Anda di halaman 1dari 11

PENGGUNAAN ANTI-INFLAMASI YANG RASIONAL PADA

PENANGGULANGAN NYERI REMATIK

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

“MEDICAL SCIENCE ’’

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

KETUA : MAULUITA ZIKRIA

ANGGOTA : JANNIFAH

DOSEN : Dr.MUTIADARMAWAN,M.Kes

PRODI D III KEBIDANAN MEULABOH POLTEKES


KEMENKES ACEH
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nyasehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kamimengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusidengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.Kami
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan danpengalaman untuk para
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
inikarena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.Untuk itu kami sangatmengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demikesempurnaan makalah ini.

Meulaboh ,25 mei 2021

Penulis kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I
LATAR BELAKANG ...............................................................................................1
BAB 2
PEMBAHASAN ……… ...........................................................................................2
BAB 3
PENUTUP....................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................8

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rasa sakit atau nyeri sendi mengundang penderita untuk segera mengobatinya apakah
dengan farmakoterapi, fisioterapi dan atau pembedahan. Pada kebanyakan penderita
dengan analgetika sederhana belum mampu mengontrol rasa sakit akibat artritis. Obat
anti-inflamasi non-steroid (AINS) ternyata efektif mengontrol rasa sakit akibat inflamasi
rematik. Namun sediaan analgetika ini selalu memberikan efek samping yang
kadangkala dapat berakibat fatal. Efek terapi dan efek samping AINS berhubungan
dengan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) dan
cyclooxygenase-2 (COX-2) yang dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin.
Prostaglandin sendiri merupakan sediaan pro-inflamasi, tetapi juga merupakan sediaan
gastroprotektor. Oleh karena AINS dengan selektivitas menghambat COX-2, maka
sediaan ini diduga bebas dari efek samping yang menakutkan pada saluran cerna. Pada
kenyataannya, tidak satupun AINS dengan selektivitas penghambat COX-2 bebas dari
efek samping pada saluran cerna dan berbagai efek samping lainnya diluar saluran cerna,
misalnya pada sistem kardi ovaskuler.
A. Rumusan Masalah
1. Apa-apa saja penggunaan anti-inflamasi yang rasional pada penanggulangan
nyeri rematik?
2. Apa saja efek samping yang terkandung didalamnya?
B. Tujuan
Untuk mengetahui penggunaan anti inflamasi yang rasional pada penanggulangan nyeri
rematik,dan efek samping yang terkandung didalamnya

C. Manfaat

Agar mahasiswa dapat memahami apa-apa saja penggunaan inflamasi yang rasional pada
penanggulangan nyeri rematik?

1
BAB II

PEMBAHASAN
A.PENDAHULUAN
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki
aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat disebabkan
oleh berbagai rangsangan yang mencakup lukaluka fisik, infeksi, panas dan interaksi
antigen-antibodi (Houglum et al, 2005).
Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua
golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non steroid.
Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja
menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera (Gunawan,
2007).
Obat -obat antiinflamasi yang banyak di konsumsi oleh masyarakat adalah
antiinflamasi non steroid (AINS). Obat-obat golongan AINS biasanya menyebabkan efek
samping berupa iritasi lambung (Kee dan Hayes, 1996).
Rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-
hari penderita. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya apakah dengan
upaya farmakoterapi, fisioterapi dan atau pembedahan. Farmakoterapi berawal dengan
pemberian analgetika sederhana dan edukasi. Pada kebanyakan penderita dengan
analgetika sederhana belum mampu mengontrol rasa sakit akibat artritis. Anti-inflamasi
non-steroid (AINS) ternyata efektif mengontrol rasa sakit akibat inflamasi rematik.
Namun sediaan analgetik ini selalu memberikan efek samping yang kadangkala dapat
berakibat fatal (Lelo, 2001). Mengingat bahwa penggunaan AINS akan meningkatkan
risiko iatrogenic, Tamblyn dkk (1997) mengkaji peresepan AINS yang tidak diperlukan
Risiko peresepan AINS yang tidak diperlukan lebih besar bila kontraindikasi AINS
tidak dikaji dengan seksama) dan risiko penanggulangan efek samping yang tak benar
makin meningkat akibat masa kunjungan yang lebih singkat.
Untuk melakukan terapi medikamentosa yang rasional pada penderita nyeri
rematik, diperlukan pengertian ringkas tentang:

