Anda di halaman 1dari 16

2.

1 SISTEM LIMFATIK

2.1.1 Cairan dan Saluran Limfe

Cairan limfe berasal dari cairan interstitial, memiliki komposisi yang hampir

sama dengan darah, tetapi tidak mengandung eritrosit. Dalam cairan limfe didapatkan

hampir semua protein seperti yang ada dalam plasma darah. Sistem limfatik

merupakan rute aksessori yang memungkinkan pemindahan protein, debris, dan

materi partikulat pada ruang interstitial (antar sel) yang tak mungkin dipindahkan

melalui absorpsi langsung ke dalam kapiler darah, untuk diangkut ke dalam aliran

vena (gambar 9.1). Selama 24 jam, jumlah cairan interstitial yang “dipindahkan” dari

ruang interstitial ke dalam aliran vena ini berkisar antara 2 sampai 3 liter.

Terhambatnya aliran limfe atau proses “pemindahan” ini akan menimbulkan

penumpukan cairan pada ruang interstitial atau pembengkakan (oedema).

Di dalam ruang interstitial terdapat kapiler-kapiler limfatik, yang menampung

cairan interterstitial. Kapiler limfatik tersusun oleh hanya selapis sel endotel yang

terletak di atas membran basalis, permeabel terhadap seluruh zat terlarut dalam cairan

interstitial, termasuk protein. Kapilerkapiler limfatik mengalirkan cairan limfe ke

dalam saluran-saluran limfe kecil. Saluran-saluran limfe kecil bergabung ke dalam

saluran-saluran limfe yang lebih besar, dan seterusnya. Aliran cairan limfe digerakkan
oleh otot polos pada pembuluh limfatik, dibantu oleh efek pemompaan otot rangka

dan efek penghisapan rongga dada pada inspirasi.

Pada tempat-tempat tertentu saluran limfe akan melalui kelenjarkelenjar

limfe. Kelenjar-kelenjar limfe terutama banyak didapatkan pada daerah leher, ketiak,

lipat paha, dan di sekitar usus kecil. Sistem limfatik berakhir pada dua duktus

limfatikus yang bermuara ke dalam vena di rongga thoraks (gambar 9.2).

2.2.3.1 Kelenjar Limfe

Kelenjar limfe merupakan kumpulan sinus yang berisi cairan limfe (gambar

9.4). Di dalam tiap sinus terdapat sejumlah nodulus limfatik, yaitukumpulan limfosit,

selain itu ada pula makrofag dan sel dendritik. Kelenjar limfe merupakan salah satu

organ limfoid yang berperanan dalam mekanisme kekebalan tubuh. Kelenjar limfe

juga berfungsi memusnahkan bakteria dan mikroorganisme patogen lainnya dalam

cairan limfe yang melaluinya.


ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM LIMFATIK

a. Anatomi sistem limfatik

Secara garis besar sistem limfatik tubuh dapat dibagi atas sistem konduksi,

jaringan limfoid dan organ limfoid (gambar 1).


Sistem konduksi mentransportasi limfe dan terdiri atas pembuluh-pembuluh

tubuler yaitu kapiler limfe, pembuluh limfe dan duktus torasikus. Hampir semua

jaringan tubuh memiliki pembuluh atau saluran limfe yang mengalirkan cairan dari

ruang interstisial.

Definisi jaringan limfatik (atau yang sering disebut jaringan limfoid) adalah

jaringan penyambung retikuler yang diinfiltrasi oleh limfosit. Jaringan limfoid ini

terdistribusi luas di seluruh tubuh baik sebagai organ limfoid ataupun sebagai

kumpulan limfosit difus dan padat. Organ limfoid sendiri merupakan massa atau

sekumpulan jaringan limfoid yang dikelilingi oleh kapsul jaringan penyambung atau

dilapisi oleh epitelium.

b. Pembuluh limfe

Semakin ke dalam ukuran pembuluh limfe makin besar dan berlokasi dekat

dengan vena. Seperti vena, pembuluh limfe memiliki katup yang mencegah terjadinya

aliran balik. Protein yang dipindahkan dari ruang interstisial tidak dapat direabsorbsi

dengan cara lain. Protein dapat memasuki kapiler limfe tanpa hambatan karena

struktur khusus pada kapiler limfe tersebut, di mana pada ujung kapiler hanya

tersusun atas selapis sel-sel endotel dengan susunan pola saling bertumpang

sedemikian rupa seperti atap sehingga tepi yang menutup tersebut bebas membuka ke

dalam membentuk katup kecil yang membuka ke dalam kapiler (gambar 2).

