Anda di halaman 1dari 14

Sitti Fatimah Putri H.

90717114

Lembar Skrining Resep


No. Resep : 84 Tanggal : 3 April 2018

Kelengkapan Administratif Ada/Tidak Keterangan


Skrining 1 (asal usul resep)
Nama Dokter Ada
Alamat Dokter/No.Telp Tidak Ada Tempat praktik dokter
sudah jelas, di klinik
BMG dan resep ditebus
di BMG.
SIP Dokter Ada
Tanda tangan/Paraf Dokter Ada
Tanggal Penulisan Resep Ada

Skrining 2 (asal usul pasien)


Nama Pasien Ada
Umur/Berat Badan Pasien Tidak Ada
Jenis Kelamin Tidak Ada
Alamat/No.Telp Tidak Ada

Skrining 3 (Farmasetik)
Bentuk Sediaan Beberapa obat tidak ada Walaupun tidak tertulis
jelas di resep, namun
dapat terlihat pada signa
penggunaan obat.
Kekuatan Sediaan Tidak ada Walaupun tidak ada,
sudah menjadi
kesepakatan apabila
tidak ada kekuatan
diambil yang terkecil.
Beberapa obat di apotek
dengan berbagai
kekuataan sediaan di
pasaran, di apotek BMG
hanya dijual 1 jenis
kekuatan.
Jumlah Obat Ada
Dosis Tidak Ada Tidak tertulis secara
langsung namun dapat
diperkirakan melalui
kekuatan sediaan yang
ada dan signa
pemakaiannya.
Dikerjakan Oleh

(Sitti Fatimah Putri H)


Sitti Fatimah Putri H.
90717114

INFORMASI OBAT

1. Sanmol (Parasetamol 500 mg)


Golongan : Analgesik antipiretik
Indikasi : Analgesik yang bekerja dengan meningkatkan ambang sakit, dan antipiretik yang bekerja langsung pada pusat pengatur panas di
hipotalamus.
Dosis : Dewasa : 1 tablet (500 mg), 3-4 kali sehari.
Anak 6-12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3-4 kali sehari.
Atau sesuai petunjuk dokter.
Farmakokinetik : Diabsorpsi cepat melalui saluran cerna dengan efek yang tercapai dalam waktu 1 jam. Waktu puncak di plasma tercapai dalam 6 jam.
Parasetamol dimetabolisme di hati, dengan waktu paruh 1-3 jam. Ekskresi utama parasetamol melalui urin.
Efek Samping : Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan hati dan reaksi hipersensitivitas.
Interaksi Obat : Tidak ditemukan interaksi yang signifikan secara klinis terhadap obat lain.
Kontraindikasi : Penderita gangguan fungsi hati yang berat, dan hipersensitivitas terhadap parasetamol.

2. Loratadin 10 mg
Golongan : Antagonis selektif reseptor H1
Indikasi : Mengurangi gejala yang berkaitan dengan rinitis alergik (bersin-bersin, pilek, gatal pada hidung, gatal dan rasa terbakar pada mata), juga
mengurangi gejala dengan tanda urtikaria kroonik serta penyakit dermatologik lain.
Dosis : Dewasa, usia lanjut, anak 12 tahun ke atas : 10 mg sehari.
Anak usia 2-12 tahun (BB di atas 30 kg) : 10 mg sehari.
Anak usia 2-12 tahun (BB 30kg ke bawah) : 5 mg sehari.
Farmakokinetik : Diabsorpsi cepat melalui saluran cerna, efek looratadin tercapai dalam 1-3 jam, dengan efek puncak dalam 8-12 jam, durasi kerja 24 jam
sehingga cukup dikonsumsi sekali sehari. Dimetabolisme melalui hati melalui enzim CYP3A4. Waktu paruh 12-15 jam dengan rute eliminasi
melalui urin sebanyak 40% dan feses sebanyak 40%.
Efek Samping : Lelah, sakit kepala, somnolens, mulut kering, gangguan pencernaan, gastritis.
Interaksi Obat : Pernah dilaporkan peningkatan kadar loratadin dalam plasma setelag pemakaian ketokonazol, eritromisin, dan simetidin pada penelitian
klinik terkendali, tapi tidak ada perubahan klinis yang bermakna.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap loratadin.
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

3. Bromika (Bromhexine HCl 4 mg/5 mL)


Golongan : Mukolitik.
Indikasi : Mukolitik (pengencer dahak) untuk batuk berdahak.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 10 tahun : 10 mL (8 mg bromhexine HCl) 3 kali sehari.
Anak 5-10 tahun : 5 mL (4 mg bromhexine HCl) 3 kali sehari.
Anak 2-5 tahun : 5 mL (4 mg bromhexine HCl) 2 kali sehari.
Atau menurut petunjuk dokter.
Efek Samping : Mual, diare, gangguan pencernaan, rasa penuh di perut, tetapi biasanya ringan, sakit kepala, vertigo, berkeringat banyak, dan ruam kulit.
Interaksi Obat : Pemberian bersama antibiotik amoksisisilin, sefuroksim, dan doksisiklin akan meningkatkan konsentrasi antibiotik.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap allopurinol.

4. Lasal (Salbutamol 2 mg)


Golongan : Agonis reseptor β2.
Indikasi : Kejang bronkus pada semua jenis asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema.
Dosis : Dewasa di atas 12 tahun : 1-2 kapsul, 3-4 kali sehari.
Farmakokinetik : Diabsorpsi dalam 2-3 jam, dengan durasi kerja 4-6 jam. Waktu puncak di plasma tercapai dalam 2-2,5 jam. Dimetabolisme di hati, waktu
paruh 3-5 jam dengan eliminasi melalui urin.
Efek Samping : Pada dosis yang dianjurkan tidak ditemukan adanya efek samping yang serius. Pada pemakaian dosis besar dapat menyebabkan tremor
halus pada otot skelet (biasanya pada tangan), palpitasi, kejang otot, takikardia, sakit kepala.
Interaksi Obat : Obat-obatan β2 antagonis menghambat efek salbutamol, MAO, β bloker nonselektif.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap salbutamol.

5. Erysanbe (Eritromisin 500 mg)

Golongan : Makrolida.
Indikasi : Pengobatan infeksi saluran pernapasan bagian atas ringan sampai sedang, saluran pernapasan bagian bawah ringan sampai agak berat,
saluran pernapasan akibat Mycoplasma pneumoniae, pertusis, dan infeksi kulit dan jaringan.
Dosis : Anak sampai 20 kg : 30-50 mg/kg BB/hari dibagi dalam jumlah yang sama tiap 6 jam.
Dewasa dan anak di atas 20 kg : 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg tiap 12 jam (sebaiknya sebelum makan).
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

Farmakokinetik : Diabsorbsi lebih baik dalam bentuk garam dibandingkan basa. Waktu puncak di plasma tercapai dalam waktu 4 jam (bentuk basa).
Menembus plasenta dan terdistribusi ke air susu. Dimetabolisme melalui enzim CYP3A4. Waktu paruh 1,4 jam dan diekskresikan utamanya
melalui feses dan urin (2-15% dalam bentuk yang tidak berubah).
Efek Samping : Mual, muntah, diare, pengobatan jangka panjang bisa menimbulkan superinfeksi, kadang terjadi gangguan pendengaran jika digunakan
dalam dosis besar, penderita gagal ginjal atau lanjut usia.
Interaksi Obat : Teofilin, karbamazepin, warfarin, digoksin.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap kaptopril.
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)

Obat yang Kandungan Waktu Konsumsi (jam, ac/dc/pc)


No. Jumlah DRP Penatalaksanaan DRP
Diminta Zat Aktif Pagi Siang Sore Malam
1. Sanmol Parasetamol 10 Tidak ada - 3 kali sehari pc, bila demam atau nyeri ringan.
500 mg
2. Loratadin Loratadin 10 Terdapat interaksi Interaksi tidak dapat dijeda. 22.00 pc
10 mg dengan Eritromisin Namun interaksi yang
Stearat. Kadar terjadi tidak signifikan
loratadin dalam pelaporan studi
meningkat ±40%. klinik, sehingga masih
dapat digunakan dengan
tetap memantau kondisi
pasien.
3. Bromika Bromhexin 1 Tidak ada Bromhexine memiliki 06.00 pc 14.00 pc 22.00 pc
sirup HCl interaksi dengan sejumlah Bila batuk telah mereda, dapat diberhentikan.
4mg/5mL antibiotik, namun
eritromisin (makrolida)
tidak termasuk dalam
antibiotik yang dilaporkan
terdapat interaksi dengan
bromhexine HCl.
4. Lasal 2 mg Salbutamol 10 Tidak ada 1 kali sehari, bila sesak.
2 mg
5. Erysanbe Eritromisin 10 - Terdapat Perlu konfirmasi ke dokter 06.00 ac 14.00 ac 22.00 ac
500 mg stearat 500 interaksi dengan karena pada brosur dari
mg loratadin industri dan literatur, dosis
- Ada erysanbe (eritromisin) 500
ketidaksesuaian mg tiap 12 jam selama 5-10
dosis hari, sedangkan pada resep
500 mg tiap 8 jam selama 3
hari.
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

