Anda di halaman 1dari 5

RUMUSAN MASALAH DAN TEORI PADA EKSPOLARI GESTUR GURU, GAYA

BELAJAR SISWA DAN RESPON SISWA

(Disusun Guna Memenuhi mata Kuliah Inovasi Pembelajaran Matematika)


Dosen Pengampu Dr. Sugiatno, M. Pd

Oleh :

NamaMahasiswa : Ananda Rizky Amelia


NIM : F2181191003
Semester : III
Program Studi : S2 PendidikanMatematika

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
Soal:
1. Buatlah rumusan masalah yang berkaitan dengan eksplorasi gestur guru, gaya belajar
siswa dan respon siswa berupa kecemasan siswa?
2. Teori apa yang memandu rumusan masalah tersebut?

Jawaban:

1. A. Eksplorasi Gestur Guru


Rumusan masalah:
 Bagaimana bahasa tubuh (gesture) guru dalam pembelajaran matematika di SMP
Negeri 12 Pontianak?

B. Gaya Belajar Siswa


Rumusan masalah:
 Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaiakna soal cerita
yang memiliki gaya belajar diverger pada materi pecahan di SMP Negeri 12
Pontianak?
 Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaiakna soal cerita
yang memiliki gaya belajar asimilator pada materi pecahan di SMP Negeri 12
Pontianak?
 Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaiakna soal cerita
yang memiliki gaya belajar konverger pada materi pecahan di SMP Negeri 12
Pontianak?
 Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaiakna soal cerita
yang memiliki gaya belajar akomodator pada materi pecahan di SMP Negeri 12
Pontianak?

C. Respon Siswa
Rumusan masalah:
 Bagaimana proses pembelajaran matematika dengan menerapkan metode
pembelajaran Montessori.
 Apakah dengan metode pembelajaran Montessori dapat meningkatkan respon belajar
siswa.

2. A. Eksplorasi Gestur Guru


Teori:
Teori Albert Mehrabian
Albert Mehrabian (lahir 1939, Guru Besar Emeritus Psikologi UCLA), dikenal akan
publikasinya tentang pentingnya hubungan antara pesan verbal dan non-verbal.
Temuannya mengenai inkonsistensi pesan mengenai perasaan dan sikap telah dikutip
melalui berbagai seminar di berbagai belahan dunia dan dikenal dengan Hukum 7%-38%-
55%.
Tiga Elemen Komunikasi dan Hukum 7%-38%-55%
Dalam penelitiannya, Mehrabian (1971) menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, bahwa
ada tiga elemen dalam komunikasi langsung (face to face):
1.     Tulisan
2.     Intonasi suara
3.     Bahasa Tubuh
Kedua, elemen non verbal yang sangat penting untuk mengkomunikasikan perasaan dan
sikap, khususnya ketika terjadi ketidakselarasan: jika kata dan bahasa tubuh tidak sesuai,
maka orang akan lebih condong percaya pada bahasa tubuh.
Ini menekankan bukan pada kasus bahwa elemen non verbal dalam segala pengertian
selalu membawa bongkahan pesan, seolah-olah seperti yang sering disimpulkan orang
selama ini.
Ketika menyampaikan suatu presentasi, sebagai contoh, materi berupa teks dari presentasi
disampaikan seutuhnya secara verbal, namun isyarat-isyarat non verbal sangatlah penting
dalam membawakan sikap pembicara berkenaan dengan ucapan yang dia sampaikan,
dalam hal ini lebih meyakinkan.
Sikap dan keselarasan
Menurut Mehrabian, ketiga elemen ini memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda dari
kecenderungan seseorang untuk menyampaikan pesan: kata-kata berperan 7%, intonasi
suara berperan 38% dan bahasa tubuh 55%. Seringkali disebut sebagai 3V (Verbal,
Vocal dan Visual).
Untuk komunikasi yang efektif dan bermakna untuk perasaan, tiga bagian pesan ini perlu
saling mendukung satu sama lainnya – ketiga bagian ini semestinya “selaras”. Dalam
kasus jika terjadi “ketidakselarasan”, maka penerima pesan bisa jadi terangsang oleh dua
pesan yang datang dari dua saluran yang berbeda, memberi dua kesimpulan dari dua arah
yang berbeda.
Contoh berikut barangkali dapat membantu mengilustrasikan ketidakselarasan
komunikasi verbal dan non-verbal.
1.     Verbal: “Aku tidak punya masalah denganmu!”
2.     Non-verbal: orang tersebut menghindari kontak mata, nampak cemas, bahasa tubuh
bersikap menutup/melindungi diri dan sebagainya.
Maka jadilah si penerima pesan lebih percaya pada bentuk komunikasi yang lebih
dominan, yang mana Mehrabian menemukan bahwa non-verbal memiliki prosentase 38 +
55%, lebih dibanding dengan makna literal dari kata-kata (7%).
Penting untuk disampaikan bahwa dalam masing-masing studi, Mehrabian melakukan
eksperimen untuk membagi komunikasi dalam perasaan dan perilaku (contoh: suka –
tidak suka), dan pengaruh karena ketidaksesuaian proporsi antara intonasi suara dan
bahasa tubuh berpengaruh hanya pada saat situasi yang mendua/ambigu. Keadaan ambigu
tersebut muncul seringkali ketika kata-kata yang terucap tidak selaras dengan intonasi
suara dan bahasa tubuh dari si pembicara (pengirim pesan).
Kesalahtafsiran atas Hukum Mehrabian
Hukum 7%-38%-55% telah banyak ditafsirkan berlebihan, beberapa orang menganggap
bahwa dalam berbagai situasi komunikasi, makna dari sebuah pesan lebih banyak
dibawa oleh isyarat-isyarat non-verbal, bukan dari makna kata-kata. Penyamarataan ini,
mula-mula sudah ada sejak dari kondisi yang sangat spesifik dalam eksperimennya, yang
mana disebut sebagai kesalahan dasar di seputar Hukum Mehrabian.
Untuk itu Mehrabian memberi pernyataan yang jelas mengenai hal ini sebagai berikut:
–       7% makna berasal dari kata-kata yang terucap
–       38% makna berasal dari paralinguistik (cara mengucapkan kata-kata atau intonasi
suara)
–       55% berasal dari ekspresi wajah atau bahasa tubuh.

