LAPORAN
PENDAHULUAN
TUMBUH KEMBANG ANAK SEHAT
Disusun oleh :
Indra Wardani
NIM. P07220218007
A.Pengertian
1. Faktor genetik.
a. Berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa atau bangsa
2. Faktor lingkungan.
a. Faktor pranatal
Gizi pada waktu hamil, mekanis, toksin, endokrin, radiasi, infeksi,
stress, imunitas, anoksia embrio
b. Faktor postnatal
1) Faktor Lingkungan Biologis
Ras, jenis kelamin, umur, gizi, kepekaan terhadap penyakit,
perawatan kesehatan, penyakit kronis, dan hormon
2) Faktor lingkungan fisik
Cuaca, musim, sanitasi,keadaan rumah.
3) Lingkungan sosial
Stimulasi, Motivasi belajar, Stress, Kelompok sebaya, Ganjaran
atau hukuman yang wajar, Cinta dan kasih sayang
4) Lingkungan keluarga dan adat istiadat yang lain
Pekerjaan, pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, stabilitas
rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, agama, adat istiadat dan
norma-norma
3. Masa prasekolah
Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi
perkembangaan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan
meningkaatnya keterampilan dan proses berpikir.
1. Ukuran Antropometrik
Pertumbuhan fisik anak pada umumnya dinilai dengan menggunakan
ukuranantropometrik yang dibedakan menjadi 2 kelompok yang meliputi:
a. Tergantung umur yaitu berat badan (BB) terhadap umur, tinggi badan
(TB) terhadap umur,lingkaran kepala (LK) terhadap umur dan
lingkaran lengan atas (LLA) terhadap umur.Untuk dapat memberikan
pemaknaan secara klinis pada parameter tersebut diperlukanketerangan
yang akurat mengenai tanggal lahir anak. Kesulitannya adalah di
daerah-daerahtertentu, penetapan umur anak kurang tepat karena orang
tua tidak ingat bahkan tidak adacatatan mengenai tanggal lahirnya.
b. Tidak tergantung umur yaitu berat badan terhadap tinggi badan
(BB/TB), lingkaran lengan atas (LLA) dan tebal lipatan kulit
(TLK).Hasil pengukuran antropometrik tersebut dibandingkan dengan
suatu baku tertentu misalnya NCHS dari Harvard atau standar baku
nasional (Indonesia) seperti yang terekam
padaKartu Menuju Sehat (KMS). Dengan melihat perbandingan
hasil penilaian dengan standar baku tersebut maka dapat diketahui
status gizi anak. Nilai perbandingan ini dapat digunakan untuk menilai
pertumbuhan fisik anak karena menunjukkan posisi anak tersebut pada
persentil (%)keberapa untuk suatu ukuran antropometrik
pertumbuhannya, sehingga dapat disimpulkan apakah anak tersebut
terletak pada variasi normal, kurang atau lebih. Selain itu juga
dapatdiamati trend (pergeseran) pertumbuhan anak dari waktu ke
waktu.
2. Berat Badan (BB)
Berat badan (BB) adalah parameter pertumbuhan yang paling
sederhana,mudah
diukur,dan diulang. BB merupakan ukuran yang terpenting yang dipakai
pada setiap
pemeriksaan penilaian pertumbuhan fisik anak pada semua kelompok
umur karena BB merupakan indikator yang tepat untuk mengetahui
keadaan gizi dan tumbuh kembang anak saat pemeriksaan (akut).
Alasannya adalah BB sangat sensitif terhadap perubahan sedikit saja
seperti sakit dan pola makan. Selain itu dari sisi pelaksanaan, pengukuran
obyektif dan dapat diulangi dengan timbangan apa saja, relatif murah dan
mudah, serta tidak memerlukan waktulama.
Namun, pengukuran BB tidak sensitif terhadap proporsi tubuh
misalnya pendek gemukatau tinggi kurus. Selain itu, beberapa kondisi
penyakit dapat mempengaruhi pengukuran BBseperti adanya bengkak
(udem), pembesaran organ (organomegali), hidrosefalus, dansebagainya.
Dalam keadaan tersebut, maka ukuran BB tidak dapat digunakan untuk
menilaistatus nutrisi.