IDENTIFIKASI DRP

No. DRPs Ada/Tidak Penatalaksanaan


1. Indikasi Tidak Tidak Ada
Terobati
2. Pengobatan Tanpa Tidak Ada
Indikasi
3. Pemilihan Obat Tidak Tidak Ada
Tepat
4. Dosis Subterapeutik Ada Dosis pada literatur dan brosur dari industri
5. Dosis Terlalu Tinggi Ada adalah 500 mg tiap 12 jam selama 5-10 hari,
sedangkan pada resep 500 mg tiap 8 jam
selama 3 hari, sehingga perlu dikonfirmasi
ulang pada dokter terkait dosis yang diberikan
pada pasien. Bila dilihat dari dosis perhari,
dosis yang diresepkan dokter terlalu tinggi,
namun bila dilihat dari keseluruhan dosis, yang
diresepkan dokter subterapetik.
6. Kegagalan Menerima Tidak Ada
Obat
7. Interaksi Obat Tidak Ada Interaksi antara loratadin dan eritromisin tidak
terlalu signifikan secara klinik, sehingga dapat
dianggap tidak ada, namun pasien tetap
dipantau dengan memberikan informasi bila
ada keluhan terkait obat.
8. Reaksi Obat Ada beberapa obat Melakukan pemantauan kepada pasien jika
Merugikan yang dilaporkan muncul tanda-tanda reaksi obat yang
banyak terjadi merugikan dengan memberikan informasi
reaksi kepada pasien bila terdapat gejala tersebut
hipersensitivitas, dapat langsung ke dokter.
yaitu eritromisin,
parasetamol, dan
bromhexine.

PEMBAHASAN DRP (Berdasarkan Pustaka)

1. Indikasi tidak terobati


Tidak terdapat indikasi yang tidak terobati. Pasien kemungkinan mengalami infeksi saluran
pernapasan bagian atas ringan, sehingga obat-obatan yang diresepkan telah mengobati semua
keluhan pasien.
2. Pengobatan Tanpa Indikasi
Tidak ada pengobatan yang ditujukan tanpa indikasi tertentu.
3. Pemilihan Obat Tidak Tepat
Tidak ada. Pemilihan antibiotik eritromisin untuk kemungkinan infeksi saluran pernapasan bagian
atas sudah tepat, parasetamol untuk keluhan demam dan nyeri ringan, bromhexine sebagai
pengencer dahak, loratadin sebagai antialergi, dan salbutamol untuk meredakan sesak yang
dialami pasien.
4. Dosis subterapeutik dan dosis terlalu tinggi.
Dosis pada literatur dan brosur dari industri adalah 500 mg tiap 12 jam selama 5-10 hari,
sedangkan pada resep 500 mg tiap 8 jam selama 3 hari, sehingga perlu dikonfirmasi ulang pada
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

dokter terkait dosis yang diberikan pada pasien. Bila dilihat dari dosis perhari, dosis yang
diresepkan dokter terlalu tinggi, namun bila dilihat dari keseluruhan dosis, yang diresepkan
dokter subterapetik. Oleh karena itu, perlu konfirmasi dokter.
5. Kegagalan Menerima Obat
Pasien menebus semua obat sehingga tidak ada kegagalan di dalam menerima obat.
6. Interaksi Obat
Bila dilihat dari segi interaksi, terdapat interaksi yang tidak signifikan antara loratadin dan
eritromisin, dan karena interaksi terjadi secara farmakodinamik melalui enzim hepatik, maka
tidak dapat dilakukan penjedaan. Namun, karena interaksi masih bersifat minor, maka tidak
menjadi masalah utama. Diperlukan pemantauan terhadap pasien dengan memberikan saran
untuk segera ke dokter apabila terjadi keluhan terkait obat.
7. Reaksi Obat Merugikan
Kemungkinan reaksi obat merugikan yang dapat terjadi adalah reaksi hipersensitivitas terhadap
antibiotik (paling banyak terjadi), sehingga diinformasikan kepada pasien untuk segera ke dokter
apabila terjadi reaksi alergi, seperti ruam, gatal pada kulit, rasa panas, sesak, dan sebagainya.