Otot polos di dinding pembuluh limfe menyebabkan kontraksi beraturan guna

membantu pengaliran limfe menuju ke duktus torasikus.


c. Jaringan limfoid

Jaringan limfoid terdiri atas nodus dan nodulus limfoid yang mempunyai

ukuran dan lokasi bervariasi. Ukuran nodus biasanya lebih besar, panjangnya berkisar

10 - 20 mm dan mempunyai kapsul; sedangkan nodulus panjangnya antara

sepersekian milimeter sampai beberapa milimeter dan tidak mempunyai kapsul.

Dalam tubuh manusia terdapat ratusan nodus limfoid ini (kelenjar limfe atau kelenjar

getah bening) yang tersebar dengan ukuran antara sebesar kepala peniti hingga biji

kacang. Meskipun ukuran kelenjarkelenjar ini dapat membesar atau mengecil

sepanjang umur manusia, tiap kelenjar yang rusak atau hancur tidak akan

beregenerasi. Jaringan limfoid berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh yang

bertugas untuk menyerang infeksi dan menyaring cairan limfe (atau cairan getah

bening).

Berdasarkan lokasi sebagian besar nodus limfoid ini berkelompok di daerah-

daerah tertentu misalnya mulut, leher, lengan bawah, ketiak dan sela paha. Jaringan

limfoid mukosa yang terorganisasi terdiri atas plak Peyer (Peyer’s patch) di usus

kecil, tonsil faring dan folikel limfoid yang terisolasi.

d. Organ limfoid
Menurut tahapan perkembangan dan maturasi limfosit yang terlibat di

dalamnya, organ limfoid terbagi atas:

1) Organ limfoid primer atau sentral, yaitu kelenjar timus dan bursa fabricius

atau sejenisnya seperti sumsum tulang. Membantu menghasilkan limfosit virgin dari

immature progenitor cells yang diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan

proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen,

2)Organ limfoid sekunder atau perifer, yang mempunyai fungsi untuk

menciptakan lingkungan yang memfokuskan limfosit untuk mengenali antigen,

menangkap dan mengumpulkan antigen dengan efektif, proliferasi dan diferensiasi

limfosit yang disensitisasi oleh antigen spesifik serta merupakan tempat utama

produksi antibodi. Organ limfoid sekunder yang utama adalah sistem imun kulit atau

skin associated lymphoid tissue (SALT), mucosal associated lymphoid tissue

(MALT), gut associated lymphoid tissue (GALT), kelenjar limfe, dan lien.

Seluruh organ limfoid memiliki pembuluh limfe eferen tetapi hanya nodus

limfatikus yang memiliki pembuluh limfe aferen. Nodul limfoid dikelilingi oleh

kapsul fibrosa di mana terdapat proyeksi jaringan penyambung dari kapsul ke dalam

nodus limfoid menembus korteks dan bercabang hingga ke medula yang disebut

trabekula yang memisahkan korteks nodus limfoid menjadi kompartemen-

kompartemen yang inkomplit yang disebut folikel limfoid. Nodulus limfoid tersusun

atas massa padat dari limfosit dan makrofag yang dipisah oleh ruang-ruang yang

disebut sinus limfoid. Di bagian tengah terdapat massa ireguler medula. Pembuluh

eferen meninggalkan nodus dari regio yang disebut hilum (gambar 3).
e. Fisiologi sistem limfatik