Penilaian status nutrisi yang akurat juga memerlukan data
tambahan berupa umur yangtepat,jenis kelamin, dan acuan standar. Data
tersebut bersama dengan pengukuran BBdipetakan pada kurve standar
BB/U dan BB/TB atau diukur persentasenya terhadap standaryang
diacu.BB/U dibandingan dengan standar, dinyatakan dalam persentase
a. >120% disebut gizi lebih
b. 80-120% disebut gizi baik
c. 60-80% tanpa edema = gizikurang
d. Dengan edema = gizi buruk
<60% disebut gizi buruk Perubahan BB perlu mendapat perhatian karena
merupakan petunjuk adanya masalahnutrisi akut. Kehilangan BB dapat
F. Penilaian Perkembangan
Denver II adalah revisi utama dari standar disasi ulang dari Denver
Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver
Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode
skrining perkembangan, yang bertujuan mendeteksi kelainan
perkembangan sedini mungkin pada anak sehat / asimptomatik, 0 bulan –
6 tahun. Berlangsung rutin dan periodik pada saat pemeriksaan kesehatan
bayi sehat, memonitor perkembangan terutama pada anak yang
mempunyai risiko tinggi.
Tes ini bukan tes diagnostik sehingga tidak dapat menyimpulkan
adanya abnormalitas, hanya suspect / diduga untuk dirujuk / diperiksa
untuk penegakan diagnosis dan tes ini juga bukan tes IQ karena tidak
dapat memprediksi IQ dikemudian hari. Juga tidak untuk menilai
gangguan belajar, perilaku, emosional dan tidak sebagai pengganti
pemeriksaan fisik, neurologiatau pun tes diagnosis lainnyaWaktu yang
dibutuhkan 15-20 menit.
1. Aspek Perkembangan yang Dinilai
a. Terdiri dari 125 tugas perkembangan.
b. Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30
tugas.
c. Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai, yaitu :
1) Personal Social (Perilaku Sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Fine Motor Adaptive (Gerakan Motorik Halus / Non Verbal)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, koordinasi antara mata dengan tangan,
manipulasi benda-benda kecil, pemecahan masalah dan
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi yang cermat.
3) Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,
memahami, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
4) Gross motor (Gerakan Motorik Kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan, sikap tubuh dan
keseimbangan.
2. Alat yang Digunakan
A. Alat peraga : benang wol merah, kismis/ manik-manik, peralatan
makan, peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian,
buku gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru,
kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).
B.Formulir
Formulir Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) (Maritalia,
2009):
A. Identitas Anak
1. Nama : …………………………….Laki-laki/Perempuan
2. Nama Ayah/Ibu : …………………….........
3. Alamat : …………….................
4. Tanggal Pemeriksaan : …./……………../………
5. Tanggal Lahir : …………/……………/…………..
6. Umur Anak : ……………………………….Bulan
B. Anamnesis
1. Keluhan utama :
…………………………………………………………
2. Apakah anak punya masalah tumbuh kembang : ………………….
C. Pemeriksaan Rutin Sesuai Jadwal/Jika Ada Keluhan
1. BB : …........Kg; PB/TB: ……..cm.
BB/TB :
a. Gizi baik
b. Gizi kurang
c. Gizi buruk
d. Gizi lebih
e. Rujuk : ya/tidak
2. LKA: ………..cm. LKA/U: …….:
a. Normal
b. Mikrosefal
c. Makrosefal
d. Rujuk : ya/tidak
3. Perkembangan Anak :
a. Sesuai
b. Meragukan :
1) G.Kasar
2) G. Halus
3) Bahasa
4) Sos-kemandirian
5) Rujuk :ya/tidak
c. Penyimpangan :
1) G.Kasar
2) G.Halus
3) Bahasa
4) Sos-kemandirian
5) Rujuk : ya/tidak
4. Daya Lihat :
a. Normal
b. Curiga ada gangguan
c. Rujuk : ya/tidak
5. Daya Dengar :
a. Normal
b. Curiga ada gangguan
c. Rujuk : ya/tidak
6. Mental emosional :
a. Normal
b. Curiga ada gangguan
c. Rujuk : ya/tidak
D. Pemeriksaan Atas Indikasi/Jika Ada Keluhan
1. Autis :
a. Risiko tinggi
b. Risiko rendah
c. Gangguan lain
d. Batas normal
e. Rujuk : ya/tidak
2. GPPH :
a. Kemungkinan GPPH
b. Bukan GPPH
c. Rujuk : ya/tidak
E. Kesimpulan : .....................................................................
F. Tindakan Intervensi
1. Konseling Stimulasi bagi ibu :
a. Diberikan
b. Tidak diberikan
2. Intervensi stimulasi perkembangan :
a. G.Kasar
b. G.Halus
c. Bahasa
d. Sos-mandiri
e. Tgl evaluasi intervensi :……………………………………....
3. Tindakan pengobatan lain : ....…………………………………...
4. Dirujuk ke : .............................………………….
a. Ada surat rujukan
b. Tidak ada surat rujukan
3. Cara pemeriksaan Denver II
a. Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang
akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12
bulan untuk satu tahun.
b. Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke
bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
c. Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis
horisontal tugas perkembangan pada formulir DENVER II.
d. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan
berapa yang F.
e. Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam : Normal,
Abnormal, Meragukan dan Tidak dapat dites.
1) Abnormal
a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor
atau lebih.
b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih
keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih dengan 1
keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak
ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis
vertikal usia .
2) Meragukan
a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan
dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada
kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3) Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes
menjadi abnormal atau meragukan.
4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.
Penyebab :
a. Anak-anak yang dicurigai mengalami speech delay seringkali juga
mengalami masalah pendengaran.
b. Adanya keterlambatan perkembangan yang terjadi karena belum
dicapainya tingkat kematangan seperti kematangan organ-organ
bicara.
c. Kurang stimulasi atau kurang terpapar dalam lingkungan sosial.
Cara Mengatasi :
a. Bacakan buku atau cerita bergambar sehingga anak dapat menunjuk
atau memberi nama benda-benda yang ia kenal.
b. Gunakan bahasa yang sederhana ketika berbicara pada anak.
c. Mengoreksi ucapan yang salah dari anak. Misalnya ketika anak
mengatakan “Atit” saat mengutarakan rasa sakit, orang tua segera
membenarkanya dengan mengucapkan “Oh, sakit ya”. Usahakan
untuk selalu mengulang kata-kata yang diucapkan anak pada kita.
d. Berikan pujian pada anak ketika anak berbicara benar.
e. Jangan abaikan anak dan selalu berikan respon terhadap apa yang
dikatakan anak.
f. Jangan memaksa anak untuk berbicara karena hal ini hanya akan
membuat anak menjadi semakin tertekan.
g. Berkonsultasi kepada tenaga ahli
Penyebab :
a. Kondisi kesehatan anak yang kurang mendukung. Keterlambatan anak
mulai berjalan bisa disebabkan oleh gangguan neurologis, gizi buruk,
maupun penyakit seperti : riwayat kekurangan oksigen saat lahir,
penyakit-penyakit perinatal yang berat (sepsis, kerinikterus,
meningitis), bayi lahir dengan berat sangat rendah, bayi prematur,
cerebal palsy, pasca kejang lama, penyakit jantung bawaan, dan lain
sebagainya.
b. Faktor keturunan. Beberapa kasus menunjukkan orangtua yang
mempunyai riwayat terlambat berjalan akan menurun kepada anaknya.
c. Bentuk dan berat badan anak. Anak dengan kaki yang pendek
biasanya lebih cepat berjalan daripada yang berkaki panjang. Semakin
panjang kaki anak, biasanya jadi lebih sulit menyeimbangkan badan.
d. Pengalaman buruk waktu belajar berjalan. Kecelakaan yang mungkin
terjadi saat belajar berjalan seperti tersandung hingga membentur meja
bahkan berdarah, bisa mengakibatkan anak trauma dan malas berlatih
lagi. Terlebih lagi jika ditambah dengan respon orangtua yang terlalu
mengkhawatirkannya.
e. Bayi yang tidak dikelilingi anak-anak lain. Hal ini biasanya
mengakibatkan anak jadi lebih lambat berjalan karena tidak ada yang
memberinya contoh (meski tidak selalu).
f. Orangtua maupun lingkungan yang overprotective. Rasa sayang yang
berlebihan dengan melarang anak untuk melakukan kegiatan yang
“menantang” karena khawatir jatuh atau terpeleset, membuat anak
kehilangan kepercayaan diri untuk mulai berjalan. Kebiasaan terlalu
sering digendong dan pemakaian baby walker yang berlebihan juga
dapat membuat anak malas belajar jalan.
Cara Mengatasi :
a. Menatih dengan penuh kesabaran. Masa menatih (titah, bahasa Jawa)
merupakan masa yang membutuhkan tenaga dan kesabaran ekstra.
Karena tangan kita harus mendampingi kemanapun si kecil bergerak.
