasi v  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
·         Kelemahan menyeluruh mampu dilakukan
·         Ketidakseimbangan antara suplei v  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
oksigen dengan kebutuhan yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
·         Gaya hidup yang dipertahankan. social
v  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
v  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
v  Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
v  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
v  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
v  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
v  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
v  Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
3 Resiko terhadap cedera/perdarahan yang Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti- v Gunakan semua tindakan untuk mencegah
berhubungan dengan penurunan jumlah bukti perdarahan perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
trombosit v Cegah ulserasi oral dan rectal

v Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan


injeksi

v Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut


v Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan
darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
v Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
v Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk
mengontrol perdarahan hidung

4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,
v  Fluid balance Fluid management
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini
v  Hydration ·         Timbang popok/pembalut jika diperlukan
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairanv  Nutritional Status : Food and Fluid ·         Pertahankan catatan intake dan output yang
dengan pengeluaran sodium Intake akurat
Kriteria Hasil : ·         Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
Batasan Karakteristik : v  Mempertahankan urine output sesuai mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ),
-    Kelemahan dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT jika diperlukan
-    Haus normal ·         Monitor vital sign
-    Penurunan turgor kulit/lidah v  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam ·         Monitor masukan makanan / cairan dan
-    Membran mukosa/kulit kering batas normal hitung intake kalori harian
-    Peningkatan denyut nadi, penurunan v  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, ·         Kolaborasikan pemberian cairan IV
tekanan darah, penurunan volume/tekanan Elastisitas turgor kulit baik, membran ·         Monitor status nutrisi
nadi mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang ·         Berikan cairan IV pada suhu ruangan
-    Pengisian vena menurun berlebihan ·         Dorong masukan oral
-    Perubahan status mental ·         Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
-    Konsentrasi urine meningkat ·         Dorong keluarga untuk membantu pasien
-    Temperatur tubuh meningkat makan
-    Hematokrit meninggi ·         Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
-    Kehilangan berat badan seketika (kecuali ·         Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
pada third spacing) muncul meburuk
·         Atur kemungkinan tranfusi
Faktor-faktor yang berhubungan: ·         Persiapan untuk tranfusi
-    Kehilangan volume cairan secara aktif
-    Kegagalan mekanisme pengaturan

5 Perubahan membran mukosa mulut : Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis v Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
stomatitis yang berhubungan dengan efek oral v Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator
samping agen kemoterapi berujung kapas, atau jari yang dibalut
kasa
v Berikan pencucian mulut yang sering dengan
cairan salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat
v Gunakan pelembab bibir
v Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak
kecil
v Berikan diet cair, lembut dan lunak
v Inspeksi mulut setiap hari
v Dorong masukan cairan dengan menggunakan
sedotan
v Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen
peroksida dan susu magnesi
v Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
v Berikan analgetik

6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh b/d pembatasan cairan, diit, v  Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
dan hilangnya protein Intake §  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk Kriteria Hasil : §  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
keperluan metabolisme tubuh. v  Adanya peningkatan berat badan sesuai jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik : dengan tujuan §  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
-    Berat badan 20 % atau lebih di bawah v  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi §  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
ideal badan vitamin C
-    Dilaporkan adanya intake makanan yang v  Mampu mengidentifikasi kebutuhan §  Berikan substansi gula
kurang dari RDA (Recomended Daily nutrisi §  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
Allowance) v  Tidak ada tanda tanda malnutrisi serat untuk mencegah konstipasi
-    Membran mukosa dan konjungtiva pucat v  Tidak terjadi penurunan berat badan §  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
-    Kelemahan otot yang digunakan untuk yang berarti dikonsultasikan dengan ahli gizi)
menelan/mengunyah §  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
-    Luka, inflamasi pada rongga mulut makanan harian.
-    Mudah merasa kenyang, sesaat setelah §  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
mengunyah makanan §  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
-    Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan §  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
makanan nutrisi yang dibutuhkan
-    Dilaporkan adanya perubahan sensasi
rasa Nutrition Monitoring
-    Perasaan ketidakmampuan untuk §  BB pasien dalam batas normal
mengunyah makanan §  Monitor adanya penurunan berat badan
-    Miskonsepsi §  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
-    Kehilangan BB dengan makanan cukup dilakukan
-    Keengganan untuk makan §  Monitor interaksi anak atau orangtua selama
-    Kram pada abdomen makan
-    Tonus otot jelek §  Monitor lingkungan selama makan
-    Nyeri abdominal dengan atau tanpa §  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama
patologi jam makan
-    Kurang berminat terhadap makanan §  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
-    Pembuluh darah kapiler mulai rapuh §  Monitor turgor kulit
-    Diare dan atau steatorrhea §  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
-    Kehilangan rambut yang cukup banyak patah
(rontok) §  Monitor mual dan muntah
-    Suara usus hiperaktif §  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
-    Kurangnya informasi, misinformasi kadar Ht
§  Monitor makanan kesukaan
Faktor-faktor yang berhubungan : §  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna §  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi jaringan konjungtiva
berhubungan dengan faktor biologis, §  Monitor kalori dan intake nuntrisi
psikologis atau ekonomi. §  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
§  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7 Nyeri NOC : NIC :


