Anda di halaman 1dari 30

TUGAS PADA MODUL HALUSINASI, ISOLASI SOSIAL, PERILAKU

KEKERASAN DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS


MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA
Dosen Pembimbing : Suprianto, S.Kep.Ns., M.Psi

Disusun Oleh :
Nama : EKA KURNIA SANTRI
Tingkat : 2-A
Nim : P27820419019

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SIDOARJO


POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2020/2021
HALUSINASI
1. Apa definisi dari halusinasi?
 a. Halusinasi adalah salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman
panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah).
b. Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang
suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan (pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan),
c. Menurut Wilson (1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap
rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
dibuktikan.
2. Ada berapa macam halusinasi yang lazim terjadi
 a. Halusinasi pendengaran (audio)
Halusinasi pendengaran terjadi karena adanya persepsi salah dari bunyi, musik,
ataupun suara-suara yang didengar. Secara umum halusinasi pendengaran
dialami oleh penderita gangguan mental. Penderita akan seolah-olah
mendengarkan suara tanpa adanya rangsangan dari luar. Suara yang didengar
dapat muncul dari dalam ataupun luar otak. Suara yang didengar bisa berupa
suara wanita atau pria yang dikenal ataupun tidak, dan dapat berupa kritikan,
pujian, atau perintah. Pada penderita gangguan mental seperti skizofrenia,
halusinasi yang sering muncul berupa percakapan antara dua orang yang
memberikan kritikan tentang dirinya, perilakunya, ataupun pikirannya. Bahkan
terkadang suara yang didengar memberikan perintah untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengecapan (gustatorius)
Halusinasi pengecapan merupakan persepsi salah tentang apa yang dirasakan
lidah. Biasanya seseorang yang mengalami halusinasi ini akan mengeluh
lidahnya merasakan sesuatu yang aneh, misalnya mengeluh mengecap rasa
logam secara terus menerus, padahal tidak memakan logam. Halusinasi
pengecapan terjadi pada penderita gangguan medis, seperti epilepsi.
c. Halusinasi penciuman (olfaktori)
Halusinasi penciuman terjadi saat seseorang mencium bau sesuatu, padahal
tidak ada bau tersebut. Bau yang biasanya muncul adalah bau tidak sedap,
seperti bau muntah, urin, feses, asap, atau makanan busuk. Halusinasi
penciuman biasa dikenal dengan phantosmia. Halusinasi jenis ini biasanya
disebabkan oleh kerusakan saraf di bagian indera penciuman. Kerusakan bisa
disebabkan oleh virus, trauma, tumor otak, ataupun terkena paparan zat-zat
berbahaya.
d. Halusinasi sentuhan (taktil)
Halusinasi sentuhan merupakan persepsi salah terhadap sentuhan, baik terjadi
di dalam maupun di luar tubuh. Orang yang mengalami halusinasi jenis ini
akan merasakan seolah-olah ada yang menyentuh, padahal tidak ada yang
menyentuh.
Terkadang juga mengalami perasaan tersetrum pada tubuh. Halusinasi ini bisa
disebabkan oleh gangguan medis dan hypochandriacal preoccupations.
e. Halusinasi penglihatan (visual)
Halusinasi penglihatan merupakan persepsi salah tentang apa yang dilihat.
Penglihatan saat halusinasi dapat berupa apa saja seperti bentuk, warna,
ataupun kilatan cahaya. Namun, biasanya yang dilihat adalah orang atau tokoh-
tokoh seperti manusia. Pada saat mengalami halusinasi jenis ini, Anda akan
merasakan seolah-olah ada orang yang berdiri di belakang, padahal tidak ada.
Terkadang orang yang mengalami halusinasi ini akan melihat tokoh yang
berkaitan dengan agama ataupun setan.
f. Halusinasi somatik
Halusinasi somatik merupakan persepsi salah yang melibatkan sel somatik.
Saat mengalami halusinasi somatik, orang akan merasakan nyeri yang parah
padahal tidak terjadi apa-apa. Persepsi salah yang biasanya muncul seperti
sakit akibat mutilasi, pergeseran sendi, ataupun mengalami penyerangan oleh
hewan pada tubuh. Halusinasi biasanya muncul pada penderita gangguan
mental. Terdapat beberapa jenis halusinasi yang dapat muncul, seperti
halusinasi pendengaran, halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan,
halusinasi sentuhan, halusinasi penglihatan, ataupun halusinasi somatik.
3. Bagaimana mekanisme terjadinya halusinasi?
 Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan
lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak
dibombardir oleh aliran stimulus yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar
tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam
sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat
lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang
direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan
rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam
bentuk stimulus eksterna.
4. Faktor atau kondisi apa saja yang dapat memicu terjadinya halusinasi pada seorang
klien?
 Beberapa kondisi yang dapat membangkitkan terjadinya halusinasi :
 Skizofrenia
 Gangguan bipolar, mania parah
 Obat halusinogen
 Toksisitas obat atau efek samping (misalnya, toksisitas digitalis)
 Putus dari alkohol, barbiturat, dan zat lain
 Halusinosis alkoholik
 Tidur atau sensorik deprivasi
 Penyakit neurologis, neurosyphilis, gangguan mental organik
 Ketidakseimbangan endokrin (misalnya tirotoksikosis)
 Ketakutan, cemas
 Respons metabolik terhadap stres,
 Gangguan neurokimiawi,
 Lesi otak,
 Upaya tidak sadar untuk mempertahankan ego,
 Ekspresi simbolis dari pikiran yang terpisah (isolasi diri, misalnya karena
penyakit lama yang tidak sembuh-sembuh, kemunduran psikis sehingga terjadi
penurunan interaksi dengan dunia luar).
5. Halusinasi secara umum dipahami dengan 4 fase. Sebutkan apa saja fase itu dan ciri
ciri apa yang nampak pada klien di setiap fase itu?
 a. Comforting. Tanda-tandanya: Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara. Gerakan mata yang cepat. Bicara
yang lamban. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
b. Condemning. Tanda-tandanya: Nadi meningkat, pernafasan, tekanan darah
meningkat, Konsentrasi berkurang. Individu merasa malu dan menarik diri dari
orang lain.
c. Controling. Tanda-tandanya: Mengikuti petunjuk dari halusinasi daripada
menolaknya. Kesulitan berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya
dalam beberapa menit bahkan detik. Gejala fisik kecemasan berat seperti keringat
banyak, tremor, ketidakmampuan mengiktui petunjuk.
d. Consquering. Tanda-tandanya: Perilaku menyerang, teror, panik. Sangat
potensial melakukan bunuh diri atau melukai orang lain. Amuk, agresi, menarik
diri. Komunikasi menurun. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi
seperti amuk, agitasi,menarik diri atau katatonik, Tidak mampu berespon terhadap
petunjuk yang kompleksdan Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu
orang
6. Dalam rencana askep klien dengan halusinasi, ada berapa tujuan yang akan dicapai?
 Ada 5, yaitu :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
7. Sebutkan cara menghardik atau mengatasi halusinasi !
 Menurut Keliat (2014) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan
saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin
sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi
untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar
informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara
konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak
asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk
membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang
tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya.
Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman
halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus
bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik. Setelah hubungan saling percaya
terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali
halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi,
situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat
halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya
adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana
cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini
dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada
beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu
mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa
diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat
membantu dengan cara-cara baru.
8. Cari di google “PANSS (positif and negatif sains and symtom skosizofrenia)” disana
ada salah satu kriteria penilaian tentang halusinasi ada skor 0-7 tugasnya identifkasi
kriteria klien dari skor 0-7!

P3. Perilaku Halusinasi


Laporan secara verbal atau perilaku yang menunjukkan persepsi yang tidak dirangsang oleh
stimuli luar. Dapat terjadi halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman atau somatik.
Dasar penilaian : Laporan verbal dan manifestasi fisik selama wawancara, dan juga perilaku
yang dilaporkan oleh perawat atau keluarga.

1. Tidak ada – definisi tidak dipenuhi.


2. Minimal – patologis diragukan ; mungkin suatu ujung ekstrim dari
batasan normal.

3. Ringan – suatu atau dua halusinasi yang jelas tetapi jarang timbul, atau
beberapa abnormalitas yang samar-samar lainnya yang tidak
mengakibatkan penyimpangan (distorsi) proses pikir atau perilaku.

4. Sedang – Sering ada halusinasi tetapi tidak terus menerus, dan proses
pikir serta perilaku pasien hanya sedikit terpengaruh.

5. Agak berat – Halusinasi sering, dapat meliputi lebih dari satu organ
sensoris dan cenderung menyimpangkan proses pikir dan/atau mengacaukan
perilaku. Pasien dapat memiliki interpretasi bersifat waham atas
pengalamannya ini dan bereaksi terhadapnya secara emosional, serta
kadang-kadang juga secara verbal.

6. Berat – Halusinasi hampir terus menerus ada, mengakibatkan kekacauan


berat pada proses pikir dan perilaku. Pasien menganggapnya sebagai
persepsi nyata dan fungsinya terganggu oleh seringnya bereaksi secara
emosional dan verbal terhadapnya.

7. Sangat berat – pasien hampir secara total mengalami preokupasi dengan


halusinasi, yang jelas mendominasi proses pikir dan perilaku.
Halusinasi diikuti oleh interpretasi bersifat waham yang kaku dan memacu
timbulnya respons verbal dan perilaku, termasuk kepatuhan terhadap
halusinasi perintah.

ISOLASI SOSIAL
1. Apa yang dimaksud dengan isolasi sosial?
 Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami seseorang secara individual akibat
persepsi individu terhadap lingkungan yang dirasakan mengancam keamanan
dirinya secara fisik dan psikologis. Terjadi penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain.
2. Faktor apa yang membangkitkan klien mengalami isolasi sosial?
 Komunikasi keluarga
 Koping keluarga
 Pengetahuan keluarga
 Biaya pengobatan
 Perawatan
3. Apa yang dapat diobservasi atau manifestasi klinis dari klien yang mengalami isolasi
sosial?
 Menurut Towsend.M.C (1998:192-193) dan Carpenito,L.J.(1998:381) Manifestasi
klinis Isolasi sosial : Menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala
sebagai berikut :
- Kurang spontan
- Apatis
- Ekspresi wajah tidak berseri
- Tidak memperhatikan kebersihan diri
- Komunikasi verbal kurang
- Menyendiri
- Tidak peduli lingkungan
- Asupan makanan terganggu
- Retensi urine dan feses
- Aktivitas menurun
- Posisi baring seperti fetus
- Menolak berhubungan dengan orang lain.
4. Ada berapa tujuan yang ingin dicapai didalam pembuatan rencana askep klien isolasi
sosial?
 Ada 7, yaitu :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri
3. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian
menarik diri.
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
5. Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial.
6. Klien dapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
7. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
5. Saudara diminta membuat strategi pelaksanaan sesuai dengan tujuan pada klien yg
mengalami isolasi sosial :
•Perawat sesuai identitas masing masing
•Pasien bisa bebas memilih
•Bagan dan bagian lihat di modul halusinasi

STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1)


A. Kondisi
Data subjektif :
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya.
 Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif :
 Klien tampak menyendiri.
 Klien terlihat mengurung diri.
 Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
B. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial
C. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria sebagai berikut.
1. Wajah cerah, tersenyum
2. Mau berkenalan
3. Ada kontak mata
4. Bersedia menceritakan perasaan
5. Bersedia mengungkapkan masalahnya
6. Bersedia mengungkapkan masalahnya
b. Membantu klien menyebutkan penyebab menarik diri dan menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial serta kerugian menarik diri.
c. Mengajarkan klien melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
D. Intervensi Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1. Beri salam setiap berinteraksi.
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan
3. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
4. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
5. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi kllien
6. Buat kontrak interaksi yang jelas
7. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
klien bersosialisasi
E. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
“Selamat pagi, assalamualaikum Ibu. Boleh Saya kenalan dengan Ibu? Nama
Saya Eka Kurnia , boleh panggil Saya eka . Saya Mahasiswa Prodi
Keperawatan Sidoarjo, Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu
siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana perasaan Bu Riri hari ini? O.. jadi Ibu merasa bosan dan tidak
berguna. Apakah Ibu masih suka menyendiri ??
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan Bu
Riri dan kemampuan yang Ibu miliki? Apakah bersedia? Tujuananya Agar
ibu dengan saya dapat saling mengenal sekaligus ibu dapat mengetahui
keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
Waktu :
Berapa lama Ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit saja
ya?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2.  Fase kerja.
Dengan siapa ibu tinggal serumah?
Siapa yang paling dekat dengan ibu?
apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut?
Siapa anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu?
apa yang membuat ibu tidak dekat dengan orang lain?
Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan saat bersama keluarga?
Bagaimana dengan teman-teman yang lain?
Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan orang
lain?
Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan orang
lain?
Menurut ibu apa keuntungan kita kalau mempunyai teman?
Wah benar, kita mempunyai teman untuk bercakap-bercakap.
Apa lagi ibu? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa ibu? ya apa lagi? (sampai
menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya.
Kalau begitu ingin ibu belajar berteman dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekarang ibu latihan berkenalan dengan saya terlebih
dahulu. Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain dengan orang lain kita
sebutkan dahulu nama kita dan nama panggilan yang kita sukai.
Contohnya: nama saya Eka, senang sipanggil Eka.
Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
nama Bapak siapa ? senangnya dipanggil apa?
Ayo bu coba dipraktekkan! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. coba ibu
berkenalan dengan saya.
Ya bagus sekali ibu!! coba sekali lagi ibu..!!! bagus sekali ibu!!
Setelah berkenalan dengan ibu, orang tersebut diajak ngobrol tentang hal-hal
yang menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi, pekerjaan dan
sebagainya,
Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan perawat itu,
dia teman saya, baik kok. (dampingi pasien bercakap-cakap).
3.   Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan
orang lain.
b. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah ibu, dalam satu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-cakap
dengan teman? Dua kali ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan latihan? Ini ada
jadwal kegiatan, kita isi pada jam 11:00 dan 15:00 kegiatan ibu adalah
bercakap-cakap dengan teman sekamar. Jika ibu melakukanya secara mandiri
makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan
oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya
maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti? Coba ibu ulangi? Naah bagus ibu.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang
pengalaman ibu bercakap-cakap dengan teman-teman baru dan latihan
bercakap-cakap dengan topik tertentu. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok
ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr,Wb.

STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)


A. Kondisi
Data subjektif :
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
 Klien menyendiri di kamar.
 Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
 Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.
B. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial
C. Tujuan
a. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan:
oPerawat
oPerawat lain
oKlien lain
oKelompok
b. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain.
D. Intervensi Keperawatan
a. Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial .
b. Beri motivasi dan bantu klien untuk berkenalan / berkomunikasi dengan :
o Perawat lain
o Klien lain
o Kelompok
c. Libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
d. Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
dibuat.
e. Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya melalui
aktivitas yang dilaksanakan.
E. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
”Selamat pagi, Ibu? Bagaimana kabarnya hari ini? Ibu masih ingat dong
dengan saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah sudah makan?”
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan teman?
Apakah ibu sudah mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai mana perasaan
ibu setelah mulai berkenalan?
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan bagai mana
berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar ibu semakin banyak
teman. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2.  Fase kerja.
Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga dinas di
ruangan Melati, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu masih ingat
bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika pasien
lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan) nah silahkan ibu mulai
(fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat lain) wah bagus sekali ibu,
selain nama,alamat, hobby apakah ada yang ingin ibu ketahui tetang perawat B
dan C? (bantu pasien mengembangkkan topik pembicaraan) wah bagus sekali,
Nah ibu apa kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ini? Bagai mana kalau
kita menemani teman ibu yang sedang menyiapkan makan siang di ruang makan
sambil menolong teman ibu bisa bercakap-cakap dengan teman yang lain. Mari
bu.. (dampingi pasien ke ruang makan) apa yang ingin ibu bincangkan dengan
teman ibu. ooh tentang cara menyusun piring diatas meja silahkan ibu( jika
pasien diam dapat dibantu oleh perawat) coba ibu tanyakan bagaimana cara
menyusun piring di atas meja kepada teman ibu? apakah harus rapi atau tidak?
Silahkan bu, apalagi yang ingin bu bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman ibu
melakukan menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-cakap ibu.
3.   Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat B dan C
dan bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan makan siang di ruang
makan? Coba ibu sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan?
b. Rencana Tindak Lanjut
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal kegiatan
bercakap-cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan makan siang.
Mau jam berapa ibu latihan? Oo ketika makan pagi dan makan siang.
c.  Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu berkenalan
dengan 4 orang lain dan latihan bercakap-cakap saat melakukan kegiatan
harian lain, setelah itu ibu dapat bercerita kepada saya bagaimana perasaan
ibu. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11.00 sampai jumpa besok
ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr.Wb.

STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3)


A. Kondisi
Data subjektif :
 Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan masih sedikit malas ber interaksi dengan orang lain.
Data objektif :
 Klien tampak sudah mau keluar kamar.
 Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.
B. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial
C. Tujuan
Klien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan :
o Orang lain
o Kelompok
D. Intervensi Keperawatan
a. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
b. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
c. Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah berhubungan sosial dengan :
o Orang lain
o Kelompok
d. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
E. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian? Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap dengan orang lain?
Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap-cakap? Bagaimana dengan
jadwal berkenalan dan bercakap-cakap, apakah sudah dilakukan? Bagus ibu.
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan mendampingi bu
berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang masak, serta bercakap-cakap
dengan teman sekamar saat melakukan kegiatan harian. Setelah itu ibu dapat
bercerita perasaanya kepada saya. Apakah ibu bersedia?
Waktu : Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di dapur?
2.  Fase kerja.
Baiklah ibu, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru masak
sedang memasak dan jurumasak disana berjumlah lima orang disana. Bagaimana
jika kita berangkat sekarang? Apakah ibu sudah siap bergabubg dengan banyak
orang? Nah ibu sesampainya disana ibu langsung bersalaman dan
memperkenalakan diri seperti yang sudah kita pelajari, ibu bersikap biasa saja
dan yakin bahwa orang-orang disana senang dengan kedatangan ibu. baik lah bu
kita berangkat sekarang ya bu.
(selanjutnya perawat mendampingi pasien di kegiatan kelompok, sampai dengan
kembali keruma).
Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat melakukan
kegiatan harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh merapikan kamar
baiklah dengan siapa ibu ingin didampingi? Dengan Nn. E? baiklah bu.
kegiatannya merapikan tempat tidur dan menyapu kamar tidur ya bu (perawat
mengajak pasien E untuk menemani pasien merapikan tempat tidur dan
menyapu kamar, kemudian memotivasi pasien dan teman sekamar bercakap-
cakap.
Bagaimana bu apakah sudah dilakukan? Saya lihat ibu ceria sekali.
Bagaimana perasaan ibu setelah melakukan kegiatan tadi?
Apakah ibu sudah tidak merasakan kesepian lagi?
Apakah ibu sudah mau berinteraksi dengan orang banyak?
Bagus sekali ibu hebat.
Ibu dapat bertukar cerita dengan banyak teman dan bisa bergurau, mudah sekali
bukan?
3.   Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Sekarang coba ceritakan bagaimana perasaan ibu sesungguhnya.
Apa pengalaman ibu yang menyenangkan berada dalam kelompok? Adakah
manfaatnya kita bergabung dengan orang banyak?
b. Rencana Tindak Lanjut
Bagaimana kalau besok ibu mencoba berinteraksi dengan keluarga ibu?
Besok saya akan menginfokan kepada keluarga bahwa ibu sudah dapat
berinteraksi dengan orang banyak.
c.  Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu berbincang
dengan keluarga dan menanyakan kabar keluarga.
Waktu : Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini dengan keluarga ibu jam 11.00
sampai jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr.Wb.

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4)


A. Kondisi Klien
Data subjektif :
 Klien mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan mampu berinteraksi dengan orang lain.
Data objektif :
 Klien sudah mau keluar kamar.
 Klien bisa melakukan aktivitas di ruangan.
B. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
C. Tujuan
a.  Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b.  Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
D. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
E. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu. Apakah ibu masih kenal dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? masih ada perasaan kesepia, rasa
enggan berbicara dengan orang lain? Bagaimana dengan kegiatan hariannya
sudah dilakukan?dilakukan sambil bercakap-cakap kan ibu? sudah berapa
orang baru yang ibu kenal? Dengan teman kamar yang lain bagaimana?
Apakah sudah bercakap-cakap juga? Bagaiman perasaan ibu setelah melakukan
semua kegiatan? Waah ibu memang luar biasa.
c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan mendampingi ibu
dalam menjemput pakaian ke laundry atau latihan berbicara saat melakukan
kegiatan sosial. Apakah ibu bersedia?
Waktu : Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang
tamu?
2.  Fase Kerja.
Baiklah, apakah bu sudah mempunyai daftar baju yang akan di ambil? (sebaiknya
sudah disipakan oleh perawat) baiklah ibu mari kita berangkat ke ruangan
laundry. (komunikasi saat di ruangan laundry).
Nah ibu caranya yang pertama adalah ibu ucapkan salam untuk ibu siti, setelah itu
ibu bertanya kepada ibu Siti apakah pakaian untuk ruangan melati sudah ada? Jika
ada pertanyaan dari ibu siti ibu jawab ya.. setelah selesai, minta ibu siti
menghitung total pakaian dan kemudian ibu ucapkan terimakasih pada Ibu siti..
Nah sekarang coba ibu mulai ( perawat mendampingi pasien)
3.   Terminasi.
a. Subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap saat menjemput pakaian ke
ruangan laundry? Apakah pengalaman yang menyenangkan bu?
b.  RTL :
Baiklah bu, selanjutnya ibu bisa terus menambah orang yang ibu kenal dan
melakukan kegiatan menjemput pakaian ke ruangan laundry.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik : Baik lah bu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi
tentang kebersihan diri. apakah ibu bersedia?
Waktu : Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat : Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai
jumpa besok bu. saya permisi Assalamualaikum

PERILAKU KEKERASAN
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kekerasan?
 Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi
perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Klien dengan
perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan
dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
2. Kondisi apa saja yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan atau perilaku agresi
atau marah pada klien gangguan jiwa?
 Faktor psikologis
a. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotifasi PK.
b.  Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyenangkan
c. Frustasi.
d. Kekerasan dalam rumah atau keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
 Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
 Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam, baik internal dari perusahaan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkungan.
 Lingkungan : panas, padat, dan bising.
3. Apa tanda atau manifestasi klinis perilaku yg dapat diamati pada klien gangguan jiwa
yg mengalami perilaku kekerasan?
 Fisik :
 Mata melotot
 Pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah
 Postur tubuh kaku
 Verbal :
 Mengancam
 Mengumpat dengan kata-kata kotor
 Suara keras
 Bicara kasar, ketus
 Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
 Perilaku :
 Memperlihatkan permusuhan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
 Mempunyai rencana untuk melukai
 Menyerang orang
 Melukai diri sendiri/orang lain
 Merusak lingkungan
 Amuk/agresif
4. Ada berapa tujuan yang ingin dicapai didalam pemberian askep pada klien yg
mengalami perilaku kekerasan?
 Ada 9, adapun tujuannya yaitu :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4) Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
8) Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan
9) Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
5. Sebutkan cara cara yang bisa diberikan kepada klien untuk membuat perilaku
kekerasan menjadi perilaku yang asertif!
 Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain:
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
6. Buatlah strategi pelaksanaan pada klien yang mengalami perilaku kekerasan !
STRATEGI PELAKSANAAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1)


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas
dalam).
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
“ Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Eka Kurnia,
saya biaya dipanggil Eka . Saya perawat yang dinas diruang Madrim ini, saya
dinas diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7
sampai jam 1 siang, jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat ibu.
Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan ibu W saat ini?”
“ masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang
ibu Wasakan,”
“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit“
“Dimana kita akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”

2. Fase Kerja :
“ apa yang menyebabkan ibu W marah?
Apakah sebelumnya ibu W pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan
yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa
yang ibu W rasakan?“
Apakah ibu W merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan
selanjutnya”
“ Apakah dengan ibu W marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar
satu cara dulu,
“ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah ibu Wasakan ibu berdiri lalu tarik
nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5
kali. Bagus sekali ibu W sudah dapat melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini ibu W lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul ibu W sudah terbiasa melakukannya”.
3. Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu W setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
ibu?”
“ Coba ibu W sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu rasakan dan apa
yang ibu lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya Bu”
” berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong ibu tulis M, bila ibu melakukannya sendiri, tulis B, bila ibu
dibantu dan T, bila ibu tidak melakukan”
“baik Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marah ibu W.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Bu?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu Ibu…Assalamu’alaikum.”

STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2 : pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke
dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan
harian cara ke dua.
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu W, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya Eka ”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya Bu”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, selain
nafas dalam ibu dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita latihan
memukul bantal dan kasur mari ke kamar ibu? Jadi kalau nanti ibu kesal atau
marah, ibu langsung kekamar dan lampiaskan marah ibu tersebut dengan
memukul bantal dan kasur.Nah coba ibu lakukan memukul bantal dan kasur, ya
bagus sekali ibu melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin
jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“ Coba
ibu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa ibu
mau mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu
kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya Bu.“
sekarang ibu istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai Jumpa!”
Assalamu’alaikum
STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara, sesekali nada bicara
agak tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal
4. Tindakan Keperawatan
SP 3 klien :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal
(evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan,
latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal)
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu W, masih ingat nama saya” bagus Ibu,,,ya saya Eka ”,
sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana bu, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya lihat jadual
kegiatan hariannya. “Bagus,
“Bagaiman kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau ditempat yang
sama?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau 10 menit?”
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara ibu baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah
lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga
caranya bu: 1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin ibu mengatakan penyebab marahnya
karena makanan tidak tersedia, rumah berantakan, Coba ibu minta sediakan
makan dengan baik:” bu, tolong sediakan makan dan bereskan rumah” Nanti
biasakan dicoba disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba ibu
praktekkan . Bagus bu. “
Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada
kerjaan’. Coba ibu praktekkan . Bagus bu.”
Yang ketiga Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal ibu dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena perkataan mu
itu’. Coba praktekkan. Bagus.”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?’
“Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus
sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari ibu mau
latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat,
makanan dll. Bagus nanti dicoba ya bu!”
“ Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?”
“ besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu yaitu
dengan cara ibadah, ibu setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai nanti
ya Ibu…Assalamu’alaikum.

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4)


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4. Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa).
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu W, masih ingat nama saya” Betul Ibu
“Bagaiman bu, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa marahnya?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaiman kalu ditempat biasa?”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?”
2. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus, yang mana yang
mau di coba?”“Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung duduk dan langsung
tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika
tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.“Ibu bisa melakukan sholat
secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan
caranya?”
3. Fase terminasi
“Bagaiman perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau berapa kali
ibu sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).”
“Coba ibu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila ibu sedang
marah”“Setelah ini coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat
tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu ya bu,nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat! “
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah ibu, setuju bu?”….Assalamu’alaikum.

Anda mungkin juga menyukai