Nilai
NIM : 202013201016
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul " Laporan Surveilans Penyakit "
dengan tepat waktu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
C. Pengumpulan Data.......................................................................................13
D. Pengolahan Data..........................................................................................13
E. Analisis Data................................................................................................13
F. Lokasi Praktek..............................................................................................14
A. Hasil.............................................................................................................15
BAB V PENUTUP..........................................................................................29
A. Kesimpulan..................................................................................................29
B. Saran.............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................30
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang. Masalah kesehatan
difokuskan pada penyakit yang diderita manusia untuk dilakukan penyembuhan. Konsep
pencegahan dan pemeliharaan kesehatan kurang diperhatikan oleh semua pihak, terutama
oleh petugas kesehatan sehingga seringkali masalah penyakit tidak terselesaikan dengan
baik dan tuntas. Status kesehatan masyarakat yang rendah dapat mempengaruhi beberapa
aspek kehidupan manusia seperti menurunnya semangat kerja sehingga dapat menurunkan
produktifitas seseorang, mempengaruhi tingkat sosial ekonomi dan juga dapat
mempengaruhi mutu sumber daya itu sendiri.
Jumlah kejadian penyakit menular semakin meningkat pada tahun – tahun terakhir ini,
dan banyak sekali faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian penyakit menular tersebut.
Salah satu contoh penyakit menular yang saat ini angka kejadiannya masih tinggi dan
penanganannya belum sepenuhnya berhasil adalah ISPA. Penyakit ini merupakan
penyebab morbiditas utama pada Negara maju, tidak demikian keadaanya pada Negara
berkembang dimana morbiditasnya relatif lebih kecil. Mortalitas yang tinggi pada umunya
akibat ISPA yang berat. Hasil SDKI 2019 ( Survei Departemen Kesehatan RI )
memperlihatkan prevalensi ISPA pada anak usia < 1 tahun sebesar 38, 7 % dan pada anak
usia 1-4 tahun sebesar 42,2 % berdasarkan tempat tinggal penyakit pernapasan lebih tinggi
di pedesaan 14,5 %, dibandingkan dengan di perkotaan 9,9 %. ( http://www.jurnal
kesling.com/01-02-2019)
Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA tiap tahunmya. 40%-60%
dari kunjungan di Puskesmas adalah penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang
disebabkan oleh ISPA mencakup 20%-30%. Kematian yang terbesar umumnya kerena
penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan disertai komplikasi dan kurang
gizi. (Departemen Kesehatan RI, 2018)
Kecamatan Bontomarannu adalah sebuah daerah di Kabupaten Gowa, terdiri dari 9
kelurahan atau desa, daerah ini memiliki lingkungan yang tidak baik untuk kesehatan
seperti keadaan jalan yang rusak, kepadatan penduduk, rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dll. Dari faktor-faktor tersebut, Kec. Bontomarannu merupakan salah satu
Daerah yang rawan terkena penyakit ISPA terutama pada ibu dan anak. Berdasarkan data
dari Puskesmas setempat ( Puskesmas Bontomarannu ) jumlah penderita ISPA di daerah
tersebut mencapai intensitas yang tinggi, khusunya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Tabel 1
Rekapitulasi Penyakit di Puskesmas Bontomarannu
Kabupaten Gowa Tahun 2015
Tabel 3
2
Rekapitulasi Penyakit di Puskesmas Bontomarannu
Kabupaten Gowa Tahun 2017
Tabel 5
Rekapitulasi Penyakit di Puskesmas Bontomarannu
Kabupaten Gowa Tahun 2019
3
5 Diare 1171
6 Gastritis (maag) 964
7 Kecelakaan dan Ruda 895
Paksa
8 Hipertensi 689
9 Mata 454
10 Infeksi Telinga 360
Sumber: Rekam Medik di Puskesmas Bontomarannu,Kab. Gowa
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah yang akan
di bahas sebagai berikut:
1) Bagaimana distribusi penyakit ISPA berdasarkan orang, waktu dan tempat pada Tahun
2015-2020.
2) Bagaimana pelaksanaan surveilans penyakit ISPA di Puskesmas Bontomarannu, Kab.
Gowa
C. Tujuan Pengamatan
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui distribusi penyakit ISPA dan pelaksanan surveilans di
Puskesmas Bontomarannu, Kab. Gowa
2) Tujuan Khusus
Untuk mengetahui distribusi penyakit ISPA berdasarkan orang (umur, jenis
kelamin, dan jenis pelayanan).
Untuk mengetahui distribusi penyakit ISPA berdasarkan waktu ( bulan ).
