Anda di halaman 1dari 5

e-ISSN 2685-8894; p-ISSN 2460-9773

Jurnal Vitek Bidang Kedokteran Hewan Vol.9, November 2019

DETEKSI BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN


HOLSTEIN DI KECAMATAN PAGU KABUPATEN KEDIRI

Bagus Uda Palgunadi1, Roeswandono 1, Adilla Luthfita Fa’za1, Ady Kurnianto1*


1
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
*Email: adykurniantodvm@gmail.com

Abstract
Brucellosis (Keluron disease) is a strategic infectious disease with zoonotic potential, one of
which is genus Brucella abortus. This research aims to detect Brucellosis in dairy cattle FH in Pagu
District, Kediri Regency. This research uses two serological tests, namely the Rose Bengal Test (RBT)
and the Complement Fixation Test (CFT) with descriptive analysis method. 30 cattle blood samples
were taken from the coccigea vein. The blood was set aside at room temperature to form a serum. The
serum that has been obtained is taken to the Department of Food and Livestock of Kediri Regency for
checking the RBT. The remaining serum obtained was sent to BBVet Wates for CFT examination. The
results obtained show negative results on both tests. But one of the samples with the code S9 had gone
through an abortion. This might occur due to other factors such as genetic disorders, the presence of
viruses such as BVD, toxic agents and live vaccines during pregnancy.

Keywords: Brucellosis, Dairy Cattle Friesian Holstein, RBT, CFT


proses degeneratif, prion, dan mikroorganisme
PENDAHULUAN pathogen.
Penyakit Keluron (Brucellosis) merupakan
Setiap tahun tingginya permintaan bahan
penyakit menular strategis dikarenakan
pangan asal ternak, menyebabkan meningkatnya
penularannya relatif cepat antar daerah dan
usaha ternak sapi perah di Indonesia. Seiring
lintas batas serta diperketat pengaturan lalu
dengan jumlah penduduk yang bertambah,
lintas ternak. Bakteri genus Brucella ini
dengan pendapatan perkapita masyarakat yang
dikategorikan sebagai penyakit zoonosis serta
tinggi dan menyebabkan kesadaran akan susu
diklasifikasikan sebagai mikroorganisme
dan daging sebagai sumber protein hewani
kelompok BSL III (Biosafety level 3) (Syah,
(Andaruisworo dan Solikin, 2015). Hewan
dkk., 2011). Penularan Bruellosis dapat melalui
ternak memiliki beragam jenis penyakit,
kontak langsung pada hewan, dan juga
sehingga memerlukan wawasan tentang gejala
mengkonsumsi produk dari susu, sehingga
penyakit yang mungkin akan terjadi agar
dikategorikan sebagai penyakit zoonosis (Dwi,
dilakukannya pengobatan dan pengendalian
dkk., 2018). Infeksi pada manusia terutama
secara seksama (Winarsih, 2018). Sepanjang
disebabkan B. melitensis B. abortus dan B.
proses produksi dan budidaya peternakan,
melitensis, melalui interaksi langsung dengan
diperlukan kewaspadaan akan terjadinya suatu
hewan yang terinfeksi dan menggunakan
penyakit. Jawa Timur dikenal sebagai gudang
produk yang terkontaminasi, seperti susu dan
ternak, sehingga wajib untuk menjaga produk
daging dsb (Ali, et al., 2018).
ternak yang dihasilkan berupa produk yang
Spesies Brucella merupakan penyebab
Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).
penyakit Brucellosis, yang merupakan pathogen
Menurut Winarsih (2018) Penyakit hewan bakteri gram negatif fakultatif intraseluler
ternak adalah gangguan kesehatan yang spesies vertebrata termasuk manusia. Bakteri ini
disebabkan oleh kelainan genetik, gangguan bersifat gram negatif, kecil, aerob, berbentuk
metabolisme, trauma, toksisitas, infeksi parasit, cocobacilli, non motil, dan tidak menghasilkan
spora (Mugabi, 2012).