Pada awalnya kita menggunakan dua tangan untuk menatih, namun
dengan bertahap kita lepas satu tangan, hingga akhirnya kita lepas dia
berjalan tanpa bantuan kita.
b. Gunakan berbagai alat sebagai bantuan. Kursi plastik yang kokoh,
meja kecil yang ringan, maupun galon air mineral yang tidak terisi
penuh bisa menjadi alat yang menarik untuk didorong-dorong anak.
c. Pastikan lingkungan di sekitar anak cukup aman. Hal ini bertujuan
untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan. Seperti menyingkirkan
benda-benda yang mudah diraih dan mudah pecah.
d. Lakukan dengan kegembiraan. Ambillah jarak dari si kecil dengan
memegang mainan atau benda yang menarik perhatiannya. Mintalah
anak untuk mengambilnya dan berikan pelukan hangat saat dia
berhasil menjangkaunya. Perlebar jarak untuk meningkatkan
kemampuannya.
e. Hindari baby walker. Faktor praktis dan bisa ditinggal mengerjakan
hal lain seringkali membuat orangtua berlebihan dalam memanfaatkan
baby walker. Padahal, hal seperti itu bisa menyebabkan anak jadi
malas berjalan ketika dilepas tanpa baby walker. Penggunaan baby
walker tetap harus dengan pengawasan karena terbukti pada beberapa
kasus dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan seperti tergelincir di
tangga, kamar mandi, maupun kolam renang.
f. Terus berikan semangat pada anak. Belajar berjalan merupakan
kombinasi dari latihan kemandirian, kepercayaan diri, pantang
menyerah, dan kesabaran.
g. Konsultasikan dengan dokter ahli jika anak tidak juga menunjukkan
kemajuan dalam kemampuan berjalan meskipun sudah dilakukan
stimulasi yang memadai.
3. Autisme
Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan
“isme” yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu
paham tertarik pada dunianya sendiri. Autisme merupakan gangguan
perkembangan yang kompleks yang umumnya muncul sebelum usia tiga
tahun sebagai hasil dari gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi
normal otak. Gangguan ini mempengaruhi perkembangan dalam area
interaksi sosial dan keterampilan komunikasi.
Anak penyandang autis umumnya menunjukan kesulitan dalam
komunikasi verbal dan nonverbal, interaksi sosial, dan kegiatan
bersosialisasi (misalnya bermain bersama). Mereka juga menunjukan pola-
pola tingkah laku yang terbatas, berupa pengulangan dan stereotip
(meniru). Seorang penderita autis mempunyai beberapa kesulitan yaitu
dalam hal makna, komunikasi, interaksi sosial, dan masalah imajinasi. Hal
ini menyebabkan penderita autis menemui banyak kesulitan dalam
kehidupannya sehari-hari. Anak autis bisa sangat tertarik pada sesuatu dan
kemudian asyik sendiri pada dunianya. Akibatnya, anak autis cenderung
menarik diri dari lingkungan sekitarnya.
Penyebab :
Permasalahan pada awal perkembangan seorang anak. Anak
penyandang autis mengalami masalah kesehatan yang lebih banyak selama
masa kehamilan, pada saat dilahirkan, dan segera setelah dilahirkan,
daripada anak yang bukan penyandang autis.
Pengaruh genetik. Adanya gangguan gen dan kromosom yang ditemukan
pada studi terhadap keluarga dengan anak kembar menunjukan peran yang
besar dari faktor genetik sebagai penyebab dari autis.
Abnormalitas otak. Meskipun tidak diketahui tanda-tanda biologis
untuk autis, penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli menunjukan
bahwa gambaran otak anak penyandang autis berbeda dengan gambaran
otak anak normal.
Cara Mengatasi :
a. Modifikasi perilaku dengan bantuan tenaga profesional. Misalnya
dengan pendekatan ABA (Applied Behavioral Analysis) untuk
menguasai keterampilan yang diperlukan dalam lingkungan, terapi
integrasi sensori untuk menghadapi stimulasi sensori, dan metode
pendekatan yang hangat dan akrab untuk membangun hubungan
dengan anak sebagai individu dan untuk membantu memperbaiki
proses perkembangan anak melalui bahasa tubuh, kata-kata, serta
media bermain
b. Sarana pendukung dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan orang
tua diluar waktu-waktu terapi. Contohnya seperti :
c. Pendukung visual agar anak lebih mudah berkomunikasi,
mengutarakan keinginan, dan membantu anak memahami kehidupan.
Selain itu, dengan menunjukkan objek secara nyata pada anak juga
dapat membantu anak mengembangkan pemahaman tentang waktu
dan pentingnya menghargai lingkungan.
d. Berenang, berkuda, naik sepeda, sepatu roda, atau naik turun tangga.
Kegiatan-kegiatan tersebut sejalan dengan prinsip terapi integrasi
sensori.
e. Berinteraksi dengan anak dalam situasi bermain yang melibatkan
sentuhan dan kontak mata yang memadai.
f. Terapi wicara (dibantu dokter dan terapis)
DAFTAR PUSTAKA