B. Gaya Belajar Siswa


Teori:
Gaya belajar yang dimaksud adalah gaya belajar Kolb, karena gaya belajar ini
mencerminkan individu yang memiliki cara berbeda dalam memahami dan memproses
informasi berdasarkan pengalamannya dalam belajar. Selain itu menurut Nasution (2017),
gaya belajar model Kolb ini melibatkan pengalaman, mengembangkan observasi/
merefleksi pengalamannya, menciptakan konsep menjadi teori dan menggunakannya
dalam pemecahan masalah.
Berikut ini penjelasan keempat gaya belajar menurut Kolb sebagaimana yang dikutip oleh
nasution (1997), Gufron & Risnawita (2013), serta Fuad (2015):
 Gaya belajar diverger
Gaya belajar yang mengutamakan perasaan dan pengamatannya.
 Gaya belajar assimilator
Gaya belajar yang mengutamakan pikiran dan pengamatannya.
 Gaya belajar konverger
Gaya belajar yang mengutamakan pikiran dan tindakannya
 Gaya belajar akomodator
Gaya belajar yang mengutamakan perasaan dan tindakannya.
C. Respon Siswa
Teori:
Maria Montessori lahir di kota Chiaravalle, Italia pada tanggal 31 Agustus 1870.
Ayahnya Alessandro Montessori, ayahnya adalah seorang militer kuno yang konservatif
dan kebiasaan suka marah. Ibunya adalah seorang wanita bernama Renilde Stoppani.
Alessandro dan Renilde menikah pada musim semi tahun 1866 dan hanya setahun
kemudian bayi mungil yang bernama Maria Montessori lahir. Pada tahun 1913, dia
melakukan kunjungan pertamanya ke Amerika Serikat. bahwa Alexander Graham Bell
dan istrinya, Mabel, mendirikan Pendidikan Montessori Association di Washington DC
pendukung Amerika lainnya adalah Thomas Edison dan Helen Keller. Pada tahun 1929
mendirikan Asosiasi Montessori International di Amsterdam, Belanda. Pada tahun 1938
ia membuka Montessori Training Center di Laren, Belanda. Pada tahun 1947, ia
mendirikan Pusat Montessori di London. Dan di 1949 1950, dan 1951 ia dinominasikan
untuk Nobel Peace Prize. Begitulah peranan dalam pendidikan itu, bukanlah seorang guru
atau bahan pengajar maupun metodenya melainkan anak didik. Pangkal dan haluan
pendidikan dan pengajaran haruslah anak didik itu sendiri. Begitulah metode pendidikan
Montessori yang diistilahkan “pedosentris”. Berhubungan dengan hal tersebut anak harus
dapat berkembang dengan bebas. Sesuai dengan J. Locke, Montessori membuat
kesimpulan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam jiwa anak masuk melalui indera
anak. Dasardasar metode Montessori dapat disingkat sebagai berikut:
a. Semua pendidikan ialah pendidikan diri sendiri.
b. Dasar, tujuan, pedoman dalam pendidikan ialah diri anak, dengan pembawaan serta
kesanggupan dan kodratnya (pedosentris). Segala usaha harus ditimbulkan dari
dalam anak.
c. Anak didik harus mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan diri.
d. Semua panca indera anak harus mendapat kesempatan untuk berkembang sebaik-
baiknya.Berdasarkan pengamatan seksama terhadap perilaku anak-anak didiknya,
Montessori berkesimpulan bahwa di dalam tubuh anak pada dasarnya tersimpan
semangat belajar yang luar biasa.

Menurut Montessori, perilaku anak yang nampaknya hanya berlari kian kemari,
menyentuh, memegang, mengamati, bahkan merusak benda-benda yang menarik
baginya, sebenarnya merupakan gaya belajar mereka yang khas. Selain itu, menurut
Montessori anak mendapatkan kepuasan dalam proses pencariannya bila ia diberi
kebebasan untuk memilih aktivitasnya sendiri dan melakukan sesuatunya sendiri, help me
to do it my self, jadi biarkan anak melakukannya itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai