Disusun Oleh:
MANADO 2021
Laporan Pendahuluan Leukemia Limfoblastik Akut
A. Definisi
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang yang
ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih secara tidak teratur dan tidak terkendali dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi (Permono dan Ugrasena, 2010).
Leukimia limfoblastik akut merupakan leukemia yang berasal dari sel induk limfoid dimana
terjadi proliferasi monoklonal dan ekspansi progresif dari progenitor limfosit B dan T yang
imatur dalam sumsum tulang dan beredar secara sistemik. Proliferasi dan akumulasi dari sel
leukemia menyebabkan penekanan dari hematopoesis normal (Piatkowska dan Styczynski,
2010). Leukemia limfositik akut merupakan penyakit keganasan sel-sel darah yang berasal
dari sum-sum tulang dan ditandai dengan proliferasi maligna sel leukosit immaturea, pada
darah tapi terlihat adanya pertumbuhan sel-sel yang abnormal (Friehlig et al, 2015). Sel
leukosit dalam darah penderita leukemia berproliferasi secara tidak teratur dan menyebabkan
perubahan fungsi menjadi tidak normal sehingga mengganggu fungsi sel normal lain
(Permono, 2012).
B. Epidemiologi
Leukemia limfoblastik akut merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada anak yaitu
25-30% dari seluruh kanker pada anak dan merupakan 78% dari seluruh leukemia pada anak.
Insidens LLA semakin meningkat setiap tahun dan ditunjukkan pada Gambar 2.1
(Howlander dkk., 2013; Siegel dkk., 2013; Ward dkk., 2014). Insidens LLA di Eropa Barat
adalah 4/100.000 anak dan 3-3,5/100.000 anak di Eropa timur (Coebergh, 2006). Insidens
LLA di Amerika Serikat mencapai 3/100.000 anak usia kurang dari 20 tahun, dengan puncak
insidens pada usia 3-5 tahun (Hunger dan Mullighan, 2015). Leukimia limfoblastik akut
lebih banyak terjadi pada anak di Asia dibandingkan di Eropa Timur dan Amerika Serikat,
dengan insidens di Jepang mencapai 4/100.000 anak dan 1000 kasus baru setiap tahunnya
(Permono dan Ugrasena, 2010). Penelitian yang dilakukan pada unit kanker di RS dr.
Sardjito Yogyakarta pada tahun 1998 sampai 2009 diperoleh data bahwa dari seluruh pasien
anak yang dirawat dengan keganasan, sebanyak 720 kasus atau 59% merupakan leukemia
dan sebanyak 68,9% dari kasus leukemia tersebut adalah LLA (Widjajanto, 2012).
C. Etiologi
Penyebab yang pasti untuk LLA ini belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu: (Sibuea,2009)
1. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell
Leukimia-Lhympoma virus/HLTV)
2. Radiasi
3. Obat–obat imunosupresi, obat-obat kardiogenik seperti diet hylstilbestrol
4. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
5. Kelainan kromoson misal nya pada down sindrom leukemia biasanya mengenai sel-sel
darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan
terhadap penyinaran radiasi dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakain
obat anti kanker, meningalkan resoko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan
genetic tertentu (misalnya down sindrom dan sindrom fanconi), juga lebih peka terhadap
leukemia.
D. Patofisiologi
Pada leukemia terjadi kelainan pada gugus sel (klonal), kelainan proliferasi, kelainan
sitogenetik, kelainan morfologi dan kegagalan diferensiasi. Sebagian besar LLA mempunyai
homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan
bahwa populasi sel leukemia itu berasal dari sel tunggal yang berproliferasi hingga mencapai
jumlah populasi sel yang dapat terdeteksi. Etiologi leukemia pada manusia belum diketahui,
namun pada penelitian mengenai proses leukemiogenesis pada binatang percobaan
ditemukan bahwa penyebabnya mempunyai kemampuan melakukan modifikasi nukleus
DNA. Kemampuan ini meningkat bila terdapat suatu kondisi atau suatu kelainan genetik
tertentu seperti translokasi, amplifikasi dan mutasi onkogen seluler. Hal ini menguatkan
anggapan bahwa leukemia dimulai dari suatu mutasi somatik yang mengakibatkan
terbentuknya suatu klonal yang abnormal (Permono dan Ugrasena, 2010; Lanzcowsky,
2011).
Populasi sel leukima yang semakin lama semakin banyak akan menyebabkan dampak buruk
bagi produksi sel normal dan mengganggu fungsi organ tubuh akibat infiltasi sel leukemia.
Kegagalan hematopoiesis normal merupakan akibat yang sering terjadi pada leukemia akut.
Pansitopenia pada pasien leukemia terjadi akibat desakan populasi sel leukemia. Pada
sebagian kasus LLA juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang yang hiposeluler.
Kematian pada leukemia akut umumnya terjadi akibat penekanan sumsum tulang atau akibat
infiltasi sel leukemia ke organ tubuh pasien (Permono dan Ugrasena, 2010; Lanzcowsky,
2011).
Pathway
E. Manifestasi Klinis
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau
keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan
manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan
yaitu:
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah tepi.
1. Kadar Hb menunjukkan penurunan ringan hingga berat dengan morfologi
normokromik normositer. Kadar Hb yang rendah menunjukkan durasi leukemia yang
lebih panjang, sedangkan kadar Hb yang tinggi menunjukkan leukemia dengan
proliferasi yang lebih cepat (Permono dan Ugrasena, 2010; Lanzkowsky, 2011).
2. Sel darah putih dapat normal, menurun atau meningkat (Lanzkowsky, 2011).
3. Sebanyak 92% dengan kadar trombosit dibawah normal (Lanzkowsky, 2011).
4. Pada hapusan darah tepi dapat ditemukan adanya sel blas. Sel blas pada pasien
dengan leukopenia umumnya hanya sedikit atau bahkan tidak tampak. Sel blas
banyak ditemukan pada pasien dengan jumlah leukosit lebih dari 10 x 103/µL
(Permono dan Ugrasena, 2010; Lanzkowsky, 2011).
b. Sumsum tulang
Jumlah normal sel blas pada sumsum tulang adalah kurang dari 5%. Sediaan hapusan
sumsum tulang pada LLA menunjukkan peningkatan kepadatan sel dengan
trombopoesis, eritropoesis dan granulopoesis yang tertekan, disertai jumlah sel blas
>25% (Pui dkk., 2012; Vikramijit, 2014; Gupta dkk., 2015). Berdasarkan morfologi
blas pada hapusan sumsum tulang, French-AmericanBritish (FAB) membedakan
LLA menjadi (Permono dan Ugrasena, 2010; Lanzcowsky, 2011):
1. L1 : terdiri dari sel-sel limfoblast kecil serupa, dengan kromatin homogen,
anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.
2. L2 : terdiri dari sel-sel limfoblas yang lebih besar tetapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
3. L3 : terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi.
Sebanyak 90% kasus dapat didiagnosis dengan cara tersebut, namum sebagian
kasus memerlukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu imunologi, sitokimia, sitogenetika
ataupun biologi molekuler (Permono dan Ugrasena, 2010). Pemeriksaan imunologi
atau sering disebut dengan imunophenotyping digunakan untuk identifikasi dan
kuantifikasi antigen seluler. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel
darah perifer dan sumsum tulang untuk membedakan leukemia sel T atau sel B
(Rowan dkk., 1994; Lanzcowsky, 2011; Gupta dkk., 2015).
c. Pemeriksaan lain: Biopsi Limpa. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000-200.000 /
µl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitive (NANDA, 2015).
G. Penatalaksanaan
Pengobatan pada anak dengan LLA tergantung pada gejala, umur, kromosom dan tipe
penyakit, pengobatan LLA yang utama adalah kemotrapi terdiri dari 6 fase yaitu:
a. Pelaksanaan kemoterapi
Jenis pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel
leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua obat atau lebih. Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi
dengan berbagai cara:
- Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena) Melalui kateter
(tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik
besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan menyuntikkan obat ke dalam
kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi
rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
H. Komplikasi
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit) Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm 3 darah.
Demam dan infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat netropenia
dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam urat
sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
6. Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat kemoterapi.
A. Pengkajian
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (85%) ,
puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
anak perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam,
lesu dan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan
kecenderungan terjadi perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat
keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus
(epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatan seperti
phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
3) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan
dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan
diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari
orangtua.
4) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta
pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan
bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah
putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan
adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia)
5) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri
abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin,
serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta
adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami
kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya
keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapat ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingung.
9) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
10) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan
bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
11) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan
ketidakberdayaan melakukan ibadah.
12) Pengkajian tumbuh kembang anak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, malaise,
mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan resiko masuknya Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
organisme patogen Knowledge : Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Faktor-faktor resiko : Infection control Pertahankan teknik isolasi
- Prosedur Infasif Risk control Batasi pengunjung bila perlu
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk Kriteria Hasil : Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
menghindari paparan patogen Klien bebas dari berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
- Trauma tanda dan gejala Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan infeksi Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
lingkungan Mendeskripsikan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Ruptur membran amnion proses penularan Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- Agen farmasi (imunosupresan) penyakit, factor Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
- Malnutrisi yang mempengaruhi dengan petunjuk umum
- Peningkatan paparan lingkungan patogen penularan serta Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
- Imonusupresi penatalaksanaannya, kandung kencing
- Ketidakadekuatan imum buatan Menunjukkan Tingktkan intake nutrisi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder kemampuan untuk Berikan terapi antibiotik bila perlu
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon mencegah timbulnya Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
inflamasi) infeksi Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit Jumlah leukosit Monitor hitung granulosit, WBC
tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, dalam batas normal Monitor kerentanan terhadap infeksi
cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, Menunjukkan Batasi pengunjung
perubahan peristaltik) perilaku hidup sehat Saring pengunjung terhadap penyakit menular
- Penyakit kronikhiperplasia dinding bronkus, Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
alergi jalan nafas, asma. Pertahankan teknik isolasi k/p
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, Berikan perawatan kuliat pada area epidema
sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di panas, drainase
alveolus, adanya benda asing di jalan nafas. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
2 Intoleransi aktivitas b/d fatigue NOC : NIC :
Definisi : Ketidakcukupan energu secara fisiologis Energy Energy Management
maupun psikologis untuk meneruskan atau conservation Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
menyelesaikan aktifitas yang diminta atau Self Care : ADLs Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan terhadap
aktifitas sehari hari. keterbatasan
Kriteria Hasil : Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
