1 SISTEM LIMFATIK
Cairan limfe berasal dari cairan interstitial, memiliki komposisi yang hampir
sama dengan darah, tetapi tidak mengandung eritrosit. Dalam cairan limfe didapatkan
hampir semua protein seperti yang ada dalam plasma darah. Sistem limfatik
materi partikulat pada ruang interstitial (antar sel) yang tak mungkin dipindahkan
melalui absorpsi langsung ke dalam kapiler darah, untuk diangkut ke dalam aliran
vena (gambar 9.1). Selama 24 jam, jumlah cairan interstitial yang “dipindahkan” dari
ruang interstitial ke dalam aliran vena ini berkisar antara 2 sampai 3 liter.
cairan interterstitial. Kapiler limfatik tersusun oleh hanya selapis sel endotel yang
terletak di atas membran basalis, permeabel terhadap seluruh zat terlarut dalam cairan
saluran-saluran limfe yang lebih besar, dan seterusnya. Aliran cairan limfe digerakkan
oleh otot polos pada pembuluh limfatik, dibantu oleh efek pemompaan otot rangka
limfe. Kelenjar-kelenjar limfe terutama banyak didapatkan pada daerah leher, ketiak,
lipat paha, dan di sekitar usus kecil. Sistem limfatik berakhir pada dua duktus
Kelenjar limfe merupakan kumpulan sinus yang berisi cairan limfe (gambar
9.4). Di dalam tiap sinus terdapat sejumlah nodulus limfatik, yaitukumpulan limfosit,
selain itu ada pula makrofag dan sel dendritik. Kelenjar limfe merupakan salah satu
organ limfoid yang berperanan dalam mekanisme kekebalan tubuh. Kelenjar limfe
Secara garis besar sistem limfatik tubuh dapat dibagi atas sistem konduksi,
tubuler yaitu kapiler limfe, pembuluh limfe dan duktus torasikus. Hampir semua
jaringan tubuh memiliki pembuluh atau saluran limfe yang mengalirkan cairan dari
ruang interstisial.
Definisi jaringan limfatik (atau yang sering disebut jaringan limfoid) adalah
jaringan penyambung retikuler yang diinfiltrasi oleh limfosit. Jaringan limfoid ini
terdistribusi luas di seluruh tubuh baik sebagai organ limfoid ataupun sebagai
kumpulan limfosit difus dan padat. Organ limfoid sendiri merupakan massa atau
sekumpulan jaringan limfoid yang dikelilingi oleh kapsul jaringan penyambung atau
b. Pembuluh limfe
Semakin ke dalam ukuran pembuluh limfe makin besar dan berlokasi dekat
dengan vena. Seperti vena, pembuluh limfe memiliki katup yang mencegah terjadinya
aliran balik. Protein yang dipindahkan dari ruang interstisial tidak dapat direabsorbsi
dengan cara lain. Protein dapat memasuki kapiler limfe tanpa hambatan karena
struktur khusus pada kapiler limfe tersebut, di mana pada ujung kapiler hanya
tersusun atas selapis sel-sel endotel dengan susunan pola saling bertumpang
sedemikian rupa seperti atap sehingga tepi yang menutup tersebut bebas membuka ke
dalam membentuk katup kecil yang membuka ke dalam kapiler (gambar 2).
Jaringan limfoid terdiri atas nodus dan nodulus limfoid yang mempunyai
ukuran dan lokasi bervariasi. Ukuran nodus biasanya lebih besar, panjangnya berkisar
Dalam tubuh manusia terdapat ratusan nodus limfoid ini (kelenjar limfe atau kelenjar
getah bening) yang tersebar dengan ukuran antara sebesar kepala peniti hingga biji
sepanjang umur manusia, tiap kelenjar yang rusak atau hancur tidak akan
bertugas untuk menyerang infeksi dan menyaring cairan limfe (atau cairan getah
bening).
daerah tertentu misalnya mulut, leher, lengan bawah, ketiak dan sela paha. Jaringan
limfoid mukosa yang terorganisasi terdiri atas plak Peyer (Peyer’s patch) di usus
d. Organ limfoid
Menurut tahapan perkembangan dan maturasi limfosit yang terlibat di
1) Organ limfoid primer atau sentral, yaitu kelenjar timus dan bursa fabricius
atau sejenisnya seperti sumsum tulang. Membantu menghasilkan limfosit virgin dari
proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen,
limfosit yang disensitisasi oleh antigen spesifik serta merupakan tempat utama
produksi antibodi. Organ limfoid sekunder yang utama adalah sistem imun kulit atau
(MALT), gut associated lymphoid tissue (GALT), kelenjar limfe, dan lien.