28
e-ISSN 2685-8894; p-ISSN 2460-9773
Jurnal Vitek Bidang Kedokteran Hewan Vol.9, November 2019

dicampur dengan antigen Brucella dengan


Menurut Novita (2016) Indonesia belum jumlah yang sama, sehingga percampurannya
bebas Brucellosis, terutama daerah yang membentuk diameter sebesar 2 cm. Serum dan
mayoritas beternak sapi perah. Sebagian antigen tadi dicampur menggunakan pengaduk
besarnya belum melakukan pemusnahan (rotary aglutinartor), kemudian plate digoyang
terhadap sapi perah yang terbukti positif goyangkan dengan tangan selama 4 menit dan
Brucellosis, sehingga sapi penderita bersifat akan terlihat proses aglutinasi jikan serum
carrier seumur hidupnya di lokasi tersebut. mengandung antibodi Brucella. Tingkat
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi aglutinasi disesuaikan dengan kriteria: 0 = tidak
penyakit Brucellosis pada sapi perah peranakan terjadi aglutinasi, + = aglutinasi hanya sedikit,
FH di Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri ++ = aglutinasi terlihat sebagian, +++ =
dengan menggunakan metode Complement aglutinasi terlihat sangat jelas (Novita, dkk.,
Fixation Test (CFT) dan Rose Bengal Test 2016).
(RBT).
Prinsip Uji CFT
MATERI DAN METODE Complement Fixation Test adalah reaksi
Penelitian dilakukan di peternakan daerah pengikatan komplemen, juga direkomendasikan
Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri sebagai sebagai uji penyaringan (screening) brucellosis
tempat pengambilan sampel darah. pada populasi ternak dan secara individual
Pengambilan sampel darah sebanyak 5 ml (Mujiatun, dkk., 2016). Prinsip reaksi ini
dengan jumlah 30 ekor sapi perah. Uji RBT menyebabkan lisisnya sel darah merah,
dilakukan di laboratorium Kesmavet Dinas dikarenakan adanya antibodi dan antigen
Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabupaten kompleks yang homolog menarik komplemen,
Kediri dan uji CFT dilakukan di Balai Besar sehingga berikatan dengan antibodi di bagian
Veteriner Wates Yogyakarta. Fc (Astarina, 2017).

Pengambilan darah Prosedur Uji CFT


Alat dan bahan untuk pengambilan darah Prosedur CFT sebagai berikut:
adalah tabung venoject, jarum venoject G12, Menggunakan microplate 96 well dengan dasar
handle (thorax), desinfektan, kapas, akuades U. Pada baris A1-A10 microplate diisi dengan
steril dan alkohol. Sampel diambil pada vena serum sampel sebanyak 50 µl, tambahkan
jugularis atau vena coccigea menggunakan kontrol serum positif pada baris A11 dan baris
tabung vacutainer yang dilapisi silicon. Setelah A12 kontrol serum negatif. Kemudian serum
itu, diamkan pada suhu kamar hingga kental diinaktivitaskan pada suhu 58°C selama 30
dan membentuk serum atau disentrifugasi. menit. Pada semua sumur diisikan pelarut CFT
Pengambilan secara aseptis agar terhindar dari buffer kecuali baris A11-A12 sebanyak 25µl.
kontaminasi bakteri yang tidak diinginkan. Alat Lalu dilakukan pengenceran seimbang, 25 µl
yang digunakan pada laboratorium harus dalam serum diambil dari baris A dipindahkan ke baris
kondisi steril. B lalu dikocok beberapa kali dan seterusnya
dilakukan sampai baris H. Semua sumur di
Prinsip Uji RBT baris C-H diisikan Antigen sebanyak 25 µl.
Reaksi ini membentuk pengikatan antigen Tambahkan 25 µl komplemen di semua sumur
Brucella sp. yang sudah dilemahkan serta (baris B-H), lalu tambahkan pelarut CFT buffer
diwarnai dengan antibodi dari serum. Pada sebanyak 25 µl pada semua sumur baris B
permukaan antigen terjadi pengikatan dengan (sebagai kontrol positif aktivitas
antibodi menimbulkan reaksi teraglutinasi, jika antikomplemen). Plat ditutup menggunakan
non reaktif maka, tidak ada antibodi dalam selotip, kemudian inkubasi selama 30 menit
serum. dengan suhu 37°C. Setelah itu dilepas
(penutup), tambahkan 25 µl sel yang
Prosedur Uji RBT disensitisasi di semua sumur, lalu kocok dengan
Serum dan antigen Brucella RBT diambil microshaker selama 45 menit, baca reaksinya
dari mesin pendingin lalu diamkan selama 1/2 - (Kartini, dkk., 2017).
1 jam pada suhu ruangan. 30 µl serum yang
telah di koleksi diteteskan pada plate dan
29
e-ISSN 2685-8894; p-ISSN 2460-9773
Jurnal Vitek Bidang Kedokteran Hewan Vol.9, November 2019