Sistem limfe merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat mengalir

dari ruang interstisial ke dalam darah sebagai transudat di mana selanjutnya ia

berperan dalam respon imun tubuh. Secara umum sistem limfatik memiliki tiga fungsi

yaitu:

1) Mempertahankan konsentrasi protein yang rendah dalam cairan interstisial

sehingga protein-protein darah yang difiltrasi oleh kapiler akan tertahan dalam

jaringan, memperbesar volume cairan jaringan dan meninggikan tekanan

cairan interstitial. Peningkatan tekanan menyebabkan pompa limfe memompa

cairan interstisial masuk ke kapiler limfe membawa protein berlebih yang

terkumpul tersebut. Jika sistem ini tidak berfungsi maka dinamika pertukaran

cairan pada kapiler akan menjadi abnormal dalam beberapa jam hingga

menyebabkan kematian,

2) Absorpsi asam lemak, transpor lemak dan kilus (chyle) ke sistem sirkulasi,
3) Memproduksi selsel imun (seperti limfosit, monosit, dan sel-sel penghasil

antibodi yang disebut sel plasma). Nodus limfoid mempersiapkan lingkungan

tempat limfosit akan menerima paparan pertamanya terhadap antigen asing

(virus, bakteri, jamur) yang akan mengaktivasi limfosit untuk melaksanakan

fungsi imunitas.

f. Drainase sistem limfe tubuh

Drainase limfe merupakan organisasi dua area drainase yang terpisah dan tidak

sama, yaitu area drainase kanan dan kiri. Secara normal aliran limfe tidak akan melewati

aliran drainase sisi yang berseberangan. Struktur-struktur dari tiap area akan membawa

limfe ke tujuan masingmasing, kembali ke sistem sirkulasi. Area drainase bagian kanan

menerima aliran limfe dari sisi kanan kepala, leher, bagian lengan kanan, serta bagian

kuadran kanan atas tubuh. Aliran limfe dari daerah-daerah tersebut akan mengalir ke

duktus limfatikus kanan yang akan mengalirkan limfe ke sistem sirkulasi melalui vena

subklavia kanan. Area drainase kiri membawa limfe yang berasal dari sisi kiri daerah

kepala, leher, lengan kiri, dan kuadran kiri atas tubuh, tubuh bagian bawah serta kedua

tungkai. Sisterna sili secara temporer menyimpan limfe saat mengalir ke atas dari bagian

bawah tubuh. Duktus torasikus membawa limfe ke atas menuju duktus limfatikus kiri

yang akan mengalirkan limfe ke sistem sirkulasi melalui vena subklavia (gambar 4).
g. Pembentukan cairan limfe

Limfe atau cairan limfe berasal dari plasma darah arteri yang kaya nutrisi.

Pada ujung kapiler aliran darah melambat sehingga plasma keluar menjadi cairan

jaringan yang disebut cairan interseluler atau interstisial. Cairan jaringan ini

membawa nutrien, oksigen dan hormon yang dibutuhkan oleh sel (gambar 5). Sekitar

90% cairan jaringan kemudian akan mengumpulkan hasil produk metabolisme sel

kembali ke kapiler menjadi plasma sebelum melanjutkan perjalanannya kembali ke

sirkulasi vena. Cairan limfe adalah 10% cairan jaringan yang tertinggal. Jika peran

cairan interstitial membawa nutrisi yang dibutuhkan sel maka peranan limfe adalah

membawa produk metabolisme untuk dibuang. Kapiler limfe sangat permeabel dan

mengumpulkan cairan jaringan dan protein. Limfe terus menerus bersirkulasi

sehingga cairan yang tadinya jernih menjadi kaya protein karena melarutkan protein

dari dan antar sel.

Kapiler limfe kemudian menyatu membentuk vasa limfatika yang lebih besar

dengan susunan menyerupai vena. Pada vasa limfatika tidak terdapat pompa namun
limfe tetap mengalir yang mempercepat aliran balik vena untuk kembali menjadi

plasma.

