Anda di halaman 1dari 15

Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

HUBUNGAN PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT


DENGAN KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)

Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Program Studi DIII Keperawatan, STIKES Aisyiyah Palembang1,2


nurhayati@gmail.com1
henymustika23@gmail.com2

ABSTRAK
Latar belakng : komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan pasien. Persoalan
mendasar dari komunikasi ini adalah saling membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat
dikategorikan kedalam komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, dimana perawat membantu
dan Klien menerima bantuan. Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungn penerapan
komunikasi terapeutik oleh perawat dengan kepuasan pasien di Instlasi Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang. Metode : penelitian ini menggunakan desain cross sectional.
Sampel penelitian sebanyak 32 responden (16 responden perawat dan 16 responden pasien) diambil
menggunakan tekni eksidental sampling untuk responden pasien sedangkan untuk responden perwat
menggunakan teknik total sampling.Hasil : penelitian menujukkan tidak ada hubungan antara
penerapan komunikasi (p-value 0,213), fase orientasi (p-value 0,213), fase kerja (p-value 0,213), fase
terminasi (p-value 1,00). Saran: bagi rumah sakit lebih Meningkatkan penerapan komunikasi
terapeutik yang lebih optimal pada pasien khususnya diruang instalasi gawat darurat.

Kata Kunci : Penerapan komunikasi terapeutik, fase orientasi, fase kerja, fase terminasi

ABSTRAC
Background: Therapeutic communication is a shared experience between nurse-clients that aims to
resolve client problems. Therapeutic communication includes interpersonal communication with a
starting point for mutual understanding between nurses and patients. The fundamental problem of this
communication is mutual need between nurses and patients, so that it can be categorized into personal
communication between nurses and patients, where nurses help and Clients receive assistance.
Objective: this study aims to determine the relationship between the application of therapeutic
communication by nurses and patient satisfaction in the Emergency Room (IGD) Institute of
Muhammadiyah Hospital Palembang. Method: this study used a cross sectional design. The research
sample consisted of 32 respondents (16 nurse respondents and 16 patient respondents) were taken
using incidental sampling techniques for patient respondents while those perwat respondents used a
total sampling technique. Results: the study showed no relationship between the application of
communication (p-value 0.213), orientation phase (p-value 0.213), work phase (p-value 0.213),
termination phase (p-value 1.00). Suggestion: for hospitals to improve the application of more optimal
therapeutic communication to patients, especially in the emergency room.

Keywords: Application of therapeutic communication, orientation phase, work phase, termination


phase

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 208


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

PENDAHULUAN PUSBANKES 118 2012, bahwa komunikasi


Pelayanan IG merupakan tolak ukur pada ruang Instalasi Gawat Darurat berbeda
kualitas pelayanan rumah sakit,karena dengan komunikasi yang terjadi di bangsal,
merupakan ujung tombak pelayanan rumah karena di Instalasi Gawat Darurat lebih
sakit, yangmemberikan pelayanan khusus memfokuskan pada tindakan yang akan
kepada pasien gawat darurat secara terus dilakukan, sehingga dalam pelaksanaan
menerus selama 24 jam setiaphari. Karena itu komunikasi terapeutik sangat kurang.
Pelayanan di IGD harus diupayakan seoptimal Komunikasi merupakan faktor yang
mungkin. Serta menerapkan komunikasi efektif paling penting yang digunakan untuk
dan terapeutik dalam memberikan pelayanan menetapkan hubungan terapeutik antara perawat
terhadap pasien. Untuk itu diperlukan kualitas dan klien. Pada asuhan keperawatan, komunikasi
SDM professional termasuk tenaga ditunjukkan untuk mengubah perilaku klien
keperawatannya (Depkes, 2010). guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal
Komunikasi pada ruang Instalasi Gawat yang disebut komunikasi terapeutik (Suryani,
Darurat berbeda dengan komunikasi yang terjadi 2013).
dibangsal, karena di Instalasi Gawat Darurat Menurut Mundzakir, (2013) bahwa
lebih memfokuskan pada tindakanyang akan komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman
dilakukan, sehingga dalam pelaksanaan bersama antara perawat-klien yang bertujuan
komunikasi terapeutik sangat kurang. Kegiatan untuk menyelesaikan masalah klien. Komunikasi
kasus gawat darurat memerlukan sebuah terapeutik termasuk komunikasi interpersonal
subsistem yang terdiri dari informasi, jaringan dengan titik tolak saling memberikan pengertian
koordinasi dan jaringan pelayanan gawat antara perawat dengan pasien. Persoalan
darurat, sehingga seluruh kegiatan dapat mendasar dari komunikasi ini adalah saling
berlangsung dalam satu sistem terpadu membutuhkan antara perawat dan pasien,
(PUSBANKES 118, 2012). sehingga dapat dikategorikan kedalam
Menurut Wiyono (2016) bahwa komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien,
karakteristik pekerjaan perawat Instalasi Gawat dimana perawat membantu dan Klien menerima.
Darurat menyebabkan seringkali perawat lebih Menurut Abdul, dkk (2011) bahwa komunikasi
memperhatikan proses penyelamatan Klien terapeutik dibagi menjadi dua yaitu komunikasi
dibandingkan interaksi dengan Klien dan verbal dan komunikasi non verbal. Dimana
keluarga pasien, sehingga memungkinkan komunikasi verbal adalah proses penyampaian
persepsi Klien atau keluarga Klien terhadap individu secara langsung menggunakan kata-
pelayanan perawat menjadi kurang baik. Hal kata, dan komunikasi non verbal adalah proses
yang sama juga diungkapkan oleh penyampaian pesan tanpa menggunakan kata-