KESIMPULAN (RASIONAL/TIDAK RASIONAL)

Dari segi administrasi, resep dapat dikatakan lengkap. Ada beberapa poin yang tidak ada di resep,
namun dapat diketahui dengan jelas. Misal untuk alamat dan nomor telepon dokter tidak ada namun
diketahui dokter praktik di klinik BMG dan nomor telepon diketahui. Lalu ada obat yang tidak tertulis
bentuk sediaannya, namun dapat diketahui dari jumlah obat dan signa pemakaiannya. Lalu tidak ada
kekuatan sediaan, dengan menjadi kesepakatan bila tidak tertulis diambil kekuatan terkecil (bila
terdapat lebih dari 1 kekuatan sediaan yang tersedia di apotek BMG).

Dari segi farmakologi, secara keseluruhan peresepan telah rasional, hanya saja perlu konfirmasi terkait
penggunaan Erysanbe.

DAFTAR PUSTAKA

AHFS 2014

Drugs.com

Brosur obat dari masing-masing industri

Bandung, 19 April 2018

Sitti Fatimah Putri H.


Sitti Fatimah Putri H.
90717114

Lembar Skrining Resep


No. Resep : Tanggal : 17 April 2018

Kelengkapan Administratif Ada/Tidak Keterangan


Skrining 1 (asal usul resep)
Nama Dokter Ada
Alamat Dokter/No.Telp Tidak Ada Tempat praktik dokter
sudah jelas, di klinik
BMG dan resep ditebus
di BMG.
SIP Dokter Ada
Tanda tangan/Paraf Dokter Ada
Tanggal Penulisan Resep Ada

Skrining 2 (asal usul pasien)


Nama Pasien Ada
Umur/Berat Badan Pasien Tidak Ada
Jenis Kelamin Tidak Ada
Alamat/No.Telp Tidak Ada

Skrining 3 (Farmasetik)
Bentuk Sediaan Beberapa obat tidak ada Walaupun tidak tertulis
jelas di resep, namun
dapat terlihat pada signa
penggunaan obat.
Kekuatan Sediaan Tidak ada Walaupun tidak ada,
sudah menjadi
kesepakatan apabila
tidak ada kekuatan
diambil yang terkecil.
Beberapa obat di apotek
dengan berbagai
kekuataan sediaan di
pasaran, di apotek BMG
hanya dijual 1 jenis
kekuatan.
Jumlah Obat Ada
Dosis Tidak Ada Tidak tertulis secara
langsung namun dapat
diperkirakan melalui
kekuatan sediaan yang
ada dan signa
pemakaiannya.
Dikerjakan Oleh

(Sitti Fatimah Putri H)


Sitti Fatimah Putri H.
90717114

INFORMASI OBAT

1. Levofloxacin 500 mg
Golongan : Fluoroqinolon
Indikasi : Infeksi seperti sinusitis, bronkhitis kronis, pneumonia, infeksi kulit dan jaringan, saluran urin dan pielonefritis akut.
Dosis : 250-500 mg selama 7-14 hari tergantung tingkat keparahan penyakit.
Farmakokinetik : Levofloxacin diabsorbsi dengan baik di saluran cerna, dengan waktu puncak di serum 1-2 jam. Levofloxacin dimetabolisme di hati, dengan
waktu paruh 6-8 jam. Levofloxacin diekskresikan melalui urin.
Efek Samping : Mengantuk, sakit kepala, diare, mual, kembung, vaginitis, gatal.
Interaksi Obat : Antasida, NSAID, antidiabetes.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap levofloxacin.
Informasi untuk pasien :
- Banyak minum air putih
- Beri jeda pemberian antasida dan multivitamin dengan levofloxacin minimal 2 jam.
- Levofloxacin dapat menyebabkan efek samping mengantuk, sakit kepala, sehingga berhati-hati dalam mengoperasikan kendaraan bermotor atau
mesin saat mengonsumsi levofloxacin.
- Hentikan pengobatan apabila mengalami reaksi hipersensitivitas.
- Menghindari sinar matahari berlebih atau sinar ultraviolet buatan sementara menerima levofloxacin dan menghentikan terapi bila fototoksisitas
terjadi.
- Bila pasien menderita diabetes dan sedang diobati dengan insulin atau bila reaksi hipoglikemi terjadi, penggunaan levofloxacin harus dihentikan dan
konsultasi ke dokter.