HASIL PEMBAHASAN

Wilayah pengambilan sampel berada di Pada pengujian CFT didapatkan hasil


Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. Pemilihan negatif, ditunjukkan pada lubang microplate tidak
kandang atau peternak hasil dari diskusi ada endapan pada dasar sumur, hemolisis
dengan pengurus koperasi unit desa setempat sempurna serta cairan warna merah muda.
serta tenaga medis yang akan membantu di Berdasarkan hasil pengujian 30 sampel dengan
lapangan. Lalu melakukan wawancara dengan metode Rose Bengal Test dan memiliki gejala
abortus, namun menunjukkan hasil negatif pada
peternak tentang gejala klinis dan riwayat
vaksinasi. Total sampel yang didapatkan dua metode ini. Pada pemeriksaan RBT
adalah 30 darah, kemudian menjadi serum didapatkan hasil negatif, menurut Besung, dkk.,
untuk diuji dengan uji RBT dan CFT. Hasil (2015) hasil positif terbagi menjadi tiga kriteria
dari penelitian ini 30 serum sapi diuji dengan yaitu teraglutinasi ringan (+), teraglutinasi
metode Rose Bengal Test (RBT) dan sedang (++) dan teraglutinasi sempurna (+++).
Complement Fixation Test (CFT). Dapat Tetapi pada hasil pemeriksaan yang didapatkan
tidak memenuhi kriteria diatas. Pada uji CFT
dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
juga menunjukkan hasil negatif, Amanitin (2012)
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan RBT menjelaskan bahwa hasil positif ditandai dengan
Jumlah Negatif Positif titer 1/4 atau lebih dan tidak terjadi lisis pada sel
Serum RBT RBT darah domba, terdapat endapan eritrosit dan
Sapi cairan berwarna bening. Pada pemeriksaan ini
30 30 0 juga tidak memenuhi kriteria tersebut. Dapat
disimpulkan bahwa semua sampel di daerah
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan CFT kecamatan Pagu bebas Brucellosis.
Jumlah Negatif Positif Ketika melakukan wawancara ke
Serum CFT CFT peternak, pemilik memberitahu bahwa salah satu
Sapi sapinya pernah mengalami abortus. Setelah di
30 0
uji, sapi ini memiliki hasil negatif. Penyebab
30
terjadinya abortus selain brucellosis, ada
factor lainnya menurut Horvingh (2009)yaitu
Hasil RBT ini dibaca dengan melihat kelainan genetic pada janin yang dapat
adanya aglutinasi pada plate. Dikatakan positif menyebabkan aborsi tidak sering didiagnosis dan
jika adanya butiran pasir (aglutinasi), jika Complement Fixation Test menunjukkan hasil
negatif maka tidak teraglutinasi. Dari semua negatif. Salah satu dari sampel yang di dapatkan
sampel, kode S9 memiliki gejala klinis biasanya terjadi pada sapi individu. Kelainan ini,
abortus. Pada pemeriksaan ini, 30 serum yang mungkin tidak menyebabkan perubahan
didapatkan hasil negatif. Dapat dilihat pada pada penampilan luar janin, dapat mengakibatkan
Gambar 1. aborsi karena janin yang tumbuh tidak memiliki
kemampuan untuk berkembang dengan baik
dalam uterus. Heat stress juga dapat
mempengaruhi kinerja reproduksi sapi perah,
meskipun umumnya akan menyebabkan masalah
konsepsi daripada aborsi. Sementara ada
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
peningkatan yang sangat mendadak dalam suhu
lingkungan dapat mengakibatkan aborsi, ada
sedikit bukti mendukung bahwa stres panas
Gambar 1. Hasil Pemeriksaan RBT sebagai penyebab umum aborsi. Kejadian langka
juga terjadi seekor sapi mengalami demam yang
sangat tinggi dan dapat mengalami keguguran
janin nya. Agen toksik juga dapat menyebabkan
abortus atau kematian embrio awal. Sapi rentan
terhadap pupuk nitrit dan nitrat atau nitrat yang
ditemukan pada tanaman di bawah kondisi
30
e-ISSN 2685-8894; p-ISSN 2460-9773
Jurnal Vitek Bidang Kedokteran Hewan Vol.9, November 2019