Nonspecific Defence

Sistem imun bekerja setiap saat dengan beribu cara yang ber beda, tetapi tidak

terlihat. Suatu hal yang menyebabkan tubuh benarbenar menyadari kerja sistem imun adalah

di saat sistem imun gagal karena beberapa hal. Tubuh juga menyadari saat sistem imun

bekerja dengan menimbulkan efek samping yang dapat dilihat atau dirasakan.

Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk hidup yang

melindunginya terhadap infeksi dengan mengidentifikasi dan membunuh substansi patogen.

Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen, mulai dari virus sampai parasit dan cacing serta

membedakannya dari sel dan jaringan normal. Deteksi merupakan suatu hal yang rumit

karena bahan patogen mampu beradaptasi dan melakukan cara-cara baru untuk menginfeksi

tubuh dengan sukses. Sebagai suatu organ kompleks yang disusun oleh sel-sel spesifik,

sistem imun juga merupakan suatu sistem sirkulasi yang terpisah dari pembuluh darah yang

kesemuanya bekerja sama untuk menghilangkan infeksi dari tubuh. Organ sistem imun

terletak di seluruh tubuh, dan disebut organ limfoid.


Pembuluh limfe dan kelenjar limfe merupakan bagian dari sistem sirkulasi khusus

yang membawa cairan limfe, suatu cairan transparan yang berisi sel darah putih terutama

limfosit. Kata lymph dalam bahasa Yunani berarti murni, aliran yang bersih, suatu istilah

yang sesuai dengan penampilan dan kegunaannya. Cairan limfe membasahi jaringan tubuh,

sementara pembuluhlimf mengumpulkan cairan limfe serta membawanya kembali ke

sirkulasi darah.

Kelenjar limfe berisi jala pembuluh limfe danmenyediakan media bagi sel sistem

imun untuk mempertahankan tubuh terhadap agen penyerang. Limfe juga merupakan media

dan tempat bagi sel sistem imun memerangi benda asing. Sel imun dan molekul asing

memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe. Semua sel imun

keluar dari sistem limfatik dan akhirnya kembali ke aliran darah. Begitu berada dalam aliran

darah, sel sistem imun, yaitu limfosit dibawa ke jaringan di seluruh tubuh, bekerja sebagai

suatu pusat penjagaan terhadap antigen asing.

Sistem imun merupakan suatu jejaring yang didesain untuk homeostasis molekul yang

besar (oligomer) dan sel berdasarkan pada proses pengenalan yang spesifik. Pengenalan dari

struktur suatu oligomer oleh reseptor sel imun merupakan komponen penting dari kekhususan

sistem imun.

Sistem imun terbentuk dari jejaring kompleks sel imun, sitokin, jaringan limfoid, dan

organ, yang bekerja sama dalam meng eliminasi bahan infeksius dan antigen lain. Antigen

yang merupakan substansi yang menimbulkan respons imun (misalnya bakteri, serbuk sari,

jaringan transplantasi), mempunyai beberapa komponen yang dinamakan epitop. Tiap-tiap

epitop menimbulkan pembentukan antibodi spesifik atau menstimulasi sel limfosit T spesifik.

Antigen merupakan generator antibodi. Obat antigenik yang digunakan untuk mendidik

sistem imun dinamakan vaksin. Bentuk modifikasi dari antigen original digunakan dalam
bentuk vaksinasi dengan tujuan menstimulasi pembentukan sel T dan sel B memori tanpa

menyebabkan suatu penyakit. Apabila bahan infeksius tidak dapat dihentikan oleh barier fisik

dan khemis, bahan infeksius akan masuk melalui kulit atau membran mukosa dan selanjutnya

mengawali terjadinya lini pertama dari mekanisme pertahanan imunologi yang dinamakan

respons imun innate atau nonspesifik atau alami. Bila bahan patogen tidak dapat dieliminasi

oleh respons imun innate, penyakit akan menyerang sehingga respons imun adaptif atau

spesifik atau didapat akan diaktivasi, agar tubuh pulih kembali. Respons imun dikategorikan

menjadi respons imun innate (alami/nonspesifik) dan respons imun adaptif (spesifik). Contoh

komponen imunitas innate adalah sel fagosit (sel monosit, makrofag, neutrofil) yang secara

herediter mempunyai sejumlah peptida antimikrobial dan protein yang mampu membunuh

bermacam-macam bahan patogen, bukan hanya satu bahan patogen yang spesifik.

Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat sesudah terpapar oleh suatu bahan patogen.

Pada respons imun Sistem Imun 13 adaptif spesifik, sel limfosit (sel T dan sel B) merupakan

komponen dasar yang berperan penting, mengindikasikan adanya respons imun yang spesifik.

Kemampuan sel T dan sel B untuk mengenali struktur spesifik oligomer pada suatu bahan

patogen dan membentuk progeni juga merupakan struktur yang dikenali, dan membuat sistem

imun mampu merespons lebih cepat dan efektif ketika terpapar kembali dengan bahan

patogen tersebut. Dengan demikian, dua perbedaan penting dari respons imun innate dan

adaptif adalah respons imun adaptif lebih spesifik untuk bahan patogen/antigen tertentu dan

meningkat pada tiap paparan selanjutnya oleh antigen yang sama. Namun, keduanya bekerja

sama pada beberapa tahapan (misalnya, dengan melepas faktor stimulus sitokin) untuk

merusak antigen penyerang.


Kesimpulan

Kesimpulannya, mekanisme pertahanan individu mengambil peran dengan kepentingan yang

bervariasi selama infeksi virus yang berbeda; dalam banyak kasus, proses pemulihan

mungkin dilakukan dengan tindakan simultan atau sekuensial dari beberapa mekanisme.

Kehadiran beberapa pertahanan membantu menjelaskan mengapa penekanan satu atau

beberapa mekanisme tidak sepenuhnya membatalkan resistensi pejamu terhadap infeksi

virus; namun, kerusakan pertahanan tubuh akibat pengobatan yang digunakan untuk

meredakan gejala infeksi virus dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah. Misalnya,

aspirin dan kortikosteroid mengurangi pertahanan nonspesifik. Oleh karena itu, prinsip tabib

kuno yang mapan— “primum non nocere” (terutama tidak membahayakan) — masih

berlaku.
AMI (Antibody Mediated Immune Responsse)

Limfosit B berkembang menjadi sel imunokompeten dewasa dalam sumsum merah

tulang. Tiap limfosit B mengekspresikan reseptor antigen tunggal spesik (misalnya,

antibodi) pada permukaan sel. Pada imunitas dimediasi antibodi (AMI), ikatan antigen

dengan reseptor antigen (misalnya, antibodi) pada sel B menyebabkan aktivasi dan

diferensiasi sel B menjadi sel plasma pembentuk antibodi. Namun, aktivasi penuh dan

diferensiasi sel B menjadi sel plasma sebagai respons terhadap sebagian besar antigen

membutuhkan sinyal ko-stimulator yang dibentuk oleh interaksi sel B dengan CD4+ sel T-

helper (sel T mengekspresi molekul CD4). Ikatan molekul CD154 pada CD4+ sel T ke

molekul CD40 pada sel B bersama pem bentukan sitokin (IL-4 dan IL-5) oleh sel CD4+ T-

helper menyebabkan aktivasi penuh dari sel B dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma

pembentuk antibodi.

Tiap sel plasma menyekresi sekitar 2000 antibodi/detik untukmelawan antigen asal

dan proses ini berlanjut sekitar 4-5 hari.Pembentukan antibodi oleh sel plasma meningkat

oleh aktivasi sitokin IL-6. Antibodi yang disekresi beredar dalam sirkulasi darah dan limfatik,

terikat pada antigen asal dan menandainya untuk dimusnahkan oleh beberapa mekanisme,

termasuk aktivasi sistem komplemen, memicu fagositosis via opsonisasi dan memediasi

ADCC (Antibody Dependent Cell Mediated Citotoxicity) dengan sel efektor seperti sel

makrofag, NK, dan neutrofil.