2. Loratadin 10 mg
Golongan : Antagonis selektif reseptor H1
Indikasi : Mengurangi gejala yang berkaitan dengan rinitis alergik (bersin-bersin, pilek, gatal pada hidung, gatal dan rasa terbakar pada mata), juga
mengurangi gejala dengan tanda urtikaria kroonik serta penyakit dermatologik lain.
Dosis : Dewasa, usia lanjut, anak 12 tahun ke atas : 10 mg sehari.
Anak usia 2-12 tahun (BB di atas 30 kg) : 10 mg sehari.
Anak usia 2-12 tahun (BB 30kg ke bawah) : 5 mg sehari.
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

Farmakokinetik : Diabsorpsi cepat melalui saluran cerna, efek looratadin tercapai dalam 1-3 jam, dengan efek puncak dalam 8-12 jam, durasi kerja 24 jam
sehingga cukup dikonsumsi sekali sehari. Dimetabolisme melalui hati melalui enzim CYP3A4. Waktu paruh 12-15 jam dengan rute eliminasi
melalui urin sebanyak 40% dan feses sebanyak 40%.
Efek Samping : Lelah, sakit kepala, somnolens, mulut kering, gangguan pencernaan, gastritis.
Interaksi Obat : Pernah dilaporkan peningkatan kadar loratadin dalam plasma setelag pemakaian ketokonazol, eritromisin, dan simetidin pada penelitian
klinik terkendali, tapi tidak ada perubahan klinis yang bermakna.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap loratadin.
3. Sanmol (Parasetamol 500 mg)
Golongan : Analgesik antipiretik
Indikasi : Analgesik yang bekerja dengan meningkatkan ambang sakit, dan antipiretik yang bekerja langsung pada pusat pengatur panas di
hipotalamus.
Dosis : Dewasa : 1 tablet (500 mg), 3-4 kali sehari.
Anak 6-12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3-4 kali sehari.
Atau sesuai petunjuk dokter.
Farmakokinetik : Diabsorpsi cepat melalui saluran cerna dengan efek yang tercapai dalam waktu 1 jam. Waktu puncak di plasma tercapai dalam 6 jam.
Parasetamol dimetabolisme di hati, dengan waktu paruh 1-3 jam. Ekskresi utama parasetamol melalui urin.
Efek Samping : Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan hati dan reaksi hipersensitivitas.
Interaksi Obat : Tidak ditemukan interaksi yang signifikan secara klinis terhadap obat lain.
Kontraindikasi : Penderita gangguan fungsi hati yang berat, dan hipersensitivitas terhadap parasetamol.

4. Ranitidin 150 mg
Golongan : Antagonis reseptor H2
Indikasi : Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif, tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis, terapi pemeliharaan setelah
penyembuhan tukak usus 12 jari, tukak lambung, pengobatan keadaan hipersekresi esofagitis.
Dosis : Terapi tukak aktif : 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) selama 2 minggu.
Terapi pemeliharaan : 150 mg malam sebelum tidur.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik di saluran cerna, dengan waktu mencapai efek 1 jam, dengan durasi kerja 4-6 jam. Waktu mencapai puncak 2-3 jam. Ranitidin
dimetabolisme di hati. Waktu paruh 2,5-3 jam dengan ekskresi urama melalui urin.
Efek Samping : Sakit kepala, malaise, pusing, mengantuk, insomnia.
Interaksi Obat : Warfarin.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap ranitidin.
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)

Kandungan Zat Penatalaksanaan Waktu Konsumsi (jam, ac/dc/pc)


No. Obat yang Diminta Jumlah DRP
Aktif DRP Pagi Siang Sore Malam
1. Levofloxacin Levofloxacin 7 - Ketidaksesuaian Obat dihentikan. Bisa kapan saja, diusahakan tiap hari minum pada waktu
500 mg indikasi yang sama. Pada pasien dikonsumsi ingin dikonsumsi
- ROM (pasien pada jam 10 malam
alergi)
2. Loratadin Loratadin 10 mg 5 Tidak ada - 22.00 pc
3. Sanmol Parasetamol 12 Tidak ada - 09.00 pc 14.00 pc 20.00 pc
500 mg Bila demam dan pusing telah mereda, dapat
diberhentikan.
4. Ranitidin Ranitidin 150 10 Ada - 09.00 pc 14.00 pc 22.00 pc
mg ketidaksesuaian
dosis (dosis terlalu
tinggi), di mana
dosis pada literatur
dan brosur yang
tertera adalah 150
mg 2 kali sehari,
sedangkan dokter
meresepkan 150
mg 3 kali sehari.
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

IDENTIFIKASI DRP

No. DRPs Ada/Tidak Penatalaksanaan


1. Indikasi Tidak Tidak Ada
Terobati
2. Pengobatan Tanpa Ada Perlu dikonfirmasi pada dokter tujuan
Indikasi penggunaan antibiotik levofloxacin karena
belum ada keluhan yang pasti yang
menunjukkan pasien terkena infeksi seperti
sinusitis, bronkhitis kronis, pneumonia, infeksi
kulit dan jaringan, saluran urin dan
pielonefritis akut.
3. Pemilihan Obat Tidak Tidak Ada
Tepat
4. Dosis Subterapeutik Tidak Ada
5. Dosis Terlalu Tinggi Ada Perlu konfirmasi dokter, karena untuk
penanganan tukak, dosis yang digunakan 150
mg 2 kali sehari. Dari hasil penggalian
informasi saat pemberian informasi obat,
pasien sebelumnya tidak memiliki riwayat
gastritis, hanya mengeluh mual.
6. Kegagalan Menerima Ada Pada hari ketiga, pasien tidak dapat
Obat melanjutkan antibiotik karena pasien ternyata
memiliki alergi terhadap levofloxacin, sehingga
oleh dokter antibiotik dihentikan.
7. Interaksi Obat Tidak Ada Tidak ada.
8. Reaksi Obat Ada Pada hari ketiga setelah penebusan resep,
Merugikan pasien kembali datang karena mengalami
reaksi obat merugikan akibat antibiotik
levofloxacin (ruam bengkak pada kedua
tungkai).

PEMBAHASAN DRP (Berdasarkan Pustaka)

1. Indikasi Tidak Terobati


Tidak terdapat indikasi yang tidak terobati. Keluhan mual, perut tidak nyaman, pusing, dan
demam pasien telah diobati dengan ranitidin dan parasetamol.
2. Pengobatan Tanpa Indikasi
Pasien diresepkan antibiotik namun belum diketahui pasti apakah pasien terkena infeksi bakteri,
karena dari gejala pasien hanya demam yang dapat menunjukkan adanya infeksi, sehingga perlu
dikonfirmasi kembali ke dokter.
3. Pemilihan Obat Tidak Tepat
Tidak ada. Pemilihan antibiotik perlu dikonfirmasi kembali tujuan terapinya.
4. Dosis Subterapeutik
Tidak ada.
5. Dosis Terlalu Tinggi
Perlu dikonfirmasi kembali ke dokter mengenai penggunaan ranitidin dengan aturan pakai 3 kali
sehari.
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

6. Kegagalan Menerima Obat


Pasien menebus semua obat sehingga tidak ada kegagalan di dalam menerima obat. Namun,
pada hari ketiga, antibiotik dihentikan karena pasien mengalami reaksi hipersensitivitas akibat
penggunaan levofloxacin.
7. Interaksi Obat
Tidak ada interaksi obat yang terjadi.
8. Reaksi Obat Merugikan
Pasien mengalami reakbi yang merugikan akibat hipersensitivitas terhadap levofloxacin berupa
ruam dan bengkak pada kedua tungkai.