2
• mekanisme terjadinya nyeri rematik dan tempat kerja antinyeri
• AINS sebagai antinyeri rematik
• pertimbangan farmakologi dalam pemilihan AINS sebagai antinyeri rematik
Mekanisme terjadinya nyeri rematik dan tempat kerja antinyeri Nyeri timbul oleh karena
aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik perifer maupun sentral. Dalam keadaan
normal, reseptor tersebut tidak aktif.
Dalam keadaan patologis, misalnya inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive
bahkan hipersensitif. Adanya pencederaan jaringan akan membebaskan berbagai jenis
mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin dan sebagainya. Mediator
inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri.
AINS mampu menghambat sintesis prostaglandin dan sangat bermanfaat sebagai
antinyeri.
Pertimbangan farmakologi dalam pemilihan AINS sebagai antinyeri rematik secara
rasional adalah
1) AINS terdistribusi ke sinovium,
2) mula kerja AINS segera (dini),
3) masa kerja AINS lama (panjang),
4) bahan aktif AINS bukan rasemik,
5) bahan aktif AINS bukan prodrug,
6) efek samping AINS minimal,
7) memberikan interaksi yang minimal dan 8) dengan mekanisme kerja multifactor.

B.Penggunaan Obat Rasional


Pengobatan yang rasional harus dilakukan, maka pada saat dokter berhadapan dengan
pasien, dokter harus bisa menentukan diagnosis yang tepat dan memberikan terapi yang tepat
pula. Komunikasi antara dokter dengan pasien memegang peranan penting dalam
farmakoterapiAntara lain, mengenai penyakit yang diderita pasien, tindakan pengobatan, obat
yang diperlukan, dan bagaimana cara penggunaanya.1,2,4
C.Obat Anti Inflamasi
Obat anti inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu Steroid dan AINS.2
Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID
(Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat yang memiliki

3
khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang).
Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang
juga memiliki khasiat serupa. AINS bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika. Inflamasi
adalah salah satu respon utama dari system kekebalan tubuh terhadap infeksi atau iritasi. Adapun
tanda – tanda inflamasi adalah :
1. tumor atau membengkak

2. calor atau menghangat

3. dolor atau nyeri


4. rubor
AINS sebagai antinyeri rematik Sediaan AINS yang mampu menghambat sintesis
mediator nyeri prostaglandin mempunyai struktur kimia yang heterogen dan berbeda di dalam
farmakodinamiknya. Oleh karena itu berbagai cara telah diterapkan untuk mengelompokkan
AINS, apakah menurut 1). struktur kimia, 2). tingkat keasaman dan 3). ketersediaan awalnya
(prodrug atau bukan) dan sekarang berdasarkan selektivitas hambatannya pada COX-1 dan
COX-2, apakah selektif COX-1 inhibitor, non-selektif COX inhibitor, preferentially selektif
COX-2 inhibitor dan sangat selektif COX-2 inhibiotr. Khasiat suatu AINS sangat ditentukan
kemampuannya menghambat sintesis prostaglandin melalui hambatan aktivitas COX. Dari
penelitian Duffy dkk (2003) diketahui bahwa kadar PGE2 penderita rematik di plasma berkurang
setelah pemberian diklofenak (dari 28.15 +/- 2.86 ng/mL menjadi 0.85 +/- 2.86 ng/mL setelah 4
jam pemberian) dan nimesulide (dari 24.45 +/- 2.71 ng/mL menjadi 1.74 +/- 2.71 ng/ mL setelah
2 jam pemberian) dan di cairan sinovium berkurang setelah pemberian diklofenak dan
nimesulide (dari 319 +/- 89 pg/mL menjadi 235 +/- 72 pg/mL setelah 4 jam pemberian) bahkan
pada pemakaian jangka lama kadar PGE2 di cairan
AINS sebagai antinyeri rematik Sediaan AINS yang mampu menghambat sintesis
mediator nyeri prostaglandin mempunyai struktur kimia yang heterogen dan berbeda di dalam
farmakodinamiknya. Oleh karena itu berbagai cara telah diterapkan untuk mengelompokkan
AINS, apakah menurut 1). struktur kimia, 2). tingkat keasaman dan 3). ketersediaan awalnya
(prodrug atau bukan) dan sekarang berdasarkan selektivitas hambatannya pada COX-1 dan
COX-2, apakah selektif COX-1 inhibitor, non-selektif COX inhibitor, preferentially selektif
COX-2 inhibitor dan sangat selektif COX-2 inhibiotr. Khasiat suatu AINS sangat ditentukan