Seluruh organ limfoid memiliki pembuluh limfe eferen tetapi hanya nodus
limfatikus yang memiliki pembuluh limfe aferen. Nodul limfoid dikelilingi oleh
kapsul fibrosa di mana terdapat proyeksi jaringan penyambung dari kapsul ke dalam
nodus limfoid menembus korteks dan bercabang hingga ke medula yang disebut
kompartemen yang inkomplit yang disebut folikel limfoid. Nodulus limfoid tersusun
atas massa padat dari limfosit dan makrofag yang dipisah oleh ruang-ruang yang
disebut sinus limfoid. Di bagian tengah terdapat massa ireguler medula. Pembuluh
eferen meninggalkan nodus dari regio yang disebut hilum (gambar 3).
e. Fisiologi sistem limfatik
Sistem limfe merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat mengalir
berperan dalam respon imun tubuh. Secara umum sistem limfatik memiliki tiga fungsi
yaitu:
sehingga protein-protein darah yang difiltrasi oleh kapiler akan tertahan dalam
terkumpul tersebut. Jika sistem ini tidak berfungsi maka dinamika pertukaran
cairan pada kapiler akan menjadi abnormal dalam beberapa jam hingga
menyebabkan kematian,
2) Absorpsi asam lemak, transpor lemak dan kilus (chyle) ke sistem sirkulasi,
3) Memproduksi selsel imun (seperti limfosit, monosit, dan sel-sel penghasil
fungsi imunitas.
Drainase limfe merupakan organisasi dua area drainase yang terpisah dan tidak
sama, yaitu area drainase kanan dan kiri. Secara normal aliran limfe tidak akan melewati
aliran drainase sisi yang berseberangan. Struktur-struktur dari tiap area akan membawa
limfe ke tujuan masingmasing, kembali ke sistem sirkulasi. Area drainase bagian kanan
menerima aliran limfe dari sisi kanan kepala, leher, bagian lengan kanan, serta bagian
kuadran kanan atas tubuh. Aliran limfe dari daerah-daerah tersebut akan mengalir ke
duktus limfatikus kanan yang akan mengalirkan limfe ke sistem sirkulasi melalui vena
subklavia kanan. Area drainase kiri membawa limfe yang berasal dari sisi kiri daerah
kepala, leher, lengan kiri, dan kuadran kiri atas tubuh, tubuh bagian bawah serta kedua
tungkai. Sisterna sili secara temporer menyimpan limfe saat mengalir ke atas dari bagian
bawah tubuh. Duktus torasikus membawa limfe ke atas menuju duktus limfatikus kiri
yang akan mengalirkan limfe ke sistem sirkulasi melalui vena subklavia (gambar 4).
g. Pembentukan cairan limfe
Limfe atau cairan limfe berasal dari plasma darah arteri yang kaya nutrisi.
Pada ujung kapiler aliran darah melambat sehingga plasma keluar menjadi cairan
jaringan yang disebut cairan interseluler atau interstisial. Cairan jaringan ini
membawa nutrien, oksigen dan hormon yang dibutuhkan oleh sel (gambar 5). Sekitar
90% cairan jaringan kemudian akan mengumpulkan hasil produk metabolisme sel
sirkulasi vena. Cairan limfe adalah 10% cairan jaringan yang tertinggal. Jika peran
cairan interstitial membawa nutrisi yang dibutuhkan sel maka peranan limfe adalah
membawa produk metabolisme untuk dibuang. Kapiler limfe sangat permeabel dan
sehingga cairan yang tadinya jernih menjadi kaya protein karena melarutkan protein
Kapiler limfe kemudian menyatu membentuk vasa limfatika yang lebih besar
dengan susunan menyerupai vena. Pada vasa limfatika tidak terdapat pompa namun
limfe tetap mengalir yang mempercepat aliran balik vena untuk kembali menjadi
plasma.
Nonspecific Defence
Sistem imun bekerja setiap saat dengan beribu cara yang ber beda, tetapi tidak
terlihat. Suatu hal yang menyebabkan tubuh benarbenar menyadari kerja sistem imun adalah
di saat sistem imun gagal karena beberapa hal. Tubuh juga menyadari saat sistem imun
bekerja dengan menimbulkan efek samping yang dapat dilihat atau dirasakan.
Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk hidup yang
Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen, mulai dari virus sampai parasit dan cacing serta
membedakannya dari sel dan jaringan normal. Deteksi merupakan suatu hal yang rumit
karena bahan patogen mampu beradaptasi dan melakukan cara-cara baru untuk menginfeksi
tubuh dengan sukses. Sebagai suatu organ kompleks yang disusun oleh sel-sel spesifik,
sistem imun juga merupakan suatu sistem sirkulasi yang terpisah dari pembuluh darah yang
kesemuanya bekerja sama untuk menghilangkan infeksi dari tubuh. Organ sistem imun
yang membawa cairan limfe, suatu cairan transparan yang berisi sel darah putih terutama
limfosit. Kata lymph dalam bahasa Yunani berarti murni, aliran yang bersih, suatu istilah
yang sesuai dengan penampilan dan kegunaannya. Cairan limfe membasahi jaringan tubuh,
sirkulasi darah.