tertentu (misalnya kekeringan-stres). Jika seekor


sapi terpapar dengan tingkat nitrat/nitrit yang REFERENSI
cukup tinggi (~. 55% atau lebih besar nitrat
dalam hijauan), abortus dapat terjadi, terutama Ali, S., Nawaz Z, Akhtar A, Aslam R, Zahoor
pada akhir kehamilan. M.A. and Ashraf M., 2018.
Horvingh (2009) menyebutkan ada Epidemiological Investigation of Human
beberapa virus yang dapat menyebabkan abortus Brucellosis in Pakistan. Jundisapur J
salah satumya Bovine Viral Diarrhea virus Microbiol. 11(7):1-5.
(BVD). Virus ini memiliki berbagai macam Amanitin. 2012. Kajian Infeksi Brucella
sindrom penyakit pada sapi dan setelah virus ini abortus Pada Sapi Perah Menggunakan
beredar, dapat menjangkau janin melalui Uji Serologik dan Polymerase Chain
plasenta. Bakteri penyebab selain Brucella Reaction (PCR). [M.Si. Tesis]. Institut
abortus adalah Streptococcus spp., Leptospira Pertanian Bogor.
spp. Pemberian vaksin hidup modifikasi selama
kehamilan termasuk faktor terjadinya abortus. Andaruisworo, S. dan N. Solikin, 2015.
Dimaksud vaksin hidup adalah vaksin yang Pendapatan Usaha Peternakan Sapi
dimodifikasi mengandung virus hidup atau Perah Rakyat Di Kecamatan Ngancar
bakteri yang di ubah untuk mencegah mereka Kabupaten Kediri. Modernisasi. 11(3):1-
menyebabkan penyakit klinis selagi merangsang 10.
sistem kekebalan tubuh.
Azzahrawani, dkk., (2018) menjelaskan, Astarina, D.K., 2017. Penggunaan Immunostik
keadaan lingkungan yang tercemar mampu Sebagai Uji Cepat Serologik Untuk
menimbulkan adanya faktor penyakit dan Melacak Brucella abortus Pada Sapi.
mudahnya penularan secara kontak langsung. [M.Si. Tesis]. Institut Pertanian Bogor.
Populasi ternak dan manajemen pemeliharaan
termasuk faktor yang berhubungan dengan Azzahrawani, N., E. Martalina, S. Herman dan
infeksi Brucellosis. Faktor resikonya seperti A. Abdillah. 2018. Investigasi Outbreak
lapangan gembala, lalu lintas, lingkungan dengan Bovine Brucellosis di Pulau Bengkalis
kelembapan tinggi dan parit. Bakteri ini mampu Tahun 2018. Proc. of the 20th FAVA
bertahan hidup dalam beberapa bulan dalam CONGRESS & The 15th KIVNAS
jerami, air, lumpur, fetus abortus dan perlatan, PDHI, Bali Nov 1-3, 2018. 390-392.
serta dalam kondisi kering pun dapat bertahan
hidup dalam debu dan tanah. Saat mengamati Besung, I.N.K., Suwiti N.K dan Suarjana
dilapangan, kondisi kandang cukup baik. Sapi I.G.K., 2015. Seroedpidemiologi
tidak di gembala, tepat di belakang sapi ada Brucellosis Pada Sapi Bali di Nusa
tumpukan pupuk organik, sebelah kandang Tenggara Barat Sebagai Upaya Deteksi
terdapat tempat pembuangan sisa feses dan urin. Dini Kejadian Penyakit. Seminar
Ditemukan juga sisa tumpukan pakan yang Nasional Sains dan Teknologi. 1-8.
tegenang dengan air. Bisa disimpulkan dengan
kondisi kandang tersebut kemungkinan bisa Dwi, W.K, Tyasningsih W, Praja R.N.,
terjadinya Brucellosis atau faktor penyakit Hamid I.S., Sarudji S dan Purnama
lainnya. Perlunya pemeriksaan Brucellosis pada M.T.E., 2018. Deteksi Antibodi Brucella
sapi perah peranakan Friesian Holstein penting pada Sapi Perah di Kecamatan
untuk dilakukan, karena guna mengantisipasi Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi
adanya penularan pada hewan lainnya dan dengan Metode Rose Bengal Test (RBT).
manusia. Jurnal Medik Veteriner. 1(3):142-147.

