Anda di halaman 1dari 19

Pendahuluan

Masalah kesehatan anak merupakan masalah kesehatan anak diprioritaskan


salah satu masalah utama dalam bidang dalam perencanaan atau penataan
kesehatan yang saat ini terjadi di pembangunan bangsa (Kompas, 2012).
Indonesia. Derajat kesehatan anak Anak-anak dengan epilepsi biasanya
mencerminkan derajat kesehatan akan mendapatkan gangguan fungsi
bangsa, sebab anak sebagai generasi intelegensi, pemahaman bahasa dan
penerus bangsa memiliki kemampuan gangguan fungsi kognitif. Dampak
untuk meneruskan pembangunan epilepsi pada anak akan membuat
bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, perbedaan yang cukup signifikan pada
IQ. Selain itu, epilepsi juga memiliki

penyakit penyerta (gangguan tumbuh mencapai 50-70 kasus per 100.000


kembang) yang akan diderita oleh penduduk, bila jumlah penduduk
penderitanya. Ini yang dalam dunia Indonesia berkisar 220 juta, maka
medis disebut komordibiditas dan mesti diperkirakan jumlah pasien epilepsi 1,1-
diawasi oleh para orang tua. 8,8 juta. Prevalensi epilepsi pada bayi
Komorbiditas akibat epilepsi sangat dan anak-anak cukup tinggi, menurun
beragam, mulai dari lumpuh otak, pada dewasa muda dan pertengahan,
retadarsi mental serta Attention Deficit kemudian meningkat lagi pada
Hyperactivity Disorder (ADHD), jika
terdapat gangguan yang cukup berarti
pada otak maka dapat timbul gangguan
mulai dari gangguan tumbuh dan
kembang anak, gangguan perilaku,
gangguan belajar, cacat fisik, cacat
mental, hingga kematian.

Menurut Word Health Organization


(WHO, 2012), angka kejadian orang
dengan epilepsi (ODE) masih tinggi
terutama di negara berkembang. Dari
banyak studi menunjukkan bahwa
diperkirakan prevalensinya berkisar
antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi
epilepsi 8,2 per 1000 penduduk,
sedangkan angka insidensi epilepsi
kelompok usia lanjut. Berdasarkan data anak yang di rawat didapatkan 12 orang
yang diperoleh dari rekam medik (1,96%) yang menderita kasus epilepsy.
RSUD dr.R.Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga khususnya di bangsal anak Pengertian
(Cempaka) dari bulan Februari sampai Epilepsi adalah gangguan kejang kronis
April 2017 tercatat ada 16 orang anak dengan kejang berulang yang terjadi
dengan 6 anak pasien laki- laki dan 10 dengan sendirinya, yang membutuhkan
anak perempuan yang menderita pengobatan jangka panjang (Wong,
epilepsi dari seluruh jumlah pasien 2008). Epilepsi adalah gejala kompleks
yaitu 414 anak dengan kasus yang dari banyak gangguan fungsi otak berat
berbeda- beda (Sari Pediatri, 2017). yang dikarakteristikan oleh kejang
Tidak jauh berbeda angka kejadian berulang keadaan ini dapat di
yang penulis temukan di RSUD dr. hubungkan dengan kehilangan
Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi kesadaran, gerakan berlebihan atau
terhitung sejak bulan Oktober sampai hilangnya tonus otot atau gerakan dan
bulan Desember 2017 tercatat dari 610 gangguan perilaku, alam perasaan,
sensasi dan persepsi sehingga epilepsi

bukan penyakit tetapi suatu gejala kelahiran


(Smeltzer & Bare, 2011). 12. Hydrocephalus atau pembesaran
Etiologi ukuran kepala
Epilepsi disebabkan dari gangguan 13. Gangguan perkembangan otak
listrik disritmia pada sel saraf pada14. Riwayat bayi dan ibu menggunakan
salah satu bagian otak yang poresenfali, agenesis korpus
menyebabkan sel ini mengeluarkan kolosum
muatan listrik abnormal, berulang dan 5. Gangguan metabolik.
tidak terkontrol (Smeltzer & Bare, 6. Infeksi ; radang yang disebabkan
2011). bakteri atau virus pada otak dan
Menurut Arif (2008), Tarwoto (2009) selaputnya, toksoplasmosi
dan Wong (2008) etiologi dari epilepsi 7. Trauma ; kontusio serebri,
adalah hematoma subaraknoid, hematoma
1. Idiopatik ; sebagian besar epilepsi pada subdural
anak adalah epilepsi idiopatik 8. Neoplasma otak dan selaputnya
2. Faktor herediter 9. Kelainan pembuluh darah,
3. Faktor genetik ; pada kejang demam malformasi, penyakit kolagen
dan breath holding spell 10. Keracunan, demam, luka dikepala
4. Kelainan kongenital otak ; atrofi, dan pasca cidera kepala
11. Kekurangan oksigen atau asfiksia
obat antikolvusan yang digunakan
neonatorum, terutama saat proses
sepanjang hamil. Riwayat ibu-ibu yang
memiliki resiko tinggi (tenaga kerja,
wanita dengan latar belakang sukar
melahirkan, pengguna obat-obatan,
diabetes atau hipertensi)

Patofisiologi
Menurut Kleigman (2008) Otak
merupakan pusat penerima pesan
(impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan
(impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya
tugas neron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang
berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat
zat yang dinamakan neurotransmiter.
Acetylcholine dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat
lain yakni GABA (gama-amino-butiric-
acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik saraf dalam
sinaps.

Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh


suatu sumber gaya listrik saraf di otak

yang dinamakan fokus epileptogen. keadaan demikian akan terlihat kejang


Dari fokus ini aktivitas listrik akan yang mula-mula setempat selanjutnya
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke akan menyebar kebagian tubuh atau
neuron-neuron di sekitarnya dan anggota gerak yang lain pada satu sisi
demikian tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari
seterusnya sehingga seluruh belahan belahan hemisfer yang mengalami
hemisfer otak dapat mengalami muatan depolarisasi, aktivitas listrik dapat
listrik berlebih (depolarisasi). Pada merangsang substansia retikularis dan
inti pada talamus yang selanjutnya akan (Aura dapat berupa perasaan tidak
menyebarkan impuls-impuls ke belahan enak, melihat sesuatu, mencium
otak yang lain dan dengan demikian bau- bauan tak enak, mendengar
akan terlihat manifestasi kejang umum suara gemuruh, mengecap sesuatu,
yang disertai penurunan kesadaran. sakit kepala dan sebagainya)
5. Satu atau kedua mata dan kepala
Manifestasi Klinis bergerak menjauhi sisa focus
Menurut Hidayat (2009) dan Batticaca 6. Menyadari gerakan atau hilang
(2008) yaitu : kesadaran
1. Dapat berupa kejang-kejang, 7. Bola mata membalik ke atas, bicara
gangguan kesadaran atau gangguan tertahan, mati rasa, kesemutan,
penginderaan perasaan ditusuk-tusuk, dan seluruh
2. Kelainan gambaran EEG otot tubuh menjadi kaku.
3. Tergantung lokasi dan sifat fokus 8. Kedua lengan dalam keadaan fleksi
Epileptogen tungkai, kepala, dan leher dalam
4. Mengalami Aura yaitu suatu sensasi keadaan ekstensi, apneu, gerakan
tanda sebelum kejang epileptik tersentak-sentak, mulut tampak
berbusa, reflek menelan hilangdan
saliva meningkat.

Komplikasi
Menurut Elizabeth (2010) dan Pinzon
(2007) komplikasi epilepsi dapat terjadi:
1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan
retardasi mental dapat timbul akibat
kejang yang berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan
cemas
3. Cedera kepala
4. Cedera mulut
5. Fraktur
Penatalaksanaan atau adanya anomali vaskuler
Penatalaksanaan medis b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Farmakoterapi : Anti kovulsion.
2. Pembedahan : Untuk pasien Cara menanggulangi kejang epilepsi
epilepsy akibat tumor otak, abses, kista :
a. Selama Kejang mengenali tanda-tanda awal
1) Berikan privasi dan munculnya epilepsi atau yang biasa
perlindungan pada pasien dari disebut “aura”. Jika Penderita mulai
penonton yang ingin tahu merasakan aura, maka sebaiknya
2) Mengamankan pasien di lantai berhenti melakukan aktivitas apapun
jika memungkinkan. pada saat itu dan anjurkan untuk
3) Hindarkan benturan kepala atau langsung beristirahat atau tidur.
bagian tubuh lainnya dari bendar keras, 7) Bila serangan berulang-ulang
tajam atau panas. Jauhkan ia dari dalam waktu singkat atau penyandang
tempat / benda berbahaya. terluka berat, bawa ia ke dokter atau
4) Longgarkan bajunya. Bila rumah sakit terdekat.
mungkin, miringkan kepalanya b. Setelah Kejang
kesamping untuk mencegah lidahnya 1) Penderita akan bingung atau
menutupi jalan pernapasan mengantuk setelah kejang terjadi.
5) Biarkan kejang berlangsung. 2) Pertahankan pasien pada salah
Jangan memasukkan benda keras satu sisi untuk mencegah aspirasi.
diantara giginya, karena dapat Yakinkan bahwa jalan napas tidak
mengakibatkan gigi patah. Untuk mengalami gangguan.
mencegah gigi klien melukai lidah, 3) Biasanya terdapat periode
dapat diselipkan kain lunak disela ekonfusi setelah kejang grand mal.
mulut penderita tapi jangan sampai 4) Periode apnea pendek dapat
menutupi jalan pernapasannya. terjadi selama atau secara tiba- tiba
6) Ajarkan penderita untuk setelah kejang.
5) Pasien pada saat bangun, harus
diorientasikan terhadap lingkungan
6) Beri penderita minum untuk
mengembalikan energi yang hilang
selama kejang dan biarkan penderita
beristirahat.
7) Jika pasien mengalami serangan
berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan
pendekatan yang lembut dan member

restrein yang lembut. pemberian pengobatan oleh dokter.


8) Laporkan adanya serangan pada
kerabat terdekatnya. Ini penting untuk Asuhan Keperawatan
6. Riwayat Alergi
A. Pengkajian Keperawatan Bila pasien sebelumnya sudah minum
Pengkajian keperawatan pada anak obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu
dengan Epilepsi berdasarkan Mansjoer dibedakan apakah ini suatu efek
(2008) adalah : samping dari gastrointestinal atau efek
1. Identitas pasien reaksi hipersensitif. Bila terdapat
2. Keluhan utama semacam “rash” perlu dibedakan
Pada umumnya klien panas yang apakah ini terbatas karena efek
meninggi disertai kejang (Hipertermi). fotosensitif yang disebabkan eksposur
3. Riwayat penyakit sekarang dari sinar matahari atau karena efek
Menanyakan tentang keluhan yang hipersensitif yang sifatnya lebih luas.
dialami sekarang mulai dari panas, 7. Riwayat Pengobatan
kejang, kapan terjadi, berapa kali, dan Bila pasien sebelumnya sudah minum
keadaan sebelum, selama dan setalah obat-obatan antiepilepsi, perlu
kejang. ditanyakan bagaimana kemanjuran
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita obat tersebut, berapa kali diminum
Penyakit yang diderita saat kecil sehari dan berapa lama sudah diminum
seperti batuk, pilek, panas. Pernah di selama ini, berapa dosisnya, ada atau
rawat dinama, tindakan apa yang tidak efek sampingnya.
dilakukan, penderita pernah mengalami 8. Riwayat Psiko Sosial
kejang sebelumnya, umur berapa saat Peran terhadap keluarga akan menurun
kejang. yang diakibatkan oleh adanya
5. Riwayat Penyakit Keluarga perubahan kesehatan sehingga dapat
Tanyakan pada keluarga tentang di menimbulkan psikologis klien dengan
dalam keluarga ada yang menderita timbul gejala-gejala yang di alami
penyakit yang diderita oleh klien dalam proses penerimaan terhadap
seperti kejang atau epilepsi. penyakitnya.
9. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan
yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari.
10. Riwayat Gizi
Status gizi anak yang menderita
Epilepsi dapat bervariasi. Semua anak predisposisinya. Anak yang menderita
dengan status gizi baik maupun buruk Epilepsi sering mengalami keluhan
dapat berisiko, apabila terdapat faktor mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini Pengkajian kepala meliputi : ukuran ,
berlanjut dan tidak disertai dengan kesimetrisan, distribusi rambut dan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, lingkar kepala. Pada klien dengan
maka anak dapat mengalami epileapsi biasanya klien mengeluhkan
penurunan berat badan sehingga status nyeri oleh karena adanya spasme atau
gizinya menjadi kurang. penekanan pada tulang tengkorak
11. Kondisi lingkungan akibat peningkatan TIK sewaktu
Bagaimana keadaan lingkungan yang kejang
mengakibatkan gangguan kesehatan. b. Mata
12. Pola kebiasaan Pengkajian mata meliputi ketajaman
a. Nutrisi dan metabolisme : Pada penglihatan, gerakan ekstra ocular,
umumnya klien kesukaran menelan. kesimetrisan, penglihatan warna, warna
Kaji frekuensi, jenis, pantangan, nafsu konjungtiva, warna sclera, pupil, reflek
makan berkurang dan nafsu makan cahaya kornea. Pada klien dengan
menurun. epilepsi saat terjadi serangan klien
b. Eliminasi : Pada klien febris convulsi biasanya mata klien cenderung seperti
tidak mengalami gangguan. melotot bahkan pada sebagian anak
c. Tidur dan istirahat : Pada umumnya lensa mata dapat terbalik sehingga
klien mengalami gangguan waktu tidur pupil tidak nampak.
karena panas yang meninggi. c. Hidung
d. Pola aktifitas dan latihan : Pada Pengkajian hidung meliputi : Pada
umumnya klien mengalami gangguan penderita epilepsi jarang di temukan
dalam melakukan aktifitas. kelainan pada hidung.
13. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, d. Mulut
palpasi, auskultasi dan perkusi dari
ujung rambut sampai kaki. Pengkajian pada mulut meliputi pada
a. Kepala penderita epilepsi biasanya ditemukan
adanya kekakuan pada rahang.
e. Telinga
Pengkajian pada telinga meliputi:
hygiene, kesimetrisan, ketajaman
pendengaran.
f. Leher
Pengkajian pada leher meliputi pada
sebagian penderita epilepsi juga g. Dada
ditemukan kaku kuduk pada leher. Pengkajian pada dada meliputi :
kesimetrisan, amati jenis pernafasan, 1) Elektrolit, glukosa, Ureum atau
amati kedalaman dan regularitas, bunyi kreatinin.
nafas dan bunyi jantung. 2) Pungsi lumbal (PL) : untuk mendeteksi
h. Abdomen tekanan abnormal dari CSS, tanda-
Pengkajian pada abdomen meliputi : tanda infeksi, perdarahan (hemoragik
pemeriksaan warna dan keadaan kulit subarachnoid, subdural) sebagai
abdomen, auskultasi bising usus, penyebab kejang tersebut.
perkusi secara sistemik pada semua b. Pemeriksaan EEG
area abdomen, palpasi dari kuardan c. MRI : melokalisasi lesi-lesi fokal.
bawah keatas. Pada penderita epilepsi d. Pemeriksaan radiologis : Foto
biasanya terdapat adanya spasme tengkorak.
abdomen. e. Pneumoensefalografi dan
i. Ekstermitas ventrikulografi untuk melihat
Atas : pengkajian meliputi : pada gambaran ventrikel, sisterna, rongga
penderita epilepsi biasanya terdapat sub arachnoid serta gambaran otak.
aktivitas kejang pada ekstermitas. Arteriografi untuk mengetahui
Bawah : pada penderita epilepsi pembuluh darah di otak : anomali
biasanya terdapat aktivitas kejang pada pembuluh darah otak, penyumbatan,
ekstemitas neoplasma dan hematoma
j. Genetalia
Pengkajian pada genetalia meliputi ; B. Diagnosa Keperawatan
pemeriksaan kulit sekitar daerah anus Diagnosa keperawatan yang ditemukan
terhadap kemerahan dan ruam, pada pasien dengan Epilepsi
pemeriksaan anus terhadap tanda-tanda berdasarkan Hidayat (2008) adalah :
fisura, hemoroid, polip, atresia ani. 1. Resiko tinggi trauma/cidera
14. Pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kelemahan,
a. Pemeriksaan laboratorium perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot sekunder akibat
aktivitas kejang
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya
bersihan jalan nafas berhubungan
dengan kerusakan neoromuskular
3. Resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan muntah, dan kehilangan yang tidak disadari
perubahan tingkat kesadaran, akibat demam
pemberian makan atau asupan buruk
C. Perencanaan Keperawatan 2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya
Perencanaan merupakan suatu proses bersihan jalan nafas berhubungan
penyusunan berbagai intervensi dengan kerusakan neurovaskuler
keperawatan yang dibutuhkan untuk Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
mencegah, menurunkan atau keperawatan, bersihan jalan nafas tetap
mengurangi masalah-masalah klien efektif
(Hidayat, 2008). Kriteria Hasil : Jalan nafas bersih,
1. Resiko tinggi trauma/cidera suara nafas vesikuler, sputum tidak
berhubungan dengan kelemahan, ada, rr 30-40x/menit
perubahan kesadaran, kehilangan Rencana Tindakan :
koordinasi otot sekunder akibat
aktivitas kejang a. Observasi tanda-tanda vital terutama
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan respirasi
keperawatan, risiko trauma/cidera tidak b. Awasi posisi tidur klien semifowler
terjadi atau fowler
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda c. Tempatkan selimut dibawah kepala
terjadi cidera dan longgarkan pakaian
Rencana Tindakan : d. Auskultasi bunyi nafas
a. Kaji dengan keluarga berbagai e. Apabila muntah miringkan badan
stimulasi kejang dengan hati-hati
b. Observasi keadaan umum sebelum, 3. Resiko kekurangan volume cairan
selama dan sesudah kejang berhubungan dengan muntah,
c. Catat tipe kejang dan aktivitas kejang perubahan tingkat kesadaran,
d. Berikan tindakan kenyamanan dan pemberian makan atau asupan buruk
keamanan bagi klien dan kehilangan yang tidak disadari
e. Kaji penilaian neurologi dan tanda- akibat demam
tanda vital setelah kejang Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, cairan adekuat Kriteria
Hasil : Tidak ada muntah, suhu dalam
batas normal (36-37,5ºC)
Rencana Tindakan :
a. Pantau tinggi badan dan berat badan
b. Pantau status hidrasi (suhu tubuh,
membran mukosa, turgor kulit, asupan kalori dan nutrisi serta ajarkan
haluaran urin) keluarga untuk mengubah posisi,
c. Gunakan teknik untuk meningkatkan modifikasi makan, makanan lunak atau
campuran, beri waktu tambahan) melakukan keefektifan rencana
d. Kaji sistem pernafasan keperawatan dalam memenuhi
e. Pantau terhadap mual dan muntah dan kebutuhan pasien (Doenges, 2012).
beri obat jika di programkan Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu
D. Pelaksanaan Keperawatan evaluasi proses setiap selesai dilakukan
Implementasi merupakan tindakan tindakan keperawatan dan evaluasi
yang sudah direncanakan dalam hasil membandingkan antara tujuan
28
rencana keperawatan. Tindakan dengan kriteria hasil.
keperawatan mencakup tindakan
mandiri atau independen dan tindakan
kolaborasi. Tindakan mandiri atau TINJAUAN KASUS
independen adalah aktivitas perawatan Pengkajian Keperawatan
yang didasarkan pada kesimpulan atau A. Identitas Pasien
keputusan sendiri dan bukan Tanggal pengkajian 12 Maret 2018
merupakan petunjuk atau perintah dari pukul 09.00 WIB, tanggal masuk
petugas kesehatan lain. Tindakan rumah sakit 11 Maret 2018 pukul
kolaborasi adalah tindakan yang 20.30 WIB di ruang Melati, nomor
didasarkan hasil keputusan bersama register 09-97-86-83 dengan diagnosa
seperti dokter dan petugas kesehatan medis Epilepsi dengan riwayat Kejang
lain (Doenges, 2012). Demam Kompleks. Nama klien An. G,
E. Evaluasi Keperawatan sering dipanggil An. G, jenis kelamin
Evaluasi adalah tahapan dari proses laki-laki, lahir di Jakarta, 26 September
keperawatan, proses yang 2016 (18 bulan), agama Kristen, suku
berkelanjutan untuk menjamin kualitas bangsa Batak, bahasa yang digunakan
dan ketepatan perawatan yang adalah bahasa Indonesia. Identitas
diberikan, yang dilakukan dengan Orang tua: Nama Ibu klien Ny. W (35
meninjau respons pasien untuk tahun), pendidikan terakhir S1,
pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, agama
Islam, suku bangsa Batak. Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil, agama Islam,
suku bangsa Batak. Nama ayah klien
Tn. I (35 tahun) dengan pendidikan
terakhir magister.

B. Resume Maret 2018 Pukul 20.00 WIB dengan


An. G rujukan dari RS Mekar Sari keluhan kejang <1 menit, demam sudah
datang ke IGD Bekasi tanggal 11 2 hari, menggigil, batuk, pilek,
mempunyai riwayat kejang. Keadaan atas. Terjadinya mendadak, lamanya
umum lemah, kesadaran compos kurang dari 1 menit. Faktor pencetus
mentis, hasil TTV : Suhu 38,7ºC, RR terjadinya penyakit karena An. G sedang
30x/menit, Nadi 132x/menit. Hasil batuk, pilek. Upaya mengurangi dengan

laboratorium : Hemoglobin 9,6 g/dl, cara kompres, beri air putih, madu dan
sanmol. Cara masuk dengan dibawa
Hematokrit 30,7%, Leukosit 20.600/ul,
keluarga ke IGD Bekasi dengan di
LED 30mm, Eritrosit 4,2 juta/ul, Widal
gendong.
S.typhi H (-) S.typhi O (-), Elektrolit
1. Pengkajian Fisik:
Natrium 142mmol/L, Kalium
Data Subjektif : Ibu An. G
4,6mmol/L, Chlorida 104mmol/L.
mengatakan demam anaknya naik
Masalah keperawatan yang muncul
turun, batuk dan pilek, makan hanya 3
adalah resiko cedera, defisit volume
sendok, ibu An. G mengatakan
cairan, ketidakseimbangan nutrisi
kejangnya takut timbul lagi, ibu
kurang dari kebutuhan tubuh, resiko
mengatakan anak rewel, ibu An. G
infeksi, ansietas dan kurang
mengatakan tidak tahu akibat lanjut
pengetahuan. Tindakan yang telah
dari epilepsi. Data Objektif : Suhu 38º
dilakukan yaitu mengobservasi TTV,
C, nadi 110x/menit, pernapasan
pemasangan infus 15 tpm/makro,
35x/menit, kesadaran compos mentis.
memberikan obat paracetamol drip
Pola nutrisi dan metabolisme
100mg, memberikan obat sibital 100
Data Subjektif : Ibu An. G
mg.
mengatakan nafsu makan anaknya
C. Pengkajian
kurang, tidak ada penurunan atau
Tanggal mulai sakit 10 Maret 2018 Pukul
peningkatan BB, anaknya makan nasi
16.30 WIB, Ibu An. G mengatakan An. G
panas sudah 2 hari dan dibawa ke Rumah tim atau makanan saring, makan

Sakit pada tanggal 11 Maret 2018 karena 3x/hari 3 sendok, minum kurang lebih
kejang, menggigil dan mata melihat ke 1000 cc/hari, tidak mual, tidak disfagia
dan tidak muntah.
Data Objektif : mukosa mulut lembab,
warna merah muda, tidak ada lesi,
membran mukosa kering, tidak ada
kelainan palatum, bibir lembab, tidak
ada kelainan gusi, lidah bersih. Gigi
belum lengkap, tidak ada karang gigi,

karies, obesitas. Integritas kulit utuh, menggunakan sonde/NGT.


turgor elastis, tekstur tidak kering, 2. Pola respirasi / Sirkulasi
warna kemerahan dan tidak Data Subjektif : Ibu An. G mengatakan
anaknya tidak sesak, tidak ada dahak, ada per menit, lingkar perut 38 cm. BAB
batuk. : Ibu An. G mengatakan anaknya berbau khas, warna kuning, tidak ada
tidak sakit dada, tidak udema. Data lendir, konsistensi lunak, tidak melena,
Objektif : suara napas vesikuler, ada
frekuensi BAB kurang lebih 1x/hari.
batuk, tidak batuk darah, tidak ada sputum,
warna BAK kuning jernih, baunya
tidak menggunakan otot bantu napas, tidak
khas, tidak menggunakan kateter,
menggunakan pernapasan cuping hidung.
frekuensinya tidak tentu, jumlah
tidak ada ikterus, tidak sianosis, tidak
kurang lebih 150 cc. anus tidak iritasi,
edema, pengisian kapiler kurang dari 2
tidak atresia ani, tidak prolaps, anus
detik, temperatur suhu 38º C.
tidak kemerahan.
3. Aktivitas/Latihan
Eliminasi
Data Subjektif : Ibu An. G
Data subjektif : Ibu An.G mengatakan
mengatakan anaknya lemas dan hanya
perut anaknya kembung, tidak ada
berbaring, kebutuhan sehari-harinya
sakit atau nyeri perut. Ibu An. G
dibantu oleh orang tuanya, tidak ada
mengatakan BAB dengan berbau khas,
kekakuan pergerakan sendi dan tidak
warna kuning kecoklatan, tidak ada
ada rasa nyeri pada sendi.
lendirnya, tidak diare, konsistensinya
Data Objektif : tidak ada gangguan
lunak, frekuensi 1x/hari. Ibu An. G
keseimbangan berjalan, kekuatan
mengatakan jumlah BAK kurang lebih
menggenggam baik, bentuk kaki
150 cc setiap ganti pampers,
simetris dan tidak ada kelainan, otot
frekuensinya tidak tentu, tidak ada
kaki kuat dan ada kejang.
keluhan, tidak nocturia, tidak dysuria,
4. Sensori Persepsi
tidak hematuria dan tidak
Data Subjektif : Ibu An. G
inkontinensia. Data Objektif :
mengatakan pendengaran, penglihatan,
abdomen klien lemas, tidak tegang atau
penciuman, perabaan dan pengecap
kaku, tidak kembung, bising usus 7x
An. G normal. Data Objektif : reaksi
terhadap cahaya baik, orientasi belum
dapat berbicara dengan lancar, pupil
isokor, konjungtiva ananemis,
pendengaran baik, penglihatan baik.
Konsep Diri
Data Subjektif : Ibu An. G
mengatakan anak menjadi rewel dan takut.
tidak mau ditinggal. Data Objektif : 5. Tidur/Istirahat
kontak mata ada, postur tubuh normal, Data Subjektif : Ibu An. G mengatakan
perilaku klien menjadi rewel, malu dan anaknya tidur selalu nyenyak. Masalah
atau gangguan waktu tidur yaitu lingkar lengan atas 12,5 cm, pertumbuhan
terkadang An. G mengalami reflek gigi belum lengkap. Perkembangan
gerakan pada tangan atau kakinya. Motorik kasar : anak dapat berdiri tanpa
Data Objektif : tidak ada tanda-tanda berpegangan. Motorik halus : anak dapat
kurang tidur, hanya saja terkadang mengambil benda kecil seperti potongan

anak rewel. biskuit, menggenggam sendok. Bahasa :

Seksualitas / Reproduksi anak dapat mengatakan “papa, mama,


bude, bobo, nenen”. Sosialisasi : anak
Data Subyektif : Ibu An. G
dapat bertepuk tangan, saat perawat datang
mengatakan anaknya tidak ada ereksi
An. G dapat “tos” dengan perawat.
dan tidak sakit pada waktu BAK. Data
Objektif : Tidak ada kelainan skrotum,
D. Pemeriksaan Penunjang
hyposphadia dan fimosis.
6. Dampak Hospitalisasi
Hasil pemeriksaan laboratorium
Pada anak : anak menjadi sedikit rewel,
tanggal 11 Maret 2018
kadang tampak gelisah, tidak bisa
Hematologi : HB 9,6 g/dl (11-
bermain, anak menjadi sering takut dan
14,5g/dl), HT 30,7% (40-54%),
ingin selalu dekat dengan ibunya. Pada
orang tua : ibu menjadi tidak bisa bekerja,
Leukosit 20.600/ul (5.000-10.000/ul),

orang tua bergantian untuk menjaga An. LED 30mm (0-10mm), Eritrosit
G, dan merasa cemas dengan keadaan 4,2juta/ul (4- 5juta/ul), Trombosit
anaknya. 229.000/ul (150.000-400.000/ul).
7. Tingkat pertumbuhan dan Elektrolit : Natrium 142 mmol/L (135-
Perkembangan Saat ini 145mmol/L), Kalium 4,6 mmol/L (3,5-
Pertumbuhan: Berat badan 10 kg, tinggi 5,0 mmol/L), Chlorida 104 mmol/L
badan 83,5 cm, lingkar kepala 44 cm, (94-111 mmol/L). Imunoserologi :
Widal (S.typhi H negatif, S.typhi O
negatif).

Penatalaksanaan
Terapi parenteral : terpasang infus RL
15tpm/makro. Terapi injeksi :
Paracetamol 100mg, Dexamethasone
3x2mg, Ceftriaxone 1x1gr. Terapi oral

: Azithromycin 1x100mg, Cetrizine tanggal 13 Maret 2018).


1x0,75mg. Pemberian inhalasi :
Ventolin 1cc, Nacl 2cc/12 jam (mulai
D. Data Fokus
Data subyektif : Ibu An. G mengatakan 20.600/ul, LED 30mm. BB anak 10 kg
anak demam naik turun, ibu (BBI 11,6 kg). Kebutuhan cairan saat
mengatakan kejangnya takut timbul anak demam 38ºC (kenaikan 1º = 12%)
lagi, ibu mengatakan anaknya 1120cc. Balance cairan -200 cc/24 jam.
mempunyai riwayat kejang 2 bulan
yang lalu, ibu mengatakan anaknya E. Diagnosa Keperawatan
kurang nafsu makan, ibu mengatakan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
anaknya batuk dan pilek, ibu berhubungan dengan peningkatan
mengatakan anaknya menjadi rewel produksi sputum
dan tidak mau ditinggal selama di 2. Risiko cedera berhubungan dengan
rumah sakit, ibu mengatakan anaknya riwayat kejang berulang
malu dan takut dengan perawat, ibu 3. Risiko defisit volume cairan
mengatakan tidak mengetahui akibat berhubungan dengan intake in adekuat,
lanjut/komplikasi dari kejang atau Hipertermi
epilepsi.
Data Obyektif : suhu anak 38C, E. Perencanaan, Pelaksanaan dan
makan 3 sendok, anak tampak rewel, Evaluasi
anak tampak lemas, anak tampak batuk a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
kering (non-produktif), wajah tampak berhubungan dengan peningkatan
pucat, anak tampak takut dan malu saat produksi sputum ditandai dengan DS
perawat mendekatinya, Ibu An. G : Ibu mengatakan An. G batuk dan
bertanya tentang akibat lanjut dari pilek. DO : An. G tampak batuk kering
epilepsi, ibu tampak cemas, tampak (non-produktif), Leukosit 20.600/ul,
An.G tidak mau makan, anak terpasang LED 30mm, Suhu 38ºC.
infus RL 15 tpm pada tangan kiri, Suhu Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
38ºC, HB 9,6 g/dl, HT 30,7%, leukosit keperawatan 3x24 jam, bersihan jalan
nafas efektif
Kriteria Hasil : Tidak ada batuk, tidak
ada sputum, tidak ada pilek, RR
<40x/menit, suara nafas vesikuler,
leukosit dalam batas normal (5.000-
10.000/ul), LED dalam batas normal
(0-10mm), suhu 36-37ºC.

Rencana Tindakan : 2. Kaji frekuensi pernafasan dan suara


1. Atur posisi yang dapat nafas
meningkatkan kenyamanan anak 3. Ubah posisi anak setiap 1-2 jam
4. Bantu anak dalam mengeluarkan mengkaji tanda-tanda vital dengan
dahak RS:-, RO: RR 35x/menit, N:
5. Lakukan fisioterapi dada sesuai 108x/menit, S:37,5ºC, suara nafas
dengan petunjuk vesikuler, An.G tidak tampak sesak.
6. Berikan terapi inhalasi sesuai Pukul 22.00 WIB melaporkan ke
dengan anjuran dokter anak untuk meminta resep obat
7. Beri obat sesuai dengan program : batuk, resep obat batuk sudah di dapat
Cetrizine 2 x ½ cth, Dexamethasone Cetrizine ½ cth dengan RS:-, RO:
3x2mg (IV), Ceftriaxone 1x1gr Resep obat sudah di dapat.
(IV), Azitromycin 1x100mg (PO)
8. Pantau hasil laboratorium : leukosit Evaluasi
dan LED Tanggal 14 Maret 2018
Subjektif : ibu An.G mengatakan
Pelaksanaan : anaknya masih batuk tetapi sudah tidak
Tanggal 12 Maret 2018 pilek. Objektif : RR 32x/menit, tampak
Pada pukul 08.30 WIB mengkaji batuk An.G berkurang, suara nafas
pernafasan, frekuensi pernafasan, suara vesikuler, leukosit 12.500/ul, LED
nafas dan tanda-tanda vital dengan RS 32mm, Suhu 36,7ºC. Analisa : Tujuan
: Ibu An. G mengatakan anaknya batuk tercapai sebagian, masalah belum
dan pilek, RO : RR 35x/menit, N : teratasi. Planning : intervensi
35x/menit, S : 38ºC, suara nafas dilanjutkan dengan memberikan obat
vesikuler, An.G tidak tampak sesak. Cetrizine 2 x ½ cth dan Azithromycin
Pukul 14.00 WIB mengkaji tanda- 1x100mg.
tanda vital dengan RS : -
, RO : RR 37x/menit, N : 100x/menit, b. Risiko cedera berhubungan dengan
S : 38,5ºC, suara nafas vesikuler, An.G riwayat kejang berulang ditandai
tidak tampak sesak. Pukul 21.00 WIB dengan DS : Ibu mengatakan An. G
demam naik turun, ibu An. G
mengatakan kejangnya takut timbul
lagi, ibu mengatakan An. G
mempunyai riwayat kejang. DO : Suhu
38ºC, anak tampak rewel
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Rencana Tindakan :
keperawatan 3x24 jam, cidera tidak terjadi 1. Observasi peningkatan suhu
Kriteria Hasil : Suhu 36-37ºC, anak 2. Kaji sifat dan timbulnya kejang
tidak rewel, tidak ada kejang 3. Kaji dan monitor : tingkat
kesadaran, adanya kejang (jenis dan dahi, ketiak dan memberi obat sanmol
lamanya) sirup 1 cth dengan RS : ibu
4. Laporkan tanda-tanda awal mengatakan mengerti dan sudah
munculnya risiko : demam terlalu diberikan sanmol sirup, RO : tampak
tinggi, tanda- tanda kejang ibu mengompres anaknya. Pukul 10.00
5. Longgarkan pakaian jika terjadi WIB mengkaji sifat dan penyebab
kejang timbulnya kejang dengan RS : ibu
6. Beri kompres air hangat pada dahi, An.G mengatakan sebelum kejang suhu
ketiak dan selangkangan tubuh An.G meningkat yaitu sampai
7. Tidurkan dan istirahatkan anak 39ºC, RO : suhu 38ºC. Pukul 11.00
setelah kejang Mengkaji dan memonitor tingkat
8. Beri obat antipiretik : Parasetamol kesadaran dengan RS : - , RO : tingkat
100mg (IV drip) kesadaran compos mentis. Pukul 14.00
9. Beri obat anti kejang : Sibital Mengobservasi peningkatan suhu
2x100mg, depakene 2x250mg/5ml dengan RS : ibu An.G mengatakan
demamnya semakin meningkat, RO :
Pelaksanaan : suhu 38,5º, tampak ibu terus
Tanggal 12 Maret 2018 mengompres anaknya. Pukul 14.15
Pada Pukul 08.30 WIB mengobservasi WIB memberikan obat paracetamol
peningkatan suhu dengan RS : ibu 100mg melalui IV drip dengan RS : ibu
An.G mengatakan An.G demamnya An.G mengatakan anaknya badannya
naik turun, RO : suhu 38ºC, An.G tidak panas, RO: obat paracetamol 100mg
tampak kejang. Pukul 08.45 WIB telah diberikan melalui IV drip. Pukul
menganjurkan ibu untuk mengompres 15.00 WIB mengobservasi
anaknya dengan air hangat pada bagian peningkatan suhu dengan RS : ibu
An.G mengatakan badan An.G tidak
panas lagi seperti tadi, RO : suhu
37,5ºC (perawat ruangan). Pukul 20.30
WIB memantau peningkatan suhu
dengan RS : - , RO : suhu 37,3ºC
(perawat ruangan). Pukul 05.00 WIB
memantau peningkatan suhu dengan
RS : ibu An.G mengatakan anaknya

sudah tidak panas lagi, RO : suhu 37ºC Evaluasi


(perawat ruangan). Tanggal 14 Maret 2018
Subjektif : ibu An.G mengatakan
anaknya sudah tidak panas dan tidak 3. Kaji dan observasi penyebab
kejang. Objektif : suhu 36,7ºC, tidak kehilangan cairan
rewel, tidak ada kejang. Analisa : 4. Berikan asupan cairan sesuai
tujuan tercapai, maslah teratasi. kebutuhan
Planning : intervensi dihentikan 5. Pantau hasil Laboratorium :
(menganjurkan orang tua untuk Hematokrit
memberikan obat panas dan anti kejang 6. Pemasangan infus RL 15 tpm
jika anak demam dan kejang, Pelaksanaan :
melonggarkan pakaian anak jika terjadi Tanggal 12 Maret 2018
kejang agar lebih bisa bernafas). Pukul 10.00 WIB mengkaji turgor kulit
dan membran mukosa An.G dengan RS
c. Risiko defisit volume cairan : - , RO : turgor kulit elastis, membran
berhubungan dengan intake in mukosa lembab. Pukul 11.00 WIB
adekuat, hipertemi ditandai dengan monitor tanda-tanda dehidrasi dengan
DS : Tidak ada. DO : HT 30,7%, Suhu RS : - , RO : tidak ada tanda-tanda
38ºC, balance cairan -200 cc/24 jam dehidrasi, turgor kulit elastis,
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan membran mukosa lembab, CRT 2
keperawatan 3x24 jam, volume cairan detik. Pukul 14.15 memberikan obat
adekuat paracetamol 100mg melalui IV drip
Kriteria Hasil : suhu 36-37,5ºC, bibir dengan RS : ibu An.G mengatakan
lembab, turgor kulit elastis, membran anaknya badannya panas, RO : obat
mukosa lembab, HT 40-54%, balence paracetamol 100mg telah diberikan
cairan seimbang melalui IV drip. Pukul 15.00 WIB
Rencana Tindakan : mengobservasi peningkatan suhu
1. Monitor dan ukur intake dan output dengan RS : ibu An.G mengatakan
2. Kaji turgor kulit dan membran mukosa badan An.G tidak panas lagi seperti
serta adanya tanda-tanda dehidrasi tadi, RO: suhu 37,5ºC (perawat
ruangan). Pukul 07.00 WIB memonitor
dan ukur intake dan output dengan RS
: ibu An.G mengatakan anaknya sangat
sering menyusu ±350cc, MPASI hanya
3 sendok ±150cc, RO : infus 350cc,
urine(pampers) 750cc. IWL(10kgx30)

=300cc. Balance : 850 cc – 1050 cc = - Tanggal 14 Maret 2018


200cc Subjektif : ibu An.G mengatakan
Evaluasi anaknya sudah tidak panas, An.G sering
menyusu dan MPASI meningkat. Nanda NIC NOC. 2015. Aplikasi
Objektif : intake 1250cc, output Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan
1100cc, turgor kulit elastis, membran Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid
mukosa lembab, HT 34,5%, balance 1. Yogyakarta : Mediaction
cairan seimbang, suhu 36,7ºC. Analisa: Pinzon, R. 2007. Dampak epilepsi pada
tujuan tercapai, masalah teratasi. aspek kehidupan penyandangnya.
SMF Saraf RSUD Dr. M.
Planning : intervensi dihentikan Haulussy, Ambon, Indonesia.
(menganjurkan keluarga untuk
Potter, P.A. 2009. Buku Ajar
memberikan kebutuhan cairan kepada Fundamental Keperawatan. Alih
An.G) bahasa Yasmin Asih. Jakarta : EGC

Rho, J.M. and Stafstrom C.E.2012.


DAFTAR PUSTAKA Epilepsy in Adults In : Biller, Jose
(Ed).
Batticaca, B.F. 2008. Asuhan
Keperawatan Klien dengan Practical Smeltzer, S. 2011. Buku Ajar
Gangguan Persarafan.Jakarta: Keperawatan Medikal Bedah
Salemba Medika Brunner Suddarth.Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC.
Doenges, M.E. 2012. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Elizabeth. J. 2010. Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta: EGC

Hidayat, A.A. 2009. Pengantar Ilmu


Keperawatan Anak I. Jakarta :
Salemba Medika

Kliegman, B. 2008. Nelson Ilmu


Keperawatan Anak ed. 15, alih
bahasa Indonesia, A.Samik
Wahab. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta


Kedokteran. Jakarta : Media
Auskulapius

Anda mungkin juga menyukai