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 209


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

kata. Manfaat komunikasi terapeutik adalah ruang perawatan yang kurang bersih, jadwal
untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama kunjungan dokter tidak tepat waktu dan sarana
antara perawat dan Klien melalui hubungan parkir yang kurang memadai.
perawat dan pasien, mengidentifikasi, Ketidakpuasan Klien di Rumah Sakit
mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dapat diatasi melalui pelaksanaan asuhan
evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat. keperawatan dengan melaksanakan komunikasi
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan yang baik. Seorang perawat tidak dapat
pengertian tingkah laku Klien dan membantu melaksanakan proses keperawatan dengan baik
dalam mengatasi persoalan yang dihadapi pada tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik
tahap perawatan (Hajarudin, 2014). dengan klien/pasien, teman sejawat, atasan dan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pihak-pihak lain (Machfoedz, 2009 dalam Fitria
oleh Hefferman, (2016) ]Amerika serikat,di & Shaluhiya, 2014). Pernyataan tersebut
Queens, Nassau dan Suffolk Newyork pada didukung oleh Haryanto dan Septyani (2014)
pengalaman Klien di rumah sakit perawat yang bahwa semakin baik komunikasi terapeutik yang
selalu berprilaku dengan sopan dan dilaksanakan oleh perawat maka Klien akan
berkomunikasi dengan baik dari tahun ke tahun merasa puas.
mengalami penurunan.Pada tahun 2005 ke tahun Kepuasan klien adalah suatu tingkat
2006 perawat yang berprilaku sopan dan perasaan klien yang timbul sebagai akibat dari
berkomunikasi baik menunjukan 81% menjadi kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya
77%, mendengarkan keluhan Klien sebanyak setelah klien membandingkannya dengan yang
71% menjadi 66% dan selalu menjelaskan apa diharapkannya. Perawat dalam memberikan
sesuatu dengan cara mereka sendiri sebanyak perawatan tidak lepas dari berkomunikasi yang
72% menjadi 65%, Hal ini menunjukan baik dengan klien yang dapat mempengaruhi
penerapan komunikasi yang tidak efektif dapat kepuasan pasien, meskipun sarana dan prasarana
mengganggu hubungan yang terapeutik antara pelayanan sering dijadikan ukuran mutu oleh
Klien dan perawat dan akan berdampak pada pelanggan namun ukuran utama penilaian tetap
ketidakpuasan pasien. bagaimana berkomunikasi yang baik dalam
Hasil penelitian tentang kepuasan pelayanan yang ditampilkan oleh petugas.
pengguna jasa pelayanan kesehatan yang Komunikasi yang baik oleh perawat sering dapat
dilakukan oleh Muninjaya (2014), bahwa menutupi kekurangan dalam hal sarana dan
ternyata 84,96% responden menyatakan belum prasarana (Sandra, 2013)
puas dengan komunikasi perawat yang Menurut Nursalam (2016) bahwa ada
dirasakan. Responden terbanyak mengomentari beberapa indeks kepuasan yang berpengaruh
bahwa perawat yang tidak ramah dan judes, pada kepuasan konsumen yaitu: Product