Kelenjar limfe berisi jala pembuluh limfe danmenyediakan media bagi sel sistem
imun untuk mempertahankan tubuh terhadap agen penyerang. Limfe juga merupakan media
dan tempat bagi sel sistem imun memerangi benda asing. Sel imun dan molekul asing
memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe. Semua sel imun
keluar dari sistem limfatik dan akhirnya kembali ke aliran darah. Begitu berada dalam aliran
darah, sel sistem imun, yaitu limfosit dibawa ke jaringan di seluruh tubuh, bekerja sebagai
Sistem imun merupakan suatu jejaring yang didesain untuk homeostasis molekul yang
besar (oligomer) dan sel berdasarkan pada proses pengenalan yang spesifik. Pengenalan dari
struktur suatu oligomer oleh reseptor sel imun merupakan komponen penting dari kekhususan
sistem imun.
Sistem imun terbentuk dari jejaring kompleks sel imun, sitokin, jaringan limfoid, dan
organ, yang bekerja sama dalam meng eliminasi bahan infeksius dan antigen lain. Antigen
yang merupakan substansi yang menimbulkan respons imun (misalnya bakteri, serbuk sari,
epitop menimbulkan pembentukan antibodi spesifik atau menstimulasi sel limfosit T spesifik.
Antigen merupakan generator antibodi. Obat antigenik yang digunakan untuk mendidik
sistem imun dinamakan vaksin. Bentuk modifikasi dari antigen original digunakan dalam
bentuk vaksinasi dengan tujuan menstimulasi pembentukan sel T dan sel B memori tanpa
menyebabkan suatu penyakit. Apabila bahan infeksius tidak dapat dihentikan oleh barier fisik
dan khemis, bahan infeksius akan masuk melalui kulit atau membran mukosa dan selanjutnya
mengawali terjadinya lini pertama dari mekanisme pertahanan imunologi yang dinamakan
respons imun innate atau nonspesifik atau alami. Bila bahan patogen tidak dapat dieliminasi
oleh respons imun innate, penyakit akan menyerang sehingga respons imun adaptif atau
spesifik atau didapat akan diaktivasi, agar tubuh pulih kembali. Respons imun dikategorikan
menjadi respons imun innate (alami/nonspesifik) dan respons imun adaptif (spesifik). Contoh
komponen imunitas innate adalah sel fagosit (sel monosit, makrofag, neutrofil) yang secara
herediter mempunyai sejumlah peptida antimikrobial dan protein yang mampu membunuh
bermacam-macam bahan patogen, bukan hanya satu bahan patogen yang spesifik.
Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat sesudah terpapar oleh suatu bahan patogen.
Pada respons imun Sistem Imun 13 adaptif spesifik, sel limfosit (sel T dan sel B) merupakan
komponen dasar yang berperan penting, mengindikasikan adanya respons imun yang spesifik.
Kemampuan sel T dan sel B untuk mengenali struktur spesifik oligomer pada suatu bahan
patogen dan membentuk progeni juga merupakan struktur yang dikenali, dan membuat sistem
imun mampu merespons lebih cepat dan efektif ketika terpapar kembali dengan bahan
patogen tersebut. Dengan demikian, dua perbedaan penting dari respons imun innate dan
adaptif adalah respons imun adaptif lebih spesifik untuk bahan patogen/antigen tertentu dan
meningkat pada tiap paparan selanjutnya oleh antigen yang sama. Namun, keduanya bekerja
sama pada beberapa tahapan (misalnya, dengan melepas faktor stimulus sitokin) untuk
bervariasi selama infeksi virus yang berbeda; dalam banyak kasus, proses pemulihan
mungkin dilakukan dengan tindakan simultan atau sekuensial dari beberapa mekanisme.
virus; namun, kerusakan pertahanan tubuh akibat pengobatan yang digunakan untuk
meredakan gejala infeksi virus dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah. Misalnya,
aspirin dan kortikosteroid mengurangi pertahanan nonspesifik. Oleh karena itu, prinsip tabib
kuno yang mapan— “primum non nocere” (terutama tidak membahayakan) — masih
berlaku.