Definisi : v  Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak menyenangkan dan v  Pain control,
pengalaman emosional yang muncul secara v  Comfort level §  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau Kriteria Hasil : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi v  Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi
Studi Nyeri Internasional): serangan penyebab nyeri, mampu menggunakan §  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
mendadak atau pelan intensitasnya dari tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi §  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi nyeri, mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri pasien
§  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
dengan akhir yang dapat diprediksi dan v  Melaporkan bahwa nyeri berkurang §  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
dengan durasi kurang dari 6 bulan. dengan menggunakan manajemen nyeri §  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
Batasan karakteristik : v  Mampu mengenali nyeri (skala, tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-          Laporan secara verbal atau non intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) §  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
verbal v  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri menemukan dukungan
-          Fakta dari observasi berkurang §  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
-          Posisi antalgic untuk menghindari v  Tanda vital dalam rentang normal nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
nyeri kebisingan
-          Gerakan melindungi §  Kurangi faktor presipitasi nyeri
-          Tingkah laku berhati-hati §  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
-          Muka topeng non farmakologi dan inter personal)
-          Gangguan tidur (mata sayu, tampak §  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
capek, sulit atau gerakan kacau, intervensi
menyeringai) §  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
-          Terfokus pada diri sendiri §  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-          Fokus menyempit (penurunan §  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, §  Tingkatkan istirahat
penurunan interaksi dengan orang dan §  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
lingkungan) dan tindakan nyeri tidak berhasil
-          Tingkah laku distraksi, contoh : §  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau nyeri
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
-          Respon autonom (seperti diaphoresis, Analgesic Administration
perubahan tekanan darah, perubahan nafas, §  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
nadi dan dilatasi pupil) derajat nyeri sebelum pemberian obat
-          Perubahan autonomic dalam tonus §  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke frekuensi
kaku) §  Cek riwayat alergi
-          Tingkah laku ekspresif (contoh : §  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
gelisah, merintih, menangis, waspada, dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) §  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
-          Perubahan dalam nafsu makan dan beratnya nyeri
minum §  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Faktor yang berhubungan : §  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) pengobatan nyeri secara teratur
§  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
§  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
§  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

8 Kerusakan intergritas kulit b/d edema dan NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC : Pressure Management
menurunnya tingkat aktivitas Membranes §  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Definisi : Perubahan pada epidermis dan Kriteria Hasil : yang longgar
dermis v  Integritas kulit yang baik bisa §  Hindari kerutan padaa tempat tidur
dipertahankan (sensasi, elastisitas, §  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Batasan karakteristik : temperatur, hidrasi, pigmentasi) §  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
-          Gangguan pada bagian tubuh v  Tidak ada luka/lesi pada kulit jam sekali
-          Kerusakan lapisa kulit (dermis) v  Perfusi jaringan baik §  Monitor kulit akan adanya kemerahan
-          Gangguan permukaan kulit v  Menunjukkan pemahaman dalam proses §  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
(epidermis) perbaikan kulit dan mencegah terjadinya yang tertekan
Faktor yang berhubungan : sedera berulang §  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Eksternal : v  Mampu melindungi kulit dan §  Monitor status nutrisi pasien
-          Hipertermia atau hipotermia mempertahankan kelembaban kulit dan §  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
-          Substansi kimia perawatan alami
-          Kelembaban udara
-          Faktor mekanik (misalnya : alat yang
dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
-          Immobilitas fisik
-          Radiasi
-          Usia yang ekstrim
-          Kelembaban kulit
-          Obat-obatan

Internal :
-          Perubahan status metabolik
-          Tulang menonjol
-          Defisit imunologi
-          Faktor yang berhubungan dengan
perkembangan
-          Perubahan sensasi
-          Perubahan status nutrisi (obesitas,
kekurusan)
-          Perubahan status cairan
-          Perubahan pigmentasi
-          Perubahan sirkulasi
-          Perubahan turgor (elastisitas kulit)
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 11/06/2021
Tanggal Praktek : 11-14/06/2021

1. Identitas Pasien
a. Nomor Rekam Medis : 00741920
b. Nama Pasien : H.N
c. Nama Panggilan :H
d. Tempat/tanggal lahir : Manado/16 Agustus 2010
e. Umur : 10 tahun
f. Jenis Kelamin : Laki-laki
g. Bahasa yang dimengerti : Melayu Manado
h. Diagnosis Medis : Leukemia Limfoblastik Akut

2. Identitas Orang tua/wali


a. Nama Ayah/Ibu/Wali : Ny. A
b. Pekerjaan Ayah/Ibu/Wali : IRT
c. Pendidikan : SMA
d. Alamat Ayah/Ibu/Wali : Malalayang, Kota Manado