Batasan karakteristik : Berpartisipasi Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
a. melaporkan secara verbal adanya kelelahan dalam aktivitas fisik Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
atau kelemahan. tanpa disertai berlebihan
b. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi peningkatan tekanan Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
terhadap aktifitas darah, nadi dan RR. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
c. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia Mampu
atau iskemia melakukan aktivitas Activity Therapy
d. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat sehari hari (ADLs) Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
beraktivitas. secara mandiri dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
Faktor factor yang berhubungan : dilakukan
Tirah Baring atau imobilisasi Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan
Kelemahan menyeluruh kemampuan fisik, psikologi dan social
Ketidakseimbangan antara suplei oksigen Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
dengan kebutuhan diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Gaya hidup yang dipertahankan. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
3 Resiko terhadap cedera/perdarahan yang Tujuan : klien tidak Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan
berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit menunjukkan bukti- khususnya pada daerah ekimosis
bukti perdarahan Cegah ulserasi oral dan rectal
Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah
menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol
perdarahan hidung
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan NOC : NIC :
tubuh b/d pembatasan cairan, diit, dan hilangnya Nutritional Status Nutrition Management
protein : food and Fluid Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk Intake Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
keperluan metabolisme tubuh. Kriteria Hasil : dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik : Adanya Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal peningkatan berat Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang badan sesuai dengan Berikan substansi gula
dari RDA (Recomended Daily Allowance) tujuan Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
- Membran mukosa dan konjungtiva pucat Berat badan ideal mencegah konstipasi
- Kelemahan otot yang digunakan untuk sesuai dengan tinggi Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
menelan/mengunyah badan ahli gizi)
- Luka, inflamasi pada rongga mulut Mampu Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengidentifikasi Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
mengunyah makanan kebutuhan nutrisi Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan Tidak ada tanda Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
makanan tanda malnutrisi dibutuhkan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa Tidak terjadi
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah penurunan berat Nutrition Monitoring
makanan badan yang berarti BB pasien dalam batas normal
- Kehilangan BB dengan makanan cukup Monitor adanya penurunan berat badan
- Keengganan untuk makan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
- Tonus otot jelek Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi Monitor lingkungan selama makan
- Diare dan atau steatorrhea Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok) Monitor turgor kulit
- Suara usus hiperaktif Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Faktor-faktor yang berhubungan : Monitor makanan kesukaan
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna Monitor pertumbuhan dan perkembangan
makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis konjungtiva
atau ekonomi. Monitor kalori dan intake nuntrisi
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK USIA 0-18 TAHUN
PENGKAJIAN
Nama Mahasiswa : Yessica C.R Pesik
NIM : 20014104018
Ruang : Estella
Tanggal Pengkajian : 11 Juni 2021
Tanggal Praktek : 11 Juni – 13 Juni 2021
Paraf :
A. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medis : 00737079
Nama Klien : An. F
Nama Panggilan : An. F
Tempat/tanggal lahir : Palu, 11 Maret 2015
Umur : 6 Tahun 3 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Bahasa yang dimengerti : Bahasa Indonesia
Orang tua/wali
Nama Ayah/Ibu/Wali : Ny. J
Pekerjaan Ayah/Ibu/Wali : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat Ayah/Ibu/Wali : Palu, Sulawesi Tengah
B. KELUHAN UTAMA
Demam
E. RIWAYAT KELUARGA
Ibu An. F mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dari omanya An. F. Untuk
Ayah dan ibu dari An. F sendiri tidak memiliki riwayat penyakit kronis dan tidak
anggota keluarga yang menderita penyakit seperti An. F
Genogram:
c
Ket : : laki-laki
: perempuan
c : pasien
F. RIWAYAT SOSIAL
Saat di rumah sakit An. F dirawat oleh ayah dan ibunya secara bergantian. Hubungan
dengan anggota keluarga baik oma opa saudaranya serta kakaknya baik. An. F. juga
bermain secara aktif dengan pasien yang di rawat di Estella.
7. Pola hubungan :
Hubungan dengan keluarga dan kakak An. F terjalin harmonis tidak ada masalah.
An. F cepat akrab dengan pasien dan perawat di ruang Estella.
8. Kognitif dan persepsi :
An. F sangat kooperatif dan cepat akrab saat di ajak bercerita, semua pertanyaan
yang diberikan dijawab dengan rasional. An. F senang sekali bermain HP. An. F
juga mengetahui kondisinya saat ini jika ia sedang sakit leukemia.
9. Nilai :
- Perkembangan moral anak dan perilaku anak
Ibu mengatakan An. F adalah anak yang baik, pintar bicara, aktif dan cepat
akrab dengan orang lain. An. F beragama islam tetapi belum tau sholat tetapi
sudah diajarkan perlahan-lahan oleh orang tua. An. F hanya tau baca doa saat
makan.