KESIMPULAN Horvingh, E., 2009. Common Causes of


Berdasarkan hasil penelitian pada sapi Abortions. Virginia Cooperation
perah peranakan Friesian Holstein di Extension. Pp. 404-288.
Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri dapat
disimpulkan bahwa tidak ditemukan adanya Kartini, D., Noor S.M dan Pasaribu F.H.,
Brucellosis. 2017. Deteksi Brucellosis Pada Babi
Secara Serologis dan Molekuler di

31
e-ISSN 2685-8894; p-ISSN 2460-9773
Jurnal Vitek Bidang Kedokteran Hewan Vol.9, November 2019

Rumah Pototng Hewan Kapuk, Jakarta


dan Ciroyom, Bandung. Acta Veterinaria
Indonesiana. 5(2):66-73.

Mugabi, R., 2012. Brucellosis Epidemiology,


Virulence Factors, Control and
Molecular Targets to Prevent Bacterial
Infectious Diseases. [M.Sc. Thesis].
North Dakota State Univ.

Mujiantun., Soejoedono R.N. Sudarnika E dan


Noor S.M., 2016. Deteksi Spesies
Brucella pada Kambing di Rumah
Potong Hewan Jakarta.Jurnal Sain
Veteriner 34(2) : 172-181.

Novita, R., 2016. Brucellosis: Penyakit Zoonosis


Yang Terabaikan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biomedis dan Teknologi
Dasar Kesehatan. 12(2):135-140.

Novita, R., Hananto M, Sembiring M.M., Noor


S.M., Kambang S, Lilian dan Khairirie,
2016. Seroprevalensi Ancaman Brucella
abortus Pada Pekerja Peternakan Sapi
Perah Kecamatan Ciwatu, Garut. Jurnal
Kesehatan Reproduksi. 7(3):210-216.

Syah, S.P., E. Saswiyanti dan I.S. Nurhayati,


2011.Brucellosis di Indonesia.https://
docplayer.info/53843933- Brucellosis-di-
indonesia.html.

Winarsih, W.H., 2018. Penyakit Ternak yang


Perlu Diwaspadai Terkait Keamanan
Pangan. Cakrawala. 12(2):208-221

32

Anda mungkin juga menyukai