3. Keluhan Utama
Nyeri pada tulang belakang sampai ke pundak
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 09/06/21 dengan keluhan nyeri pada tulang
belakang sampai ke pundak. Saat dikaji (11/06/21) pasien tampak meringis, skala
nyeri sedang (3), nyeri dirasakan terutama ketika pasien bergerak. Ibu pasien
mengatakan pasien sebelumnya pernah menjalani perawatan dan kemoterapi akibat
penyakit yang sama pada tahun 2014, lalu berhenti karena merasa anak H.N sudah
mulai sembuh. Pada tahun 2015 pasien menjalani perawatan dan kemoterapi kembali
sampai selesai. Kemudian pada tahun 2017 pasien kembali menjalani perawatan dan
kemoterapi sampai tahun 2019. Pada tanggal 17/05/21 ibu pasien mengatakan anak
H.N mulai mengeluh lemah badan disertai kemerahan pada pelipis mata, kemudian
anak H.N dibawa kembali ke rumah sakit untuk diperiksa dan dinyatakan kambuh
kembali dengan penyakit yang sama.
5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Prenatal
Keluhan saat hamil : Mual
Tempat ANC : Puskesmas
Nutrisi saat hamil : Ibu pasien mendapatkan nutrisi yang cukup
Usia kehamilan : Postterm
Obat yang diminum : Vitamin
b. Perinatal
Tindakan persalinan : SC
Tempat bersalin : Rumah Sakit
Obat-obatan : Tidak diketahui pasien
c. Postnatal
Kondisi kesehatan : Ibu pasien mengatakan saat melahirkan anak H.N
mengalami aspirasi air ketuban, anak H.N kemudian dirawat menggunakan
inkubator
APGAR score : Ibu pasien mengatakan tidak ingat, namun saat lahir
anak dapat bernapas dan menangis spontan.
BB lahir : 2.600 gram
PB lahir : 50 cm
d. Penyakit yang pernah diderita
Ibu pasien mengatakan anak H.N sudah beberapa kali kambuh dengan penyakit
yang sama
e. Hospitalisasi/tindakan operasi
Ibu pasien mengatakan anak H.N sudah beberapa kali dirawat dan menjalani
pengobatan kemoterapi
f. Injury/kecelakaan
Ibu pasien mengatakan anak H.N tidak pernah mengalami injuri atau kecelakaan
g. Alergi
Ibu pasien mengatakan anak R.W tidak memiliki riwayat alergi makanan atau
obat
h. Imunisasi dan tes laboratorium
Ibu pasien mengatakan anak R.W mendapatkan imunisasi lengkap
6. Riwayat Keluarga
Ibu pasien mengatakan dalam keluarga tidak terdapat anggota keluarga yang mengidap
penyakit yang sama dengan anak R.W. tidak terdapat juga riwayat penyakit kronis
dalam keluarga.

Keterangan:

: Laki-laki : Perempuan : Pasien

: Perempuan Meninggal : Laki-laki meniggal ------ : Tinggal serumah


7. Riwayat Sosial
a. Pengasuh : Orang tua
b. Hubungan dengan keluarga : Baik, komunikasi anak dan orang tua
tampak berbicara dengan ramah dan harmonis
c. Hubungan dengan teman sebaya : Ibu pasien mengatakan anak dapat bergaul
dengan baik dengan teman-teman sekolah maupun sekitar lingkungan
d. Pembawaan secara umum : Anak dapat bercengkrama dengan baik
bersama dengan orang tua dan saudara yang menjaga
8. Keadaan Kesehatan Saat Ini
a. Diagnosa Medis
Leukemia Limfoblastik Akut
b. Tindakan Operasi
Tidak ada
c. Obat-obatan

No Nama Obat Dosis Frekuensi Cara

1 MTX 15 mg Singel IT

2 Vinkristin 1,71 mg Singel IV

3 Doksorubisin 22,8 mg Singel IV

4 Midazaam 25 mg IV

5 Ondansentron 8 mg K/p IV

6 Divenhidramin 25 mg K/p IV

7 Dexamethasone 4½- 4½- 4½ /8 jam PO

8 Parasetamol 500 mg /4 jam PO

9 IVFD D5 ½ NS 8,917 /menit IV

d. Tindakan keperawatan
Pemantauan TTV, terapi cairan, kolaborasi pemberian kemoterapi, kolaborasi
pemberian terapi
9. Pengkajian Pola Kesehatan Klien Saat Ini
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Ibu pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, ibu pasien
mengatakan selalu mempertahankan kesehatan dengan melakukan anjuran tenaga
kesehatan Puskesmas setempat. Ketika ada permasalahan kesehatan selalu kontrol
ke Puskesmas atau dokter praktik terdekat.
b. Nutrisi
Ibu pasien mengatakan pasien pasien makan 3 kali sehari, pasien makan makanan
yang diberikan rumah sakit, pasien mengalami penurunan nafsu makan. Ibu pasien
mengatakan anak H.N muntah sebanyak 2 kali pada malam sebelumnya setelah
kemoterapi
c. Cairan
Pasien minum air sebanyak 6-8 kali sehari, pasien minum dibantu keluarga
d. Aktivitas
Pasien merasa lemah badan dan tidak dapat berjalan sehingga pasien hanya banyak
menghabiskan waktu berbaring, aktivitas pasien dibantu seluruhnya oleh keluarga.
e. Tidur dan istirahat
Pasien tidur 4-5 jam saat malam, saat siang hari 1 jam. Pasien tidak mengalami
kesulitan saat tidur.
f. Eliminasi
Pasien belum BAB 3-4 hari sekali, malam sebelum pengkajian pasien BAB sekali,
pasien BAK 5-6 kali sehari.
g. Pola hubungan
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan anggota keluarga
h. Kognitif dan persepsi
Pasien tidak mengalami gangguan kognitif, pasien sadar penuh, tidak terdapat
gangguan pada fungsi persepsi sensori
i. Konsep diri
Pasien menganggap dirinya berharga di mata keluarga, tidak ada yang dikeluhkan
dari diri pasien
j. Nilai
Pasien beragama Kristen Protestan, ibu pasien mengatakan anaknya sering
mengikuti ibadah rutin yang diselenggarakan gereja. Pasien yakin akan sembuh
dan kembali beraktivitas seperti biasa.
10. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum

Tingkat kesadaran : Compos Mentis

TTV :