Untuk mengetahui distribusi penyakit ISPA berdasarkan tempat (asal daerah).
Mengetahui pelaksanaan surveilans (pengumpulan, kompilasi, dan analisis
data).
D. Manfaat Pengamatan
3) Manfaat Praktis
Bagi pelaksana program, kiranya dapat dijadikan sebagai masukan untuk
perencanaan dan pengembangan surveilans penyakit ISPA di masa yang akan
datang.
4) Manfaat Ilmiah
Diharapkan dapat mengaplikasikan dan menerapkan ilmu yang diperoleh.
5) Manfaat Bagi Pengamat
Bagi pengamat sendiri merupakan pengalaman berharga dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan tentang pencegahan dan pengobatan ISPA di lapangan.
6) Manfaat Bagi Masyarakat
Dapat mengetahui bagaimana perkembangan penyakit ISPA dan bagaimana cara
pencegahan sampai pengobatannya
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
Kalsifikasi ISPA berdasarkan gejala
a. ISPA Ringan
Berupa batuk, serak, pilek , panas atau demam. Perawatannya cukup
dilakukan dirumah dengan diberi obat penurun panas, tetapi dalam waktu
dua hari gejala belum hilang maka harus segara di bawah ke Dokter atau
Puskesmas.
b. ISPA Sedang
Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala-gejala
ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut :
Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur < 1
tahun atau > 40 kali per menit 1 tahun atan lebih.
Suhu tubuh lebih dari 390 C
Tenggorokan berwarna merah
Timbul bercak-bercak pada kulit seperti pada campak
Telinga sakit atau mengeluarkan nanah
Mendengkur dan mencuti-cuit
c. ISPA Berat
Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala
ISPA ringan atau ISPA sedang didertai gejala-gejala berikut :
Bibir atau kulit membiru
Lubang hidung kembang kempis ( dengan cukup lebar ) pada waktu
bernapas
Kesadaran menurun
Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernapas
Penderita ini harus di rawat di rumah sakit atau Puskesmas
6
Terapi yang diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian antibiotik walaupun
kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
pemberian obat-obatan terapiutik, pemberian antibiotik dapat mempercepat
penyembuhan panyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan simtomatik
selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah infeksi lanjutan dari bakterial,
pemberian, pemilihanan antibotik pada penyakit ini harus diperhatikan dengan baik
agar tidak terjadi resistensi kuman atau bakterial di kemudian hari naman pada penyakit
ISPA yang sudah berlanjut dengan dahak dan hingus yang sudah menjadi hijau
pemberian antibiotik merupakan keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan
sudah ada bekteri yang terlibat.
a. Faktor Infeksi
Terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA
antara lain dari Genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus,
Bordetella dan Korinobakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikonavirus, Mikoplasma, dan
Herpesvirus
b. Faktor Lingkungan
Cuaca dan Musim
Di Negara dengan 4 musim, kejadian ISPA cenderung meningkat pada
musim dingin; dinegara tropis yang umumnya memiliki 2 musim, ISPA 2 atau
3 kali lebih seering terjadi pada musim hujan.
Kepadatan Penduduk
David Morley (1973) menekankan, yang paling bertanggung jawab
terhadap terjadinya ISPA adalah kepadatan penghuni di dalam atau di luar
rumah; meningkatnya kejadian ISPA pada musim-musim tertentu bukan
diakibatkan perubahan cuaca atau musim.
7
Anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai resiko mendapat ISPA lebih
besar dari pada anak yang lebih tua. Keadaan ini mungkin karena pada anak di
bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran napasnya
relatif sempit
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Atas , tidak ada bedanya antara anak
laki-laki dengan perempuan sedangkan Infeksi Saluran Pernapasan bawah pada
umur kurang dari 6 tahun lebih sering pada anak laki-laki.
5. Epidemiologi
ISPA bersama- sama dengan malnutrisi dan diare merupakan penyebab kesakitan
dan kematian utama pada anak balita di Negara berkembang ( Sjarma, et al.,1998 )
ISPA mengakibatkan sekitar 20-30 % angka kematian anak balita ( Depkes RI.
2020 ) ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan berobat
dipuskesmas dan 15 – 30 % kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap
rumah sakit disebabkan oleh ISPA ( Dirjen P2ML.,2020 )
8
Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematik,
berkesinambungan, analisis dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan
dan memonitoring kesehatan, dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan
kegiatan pengamatan secara teratur dan terus-menerus terhadap semua aspek kejadian
penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadan maupun penyebarannya
dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangannya. (Nur Nasry Noor, 2020).