PEMBAHASAN DRP (Berdasarkan Pustaka)

Pada tanggal 17 April 2018, ketika pasien datang pertama kali ke klinik untuk berobat, pasien
mengeluh mual, perut terasa tidak nyaman, pusing, dan demam. Oleh dokter, pasien diresepkan
beberapa obat. Loratadin untuk mencegah gejala yang diakibatkan aktivitas histamin pada kapilari
salah satunya ke saluran cerna (pasien ada keluhan terkait pencernaan) walaupun indikasi loratadin
digunakan sebagai antialergi. Sanmol untuk gejala demam dan pusing pasien. Ranitidin untuk
mengatasi keluhan pencernaan (mual dan perut terasa tidak nyaman). Dan levofloxacin yang masih
dipertimbangkan penggunaannya.
Levofloxacin adalah antibiotik yang biasanya digunakan untuk mengatasi infeksi pada saluran
respirasi, kulit, saluran urin, pyelonephritis, dan prostatitis. Namun biasanya levofloxacin juga dapat
digunakan sebagai terapi atau pencegahan Traveller’s Diarrhea. Dari keluhan pasien, tidak ada
indikasi pasien mengalami infeksi saluran pernapasan, kulit, dan indikasi lainnya yang telah
disebutkan sebelumnya. Untuk saluran cerna, pasien tidak mengeluhkan diare, hanya saja rasa tidak
nyaman di perut. Sehingga indikasi levofloxacin masih perlu dikonfirmasi ke dokter.
Pada tanggal 17 April, pasien mengonsumsi sanmol dan ranitidin ketika pasien pulang dari klinik.
Demam dan pusing telah mereda, sehingga pasien memutuskan menghentikan konsumsi sanmol.
Ranitidin tetap dikonsumsi 3 kali sehari karena pasien masih merasa tidak nyaman pada perutnya.
Lalu malamnya pasien mengonsumsi levoloxacin pada waktu yang sama.
Pada tanggal 18 April, pasien mengonsumsi ranitidin seperti biasa, lalu mengonsumsi kembali
levofloxacin dan loratadin pada malam hari. Keesokan harinya, pasien mengalami kemerahan di
kedua tungkainya disertai bengkak. Namun, tidak ada keluhan gatal, panas, ataupun sesak. Pasien
memutuskan untuk kembali ke dokter. Oleh dokter, pasien didiagnosis mengalami reaksi alergi
akibat penggunaan levofloxacin, sehingga dokter menyarankan semua obat pasien sebelumnya
dihentikan, lalu meresepkan Dextamin (Dexamethasone 0,5 mg dam CTM 2 mg) dan bedak tabur
Salicyl Talk. Diharapkan gejala yang dialami pasien akibat alergi terhadap obat segera hilang.

KESIMPULAN (RASIONAL/TIDAK RASIONAL)

Dari segi administrasi, resep dapat dikatakan lengkap. Ada beberapa poin yang tidak ada di resep,
namun dapat diketahui dengan jelas. Misal untuk alamat dan nomor telepon dokter tidak ada namun
diketahui dokter praktik di klinik BMG dan nomor telepon diketahui. Lalu ada obat yang tidak tertulis
bentuk sediaannya, namun dapat diketahui dari jumlah obat dan signa pemakaiannya. Lalu tidak ada
kekuatan sediaan, dengan menjadi kesepakatan bila tidak tertulis diambil kekuatan terkecil (bila
terdapat lebih dari 1 kekuatan sediaan yang tersedia di apotek BMG).

Dari segi farmakologi, terdapat ketidaksesuaian penggunaan antibiotik levofloxacin pada kondisi
pasien. Pasien masih belum diketahui adanya infeksi, namun telah diberikan antibiotik, dan antibiotik
yang diberikan tidak terlalu sesuai dnegan keluhan pasien. Selain itu, pasien juga diresepkan loratadin
yang sebenarnya masih dipertanyakan untuk kondisi pasien karena pasien sebelumnya tidak ada
keluhan alergi. Apabila memang loratadin diberikan untuk mencegah terjadinya alergi terhadap
Sitti Fatimah Putri H.
90717114

levofloxacin (terdapat banyak kejadian alergi pada penggunaan antibiotik), loratadin terlihat tidak
berhasil dalam mencegah kejadian alergi.

DAFTAR PUSTAKA

AHFS 2014

Drugs.com

Medscape

Pubchem.ncbi.nlm.nih.gov

Bandung, 19 April 2018

Sitti Fatimah Putri H.

Anda mungkin juga menyukai