Nadi: 100 kali/menit, Suhu: 36,6ºC, RR: 24 kali/menit, TD: 90/60 mmHg

Respon nyeri : Pasien dapat merespon dan melokalisir rangsangan nyeri

BB: 34,6 kg, TB: 135 cm, IMT: 18,9 (IMT/U: Normal)

b. Kulit
Tampak bintik kemerahan tangan, kaki, dan perut. Tidak perlukaan, terdapat lebam
kebiruan pada kedua lengan, turgor kulit normal, teraba hangat.
c. Kepala
Bentuk normosefalik, simetris, tidak ada pembengkakkan
d. Mata
Konjungtiva anemis, sklera putih
e. Telinga
Bentuk normal, tidak ada pengeluaran cairan abnormal
f. Hidung
Bentuk normal, tidak ada perdarahan
g. Mulut
Mukosa lembab, tidak ada perdarahan
h. Leher
Normal, tidak ada pembengkakkan
i. Dada
Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada bunyi napas tambahan, bunyi
jantung normal terdengar, reguler.
j. Abdomen
Bentuk datar, tidak ada perubahan warna, bising usus 12 kali/menit
k. Genetalia
Tidak dikaji
l. Anus dan rectum
Tidak dikaji
m. Muskuloskeletal
Kekuatan otot ekstremitas atas 4/4, ekstremitas bawah 4/4
n. Neurologi
Pasien sadar penuh, refleks patologi babinski kiri dan kanan positif.
11. Pemeriksaan Perkembangan
Tidak dapat dilakukan anak sudah berusia 10 tahun
12. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang
Aspirasi Sumsum Tulang (18/05/2021)
Kesimpulan: Gambaran ini mengarah ke Leukemia Limfoblastik Akut

Hitung Jenis Total (%) Nilai Normal (%)

Granulopoiesis

Lymfoblast 85 0-1

Promielosit 0 1-5

Mielosit 0 2-10

Metamielosit 0 5-15

Batang 3 10-40

Segmen 1 10-30

Basofil 0 0-1

Eosinofil 1,5 0-3

Rubriblas 0 0-1
Prorubrisit 0 1-4

Rubrisit 2 10-20

Metarubrisit 0,5 5-10

Monosit 0 0-2

Limfosit 7 5-15

Plasmosit 0 0-1

Histiosit

Rasio M : E 39 : 1 2-4 : 1

Laboratorium Darah Lengkap (09/06/2021)

Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi

Leukosit 78,2 5,0-13,0 10^3/uL

Eritrosit 4,31 4,00-5,20 10^6/uL

Hemoglobin 12,1 11,5-15,5 g/dL

Hematokrit 34,2 35,0-45,0 %

Trombosit 37 170-450 10^3/uL

MCH 28,1 25,0-33,0 Pg

MCHC 35,4 31,0-37,0 g/dL

001 Eosinofil 0 1-5 %

002 Basofil 0 0-1 %

003 Netrofil Batang 1 2-8 %

004 Netrofil Segmen 55 50-70 %


005 Limfosit 27 20-40 %

006 Monosit 17 2-8 %

MCV 79,4 77,0-95,0 fL

Kimia Klinik

SGOT 74 <33 U/L

SGPT 61 <43 U/L

Ureum darah 16 10-40 mg/dL

Kreatintin darah 0,4 0,5-1,5 mg/dL

Klorida darah 98,4 98,0-109,0 mEq/L

Kalium darah 3,57 3,50-5,30 mEq/L

Natrium darah 123 135-153 mEq/L

Kalsium 10,41 8,10-10,40 mg/dL

13. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Data Subjektif: Agen pencedera fisiologis Nyeri Akut


Pasien mengeluh nyeri pada (neoplasma)
tulang belakang sampai ke
pundak. nyeri dirasakan terutama
ketika pasien bergerak

Data Objektif:
Skala nyeri sedang (3)
Pasien tampak meringis
Aspirasi Sumsum Tulang
(18/05/2021) Kesimpulan:
Gambaran ini mengarah ke
Leukemia Limfoblastik Akut

Data Subjektif: Kondisi fisiologis Keletihan


Pasien mengeluh lemah badan (penyakit kronis)

Data Objektif:
Pasien tidak dapat beraktivitas
mandiri
Aktivitas dibantu keluarga.
Pasien hanya dapat berbaring di
tempat tidur
Aspirasi Sumsum Tulang
(18/05/2021) Kesimpulan:
Gambaran ini mengarah ke
Leukemia Limfoblastik Akut

Faktor Risiko: - Risiko Infeksi


Ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder: Leukopenia
Eosinofil: 0%
Leukosit: 78,2 10^3/uL

Faktor Risiko: - Risiko Perdarahan


Gangguan koagulasi:
trombositopenia
Trombosit 37 10^3/uL

Faktor Risiko: - Risiko Defisit Nutrisi


Ketidakmampuan mencerna
makanan: pasien mengalami
penurunan nafsu makan. Ibu
pasien mengatakan anak H.N
muntah sebanyak 2 kali pada
malam sebelumnya setelah
kemoterapi