Dari pengertian tersebut di atas terdapat enam komponen penting dalam surveilans,
yaitu:
a. Pengumpulan / pencatatan kejadian yang dapat dipercaya
b. Pengolahan data untuk memberi informasi atau keterangan.
c. Analisis dan intervensi data untuk keperluan kegiatan.
d. Penyebarluasan data (informasi) dan umpan balik.
e. Evaluasi / penilaian kegiatan.
f. Perencanaan dan penanggulangan khusus dan program pelaksanaannya.
2. Pembagian Surveilans
Surveilans dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Surveilans Aktif (Active Surveilance)
Merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung dilapangan dengan hasil
yang jauh lebih baik. Untuk melakukan surveilans aktif dibutuhkan tersedianya
dana dan pelaksanaan tenaga khusus yang dalam banyak hal tidak mudah untuk
dipenuhi.
b. Surveilas Pasif (Passive Surveilance)
Merupakan pengamatan khusus yang dilakukan secara tidak langsung yakni:
Hanya melalui laporan yang diterima saja dibandingkan dengan surveilans aktif
maka hasil yang diperoleh dari surveilans pasif kurang lengkap.
3. Sumber Data Surveilans
Salah satu pengumpulan data yang dilakukan secara terus-menerus dalam
epidemiologi dikenal dengan surveilans. Sebagai sumber data surveilans WHO
merekomendasikan 10 macam sumber data yang dapat di pakai yaitu:
a. Registrasi mortalitas
b. Laporan Morbiditas
c. Laporan Epidemi
d. Investigasi laboratorium
9
e. Investigasi khusus individu
f. Investigasi lapangan epidemic
g. Survei
h. Studi reservoir binatang dan distribusi vector
i. Penggunaan biologis dan obat
j. Pengetahuan populasi dan lingkungan
4. Kegiatan Surveilans
a. Kegiatan Bersifat Rutin
1) Laporan rutin penyakit menular maupun penyakit tidak menular atau berbagai
kejadian yang berhubungan dengan kesehatan secara umum.
2) Pencatatan dan pelaporan khusus kejadian penyakit tertentu dalam masyarakat
yang terbatas pada kejadian yang mempunyai dampak besar kepada masyarakat.
3) Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan jenis penyakit yang wajib dilaporkan.
4) Surveilas ekologi dan lingkungan.
5) Pengamatan dan pengawasan terhadap pemakaian zat tertentu.
6) Pencatatan dan pelaporan peristiwa vital yang meliputi kelahiran, perkawinan,
perceraian dan kematian.
10
a. Dapat mendeteksi kecenderungan (trend) perubahan kejadian penyakit tertentu.
b. Dapat mendeteksi Kejadian Luar Biasa (trend) atau epidemic.
c. Dapat memberi perkiraan besarnya morbiditas dan mortalitas sehubungan dengan
masalah kesehatan yang menjalani surveilans tersebut.
d. Dapat merangsang dan mendorong untuk diadakan penelitian epidemiologis tentang
adanya kemungkinan pencegahan dan penanggulangannya.
e. Dapat mengidentifikasi faktor resiko yang berkaitan dengan kejadian penyakit.
f. Dapat memperhitungkan kemungkinan adanya efek atau pengaruh upaya
penanggulangan kejjadian penyakit atau gangguan kesehatan.
g. Dapat memberi perbaikan dibidang klinis bagi pelaksanaan pelayanan (health care
provider) yang juga merupakan bagian dari unsur pokok sistem surveilans.
3. Kompilasi data
Kompilasi data dilakukan dengan cara merekapitulasi angka kejadian penyakit
perbulan, ini dilakukan dengan rutin.
4. System pelaporan
System pelaporan penyakit ISPA dilaporkan dengan system surveilans terpadu
perbulan, kemudian data hasil masuk kebagian evaluasi dan perencanaan dan
dilaporkan ke DINKES dan DEPKES
11
BAB III
METODE SURVEILANS
A. Jenis Praktek
Pengamatan ini bersifat survei deskriptif, dengan pengamatan ini dimaksudkan
untuk mengkaji distribusi penyakit ISPA dan pelaksanaan surveilans dari tahun 2015-
2020 di Puskesmas Bontomarannu, Kab. Gowa yang mencakup umur, jenis kelamin,
jenis pelayanan waktu per bulan dan asal daerah. Metode yang digunakan untuk
12
memperoleh fakta, semua karakteristik variabel digunakan dengan cara praktek
surveilans epidemiologi.
C. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan melalui pengolahan data di Puskesmas Bontomarannu
Gowa tahun 2003 – 2007 yang mengumpulkan data ini adalah Muhammad Faizal,
Meyril S. Tuhuleruw, Arfa Wahyuni Latar, Nurilma B, Rajal Rasyid. Sumber
pengambilan data adalah Kharmawati. SKM ( Tata Usaha ) dan Relawati ( Pengolahan
Data ISPA untuk umur 0 – 4 tahun) yang merupakan pegawai Puskesmas
Bontomarannu Kab. Gowa
D. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dengan menggunakan computer
dengan menggunakan program word dan excel, disajikan dalam bentuk narasi, grafik
dan table. Data ini diolah oleh Muhammad Faizal, Meyril S. Tuhuleruw, Arfa Wahyuni
Latar, Nurilma B, Rajal Rasyid
E. Analisis Data
Data yang telah diolah selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui
gambaran distribusi dan permasalahan dalam pelaksanaan surveilans penyakit ISPA di
Puskesmas Bontomarannu, Kab Gowa tahun 2015 - 2020.
F. Lokasi Praktek
Tempat pengamatan ini dilaksanakan di Puskesmas Bontomarannu, Kab. Gowa
13
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Tentang Puskesmas Bontomarannu
1) Geografis dan Demografis
Puskesmas Bontomarannu terletak di Kelurahan Bontomanai, Kecamatan
Bontomarannu, Kabupaten Gowa dengan batas – batas wilayah sebagai berikut
14
a. Sebeleh Utara berbatasan dengan Kec. Sombaopu
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Patallassang
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab.Takalar
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Pallangga
Luas wilayah kerja Puskesmas Bontomarannu sekitar 25,31 km 2 yang terdiri dari 9
Desa atau Kelurahan. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bontomarannu
adalah 28.187 jiwa, jumlah rumah tangga 5580 dengan kepadatan penduduk 536.
Jumlah penduduk di Kecamatan Bontomarannu pada tahun 2006 sebanyak 28.187
jiwa yang terdiri dari 13.945 jiwa laki-laki dan 14.242 jiwa perempuan ( Laporan
Tahunan Puskesmas Bontomarannu 2006)
15
Jumlah ruangan : 13 ruangan
Terakhir di Rehabilitasi : Tahun 2003
3) Program Unggulan
MTBS : Manejemen Terpadu Balita Sakit
RBM : Rehabilitas Bersumberdaya Masyarakat
QA : Quality Asurance KIA
2. Gambaran Surveilans
1) Analisis Atribut Penyakit ISPA
a) Kesederhanaan (Simplicity)
(Kesederhanaan dalam bentuk analisis data dan penyajian data)
Data diolah dengan menggunakan komputer dan penyajiannya dalam bentuk excel.
b) Fleksibilitas
(Kemampuan selektif dan adaptif terhadap perubahan)
Sistem surveilans di Puskesmas Bontomarannu terus mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan teknologi. Yang dulunya dengan cara manual saja, sekarang
dengan menggunakan komputerisasi walaupun tidak banyak jumlahnya.
c) Ketepatan Waktu (Time Lines)
(Ketepatan waktu dalam setiap pelaporan ke instansi terkait yaitu Dinas
Kesehatan).
Data dilaporkan tiap bulan secara rutin ke Depkes dan ke Dinkes jika dibutuhkan.
16
2) Analisis Komponen Surveilans Penyakit ISPA
Epidemiologi surveilans dalam pelaksanaan kegiatannya, secara teratur dan
terencana melakukan berbagai komponen utama surveilans. Komponen surveilans
dari penyakit ISPA meliputi koleksi data, analisis data, interpretasi data dan
diseminasi data. Sedangkan penggambaran pola distribusi dan determinan penyakit ini
menurut waktu, tempat dan orang.
a) ISPA
Adalah penyakit yang di diagnosis oleh dokter di Puskesmas Bontomarannu tahun
2015-2020. Seorang dapat didiagnosa menderita ISPA apabila terdapat keluhan
antaranya hidung tersumbat, sputum berlebihan, dan rabas hidung (pilek), nyeri
kepala, demam dingin dan malese yang juga timbul akibat reaksi peradangan
b) Koleksi Data
Adalah kumpulan data yang diperoleh dari hasil survei di Puskesmas
Bontomarannu, kab. Gowa tahun 2016–2020.
Menurut data dari tahun 2016–2020, terdapat 36.096 orang yang menderita
penyakit ISPA
c) Analisis Data
Adalah kegiatan lanjutan dari pengolahan data yang tujuannya untuk mengartikan
informasi yang diperoleh guna menjawab persoalan yang dipertanyakan.