4
kemampuannya menghambat sintesis prostaglandin melalui hambatan aktivitas COX. Dari
penelitian Duffy dkk (2003) diketahui bahwa kadar PGE2 penderita rematik di plasma berkurang
setelah pemberian diklofenak (dari 28.15 +/- 2.86 ng/mL menjadi 0.85 +/- 2.86 ng/mL setelah 4
jam pemberian) dan nimesulide (dari 24.45 +/- 2.71 ng/mL menjadi 1.74 +/- 2.71 ng/ mL setelah
2 jam pemberian) dan di cairan sinovium berkurang setelah pemberian diklofenak dan
nimesulide (dari 319 +/- 89 pg/mL menjadi 235 +/- 72 pg/mL setelah 4 jam pemberian) bahkan
pada pemakaian jangka lama kadar PGE2 di cairan
masa kerja AINS yang lama (panjang)
Biasanya, makin panjang waktu paruh AINS makin lama masa kerja AINS. Sebaiknya
suatu AINS bekerja lama kalau perlu lebih dari 24 jam sehingga barangkali cukup diberikan satu
kali dalam satu minggu. Salah satu derivate oxicam (meloxicam) memiliki waktu paruh sekitar
20 jam, membuat sediaan ini layak untuk diberikan sekali sehari (Davies & Skjodt, 1999).
Namun di sisi lain makin panjang waktu paruh AINS (misalnya t ½ piroxicam = 50 jam atau
lebih dari 2 hari 2 malam ) makin mudah terjadi akumulasi (penumpukan) AINS di dalam tubuh
penderita. Apa bila AINS tersebut diberikan lebih sering, sudah tentu sebagai akibatnya makin
mudah terjadi efek toksik AINS dengan segala resiko. Upaya untuk memperpanjang masa kerja
AINS dengan waktu paruh singkat (misalnya ibuprofen dan diklofenak) dapat dilakukan
merubah formulasinya menjadi sediaan lepas lambat. Sediaan lepas lambat memiliki kelebihan
dalam hal tidak adanya perubahan waktu paruh sediaan, dengan kata lain secara farmakologis
lebih aman daripada AINS dengan waktu paruh panjang.
D.Efek Samping
AINS mempunyai efek samping pada tiga sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal, dan
hati. Efek yang paling sering adalah tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang
kadang – kadang terjadi anemia sekunder karena perdarahan saluran cerna. Ada dua mekanisme
iritasi lambung, iritasi yang bersifat lokal menimbulkan difusi asam lambung ke mukosa dan
menyebabkan kerusakan jaringan, iritasi dan perdarahan secara sistemik akan melepaskan PGE2
dan PGI2 yang akan menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus
halus.2
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat pemnghambatan biosistesis
tromboksan A2 (TXA2) yang berakibat bertambahnya panjang waktu perdarahan.2