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : An. F tampak sakit dengan kondisi tubuh lemah
a. Tingkat kesadaran: composmentis
b. Nadi: 107 x/menit Suhu: 37,8°C RR: 24 x/m
c. BB: 14 kg TB: 101 cm
Ibu mengatakan An.F mengalami penurunan berat badan sebanyak 3 kg. Dari
awalnya 17kg turun menjadi 14 kg.
2. Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, lembab, warna kulit
tidak ikterik, teraba hangat
3. Kepala : Bentuk kepala lonjong, botak, simetris pada kedua sisi kepala,
tidak ditemukan pembengkakan ataupun luka.
4. Mata : Tidak ada pembengkakan, Konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor, penglihatan jelas,
5. Telinga : Bentuk simetris, pendengaran baik, tidak ada serumen
6. Hidung : Lubang hidung simetris dan bersih tidak ada produksi secret.
Tidak
ada massa dan nyeri saat ditekan
7. Mulut : Mukosa bibir lembab, pucat dan tidak ada lesi.
8. Leher : Tidak ada pembengkakkan dan pembesaran vena jugularis
9. Dada : Bentuk simertis kiri kanan, pergerakan dada normal.
10. Payudara : Bentuk normal
11. Paru-paru : Tidak ada bunyi napas tambahan. Bunyi napas bronkovesikuler
12. Jantung : Iktus cordis tidak tampak, tidak ada bunyi tambahan
13. Abdomen : Bentuk datar, lemas, bising usus positif 20 kali/menit
14. Genetalia : bersih, bentul normal, tidak ada nyeri dan edema
15. Anus dan rectum: bersih, bentuk normal, tidak ada nyeri dan edema
16. Muskuloskeletal : ekstremitas atas dan bawah teraba hangat, Tidak adanya
kelemahan
otot
Tgl 11/06/2021
K. Terapi/Pengobatan
KLASIFIKASI DATA
Data Subjektif Data Objektif
- Orang tua An. F mengatakan anaknya - An. F tampak lemah
demam sejak satu hari yang lalu sebelum - Badan teraba hangat
masuk rumah sakit dan saat ini juga - SB : 37,80C
badanya masih terasa panas - An. F malas makan dan makanan
- Orang Tua An. F mengatakan sudah tidak dihabiskan
mengalami penyakit leukemia sejak - Makan hanya 2-3 sendok makan
bulan maret dan telah dikemoterapi - Hasil Laboratorium: Leukosit 0.8
sebanyak 12 kali 10^3/uL, Eritrosit 3.26 10^6/uL,
Hemoglobin 9.6 g/dL, Trombosit 65
10^3/uL, Hematokrit 27.3 %
ANALISA DATA
Data Objektif:
- An. F tampak lemah
- Badan teraba hangat
- SB : 37,80C
- Leukosit 0,8 10*3/uL
Faktor risiko : - Risiko Defisit Nutrisi
Keengganan untuk makan (Penurunan nafsu makan).
- An. F malas makan dan makanan tidak dihabiskan
- Makan hanya 2-3 sendok makan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. (D. 0130) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan :
Data Subjektif:
- Orang tua An. F mengatakan anaknya demam sejak satu hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit dan saat ini juga badanya masih terasa panas
- Orang Tua An. F mengatakan sudah mengalami penyakit leukemia sejak bulan maret
dan telah dikemoterapi sebanyak 12 kali
Data Objektif:
- An. F tampak lemah
- Badan teraba hangat
- SB : 37,80C
- Leukosit 0,9 10*3/uL
2. (D. 0032) Risiko Defisit Nutrisi yang ditandai dengan faktor risiko: Keengganan untuk
makan (Penurunan nafsu makan). Dibuktikan dengan
- An. F malas makan dan makanan tidak dihabiskan
- Makan hanya 2-3 sendok makan
3. (D. 0142) Resiko Infeksi yang ditandai dengan faktor risiko: Penyakit kronis,
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: penurunan hemoglobin dan
leukopenia.dibuktikan dengan Hasil Laboratorium: Leukosit 0.8 10^3/uL, Eritrosit 3.26
10^6/uL, Hemoglobin 9.6 g/dL, Trombosit 65 10^3/uL, Hematokrit 27.3 %
Hipertermi
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian obat Pemberian antibiotic mengurangi tingkat
antibiotik. infeksi dengan menekan pertumbuhan
bateri
Catatan Perkembangan
Diagnosa Tgl Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan
(D.0130) 11 08.00 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia. Jam 13.45
Hipertermi Jun H: proses penyakit leukemia S:
berhubungan i
Ibu An. F mengatakan panas badan anaknya
dengan 20 08.05 2. Melonggarkan atau lepaskan pakaian.