AMI (Antibody Mediated Immune Responsse)
antibodi) pada permukaan sel. Pada imunitas dimediasi antibodi (AMI), ikatan antigen
dengan reseptor antigen (misalnya, antibodi) pada sel B menyebabkan aktivasi dan
diferensiasi sel B menjadi sel plasma pembentuk antibodi. Namun, aktivasi penuh dan
diferensiasi sel B menjadi sel plasma sebagai respons terhadap sebagian besar antigen
membutuhkan sinyal ko-stimulator yang dibentuk oleh interaksi sel B dengan CD4+ sel T-
helper (sel T mengekspresi molekul CD4). Ikatan molekul CD154 pada CD4+ sel T ke
molekul CD40 pada sel B bersama pem bentukan sitokin (IL-4 dan IL-5) oleh sel CD4+ T-
helper menyebabkan aktivasi penuh dari sel B dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma
pembentuk antibodi.
Tiap sel plasma menyekresi sekitar 2000 antibodi/detik untukmelawan antigen asal
dan proses ini berlanjut sekitar 4-5 hari.Pembentukan antibodi oleh sel plasma meningkat
oleh aktivasi sitokin IL-6. Antibodi yang disekresi beredar dalam sirkulasi darah dan limfatik,
terikat pada antigen asal dan menandainya untuk dimusnahkan oleh beberapa mekanisme,
termasuk aktivasi sistem komplemen, memicu fagositosis via opsonisasi dan memediasi
ADCC (Antibody Dependent Cell Mediated Citotoxicity) dengan sel efektor seperti sel
dimediasi oleh limfosit T. Limfosit T bertanggung jawab terhadap imunitas dimediasi sel
(CMI) dalam melawan antigen asing. Mengembangkan respons imun dimediasi sel T
terhadap antigen spesifik untuk melawan antigen tumor merupakan tujuan vaksinasi kanker.
Sel T berkembang dari pra-sel T dalam sumsum tulang dan menjadi dewasa dalam
timus menjadi sel T pengekspresi CD4+ atau sel T pengekspresi CD8+. Seperti sel B,
aktivasi sel T yang berhasil membutuhkan keberadaan 2 sinyal, sinyal pengenalan dan sinyal
ko-stimulator. Sinyal pengenalan adalah pengenalan antigen oleh reseptor antigen pada
permukaan sel T yang dinamakan reseptor sel T (TCR = T-cell receptors) yang menghasilkan
pergerakan sel T dari fase istirahat (Go) ke fase G1 dari siklus sel. Namun, berbeda dengan
sel B yang dapat langsung terikat pada antigen dengan reseptor antigen yang unik (antibodi),
TCRs pada sel T CD4+ dan sel T CD8+ hanya dapat mengenali suatu fragmen antigen yang
telah diproses dan disajikan dalam hubungan dengan antigen self yang unik pada permukaan
sel yang dinamakan antigen MHC (Major Histocomptability Complex). CD8+ sel T yang
mengenali antigen target, berproliferasi dan diferensiasi menjadi sel T-sitotoksik CD8+ (Tc),
yang membunuh antigen target dengan mengirimkan sitokin berdosis letal (limfotoksin dan
perforin) atau langsung menyebabkan apoptosis. Sel T pengekspresi CD4+ antigen disebut
sel T-helper (TH0). Ikatan antigen pada sel T-helper CD4+ menyebabkanproliferasi dan
diferensiasi sel menjadi 2 turunan sel T-helper CD4+ , yaitu sel TH 1 dan TH 2.
Sel TH 1 membentuk sitokin (IL-2 dan TNF) yang menstimulasi respons imun
dimediasi sel (CMI) melawan patogen intraselular dan sel tumor. Pembentukan sitokin
oleh sel TH 1 akan membantu pemusnahan antigen target oleh sel makrofag dari sistem imun
non-spesifk. Hal ini menunjukkan bahwa sel T-helper CD4+ merupakan tulang punggung
sistem imun. Sel TH 2 membentuk sitokin (IL-4, IL-5, IL-6) yang berperan sentral dalam
regulasi respons imun dimediasi antibodi (AMI) dalam melawan antigen ekstra-selular dan
patogen.
Peran sel T-helper CD4+ menjadi kritis pada AIDS dimana sel ini merupakan target
dari virus. Pada inidividu normal, jumlah sel T-helper CD4+ dalam darah berkisar 800-1.200
sel/mm3. Bila jumlahnya berkurang sampai di bawah 200/mm3 berarti kondisi pasien sudah
mengarah ke stadium akhir dari infeksi HIV dan pasien menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik oleh mikroba dan juga kanker seperti sarkoma Kaposi atau limfoma, yang secara
normal tidak terjadi pada individu sehat. Kasus AIDS mendukung pendapat yang menyatakan
bahwa imunosupresi dapat meningkatkan insidensi kanker. Juga mendukung konsep bahwa
imunosurveilance tubuh berperan dalam sistem pertahanan tubuh. Di samping sel T-helper
CD4+ dan sel T-sitotoksik CD8+, terdapat populasi lain dari sel limfosit T yang menghambat
respons imun dengan melepaskan inhibitor sitokin. Sel ini dinamakan sel T supresor (Ts).