14. Patoflow Kasus

Faktor Risiko: Kelainan kromosom,


bahan kimia, hormon, infeksi
Profelasi lokal sel neoplastik dalam
sumsum tulang

Akut limfoblastik
leukimia

Proliferasi sel darah


putih imatur

Imunosupresi Pansitopeni Kemoterapi


sumsum tulang

Nyeri akut Leukopeni Asam lambung ↑

Agropulositosis Mual muntah

Risiko Infeksi
Trombositopen Risiko Defisit Nutrisi
ia

Faktor Kelemahan
pembekuan ↓

Keletihan
Risiko
Perdarahan
B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (neoplasma) dibuktikan
dengan:
Data Subjektif:
Pasien mengeluh nyeri pada tulang belakang sampai ke pundak. nyeri dirasakan terutama
ketika pasien bergerak
Data Objektif:
Skala nyeri sedang (3)
Pasien tampak meringis
Aspirasi Sumsum Tulang (18/05/2021) Kesimpulan: Gambaran ini mengarah ke Leukemia
Limfoblastik Akut
2. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis (penyakit kronis) dibuktikan dengan:
Data Subjektif:
Pasien mengeluh lemah badan
Data Objektif:
Pasien tidak dapat beraktivitas mandiri
Aktivitas dibantu keluarga.
Pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur
Aspirasi Sumsum Tulang (18/05/2021) Kesimpulan: Gambaran ini mengarah ke Leukemia
Limfoblastik Akut
3. Risiko Infeksi dibuktikan dengan:
Faktor Risiko:
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: Leukopenia
Eosinofil: 0%
Leukosit: 78,2 10^3/uL
4. Risiko Perdarahan dibuktikan dengan:
Faktor Risiko:
Gangguan koagulasi: trombositopenia
Trombosit 37 10^3/uL
5. Risiko Defisit Nutrisi dibuktikan dengan:
Faktor Risiko:
Ketidakmampuan mencerna makanan: pasien mengalami penurunan nafsu makan. Ibu
pasien mengatakan anak H.N muntah sebanyak 2 kali pada malam sebelumnya setelah
kemoterapi
C. Intervensi

Diagnosis Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)

Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


dengan agen pencedera intervensi
fisiologis (neoplasma) keperawatan Observasi
dibuktikan dengan: selama 3 hari 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Data Subjektif: diharapkan frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri
Pasien mengeluh nyeri Tingkat Nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
pada tulang belakang menurun dengan 3. Monitor keberhasilan terapi komplementer
sampai ke pundak. nyeri kriteria hasil: yang sudah diberikan
dirasakan terutama ketika 1. Keluhan nyeri
Terapeutik
pasien bergerak menurun (nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Data Objektif: ringan)
mengurangi rasa nyeri
Skala nyeri sedang (3) 2. Meringis
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Pasien tampak meringis menurun
nyeri
Aspirasi Sumsum Tulang
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
(18/05/2021)
Kesimpulan: Gambaran Edukasi
ini mengarah ke 7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Leukemia Limfoblastik 8. Anjurkan menggunakan analgetik secara
Akut tepat
9. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian analgetik

Keletihan berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Energi


dengan kondisi fisiologis intervensi
(penyakit kronis) keperawatan Observasi
dibuktikan dengan: selama 3 hari 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Data Subjektif: diharapkan mengakibatkan kelelahan
Pasien mengeluh lemah Konservasi Energi 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
badan menurun dengan 3. Monitor pola dan jam tidur
Data Objektif: kriteria hasil: 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Pasien tidak dapat 1. Pembatasan selama melakukan aktivitas
beraktivitas mandiri energi
Terapeutik
Aktivitas dibantu meningkat
5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
keluarga. 2. Pembatasan
stimulus (cahaya, suara, kunjungan)
Pasien hanya dapat aktivitas
6. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
berbaring di tempat tidur meningkat
tidak dapat berpindah atau berjalan
Aspirasi Sumsum Tulang
(18/05/2021) Edukasi
Kesimpulan: Gambaran 7. Anjurkan tirah baring
ini mengarah ke 8. Anjurkan melakukan aktivitas secara
Leukemia Limfoblastik bertahap
Akut
Kolaborasi
9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

Risiko Infeksi dibuktikan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


dengan: intervensi Observasi
Faktor Risiko: keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Ketidakadekuatan selama 3 hari
pertahanan tubuh diharapkan Terapeutik
sekunder: Leukopenia Tingkat Infeksi 2. Batasi jumlah pengunjung
Eosinofil: 0% menurun dengan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Leukosit: 78,2 10^3/uL kriteria hasil: dengan lingkungan pasien
1. Kebersihan 4. Pertahankan teknik aseptik
tangan
Edukasi
meningkat
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Kebersihan
6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
badan
7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan
meningkat
cairan
3. Kadar leukosit
membaik (5,0- Kolaborasi
13,0 10^3/uL) 8. Kolaborasi pemberian antibiotik
Risiko Perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan
dibuktikan dengan: intervensi Observasi
Faktor Risiko: keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Gangguan koagulasi: selama 3 hari 2. Monitor nilai hematokrit /hemoglobin
trombositopenia diharapkan 3. Monitor tanda-tanda vital
Trombosit 37 10^3/uL Tingkat 4. Monitor koagulasi
Perdarahan
menurun dengan Terapeutik
kriteria hasil: 5. Pertahanakan tirah baring
1. Trombosit 6. Batasi tindakan invasif
membaik (170-
Edukasi
450 10^3/uL)
7. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
8. Anjurkan meningkatakan asupan cairan
oral
9. Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
11. Kolaborasi pemberian produk darah, jika
perlu

Risiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


dibuktikan dengan: intervensi
keperawatan Observasi
Faktor Risiko: selama 3 hari 1. Identifikasi status nutrisi
Ketidakmampuan diharapkan Status 2. Identifikasi makanan yang disukai
mencerna makanan: Nutrisi membaik 3. Monitor berat badan
pasien mengalami dengan kriteria 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
penurunan nafsu makan. hasil:
Ibu pasien mengatakan 1. Porsi makan Terapeutik
anak H.N muntah yang 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
sebanyak 2 kali pada dihabiskan protein
malam sebelumnya meningkat 6. Berikan makanan tinggi serat
setelah kemoterapi 2. Nafsu makan
Edukasi
membaik
7. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
8. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
sebelum makan (pereda nyeri, antiemetik)
jika perlu
D. Implementasi
Jumat, 11 Juni 2021
Dx Waktu Implementasi Evaluasi

1 08:00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri 14:00
Mengidentifikasi skala nyeri Subjektif:
Hasil: Pasien mengeluh nyeri pada tulang belakang dan punggung, nyeri dirasakan Pasien masih mengeluh nyeri pada tulang belakang
terutama ketika bergerak, nyeri hilang timbul, skala nyeri 3 (sedikit nyeri) dan punggung, nyeri dirasakan terutama ketika
bergerak, nyeri hilang timbul, skala nyeri 2 (sedikit
08:05 Mengajarkan teknik nonfarmakologis relaksasi napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri)
nyeri
Hasil: pasien dapat mengikuti anjuran yang dibeirkan Objektif:
Pasien tampak meringis
08:15 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri Tampak diaforesis
Hasil: Suhu diatur 20ºC, pengungjung dan penjaga pasien dibatas 1 orang
Assessment:
08:16 Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat dan tidur Keluhan nyeri belum menurun
Hasil: pasien dan keluarga bersedia untuk melakukan anjuran yang diberikan Meringis belum menurun

08:18 Planning:
Melayani pemberian analgetik Manajemen Nyeri
Hasil: Pasien diberikan obat Parasetamol 500 mg peroral
Observasi
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Menganjurkan menggunakan analgetik secara tepat kualitas, dan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
8. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik
2 08:00 Memonitor kelelahan fisik dan emosional 14:00
Hasil: Pasien mengeluh lemah badan, ibu pasien mengatakan anak H.N tidak dapat Subjektif:
bejalan dan mengeluh lemah badan Pasien masih mengeluh lemah badan

08:05 Memonitor pola dan jam tidur Objektif:


Hasil: Ibu pasien mengatakan pasien tidur 4-5 jam saat malam, saat siang hari 1 jam. Pasien tidak dapat beraktivitas mandiri
Pasien tidak mengalami kesulitan saat tidur. Aktivitas dibantu keluarga.
Pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur
08:06 Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Hasil: Pasien mengeluh nyeri pada tulang belakang dan lemah badan, sehingga tidak Assessment:
dapat melakukan aktivitas dan hanya berbaring di tempat tidur Pembatasan energi meningkat
Pembatasan aktivitas meningkat
08:15 Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (cahaya, suara, kunjungan)
Hasil: Cahaya lampu dimatikan, jumlah pengunjung dibatasi, pasien dianjurkan Planning:
untuk beristirahat Manajemen Energi

08:16 Menganjurkan tirah baring Observasi


Hasil: Keluarga pasien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Monitor pola dan jam tidur
12:00 3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Memberikan makanan: kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan melakukan aktivitas
asupan makanan
Hasil: Pasien diberikan makanan sesuai dengan anjuran dietisien Terapeutik
4. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(cahaya, suara, kunjungan)
Edukasi
5. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
3 08:00 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien 19:00
Hasil: mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir 6 langkah Subjektif:
Pasien mengatakan sudah mengikuti anjuran yang
08:06 Memonitor tanda dan gejala infeksi diberikan untuk rajin mencuci tangan dan
Hasil: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, suhu tubuh 36,6ºC menggunakan masker saat beraktivitas di luar
ruangan
08:15 Membatasi jumlah pengunjung
Hasil: Jumlah pengunjung dibatasi, penjaga pasien hanya satu orang Objektif:
Tidak ada tanda-tanda infeksi
09:00 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi Suhu tubuh 36,7ºC
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan dapat mengulangi penjelasan yang diberikan
mengenai infeksi Assessment:
Kebersihan tangan meningkat
09:05 Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar dan selalu menggunakan masker Kebersihan badan belum meningkat
saat keluar
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan dapat mempraktikan cara mencuci tangan 6 Planning:
langkah
Pencegahan Infeksi
09:10 Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran
Terapeutik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Anjurkan mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan masker
7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

4 08:00 Memonitor tanda dan gejala perdarahan 14:00


Hasil: Tampak ekimosis pada lengan, tampak bintik kemerahan tangan, kaki, dan Subjektif:
perut Keluarga pasien mengatakan sudah mengikuti
anjuran yang diberikan untuk meningkatkan asupan
08:05 Memonitor tanda-tanda vital cairan oral dan mempertahanakan tirah baring
Hasil: Nadi: 100 kali/menit, Suhu: 36,6ºC, RR: 24 kali/menit, TD: 90/60 mmHg
Objektif:
08:16 Menganjurkan untuk mempertahanakan tirah baring Terdapat ekimosisi pada lengan, tampak bintik
Hasil: Keluarga mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran kemerahan tangan, kaki, dan perut

09:15 Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan Assessment:


Hasil: keluarga pasien mengerti dan dapat menjelaskan kembali tanda dan gejala Trombosit belum dapat dievaluasi
perdarahan
Planning:
09:17 Menganjurkan meningkatakan asupan cairan oral Pencegahan Perdarahan
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran Observasi
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
09:20 Menganjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan 2. Monitor nilai hematokrit /hemoglobin
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran 3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor koagulasi
Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
Terapeutik
Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu 5. Pertahanakan tirah baring
Monitor koagulasi 6. Batasi tindakan invasif
Edukasi
7. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
8. Anjurkan meningkatakan asupan cairan oral
9. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
11. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

5 08:00 Melayani pemberian terapi: Ondansentron 8 mg 14:00


Hasil: Obat masuk lewat IV Subjektif:
Keluarga pasien mengatakan anak H.N dapat makan
08:05 Mengidentifikasi status nutrisi setengah porsi, nafsu makan pasien belum membaik
Hasil: BB: 34,6 kg, TB: 135 cm, IMT: 18,9 (IMT/U: Normal)
Objektif:
10:00 Menganjurkan untuk memberikan makanan tinggi serat Makananan dihabiskan setengah porsi
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran
Assessment:
12:00 Memberikan makanan sesuai anjuran anjuran dietisien Porsi makana belum dihabiskan
Hasil: Makan dihabiskan setengah porsi Nafsu makan belum membaik

Monitor berat badan Planning:


Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Manajemen Nutrisi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan makanan tinggi serat Observasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu 1. Identifikasi status nutrisi
Ajarkan diet yang diprogramkan 2. Monitor berat badan
3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum sebelum makan (pereda nyeri, antiemetik)
jika perlu Terapeutik
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Berikan makanan tinggi serat
Edukasi
6. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum sebelum
makan (pereda nyeri, antiemetik) jika perlu

Implementasi
Sabtu, 12 Juni 2021
Dx Waktu Implementasi Evaluasi

1 07:00 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri 14:00
Mengidentifikasi skala nyeri Subjektif:
Hasil: Pasien mengeluh nyeri pada tulang belakang dan punggung, nyeri dirasakan Pasien masih mengeluh nyeri pada tulang belakang
terutama ketika bergerak, nyeri hilang timbul, skala nyeri 3 (sedikit nyeri) dan punggung, nyeri dirasakan terutama ketika
bergerak, nyeri hilang timbul, skala nyeri 2 (sedikit
07:05 Mengajarkan teknik nonfarmakologis relaksasi napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri)
nyeri
Hasil: pasien dapat mengikuti anjuran yang dibeirkan Objektif:
Pasien tampak meringis
07:15 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri Tampak diaforesis
Hasil: Suhu diatur 20ºC, pengungjung dan penjaga pasien dibatas 1 orang
Assessment:
07:16 Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat dan tidur Keluhan nyeri belum menurun
Hasil: pasien dan keluarga bersedia untuk melakukan anjuran yang diberikan Meringis belum menurun

10:00 Planning:
Melayani pemberian analgetik Manajemen Nyeri
Hasil: Pasien diberikan obat Parasetamol 500 mg peroral
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, dan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
8. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik
2 07:00 Memonitor kelelahan fisik dan emosional 14:00
Hasil: Pasien mengeluh lemah badan, ibu pasien mengatakan anak H.N tidak dapat Subjektif:
bejalan dan mengeluh lemah badan Pasien masih mengeluh lemah badan

07:03 Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Objektif:


Hasil: Pasien mengeluh nyeri pada tulang belakang dan lemah badan, sehingga tidak Pasien tidak dapat beraktivitas mandiri
dapat melakukan aktivitas dan hanya berbaring di tempat tidur Aktivitas dibantu keluarga.
Pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur
07:15 Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (cahaya, suara, kunjungan)
Hasil: Cahaya lampu dimatikan, jumlah pengunjung dibatasi, pasien dianjurkan Assessment:
untuk beristirahat Pembatasan energi meningkat
Pembatasan aktivitas meningkat
07:16 Menganjurkan tirah baring
Hasil: Keluarga pasien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan Planning:
Manajemen Energi
12:00
Memberikan makanan: kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan Observasi
asupan makanan 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Hasil: Pasien diberikan makanan sesuai dengan anjuran dietisien 2. Monitor pola dan jam tidur
3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
4. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(cahaya, suara, kunjungan)
Edukasi
5. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

3 07:00 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien 19:00
Hasil: mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir 6 langkah Subjektif:
Pasien mengatakan sudah mengikuti anjuran yang
07:06 Memonitor tanda dan gejala infeksi diberikan untuk rajin mencuci tangan dan
Hasil: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, suhu tubuh 36,6ºC menggunakan masker saat beraktivitas di luar
ruangan
07:15 Membatasi jumlah pengunjung
Hasil: Jumlah pengunjung dibatasi, penjaga pasien hanya satu orang Objektif:
Tidak ada tanda-tanda infeksi
07:00 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi Suhu tubuh 36,7ºC
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan dapat mengulangi penjelasan yang diberikan
mengenai infeksi Assessment:
Kebersihan tangan meningkat
07:03 Menganjurkan mencuci tangan dengan benar dan selalu menggunakan masker saat Kebersihan badan belum meningkat
keluar
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan dapat mempraktikan cara mencuci tangan 6 Planning:
langkah
Pencegahan Infeksi
07:10 Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran
Terapeutik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Anjurkan mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan masker
7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