CMI (Cell-Mediated Immune Responsse)

Kontras dibandingkan dengan AMI, CMI melawan patogen penyerang dengan

dimediasi oleh limfosit T. Limfosit T bertanggung jawab terhadap imunitas dimediasi sel
(CMI) dalam melawan antigen asing. Mengembangkan respons imun dimediasi sel T

terhadap antigen spesifik untuk melawan antigen tumor merupakan tujuan vaksinasi kanker.

Sel T berkembang dari pra-sel T dalam sumsum tulang dan menjadi dewasa dalam

timus menjadi sel T pengekspresi CD4+ atau sel T pengekspresi CD8+. Seperti sel B,

aktivasi sel T yang berhasil membutuhkan keberadaan 2 sinyal, sinyal pengenalan dan sinyal

ko-stimulator. Sinyal pengenalan adalah pengenalan antigen oleh reseptor antigen pada

permukaan sel T yang dinamakan reseptor sel T (TCR = T-cell receptors) yang menghasilkan

pergerakan sel T dari fase istirahat (Go) ke fase G1 dari siklus sel. Namun, berbeda dengan

sel B yang dapat langsung terikat pada antigen dengan reseptor antigen yang unik (antibodi),

TCRs pada sel T CD4+ dan sel T CD8+ hanya dapat mengenali suatu fragmen antigen yang

telah diproses dan disajikan dalam hubungan dengan antigen self yang unik pada permukaan

sel yang dinamakan antigen MHC (Major Histocomptability Complex). CD8+ sel T yang

mengenali antigen target, berproliferasi dan diferensiasi menjadi sel T-sitotoksik CD8+ (Tc),

yang membunuh antigen target dengan mengirimkan sitokin berdosis letal (limfotoksin dan

perforin) atau langsung menyebabkan apoptosis. Sel T pengekspresi CD4+ antigen disebut

sel T-helper (TH0). Ikatan antigen pada sel T-helper CD4+ menyebabkanproliferasi dan

diferensiasi sel menjadi 2 turunan sel T-helper CD4+ , yaitu sel TH 1 dan TH 2.

Sel TH 1 membentuk sitokin (IL-2 dan TNF) yang menstimulasi respons imun

dimediasi sel (CMI) melawan patogen intraselular dan sel tumor. Pembentukan sitokin

oleh sel TH 1 akan membantu pemusnahan antigen target oleh sel makrofag dari sistem imun

non-spesifk. Hal ini menunjukkan bahwa sel T-helper CD4+ merupakan tulang punggung

sistem imun. Sel TH 2 membentuk sitokin (IL-4, IL-5, IL-6) yang berperan sentral dalam

regulasi respons imun dimediasi antibodi (AMI) dalam melawan antigen ekstra-selular dan

patogen.
Peran sel T-helper CD4+ menjadi kritis pada AIDS dimana sel ini merupakan target

dari virus. Pada inidividu normal, jumlah sel T-helper CD4+ dalam darah berkisar 800-1.200

sel/mm3. Bila jumlahnya berkurang sampai di bawah 200/mm3 berarti kondisi pasien sudah

mengarah ke stadium akhir dari infeksi HIV dan pasien menjadi rentan terhadap infeksi

oportunistik oleh mikroba dan juga kanker seperti sarkoma Kaposi atau limfoma, yang secara

normal tidak terjadi pada individu sehat. Kasus AIDS mendukung pendapat yang menyatakan

bahwa imunosupresi dapat meningkatkan insidensi kanker. Juga mendukung konsep bahwa

imunosurveilance tubuh berperan dalam sistem pertahanan tubuh. Di samping sel T-helper

CD4+ dan sel T-sitotoksik CD8+, terdapat populasi lain dari sel limfosit T yang menghambat

respons imun dengan melepaskan inhibitor sitokin. Sel ini dinamakan sel T supresor (Ts).

Anda mungkin juga menyukai