sudah menurun karena telah diberikan obat
proses 21 H: pakaian yang digunakan An. F longgar
penurun panas serta telah dikompres hangat
penyakit
08.07 3. Memonitor suhu tubuh. O:
H: SB 37,80C
Pemberian obat paracetamol + N-asetilsistein
150 mg
08.10 4. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit Cairan oral yang masuk 1 botol aqua beisi
intravena. 600ml sejak tadi pagi
H: An. F sedang tidak diberikan cairan malalui Telah diberikan kompres hangat pada dahi
intravena. Tetapi dimasukan cairan melalui oral Kamar terpasang AC dengan suhu 200C
yaitu Paracetamol dan N-asetilsistein 1 cth Urine yang keluar sebanyak 100cc
SB : 36,6 0C
08.17 5. Memberikan cairan oral.
H: cairan yang masuk 100cc sekali minum
A:
08.37 6. Melakukan pendinginan eksternal (kompres Suhu tubuh membaik
hangat pada dahi).
H: An.F dilakukan kompres hangat pada dahi Suhu kulit membaik
P:
08.45 7. Menyediakan lingkungan yang dingin
H: Kamar terpasang AC dengan suhu 200C Mengidentifikasi penyebab hipertermia.
Melonggarkan atau lepaskan pakaian.
09.15 8. Memonitor haluaran urine Memonitor suhu tubuh.
H: urine yang keluar 200cc Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena.
09.18 9. Menganjurkan tirah baring. Memberikan cairan oral.
H: An. F mengikuti anjuran yang diberikan untuk Melakukan pendinginan eksternal (kompres
beristirahat hangat pada dahi).
Menyediakan lingkungan yang dingin
Memonitor haluaran urine
Menganjurkan tirah baring.
P:
12.50 8. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu
H: An. F duduk saat makan
Mengidentifikasi status nutrisi.
12.55 9. Memberikan makanan yang tinggi serat untuk Mengidentifikasi alergi makanan
mencegah konstipasi. Mengidentifikasi makanan yang disukai
H: Anak F hanya mendapatkan asupan serat dari Memonitor asupan makanan.
buah-buahan (semangka) Melakukan oral hygiene sebelum makan.
Memberikan makanan yang tinggi serat untuk
12.58 10.Memberikan makanan yang tinggi kalori dan
mencegah konstipasi.
protein.
Memberikan makanan yang tinggi kalori dan
H: An. F makan nasi dan ikang goreng
protein.
Memberikan suplemen makanan.
13.15 11.Memonitor asupan makanan.
Menganjurkan posisi duduk, jika mampu
H: Ibu mengatakan makanan anak F tidak
dihabiskan. An. F hanya makan 2 sendok dengan
paksaan
Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA
Paryani, Tri. (2019). Perbandingan Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres
Cold Pack Hangat Dengan Kompres Air Hangat Pada Anak Acute Limpoblastic Leukemia Di
Ruang Melati 2 RSUD DR. Moewardi. Jurnal Keperawatan Indonesia. STIKES KUSUMA
HUSADA SURAKARTA. Hal 1-14
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta :
Salemba Medika; 2001.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2. Tucke