4 07:00 Memonitor tanda dan gejala perdarahan 14:00


Hasil: Tampak ekimosis pada lengan, tampak bintik kemerahan tangan, kaki, dan Subjektif:
perut. Tampak epistaksis dari lubang hidung sebelah kanan Keluarga pasien mengatakan sudah mengikuti
anjuran yang diberikan untuk meningkatkan asupan
cairan oral dan mempertahanakan tirah baring
07:05 Memonitor tanda-tanda vital
Hasil: Nadi: 102 kali/menit, Suhu: 36,8ºC, RR: 22 kali/menit, TD: 90/70 mmHg Objektif:
Terdapat ekimosisi pada lengan, tampak bintik
07:15 Menganjurkan untuk mempertahanakan tirah baring kemerahan tangan, kaki, dan perut
Hasil: Keluarga mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran
Assessment:
07:16 Menjelaskan tanda dan gejala perdarahan Trombosit belum dapat dievaluasi
Hasil: keluarga pasien mengerti dan dapat menjelaskan kembali tanda dan gejala
perdarahan Planning:
Pencegahan Perdarahan
09:17 Menganjurkan meningkatakan asupan cairan oral Observasi
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor nilai hematokrit /hemoglobin
09:20 Menganjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan 3. Monitor tanda-tanda vital
Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran 4. Monitor koagulasi

11:00 Melayani pemberian produk darah: Trombosit Concentrate Terapeutik


Hasil: Produk darah diberikan sebanyak 250cc (5 kantong) 5. Pertahanakan tirah baring
6. Batasi tindakan invasif
Edukasi
7. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
8. Anjurkan meningkatakan asupan cairan oral
9. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
11. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

5 08:00 Melayani pemberian terapi: Ondansentron 8 mg 14:00


Hasil: Obat masuk lewat IV
Subjektif:
Menganjurkan untuk memberikan makanan tinggi serat Keluarga pasien mengatakan anak H.N dapat makan
08:05 Hasil: Keluarga pasien mengerti dan akan melakukan sesuai anjuran setengah porsi, nafsu makan pasien belum membaik

Memberikan makanan sesuai anjuran anjuran dietisien Objektif:


12:00 Hasil: Makan dihabiskan setengah porsi Makananan dihabiskan setengah porsi

Assessment:
Porsi makana belum dihabiskan
Nafsu makan belum membaik

Planning:
Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Monitor berat badan
3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Berikan makanan tinggi serat
Edukasi
6. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum sebelum
makan (pereda nyeri, antiemetik) jika perlu
JURNAL PENELITIAN
Judul Penelitian:

Pengaruh Mendongeng Pada Kondisi Nyeri Penderita Leukemia di Ruang Rawat Inap
Hematologi Onkologi Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya

Penulis: Ida Ayu Putu Asthi D.* Endang Warsiki** Maria C. Shanty Larasati***

* Dokter, peserta PPDS I Psikiatri FK Unersitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya ** Guru
Besar, Psikiater Konsultan, Staf Pengajar Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya *** Dokter Spesialis Anak, Staf Pengajar
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

P I C O
(Problem) (Intervention) (Comparative) (Outcome)
Kanker yang paling sering Penelitian ini merupakan Terdapat Pengukuran tingkat nyeri
ditemukan pada anak adalah studi eksperimental kelompok setelah mendongeng pada
Leukemia. Prevalensi penderita klinis. Leukemia anak kontrol kelompok kontrol dan
leukemia yang dirawat di RSUD diukur skala nyerinya sebanyak 12 kelompok perlakuan
Dr Soetomo sebesar 50% dimana menggunakan Wong sampel yang didapatkan perbedaan yang
jumlah penderita leukemia terus Baker Pain Scale. Subyek tidak bermakna (p=0,002).
meningkat setiap tahunnya. Salah yang memenuhi kriteria diberikan
Mendongeng dapat
satu gejala yang dirasakan pada inklusi dibagi menjadi 2 intervensi
menurunkan tingkat nyeri
anak dengan leukemia adalah kelompok yaitu mendongeng
penderita Leukemia anak
nyeri. Kondisi nyeri pada anak kelompok perlakuan akan
yang dirawat di Ruang
yang dirasakan akan berpengaruh mendapatkan
Rawat Inap Hematologi
secara emosional, fisik, kognitif, mendongeng dan
Onkologi RSUD Dr
dan sosial.Metode bermain kelompok kontrol. Data
Soetomo Surabaya.
diantaranya mendongeng dapat dianalisis dengan
digunakan untuk meningkatkan menggunakan uji statistic
ketrampilan koping yang adaptif, komparasi uji Chi
mengalihkan rasa sakitnya Squaredan uji Mann-
(distraksi) pada permainannya dan Whitney dengan α=0,05.
relaksasi melalui kesenangannya Didapatkan 24 subyek
sehingga dapat mengurangi rasa yang mengikuti prosedur
nyeri dengan meningkatkan penelitian, dibagi secara
efektivitas terapi farmakologis. acak ke dalam kelompok
Tujuan:Mengetahui pengaruh kontrol (n=12) dan
mendongeng terhadap kondisi kelompok perlakuan
nyeri pada leukemia anak yang (n=12).
dirawat di Ruang Rawat Inap
Hematologi Onkologi Anak RSUD
Dr. Soetomo Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2. Tucke
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults. Hematol
Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PAPoplack DG,
eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-90.3.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-based
guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-Term Follow-Up
Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J
Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa
Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta :
Salemba Medika; 2001.
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002,   NANDA

Anda mungkin juga menyukai