Penderita ISPA pada tahun 2016–2020 di Puskesmas Bontomarannu
d) Interpretasi Data
Adalah pemaparan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung.
Angka kejadian penyakit ISPA menurun seiring dengan bertambahnya usia
e) Diseminasi Data
Adalah penyebarluasan data.
Hasil data yang diperoleh dari berbagai sumber disebarluaskan untuk menambah
wawasan masyarakat tentang penyakit ISPA
17
Aspek waktu dalam investigasi epidemiologi berkisar mulai jam, minggu, bulan,
tahun sampai dekade.
Pengambilan data dilakukan di hari Jumat dan Sabtu, mulai dari tanggal 12 maret
sampai selesai, setiap jam kerja.
h) Orang
Orang yang terdiagnosa sebagai penderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Penyakit ISPA Berdasarkan Umur
Di Puskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016–2020
UMUR TAHUN
JUMLAH
(TAHUN 2020
2016 2017 2018 2019
) n % n %
n % n % n % n %
11, 10, 625 7,4 3162 8,8
<1 693 705 521 7,6 618 7,7
0 8
1–4 1229 19, 1170 17, 1050 15, 1437 18,0 1510 17,8 6396 17,7
18
5 9 4
13, 12, 15, 1322 15,6 5189 14,4
5–9 826 835 1042 1164 14,6
1 9 3
10 – 14 507 8,0 485 7,4 545 8,0 516 6,5 524 6,2 2577 7,1
15 – 19 276 4,4 294 4,5 336 5,0 375 4,7 412 4,9 1693 4,7
21, 21, 23, 1825 21,5 7857 21,8
20 – 44 1324 1400 1565 1743 21,8
0 4 0
45 – 54 554 8,8 538 8,2 579 8,5 759 9,5 762 9,0 3192 8,8
55 – 59 217 3,5 216 3,3 269 3,9 335 4,3 362 4,3 1399 3,9
60 – 69 494 7,8 594 9,1 561 8,2 741 9,3 812 9,6 3202 8,8
>70 181 2,9 295 4,5 348 5,1 290 3,6 315 3,7 1429 4,0
JUMLA 8469 100 3609 100
6301 100 6532 100 6816 100 7978 100
H 6
Sumber :Rekam Medik di Puskesmas Bontomarannu, Kab. Gowa
Tabel 9
Proporsi Penderita ISPA Berdasarkan Umur
Di Puskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016–2020
UMUR TAHUN
2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006 - 2007
(TAHUN) PERUBAHA PERUBAHA PERUBAHA PERUBAHAN
N (%) N (%) N (%) (%)
<1 1,73 -26,09 18,6 1,13
1–4 -4,80 -10,26 36,86 5,08
5–9 1,21 24,80 11,71 13,57
10 – 14 -4,34 12,37 -5,32 1,55
15 – 19 6,52 14,29 11,61 9,87
20 – 44 5,74 11,79 11,37 4,70
45 – 54 -2,98 7,62 31,09 0.40
55 – 59 -0,46 24,54 24,54 8,06
60 – 69 20,24 -5,56 32,09 24,48
>70 62,98 17,97 -16,67 8,62
JUMLAH 3,67 4,35 17,05 6,15
19
Berdasarkan data di atas tahun 2016 – 2020 terjadi peningkatan pada beberapa golongan
umur ( 1 bln-<1 thn, 5-9 thn,15-19 thn, 20- 44 thn, 60-69 thn dan >70 thn ) sedangkan
golongan yang lain mengalami penurunan. Tahun 2017 – 2018 terjadi pula peningkatan di
beberapa golongan umur kecuali 1 bln-<1 thn, 1 – 4 thn dan 60 – 69 thn. Tahun 2018 – 2019
hampir semua golongan umur mengalami peningkatan sedangkan yang mengalami
penurunan hanya pada golongan umur 10 – 14 thn dan >70 thn. Tahun 2019-2010 terjadi
peningkatan di semua golongan umur. Namun jika dilihat secara keseluruhan dari tahun ke
tahun jumlah penderita ISPA terus meningkat
JENIS TAHUN
KELAMIN 2016 2017 2018 2019 2010 JUMLAH
N % n % n % n % n % n %
Laki-Laki 2675 42, 2585 39, 3041 44, 3508 44, 3912 46, 1572 43,6
5 6 6 0 2 1
Perempuan 3626 57, 3947 60, 3775 55, 4470 56, 4557 53, 2037 56,4
5 4 4 0 8 5
Jumlah 6301 100 6532 100 6816 100 7978 100 8469 100 3609 100
6
Sumber :Rekam Medik di Puskesmas Bontomarannu,Kab. Gowa
Tabel 11
Proporsi Penderita ISPA
Berdasarkan Jenis Kelamin DiPuskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016–2020
TAHUN
JENIS 2016-2017 2017-2018 2018-2019 2019-2020
KELAMIN
PERUBAHA
PERUBAHA PERUBAHA PERUBAHA
N
N (%) N (%) N (%)
(%)
20
Laki-Laki -3,36 17,64 15,36 11,52
Perempuan 8,85 -4,36 18,41 1,95
JUMLAH 3,67 4,35 17,05 6,15
Berdasarkan data di atas, penderita ISPA untuk laki -laki dan perempuan hampir semua
tahun mengalami peningkatan, penurunan hanya dialami laki-laki pada tahun 2016-2017
dan perempuan pada tahun 2018-2019.
3. Jenis Pelayanan
Terdapat beberapa jenis pelayanan di Puskesmas Bontomarannu Gowa yaitu
ASKES, JPS, dan UMUM. Dimana pasien dapat memilih dari ketiga jenis pelayanan
tersebut yang sesuai dengan kemampuan mereka. Jenis pelayanan ini dapat dilihat pada tabel
dan grafik di bawah ini:
Tabel 12
Distribusi Frekuensi Penyakit ISPA Berdasarkan Jenis Pelayanan
Di Puskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016 – 2020
Tabel 13
Proporsi Penderita ISPA
Berdasarkan Jenis Pelayanan DiPuskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016–2020
Jenis TAHUN
2016-2017 2017-2018 2018-2019 2019-2020
Pelayana PERUBAHA PERUBAHA PERUBAHA PERUBAHA
n N (%) N (%) N (%) N (%)
21
ASKES 41,46 5,17 22,95 40,44
JPS -3,67 13,38 12,92 -5,60
UMUM 9,23 -3,34 20,82 15,20
JUMLA
3,67 4,35 17,05 6,15
H
Berdasarkan data di atas, jenis pelayanan yang di peroleh penderita ISPA. ASKES terus
mengalami peningkatan, JPS mengalami peningkatan 2017-2018 dan 2018-2019, dan tahun
yang lain mengalami penurunan. Untuk UMUM terjadi peningkatan hampir semua tahun
hanya pada tahun 2017-2018 yang mengalami penurunan.
2. Kerakteristik Waktu
Jumlah kunjungan penderita ISPA setiap tahunnnya berbeda dan terus mengalami
peningkatan, hal ini dapat dilihat berdasarkan distribusi jumlah penderita penyakit
ISPA berdasarkan bulan pada periode 2016–2020
Tabel 14
Distribusi Frekuensi Penyakit ISPA Berdasarkan Bulan
Di Puskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016 – 2020
TRIWULAN TAHUN
JUMLAH
2016 2017 2018 2019 2010
n % n % n % N % N %
I (Jan-Maret) 2168 34.4 1651 25.3 179 26.3 1887 23.7 186 22.0 9362 25.9
3 3
II (Apr-Sept) 1141 18.1 1746 26.7 165 24.2 1764 22.1 200 23.7 8309 23.0
2 6
III (Jul-Sept) 20.2 26.5 170 25.1 27.7 245 29.0 26.0
1275 1729 8 2213 3 9378
IV (Okt-Des) 27.2 21.5 166 24.4 26.5 214 25.4 25.1
1717 1406 3 2114 7 9047
JUMLAH 100. 100. 681 100. 100. 846 100. 3609 100.
0 0 0 0 0 0
6301 6532 6 7978 9 6
Sumber :Rekam Medik di Puskesmas Bontomarannu,Kab. Gowa
Tabel 15
Proporsi Penderita ISPA
Berdasarkan Bulan Di Puskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016–2020
22
TRIWULAN TAHUN
2016-2017 2017-2018 2018-2019 2019-2010
PERUBAHA PERUBAHA PERUBAHA
PERUBAHAN
N N N
(%)
(%) (%) (%)
I (Jan-Maret) -23,85 8,60 5,24 -1,27
II (Apr-Sept) 53,02 -5,38 6,78 13,72
III (Jul-Sept) 0,36 -1,21 29,57 10,85
IV (Okt-Des) -18,11 18,28 27,12 1,56
JUMLAH 3,67 4,35 17,05 6,15
Berdasarkan data di atas, tahun 2016-2017 terjadi peningkatan pada bulan April sampai
September dan bulan-bulan yang lain mengalami penurunan. Untuk tahun 2017-2018
hampir semuanya mengalami peningkatan, penurunan hanya terjadi pada bulan yang Maret,
April, Juni dan Agustus. Selanjutnya pada tahun 2018-2019 Penurunan hanya terjadi pada
bulan Januari dan April selebihnya mengalami peningkatan. Sedangkan untuk tahun 2019-
2020 penurunan terjadi pada bulan Januari dan Desember, bulan-bulan yang lainnya
mengalami peningkatan.
3. Karakteristik Tempat
Karakteristik tempat penderita ISPA dapat dilihat berdasarkan distribusi asal daerahnya.
Penderita ISPA tersebar di berbagai Desa/ Kelurahan di Kecamatan Bontomarannu,
Kab. Gowa. Datanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 16
Distribusi Frekuensi Penyakit ISPA Berdasarkan Asal Daerah
Di Puskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016 – 2020
Asal Daerah TAHUN
2016 2017 2018 2019 2020
n % n % n % n % n %
Borongloe 165 26,3 179 27,4 1938 28,4 1066 13,4 115 13,
8 3 2 6
Bontomanai 162 25,8 167 25,7 1822 26,7 2114 26,5 224 26,
8 8 2 5
Sokkolia 517 8,2 465 7,1 513 7,5 537 6,7 517 6,1
Pakatto 138 21,9 145 22,3 1471 21,6 1743 21,8 180 21,
23
2 9 1 3
Nirannuang 275 4,4 318 4,9 235 3,4 312 3,9 326 3,8
Bili-bili - - - - - - 192 2,4 212 2,5
Romangloe 596 9,5 478 7,3 494 7,2 355 4,5 371 4,4
Mata Allo 245 3,9 341 5,2 343 5,0 408 5,1 427 5,0
Romanglomp - - - - - 1251 15,7 142 16,
oa 1 8
Jumlah 630 100 653 100 6816 100 7978 100 846 100
1 2 9
Sumber :Rekam Medik di Puskesmas Bontomarannu,Kab. Gowa
Tabel 17
Proporsi Penderita ISPA
Berdasarkan Asal Daerah Di Puskesmas Bontomarannu
Kab. Gowa Periode 2016–2020
TAHUN
2016-2017 2017-2018 2018-2019 2019-2020
Asal Daerah PERUBAHA PERUBAHA PERUBAHA PERUBAHA
N (%) N (%) N (%) N (%)
Borongloe 8,14 8,09 -45,00 8,07
Bontomanai 3,07 8,58 16,03 6,05
Sokkolia -10,06 10,32 4,68 -3,72
Pakatto 5,57 0,82 18,50 3,33
Nirannuang 15,64 -26,19 32,77 4,49
Bili-bili - - - 10,42
Romangloe -19,80 3,35 -8,14 4,51
Mata Allo 39,18 0,59 18,95 4,66
Romanglomp 13,59
- - -
oa
24
Berdasarkan data di atas, tahun 2016-2017 hampir semua daerah mengalami peningkatan
hanya pada daerah Sokkolia dan Romangloe yang mengalami penurunan. Pada tahun 2017-
2018 penurunan hanya pada daerah Nirannuang. Penurunan juga terjadi pada tahun 2018-
2019 di daerah Borongloe dengan Romangloe, sedangkan 2019-2020 penurunan hanya
terjadi pada daerah Sokkolia
B. Pembahasan
1) Alur Pelayanan Puskesmas Bontomarannu
ALUR UMUM
DATANG
AMBIL NOMOR
KAMAR KARTU
GIZI
SANITASI
PULANG
KET : Pasien datang, kemudian menuju ke loket untuk mengambil No. Urut sekaligus
melakukan registrasi pasien. Pasien selanjutnya akan masuk ke ruangan atau
kamar yang sesuia dengan keperluan atas keluhanya, misalnya jika ada keluhan
dari pasien terkait rongga mulut dapat menuju ke ruangan pemeriksaan gigi dan
mulut, kemudian juka terkait masalah KIA atau KB bisa menuju ke ruangan
25
Pemeriksaan KIA. Jika ada masalah kesehatan yang lain, pasien bisa menuju ke
ruangan pemerikasaan umum ( gizi, laboratorium, dan sanitasi ). Jika ada pasien
gawat darurat maka pasien akan dievakuasi langsung ke ruang gawat darurat,
Seterusnya pasien akan di anjurkan untuk mengambil obat ke bagian Apotik,
dan bisa segera pulang.
DATANG
AMBIL KARTU
KAMAR DOKTER
APOTIK
LAB
PULANG
Ket : Pasien yang datang menuju ke loket untuk mengambil No. Urut sekaligus melakukan
registrasi pasien, untuk pasien ibu dan anak memiliki ruagan pemeriksaan tersediri,
untuk penderita > 15 thn akan diperikasa lebih dulu tekanan darahnya, selanjutnya
26
semua pasian akan menuju ke ruangan dokter untuk pemeriksaan yang lebih jelas,
setelah itu pasien dapat menandatangani register sesuai jenis pelayanan yang di pakai
( ASKES, JPS, dan UMUM ), bila diperlukan akan dilakukan pemeriksaan di
Laboratorium, Seterusnya pasien akan di anjurkan untuk mengambil obat ke bagian
Apotik, dan bisa segera pulang.
2) Surveilans Penyakit ISPA
Kegiatan Surveilans di Puskesmas Bontomarannu, Kab.gowa
Di input ke komputer
Keterangan: per hari/ ruangan
Setelah pasien pulang, berkas pasien masuk ke bagian rekam medik (pembukuan registrasi)
Dilaporkan ke DEPKES,
ke DINKES jika
dibutuhkan
27
Time ( waktu )
Distribusi penyakit ISPA dilihat berdasarkan bulan dalam periode lima tahun
terakhir yaitu 2003 sampai 2007.
Place ( tempat )
Penyakit ISPA berdasarkan tempat ( asal daerah ) semuanya berasal dari
Kecamatan Bontomarannu.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
28
1. Hasil data yang diperoleh dari bagian rekam medik di Puskesmas Bontomarannu, Kab.
Gowa dapat dilihat bahwa distribusi penyakit ISPA yang berjumlah 36.096 kasus
cenderung diderita oleh kelompok umur 20-44 tahun (21,8 %) dan paling banyak
ditemukan pada Perempuan (56,4 %), kemudian Jenis Pelayanan yang sering
digunakan oleh Penderita ISPA adalah Pelayanan UMUM (51,5 %)
2. Kejadian penyakit ISPA paling banyak ditemukan pada Triwulan ke III (juli-sept)
dengan jumlah kasus 9378 (26,0) pada periode 2016–2020 , selanjutnya penderita
ISPA banyak berasal dari Kelurahan Bontomanai karena daerah ini memang lebih
dekat dengan Puskesmas Bontomarannu di bandingkan daerah-daerah lain.
3. Surveilans Penyakit ISPA di Puskesmas Bontomarannu mengandung kesederhanaan
dalam bentuk analisis dan penyajian data , fleksibilitas (kemampuan selaktif dan
adaptif terhadap perubahan ) dan ketepatan waktu dalam setiap pelaporan. Adapun
komponen surveilans diantaranya koleksi data (kumpulan data dimana terdapat 36.096
orang yang menderita ISPA pada perode 2016–2020), Analisis (kegiatan lanjutan dari
pengolahan data), Interpretasi ( ini merupakan hubungan antar variabel dimana
ditemukan bahwa angka kejadian penyakit ISPA menurun seiring dengan
bertambahnya usia ), yang terakhir Diseminasi ( penyebarluasan Data guna menambah
wawasan banyak orang )
B. Saran
1. Untuk mengatasi frekuensi penderita ISPA sebaiknya registrasi ISPA yang ada lebih
diaktifkan untuk pengumpulan dan penyaringan kasus pada suatu populasi di daerah-
daerah tertentu sehingga angka kejadian penyakit ini dapat ditekan
2. Dalam pelaksanaan surveilans di Puskesmas Bontomarannui diharapkan penambahan
jumlah fasilitas penginputan data (komputer) dan peningkatan kualitas SDM (operator
penginputan data).
DAFTAR PUSTAKA
29
Anderson. Clifford. M.D .2016. Petunjuk Modern Kepada Kesehatan. Bandung : Indonesia
Publising House
Bres, P. Tindakan Darurat Kesehatan Masyarakat Pada Kejadian Luar Biasa. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.2015.
Departemen Kesehatan RI. Prosedur Kerja Surveilans Faktor Risiko Penyakit Menular
Dalam Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Terpadu Berbasis Wilayah.
Jakarta : Bhakti Husada. 2016
Departemen Kesehatan RI. Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional. Jakarta : Bhakti
Husada. 2016
Depkes RI. ( 2020 ). Informasi Tentang ISPA Pada Balita. Jakarta : Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat.
Noor, Nur Nasry.Prof.Dr.M.Ph. 2015. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta :
Rineka Cipta
Noor, Nur Nasry.Prof.Dr.M.Ph.2020. Dasar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta
Nur A. Y. dan Lilis S. (2015). Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA.
http://www.jurnal kesling.com/01-02-2020. Diakses Mei 2021
30