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 210


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Quality, Service Quality, Emotional factor dan dari bulan januari sampai dengan
Price. Pemberian pelayanan agar bisa sekarangsebanyak 32,258%, pasien di ruang
memberikan kepuasan Klien khususnya IGD teridentifikasi. (Rekam Medik Rumah Sakit
pelayanan gawat darurat dapat dinilai dari Muhammadiyah Palembang, 2018).
kemampuan perawat dalam hal responsiveness Berdasarkan latar belakang masalah yang
(cepat tanggap), reliability (pelayanan tepat telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk
waktu), assurance (sikap dalam memberikan melakukan penelitian bagaimana kepuasan Klien
pelayanan), emphaty (kepedulian dan perhatian pada komunikasi terapeutik perawat di Instalasi
dalam memberikan pelayanan) dan tangible Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah
(mutu jasa pelayanan) dari perawat kepada Klien Palembang 2019.
(Wiyono, Sulastri, & Dewi, 2016).
Terciptanya kepuasan Klien terhadap METEDO PENELITIAN
pelayanan perawat mempunyai hubungan yang Penelitian ini menggunakan pendekatan
erat dalam mendorong semangat dan usaha kuantitatif dengan menggunakan metode survey
Klien untuk segera sembuh dari sakitnya. analitik yaitu suatu penelitian yang mempelajari
Beberapa alasan mengapa kepuasan Klien perlu dinamika korelasi antara variabel independen
dilakukan survei, yaitu karena penilaian (penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat)
kepuasan Klien mengandung informasi yang dengan variabel dependen (kepuasan pasien).
bermanfaat mengenai struktur, proses dan Rancangan penelitian yang digunakan dalam
pelayanan, disamping itu penilaian tingkat penelitian ini adalah Cross Sectional. Studi
kepuasan Klien merupakan tingkat evaluasi yang rancangan penelitian cross sectional adalah yaitu
unik dan tingkat kepuasan Klien mempunyai pengumpulan data variabel sebab (Independen)
sifat produktif mengenai bagaimana Klien akan dan data variabel akibat (Dependen ) dilakukan
berperilaku (Hajarudin, 2014). secara bersama - sama atau sekaligus
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang (Notoatmojo , 2012).
adalah salah satu rumah sakit swasta di Populasi dalam penelitian ini yaitu
Palembang yang menyediakan rawat inap dan sebagian pasien yang datang ke instalasi Gawat
rawat jalan salah satunya adalah instalasi gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah
darurat (IGD), berdasarkan data yang diperoleh dan seluruh perawat yang bertugas di Instalasi
dari rekam medis Rumah Sakit Muhammadiyah Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Palembang ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Muhammadiyah Palembang tahun 2018.
pada tahun 2015 jumlah pasientercatat sebanyak Sampel dalam penelitian ini adalah
33,476%, tahun 2016 sebanyak 33,949%, tahun sebagian pasien dan perawat di Instalasi Gawat
2017 sebanyak 38,540%, dan tahun 2018 mulai Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 211


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Palembang. Teknik sampling yang digunakan


dalam penelitian ini menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan dua teknik. Untuk responden ANALISA UNIVARIAT
pasien menggunakan eksidental sampling yaitu Analisis univariat adalah cara analisis
penentuan sampel berdasarkan kebetulan,yaitu dengan mendeskripsikan atau menggambarkan
siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
peneliti dapat digunakan sebagai sampel,bila tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu umum dan generalisasi.
cocok sebagai narasumber. (Sugiyono, 2011), Penerapan Komunikasi Terapeutik
Sedangkan untuk responden perawat Penerapan komunikasi terapeutik
menggunakan teknik total sampling yaitu semua dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan
anggota populasi dijadikan sebagai sampel kurang, untuk lebih jelas lihat pada tabel di
penelitian. (Notoatmodjo, 2012) bawah ini :
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Penerapan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien

No. Penerapan Frekuensi (F) Persentasi (%)


komunikasi
Terapeutik
1 Baik 13 81.3
2 Kurang 3 18.8
Jumlah 16 100.0

Berdasarkan table 1 diatas, dapat Fase Orientasi


diketahui bahwa dari 16 responden, jumlah Fase orientasi dikategorikan menjadi dua
responden dengan penerapan komunikasi yaitu baik dan kurang, untuk lebih jelas lihat
terapeutik baik sebanyak 13 responden (81,3%), pada tabel di bawah ini :
sedangkan responden yang penerapan
komunikasi terapeutik kurang sebanyak 3
(18,8%).

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 212


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Penerapan Komunikasi Terapeutik
dengan Kepuasan Pasien

No. Fase Orientasi Frekuensi (F) Persentasi (%)

1 Baik 13 81.3
2 Kurang 3 18.8
Jumlah 16 100.0

Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat diketahui Fase Kerja


bahwa dari 16 responden, diketahui jumlah Penerapan komunikasi terapeutik
responden dengan fase orientasi baik sebanyak dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan
13 responden (81,3%), sedangkan responden kurang, untuk lebih jelas lihat pada tabel di
fase orientasi kurang sebanyak 3 responden bawah ini :
(18,8%).

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Penerapan Komunikasi Terapeutik
dengan Kepuasan Pasien
No. Fase Kerja Frekuensi (F) Persentasi (%)

1 Baik 13 81.3

2 Kurang 3 18.8

Jumlah 16 100.0

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahui Fase Terminasi


bahwa dari 16 responden, diketahui jumlah Penerapan fase terminasi dikategorikan
responden dengan fase kerja baik sebanyak 13 menjadi dua yaitu baik dan kurang, untuk lebih
responden (81,3%), sedangkan responden yang jelas lihat pada tabel di bawah ini :
fase kerja kurang sebanyak 3 responden
(18,8%).

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 213


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Penerapan Komunikasi Terapeutik
dengan Kepuasan Pasien

No. Fase Terminasi Frekuensi (F) Persentasi (%)

1 Baik 8 50.0

2 Kurang 8 50.0

Jumlah 16 100.0

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat diketahui Kepuasan Pasien


bahwa dari 16 responden, diketahui jumlah Kepuasan pasien dikategorikan menjadi
responden yang merasa puas sebanyak 8 dua yaitu puas dan tidak puas, untuk lebih jelas
responden (50,00%), sedangkan responden yang lihat pada tabel di bawah ini :
merasa tidak puas sebanyak 8 responden
(50,00%).

Tabel 5
Distribusi Frekuensi Penerapan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien

No. Kepuasan Pasien Frekuensi (F) Persentasi


(%)

1 Puas 9 56.3

2 Tidak Puas 7 43.8

Jumlah 16 100.0

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat ANALISA BIVARIAT


diketahui bahwa dari 16 responden, diketahui Analisa ini digunakan untuk melihat
jumlah responden yang merasa puas sebanyak 9 hubungan dua variabel yaitu antara variabel
responden (56,3%), sedangkan responden yang independen (penerapan komunikasi terapeutik,
merasa tidak puas sebanyak 7responden fase orientasi, fase kerja, fase terminasi) dan
(43,8%). variabel dependen (kepuasan pasien).

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 214


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Tabel 6
Hubungan Penerapan Komunikasi Terapeutik oleh Perwat
dengan Kepuasan Pasien

No. Penerapan Kepuasan Pasien P


Komunikasi Jumlah Value
Puas Tidak Puas
erapeutik
n % N % n %

1 Baik 6 66.7% 7 100% 13 81.3% 0.213


2 Kurang 3 33.3% 0 .0% 3 18.8%
Jumlah 9 100.0% 7 100.0% 16 100.0%

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa analisis chi-square didapat p-value 0,213> nilai
dari hasil observasi 16 perawat dan 16 α=0,05, sehingga Ha ditolak dan Ho diterima,
responden pasien, terdapat 13 responden artinya tidak ada hubungan yang bermakna
(81.3%) perawat yang melakukan penerapan (signifikan) antara penerapan komunikasi
komunikasi terapeutik yang baik, responden terapeutik dengan kepuasan pasien di Instalasi
pasien yang tidak puas yaitu terdapat 7 Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
responden (100%) dan pasien yang merasa puas Muhammadiyah Palembang Tahun 2019.
ada 6 responden (66,7%) , sedangkan perawat Hubungan Fase Orientasi Dengan Kepuasan
yang melakukan penerapan komunikasi Pasien
terapeutik yang kurang baik yaitu 3 responden Dari hasil penelitian antara fase orientasi
(33.3%) tidak ada responden pasien yang merasa dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat
tidak puas yaitu 0 (0%) dan pasien yang merasa Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah
puas ada 3 responden (33,3%) . Palembang Tahun 2019 dapat dilihat pada tabel
Dari uji statistik dengan di bawah ini :

Tabel 7
Hubungan Fase Orientasi dengan Kepuasan Pasien
No. Fase Kepuasan Pasien P
Jumlah
Orientasi Puas Tidak Puas Value

n % n % n %
B
1 Baik 6 66.7% 7 100% 13 81.3% 0.213
e
2 Kurang 3 33.3% 0 .0% 3 18.8%
r
Jumlah 9 100.0% 7 100.0% 16 100.0%

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 215


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa squaredidapat p-value 0,213> nilai α=0,05,


dari hasil observasi 16 perawat dan 16 sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya
responden pasien, 13 responden (81.3%) tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan)
perawat yang melakukan penerapan komunikasi antara fase orientasi dengan kepuasan pasien di
terapeutik pada fase orientasi dengan baik, Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
responden pasien yang tidak puas yaitu terdapat Muhammadiyah Palembang Tahun 2019.
7 responden (100%) dan pasien yang merasa Hubungan Fase Kerja Dengan Kepuasan
puas ada 6 responden (66,7%) , sedangkan Pasien
perawat yang melakukan penerapan komunikasi Dari hasil penelitian antara fase kerja
terapeutik pada fase orientasi yang kurang baik dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat
yaitu 3 responden (33.3%) tidak ada responden Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah
pasien yang merasa tidak puas yaitu 0 (0%) dan Palembang Tahun 2019 dapat dilihat pada tabel
pasien yang merasa puas ada 3 responden di bawah ini :
(33,3%) . Dari uji statistik dengan analisis chi-
Tabel 8
Hubungan Fase Kerja Dengan Kepuasan Pasien

No. Fase Kerja Kepuasan Pasien P


Jumlah Value
Puas Tidak Puas
n % n % N %

1 Baik 6 66.7% 7 100% 13 81.3% 0.213


2 Kurang 3 33.3% 0 .0% 3 18.8%
Jumlah 9 100.0% 7 100.0% 16 100.0%

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan yaitu 3 responden (33.3%) tidak ada responden


bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan 16 pasien yang merasa tidak puas yaitu 0 (0%) dan
responden pasien, 13 responden (81.3%) pasien yang merasa puas ada 3 responden
perawat yang melakukan penerapan komunikasi (33,3%) . Dari uji statistik dengan analisis chi-
terapeutik pada fase kerja dengan baik, squaredidapat p-value 0,213> nilai α=0,05,
responden pasien yang tidak puas yaitu terdapat sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya
7 responden (100%) dan pasien yang merasa tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan)
puas ada 6 responden (66,7%) , sedangkan antara fase kerja dengan kepuasan pasien di
perawat yang melakukan penerapan komunikasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
terapeutik pada fase kerja yang kurang baik Muhammadiyah Palembang Tahun 2019.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 216


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Hubungan Fase Terminasi Dengan Kepuasan Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah
Pasien Palembang Tahun 2019 dapat dilihat pada tabel
Dari hasil penelitian antara fase terminasi di bawah ini :
dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat

Tabel 9
Hubungan Fase Terminasi dengan Kepuasan Pasien

No. Fase Kepuasan Pasien P


Jumlah
Terminasi Puas Tidak Puas Value

n % n % n %
1 Baik 5 55.6% 3 42.9% 8 50.0% 1.000
2 Kurang 4 44.4% 4 44.4% 8 50.0%
Jumlah 9 100.0% 7 100.0% 16 100.0%

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan PEMBAHASAN


bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan 16 Hubungan Penerapan Komunikasi
responden pasien, terdapat 8 (50.0%) responden Terapeutik Oleh Perawat Dengan Kepuasan
Pasien
perawat yang melakukan penerapan komuniksi
Berdasarkan hasil penelitian
terapeutik pada fase terminasi dengan baik,
menunjukkan bahwa dari hasil observasi 16
responden pasien yang tidak puas yaitu terdapat
perawat dan 16 responden pasien, terdapat 6
3 responden (42.9%) dan responden pasien yang
responden perawat yang melakukan penerapan
merasa puas ada 5 responden (55,6), sedangkan
komunikasi terapeutik yang baik, responden
perawat yang melakukan fase terminasi yang
pasien yang tidak puas yaitu terdapat 7
kurang baik yaitu 8 responden (42.9%)
responden (100%), dan perawat yang melakukan
responden pasien yang merasa tidak puas ada 4
penerapan komunikasi terapeutik yang kurang
responden (44,4%) dan responden yang merasa
baik yaitu 3 responden (33.3%)yaitu tidak ada
puas ada 4 responden (44,4%). Dari uji statistik
responden pasien yang merasa puas yaitu 0
dengan analisis chi-squaredidapat p-value 1000
(0%). Dari uji statistik dengan analisis chi-
> nilai α=0,05, sehingga Ha ditolak dan Ho
square didapat p-value 0,213 > nilai α=0,05,
diterima, artinya tidak ada hubungan yang
sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya
bermakna (signifikan) antara fase kerja dengan
tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan)
kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat
antara penerapan komunikasi terapeutik dengan
(IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat
Tahun 2019.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 217


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

(IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang puas yaitu terdapat 7 responden (100%), dan
Tahun 2019. perawat yang melakukan fase orientasi yang
Penerapan komunikasi terapeutik adalah kurang baik yaitu 3 responden (33.3%)yaitu
Segala sesuatu yang diamati pada petugas tidak ada responden pasien yang merasa tidak
keperawatan tentang pelaksanaan komunikasi puas yaitu 0 (0%). Dari uji statistik dengan
terapeutik dengan tahapan komunikasi lengkap. analisis chi-square didapat p-value 0,213 > nilai
Endah (2017) α=0,05, sehingga Ha ditolak dan Ho diterima,
Penelitian ini sejalan dengan penelitian artinya tidak ada hubungan yang bermakna
yang dilakukan oleh Akhmawardani (2016) (signifikan) antara fase orientasi dengan
tentang “Hubungan Komunikasi Terapeutik kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat
Perawat Degan Tingkat Kepuasan Pasien Di (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Ruang Rawat Inap RSI NU Demak”, terdapat Tahun 2019.
nilai (p=0,348 > α=0,05) artinya tidak ada Fase orientasi adalah tahapan ketika
hubungan secara signifikan. Faktor yang perawat bertemu dengan pasien untuk pertama
mempengaruhi kepuasan pasien yaitu : kali. Tahapan ini digunakan perawat untuk
kehandalan, ketanggapan, keyakinan, dan berkealan dengan pasin dan merupakan langkah
empati. awal dalam membina hubungan saling percya
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa (Saputra,2013).
walaupun sebagian besar perawat sudah Hasil penelitian yang dilakukan oleh
menerapkan komuniksi terapeutik dengan baik peneliti sejalan dengan penelitian Isrizal (2018)
namun masih banyak pasien yang merasa tidak menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
puas. Hal ini disebabkan karena pada saat bermakna antara fase orientsi dengan kepuasan
berkomunikasi dengan pasien dalam melakukan pasien berdasarkan hasil uji statistik chi-square
tindakan keperawatan perawat menerapkan pola didapatkan nilai p=0,348 yang menunjukkan
komunikasi yang kurang efektif hal inilah yang nilai p>α=0,05 Sebagian besar responden
mendukung tingkat kepuasan yang dirasakan mengatakan perawat tidak menatap mata pasien,
oleh pasien. perawat tidak tersenyum, dan perawat cuek pada
Hubungan Fase Orientasi Dengan Kepuasan saat berkunjung menemui pasien.
Pasien Hasil penelitian Suhaila (2017)
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan menurutnya tahap orientasilah yang sangat
bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan 16 mempengaruhi tingkat kepuasan pasien karena
responden pasien, terdapat 13 (81.3%) pada tahap ini pertama kalinya pasien bertemu
responden perawat yang melakukan fase dan akan menilai perawat dalam memberikan
orientasi yang baik, responden pasien yang tidak pelayanan perawatan.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 218


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Berdasarkan asumsi peneliti bahwa di dengan menghubungkan persefsi,perasaan dan


ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) tidak perilaku pasien(Saputra,2013).
memungkinkan untuk meenerapkan fase Hasil penelitian yang dilakukan oleh
orientasi secara sempurna. Hal ini dikarenakan peneliti bertolak belakang dengan penelitian
kurangnya motivasi perawat untuk Haskas (2018) menunjukkan bahwa ada
memperkenalkan diri dan juga karena hubungan bermakna antara fase orientsi dengan
banyaknya pasien yang harus segera ditangani, kepuasan pasien berdasarkan hasil Uji chi-
sedangkan jumlah perawat yang bertugas square diperoleh p-value 0,014 < α 0,05
sedikit, sedangkan seharusnya perawat wajib sehingga dapat disimpulkan ada hubungan
mengenalkan diri terlebih dahulu sebelum bermakna antara pelaksanaan komunikasi
melakukan interaksi dengan pasien. terapeutik pada fase kerja dengan kepuasan
Hubungan Fase Kerja Dengan Kepuasan pasien. Peneliti berasumsi bahwa dengan
Pasien perawat memberikan waktu kepada pasien untuk
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa
mendiskusikan penyakit serta keluhan yang
dari hasil observasi 16 perawat dan 16
dirasakan akan menimbulkan suatu perasaan
responden pasien, terdapat 13 (81.3%)
puas pada pasien.
responden perawat yang melakukan fase kerja
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa pada
yang baik, responden pasien yang tidak puas
saat fase kerja perawat lebih mengutamakan
yaitu terdapat 7 responden (100%), dan perawat
tindakan keperawatan yang dilakukan
yang melakukan fase kerja yang kurang baik
dibandingkan dengan interaksi dengan pasien.
yaitu 3 responden (33.3%)yaitu tidak ada
Hal ini dapat didukung dengan waktu, keadaaan
responden pasien yang merasa tidak puas yaitu 0
dan kondisi kesehatan yang ada pada pasien.
(0%). Dari uji statistik dengan analisis chi-
Hubungan Fase Terminasi Dengan Kepuasan
squaredidapat p-value 0,213> nilai α=0,05,
Pasien
sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan
tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan)
bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan 16
antara fase kerja dengan kepuasan pasien di
responden pasien, terdapat 8 (50.0%) responden
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
perawat yang melakukan fase terminasi dengan
Muhammadiyah Palembang Tahun 2019.
baik, responden pasien yang tidak puas yaitu
Pada tahap, ini perawat bersama pasien
terdapat 3 (42.9%) responden, dan perawat yang
mengetahui masalah yang dihadapi oleh pasien.
melakukan fase terminasi yang kurang baik
Perwat dan pasien mengeksplorasi stressor dan
yaitu 8 responden (42.9%) responden pasien
mendorong perkembangan kesadaran diri
yang merasa tidak puas ada 4 (44,4%)
responden.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 219


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Dari uji statistik dengan analisis chi- Berdasarkan asumsi peneliti bahwa fase
squaredidapat p-value 1,00> nilai α=0,05, terminasi merupakan fase akhir dari pertemuan
sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya perawat dengan pasien, dimana fase ini tidak
tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan) terlalu berpengaruh terhadap kondisi pasien.
antara fase kerja dengan kepuasan pasien di Selain itu waktu yang terbatas dan banyaknya
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit pasien juga menjadi penyebab perawat tidak
Muhammadiyah Palembang Tahun 2019. melakukan fase ini. Selain itu motivasi yang
Fase terminasi merupakan akhir dari setiap kurang dan rendahnya tingkat kesadaran perawat
pertemuan perawat dan pasien, misalnya pada dalam melakukan fase terminasi, dimana
saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu seharusnya perawat tidak boleh lengah untuk
atau pada saat pasien akan pulang. Perawat dan melakukan fase terminasi.
pasien bersama-sama meninjau kembali proses
keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian KESIMPULAN DAN SARAN
tujuan (Saputra,2013). Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh 1. Distribusi frekuensi penerapan komunikasi
peneliti sejalan dengan penelitian Isrizal terapeutik dengan baik sebanyak 13
(2018)menunjukkan bahwa tidak ada hubungan responden (81,3%).
bermakna antara fase terminasi dengan kepuasan 2. Distribusi frekuensi fase orientasi dengan
pasien berdasarkan hasil Uji chi- square baik sebanyak sebanyak 13 responden
diperoleh p-value 1,000 >α 0,05 sehingga dapat (81,3%).
disimpulkan tidak ada hubungan bermakna 3. Distribusi frekuensi fase kerja dengan baik
antara pelaksanaan komunikasi terapeutik pada sebanyak sebanyak 13 responden (81,3%).
fase kerja dengan kepuasan pasien. Sebelum 4. Distribusi frekuensi fase terminasi dengan
mengakhiri kunjugan perawat tidak pernah baik sebanyak 8 responden (50,0%).
menawarkan bantuan pada pasien, perawat tidak 5. Distribusi frekuensi kepuasan pasien
pernah mengingatkan kepada pasien cara minum kategori puas sebanyak 9 responden
obat, dan perwat tidak menatap pasien pada saat (56,3%).
mengakhiri kunjungan. Hal ini sesuai dengan 6. Tidak ada hubungan penerapan komunikasi
pendapat Pohan (2016) tahap yang paling terapeutik oleh perawat dengan kepuasan
sulitdan penting, karena hubungan saling pasien dengan nilai p value 0,213
percaya sudah terbina dan berada pada tingkat 7. Tidak ada hubungan fase orientasi dengan
optimal, tahap terminasi terjadi pada saat kepuasan pasien dengan nilai p value 0,213
perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau 8. Tidak ada hubungan fase kerja dengan
pada saat klien akan pulang. kepuasan pasien dengan nilai p value 0,213

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 220


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

9. Tidak ada hubungan fase terminasi dengan Bagi Institusi Stikes ‘Aisyiyah Palembang
kepuasan pasien dengan nilai p value 1,000 a. menjadi fasilitator perkembangan penelitian
Saran dengan menyediakan referensi – referensi
Bagi Rumah Sakit Muhammadiyah yang relevan dengan permasalahan yang
Palembang ada selama ini termasuk tentang
a. Meningkatkan penerapan komunikasi komunikasi terapeutik.
terapeutik yang lebih optimal pada pasien b. menjadi koordinator perkembangan proses
khususnya diruang instalasi gawat darurat penelitian dengan mengatur tema penelitian
b. Lebih Meningkatkan lagi pemberian lanjutan dari penelitian telah dilakukan,
informasi serta evaluasi terkait dengan agar didapat penelitian yang
penerapan komunikasi terapeutik. berkesinambungan.
c. Bagi perawat agar menerapkan pola c. Menjadikan hasil penelitian sebagai bahan
komunikasi terapeutik yang efektif karena dalam proses belajar mengajar.
hal inilah yang mendukung tingkat Bagi Peneliti Selanjutnya
kepuasan yang dirasakan oleh pasien. Diharapkan untuk dapat digunakan
d. Bagi perawat agar menerapkan fase sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya
orientasi dengan optimal. dengan menggunakan desain penelitian yang
e. Bagi perawat agar menerapkan fase kerja berbeda, variabel yang lebih banyak dan sampel
dengan optimal. yang lebih besar.
f. Bagi perawat agar menerapkan fase
terminasi dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, dkk. (2011). Komunikasi Dalam Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba medika.
Anjaswarni. 2016. Komunikasi Dalam Keperawatan. Ebook (Online), diakses 01 Maret 2018.
Departemen Kesehatan R.I.(2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Jakarta: Dirjen Yammed.
Fitria & Shaluhiya, 2014. Analisis Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat di Ruang Rawat Inap RS
Pemerintah dan RS Swasta. (online),
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jpki/article/download /12733/9542, diakses 7 Januari
2017).
Hajarudin. 2014. Hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Klien Di
Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta. (Online), (http://thesis.umy.ac.id/datap ublik/t34289.pdf,
diakses 7 Januari 2017).

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 221


Volume 12, Nomor 1, Juni 2020 Nurhayati1, Heny Mustikasari2

Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 5.
Jakarta:Salemba Medika.
Notoadmojo, Soekidjo. (2012). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
PUSBANKES 118, (2012). Komunikasi di ruang instalasi gawat darurat. Jakarta : EGC.
Sandra. 2013. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Klien Di Ruang Instalasi
Rawat Inap Non Bedah (Penyakit Dalam Pria Dan Wanita) Rsup Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
(online), (http://lppm.unmas.ac.id/wpcontent/uploads/2014/06/12Rhona-Sandra-KL1.pdf,
diakses 20 Desember 2016).
Sangadji, E.M., Dan Sopiah.2013. Perilaku Konsumen: Pendekatan Praktis Disertai:Himpunan Jurnal
Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Saputra. 2013. Panduan Praktik Keperawatan Klinis. Tangerang Selatan : Pamulang.
Suryani. 2015. Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Susanti, 2016. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Klien Dengan
Riwayat Penyakit Kronis Di Ruang Bougenvile Rsud Ciamis 2016. (online),
(http://www.ejournal.stikesm
ucis.ac.id/file.php?file=preview_mahasiswa&id=1037&cd=0b2173ff6ad6a6fb09c95f6d5
0001df6&name=12SP277042 .pdf, diakses 21 Desember 2016).
Trihaji, (2014). Analisa Pengantar Kualitas Pelayanan Dan Tenaga Medis Terhadap Kepuasan Pasien
Rawat Inap Dr. RSUP Kabupaten Batang. Dapat diakses pada http:// e-
print.undip.ac.id/44617/1/01/MUDA. Pdf.diakses pada tanggal 10-11-2018.pukul15.00.
Tulumang, Kandou, & Tilaar. 2015. Tingkat Kepuasan Klien atas Pelayanan Rawat Jalan di Poli
Penyakit Dalam (Interna) di RSU Prof. R. D. Kandou Malalayang – Manado. (online),
(http://ejournal.unsrat.ac.id/in dex.php/jikmu/article/downlo ad/7861/7946, diakses 8 Januari
2017).
Wiyono, Sulastri, & Dewi. 2016. Gambaran Tingkat Kepuasan Klien Tentang Pelayanan Di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo.(online),(http://eprints.ums.ac.id/43548/4/Naskah%20jadi.pdf, diakses 20 Desember
2016.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 222

Anda mungkin juga menyukai