5
Penghambatan biosintesis PG di ginjal menyebabkan gangguan homeostasis. Pada orang normal
gangguan ini tidak begitu berpengaruh pada fungsi ginjal. Namun , pada pasien hupovolemia,
gagal jantung, sirosis hepatis, aliran darah gijal dan kecepatan filtrasi glomerolus akan
berkurang, bahkan dapat terjadi gagal ginjal akut.2
Pada beberapa orang dapat terjadi hipersensitivitas. Reaksi ini umumnya dapat berupa rhinitis
vasomotor, urtikaria, asma bronkial, hipotensi, sampai presyok dan syok.2
E.. Golongan Obat AINS
1. Turunan Para Aminofenol (Paracetamol)

2. Turunan Salisilat (Aspirin)


3. Turunan Pirazolon (fenilbutazon)
4. Turunan asam fenil propionat (Ibuprofen)

5. Turunan indol (Indometasin )

6. Turunan asam antralinat (asam mefenamat, diklofenak)

7. Turunan oksikam (Piroksikam)


Di samping itu juga terdapat obat – obat AINS untuk penyakit pirai (gout) seperti,
kolkisin, allopurinol, dan lain – lain.2

6
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Keluhan rasa sakit merupakan salah alasan dokter dalam pemberian analgetika, Salah satu
analgetika pilihan adalah AINS. Namun, tiap AINS memiliki kekhasan farmakokinetik (ikatan
protein dan waktu paruh) dan farmakodinamik (potensi dan efek samping), yang merupakan
pertimbangan farmakologi sebelum peresepannya. Selama khasiat sediaan dengan selektivitas
penghambatan COX-2 tidak lebih superior dibandingkan AINS yang ada, secara farmakologi
menggunakan AINS yang cepat diabsorpsi akan memberikan efek lebih dini, dan sediaan dengan
waktu paruh yang pendek akan terhindar dari kemungkinan akumulasi obat dan dengan demikian
akan memberikan tingkat keamanan yang lebih baik. Pada kenyataannya, tidak satupun AINS
dengan selektivitas penghambat COX-2 bebas dari efek samping pada saluran cerna dan berbagai
efek samping lainnya diluar saluran cerna, misalnya pada sistem kardiovaskuler. Pertimbangan
farmakologi dalam pemilihan AINS sebagai antinyeri rematik secara rasional

7
KEPUSTAKAAN

Audeval-Gerard C, Nivet C, el Amrani AI, Champeroux P, Fowler J, Richard S.


Pharmacokinetics of ketoprofen in rabbit after a single topical application. Eur J Drug Metab
Pharmacokinet. 25(3-4):227-30,2000. Bannwart B, Bertin P, Pehourcq F, Schaeverbeke T, Gillet
P, Lefrancois G, Treves R, Dehais J, Netter P, Gaucher A. Piroxicam concentrations in plasma
and synovial fluid after a single dose of piroxicam-beta-cyclodextrin. Int J Clin Pharmacol Ther.
39(1):33-6,2001. Barbanoj MJ, Antonijoan RM, Gich I. Clinical pharmacokinetics of
dexketoprofen. Clin Pharmacokinet. 40(4):245-62,2001. Bensen WG, Fiechther JJ, McMirren JI,
et al. Treatment of osteoarthritis with celecoxib, a cyclooxygenase-2 inhibitor: a randomized
controlled trial. Mayo Clin Proc 74:1095-105,1999. Blagbrough IS, Daykin MM, Doherty M,
Pattrick M, Shaw PN. High-performance liquid chromatographic determination of naproxen,
ibuprofen and diclofenac in plasma and synovial fluid in man. J Chromatogr. 578(2):251-7,1992.
Borenstein D. Synovial Tissue, Synovial Fluid, and Plasma Distribution of Nonsteroidal Anti-
inflammatory Drugs: Clinical Implications. Am J Ther. 2(12):978-983,1995.

Anda mungkin juga menyukai