Anda di halaman 1dari 14

PERMASALAHAN PREDIKSI GEMPA BUMI

Untuk meminimalisir dampak berupa korban jiwa dan sarana dan prasarana dari
gempa bumi, maka perlu dilakukan prediksi terjadinya gempa bumi. Dapatkah kita
memprediksi gempa? Memprediksi Gempa Bumi bukanlah hal yang mudah. Kejadian yang
dapat dikatakan acak ini sulit untuk ditentukan kapan akan terjadinya. Gempa bumi memiliki
karakteristik yang khas, yaitu tidak dapat dicegah, peristiwanya sangat mendadak dan
mengejutkan, dan waktu terjadinya, lokasi pusatnya dan kekuatannya tidak dapat diprediksi
(diperkirakan) secara tepat atau akurat oleh siapapun, termasuk pakar-pakar gempa.

Prediksi gempa dilakukan dalam upaya meminimalkan hilangnya nyawa dan harta.
Ruang lingkup prediski gempa bumi mencakup 3 hal:

1. Kapan gempa bumi itu akan terjadi


2. Dimana posisi terjadinya?
3. Seberapa besar kekuatannya?
4. Probabilitas atau kemungkinan terjadinya gempa bumi.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk memprediksi gempa bumi, namun dari
kesemua metode tersebut tidak ada yang akurat. Prediksi gempa bumi biasanya dalam
rentang waktu tertentu, bukan pada tanggal yang tepat. Sumber-sumber yang dapat dijadikan
bahan untuk memprediksi gempa bumi yaitu:

1. Bahan Geologi
2. Informasi Statistik Gempa Bumi
3. Data hasil pengukuran Seismik
4. Data Hasil pengukuran secara fisik
5. Informasi lain
Metode-Metode Prediksi Gempa Bumi

Berdasarkan perkiraan waktu terjadinya gempa bumi, metode prediksi gempa bumi dibagi
menjadi 2, yaitu prakiraan jangka panjang dan prakiraan jangka pendek.

A) Prakiraan Jangka Panjang


1. Bahan Geologi
Dengan pengetahuan tentang geologi dan proses geologi suatu daerah serta
dikombinasikan dengan catatan gempa sebelumnya, maka dapat dipersiapkan peta
Daerah Gempa Bumi. Peta ini mengandung informasi:
a) Keadaan Geologi suatu daerah, termasuk tanah longsor, Endapan Tanah, Susunan
Batuan.
b) Lokasi Patahan
c) Tipe Patahan
d) Bukti pergerakan patahan terbaru
e) Sejarah Gempa bumi daerah tersebut
f) Lokasi episenter gempa sebelumnya
g) Penentuan intensitas gempa sebelumnya
h) Korelasi antara gempa bumi dengan patahan lokal

Gambar 3.1 Peta keterjadian Gempa Bumi.

Dari peta dapat diketahui derah-daerah mana saja yang berpotensi mengalami
gempa bumi,
Besarnya gempa yang terjadi salah satunya dipengaruhi oleh panjang patahan
yang terjadi.
Tabel 3.1. Besarnya magnitude gempa bumi berdasarkan panjang patahan

Magnitude Panjang Patahan


(Ritcher) (mil)
5,5 3-6
6,0 6-9
6,5 9-18
7,0 18-36
7,5 36-60
8,0 60-120

Jika dapat memprediksi panjang patahan yang akan terjadi, maka kita dapat
memperkirakan besarnya gempa yang akan terjadi.

2. Pergerakan Lempeng
Dengan mengukur pergerakan sebuah lempeng dan kejadian gempa bumi
sebelumnya, maka kita dapat memprediksi kejadian gempa bumi selanjutnya.
Contoh:
San Fransisco 1906 (Reid)
Perpindahan selama 50 tahun = 10 kaki
Waktu untu mengalami Perpindahan tiap feet = 5 tahun
Besar Perpindahan menyebabkan terjadinya gempa bumi = 20 kaki
Prediksi Frekuensi 20 x 5 = 100 tahun
Kesimpulan: Akan terjadi gempa bumi pada San Fransisco setiap kurang lebih 100 tahun
sekali.
Dalam prediksi di atas disebutkan besar perpindahan yang menyebabkan terjadinya
gempa, untuk mengukur besarnya perpindahan ini dapat menggunakan pengukuran jarak
dan kemiringan suatu tempat.

a) EDM (electronic distance measurement)


EDM mempu mengukur jarak hingga 0,01 cm. Waktu yang dibutuhkan sinar laser
untuk dipantulkan kembali dari cermin reflector memberikan ukuran jarak yang
sangat akurat. Setiap perubahan jarak antara yang terukur menunjukkan pergerakan
sesar.
Gambar 3.2 Instalasi EDM

Gambar 3.3 Posisi-posisi EDM

b) Tiltmeter

Tiltmeter adalah alat yang digunakan untuk mengetahui kemiringan suatu


tempat. Secara sederhana, tiltmeter berupa tabung berisi meter atau biasa kita sebut
waterpass. Tiltmeter sangat presisi dan dapat mengukur perubahan kemiringan suatu
tempat hingga 1/10.000 derajat.

Gambar 3.4 Tiltmeter

c) Creepmeter

Creepmeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur pergerakan


lempeng bumi secara horizontal, biasanya di daerah batas lempeng konvergen
(saling mendekat) dan divergen (saling menjauh)

Gambar 3.5 Creepmeter


3. Paleoseismologi
Paleosesimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gempa bumi terdahulu.
Dengan mempelajari lapisan sedimen dan batuan dekat zona sesar, kita dapat
mengetahui interval terjadinya gempa bumi besar.

Contoh:
Gambar di bawah menunjukkan sebuah cross-section dari sebuah daerah zona
patahan. Cekungan telah terisi selama bertahun-tahun oleh tanah liat, pasir dan peat
(humus). Lapisan peat paling atas belum terpotong oleh patahan. Peat adalah lapisan
yang mengandung komposisi karbon tinggi yang dapat diukur umurnya menggunakan
metode 14C. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat dikeatahui umur tiap lapisan
peatnya. Berdasarkan gambar dapat dikeatahui lapisan peat paling bawah berumur 440
tahun dan lapisan peat diatasnya berumur 300 tahun. Berdasarkan kedua data tersebut
maka dapat diketahui rentang terjadinya gempa bumi yaitu 140 tahun. Berdasarkan
perhitungan juga, umur lapisan peat paling atas yang belum terpotong oleh patahan yaitu
berumur 135 tahun, sehingga kita dapat memprediksi kemungkinan gempa akan terjadi
lagi sekitar 5 tahun ke depan. Asumsi ini akan lebih akurat jika dua atau lebih data
gempa bumi terdahulu terkumpulkan.

Gambar 3.6 Umur pada tiap-tiap lapisan

4. Teori Seismik Gap (celah seismik)


Seismik gap adalah zona sepanjang wilayah tektonik aktif di mana tidak terjadi
gempa bumi dalam selang waktu yang lama, tetapi diketahui bahwa regangan elastis
sedang terbentuk di bebatuan. Jika seismik gap dapat diidentifikasi, maka mungkin
menjadi daerah yang di duga akan terjadi gempa besar dalam beberapa waktu
selanjutnya.
Contoh: Meksiko Earthquake

Gambar 3.7 Seismik Gap di Meksiko


Peta di atas menggambarkan pesisir selatan Meksiko. Dari gambar diketahui
lempeng Cocos mensubduksi Lempeng Amerika Utara. Dari peta dapat diketahui
beberapa kejadian gempa bumi yang melanda pesisir selatan meksiko. Dimulai pada 28
juli 1957 hingga 25 Oktober 1991 tercatat beberapa gempa terjadi di sepanjang pesisir
selatan meksiko. Berdasarkan catatan ini dapat diketahui daerah yang tidak mengalami
gempa bumi, daerah ini berpotensi terjadi gempa bumi karena aktivitas pergerakan
lempeng Cocos, daerah inilah yang disebut daerah sesmik gap yang diberi nama
Guerrero Gap. Berdasarkan frekuensi data gempa yang terjadi, akan terjadi gempa bumi
di daerah Guerrero gap setelah 5 – 10 tahun kedepan (dari gempa terakhir 25 Oktober
1991). Berdasarkan prediksi tersebut, terbukti terjadi gempa di Guerrero gap pada 18
April 2002 dan selanjutnya pada 11 Desember 2011.
Gambar 3.7 Seismik Gap di Turki

Gambar 3.8 Seismik Gap di Indonesia

5. Historical Seismicity Patterns


Metode ini dilakukan dengan melihat sejarah kejadian gempa bumi yang pernah
terjadi di suatu wilayah, kemudian mengkalkulasi kemungkinan kejadian dan besar
magnitudenya.

Gambar 3.9 Sejarah kejadia Gempa Bumi


6. Earthquake Stress Trigerring
Rentang stress yang terjadi pada formasi batuan di suatu wilayah menjadi salah
satu faktor yang digunakan seismolog untuk memprediksi kejadian gempa bumi. Gempa
bumi terjadi ketika terjadi perubahan (pengurangan nilai) stress secara tiba-tiba. Sebelum
terjadi gempa bumi, stress terakumulasi di suatu bagian dari sebuah garis patahan, ketika
sudah mencapai maksimum, maka akan terjadi gempa seiring berkurangnya stress. Jadi,
daerah yang memiliki nilai stress tinggi, di sepanjang jalur patahan berpotensi terjadi
gempa bumi selanjutnya.

Gambar 3.10 Sebaran stress di suatu wilayah

B) Prakiraan Jangka Pendek


1) Foreshock
- Beberapa peristiwa gempa besar biasanya didahului oleh gempa kecil (M=3-5) yang
disebut dengan foreshock
- Foreshock biasanya terukur beberapa hari atau beberapa jam sebelum gempa besar
terjadi. Umumnya semakin lama periode foreshock maka gempa selanjutnya akan
semakin besar.
- Permasalahannya adalah pengidentifikasian foreshock pada daerah yang biasa terjadi
gempa kecil (daerah patahan) sangat sulit. Sehingga terkadang metode ini sukses
dilakukan, walaupun terkadang juga gagal.
Gambar 3.11 Seismogram sebuah gempa

Ditinjau dari keadaan struktural mineral dan distribusi ruang stress yang bekerja,
Gempa ada beberapa tipe:

1. Gempa tipe 1
Tipe ini berkaitan dengan gempa besar yang tanpa di dahului gempa kecil
(foreshock). Gempa bumi ini hanya terjadi pada daerah dengan struktur material yang
seragam dan dipengaruhi oleh tegangan luar yang seragam.
2. Gempa tipe 2
Tipe ini merupakan rangkaian gempa yang terdiri atas foreshock, mainshock dan
aftershock. Umumnya kekuatanny gempanya termasuk kategori menengah. Struktur
material heterogen dan dipengaruhi oleh tegangan yang tak seragam.

3. Gempa tipe 3
Rangkaian gempa bumi yang tak memiliki mainshock dan sering disebut swarm

2. Aftershock
Setelah gempa besar terjadi, kerak disekitar patahan aktif akan terganggu dan
sangat tidak stabil. Akibatnya, proses perpindahan dan penstabilan kerak tersebut
menciptakan gempa bumi susulan. Gempa bumi susulan biasanya terjadi dengan
magnitude yang lebih kecil dari magnitude gempa bumi utama, biasanya antara 3-5 SR.
Seiring berjalannya waktu, frekuensi dan intensitas gempa susulan ini akan berkurang.
Walaupun memiliki magnitude yang lebih kecil, gempa susulan ini bukan berarti tidak
menimbulkan efek. Bangunan yang sudah rusak atau hampir rubuh setelah diterjang
gempa utama, dapat semakin rusak dan benar-benar rubuh setelah di terjang gempa
susulan. Oleh karena itu, Masyarakat dilarang kembali masuk ke dalam rumah sebelum
gempa susulan benar-benar reda.

3. Kenaikan dan perubahan kemiringan struktur tanah


Pengukuran ini dilakukan di sekitar sesar aktif dengan alat-alat yang telah
dijelaskan sebelumnya. Biasanya, sebelum gempa bumi besar terjadi, tanah disekitar
sesar aktif akan terangkat atau miring karena aktivitas pergerakan lempeng dan tegangan
pada patahan. Hal ini dapat menyebabkan retakan kecil (microcracks). Retakan ini dapat
menyebabkan gempa kecil yang disebut dengan foreshock.

4. Penurunan nilai resitivitas batuan


Batuan umumnya merupakan konduktor yang buruk (nilai resistivitasnya besar),
sedangkan air memiliki nilai resitivitas yang lebih kecil dari batuan. Jika terjadi
microcracks pada batuan dan air tanah bergerak memasuki retakan ini, maka hal ini dpaat
menyebabkan penurunan nilai reistivitas. Dalam beberapa kasus, nilai resitivitas ini akan
mengalami penurunan 5-10 % setelah diamati sebelum gempa bumi.

5. Emisi Gas Radon


Radon adalah gas inert yang diproduksi oleh peluruhan radioaktif uranium dan
elemen lainnya dalam batuan. Karena radon bersifat inert, tidak mudah membentuk
senyawa dengan unsur lain, oleh karena itu, radon akan tetap dalam struktur kristalnya
hingga ada beberapa peristiwa yang memaksnya keluar. Deformasi batuan akibat
regangan dapat memaksa radon keluar dan mengakibatkan emisi gas radon yang muncul
dalam air sumur. Terjadinya microcraks juga dapat menjadi jalan rodon untuk masuk
kedalam air tanah. Peningkatan jumlah emisi radon terjadi sebelum beberapa gempa
bumi terjadi.

6. Terbentuknya Awan Gempa


Ini masih kelanjutan dari kisah emisi gas Radon. Radon merupakan radioisotop
pemancar sinar alfa. Karakteristik dari sinar alfa, meski jangkauannya sangat pendek
(karena muatannya yang besar), namun ia mampu mengionisasi molekul2 udara di
sepanjang jalur lintasannya sehingga akan terbentuk sedikitnya 10.000 pasang ion. Ion2
inilah yang selanjutnya berperan menjadi agen kondensasi dengan menarik molekul2 air
di udara untuk berkondensasi menjadi titik2 air dan akhirnya berkumpul menjadi
awan.Jika emisi Radon meningkat, konsekuensinya kondensasi pun berlangsung lebih
intensif sehingga terbentuk gugusan awan yang besar dan unik, sebab mengikuti segmen
di permukaan Bumi yang telah memunculkan retakan2 mikro. Awan ini umumnya
berbentuk memanjang, seperti rangkaian kereta api atau ular.

7. Perubahan tingkat air di sumur


Karena peristiwa foreshock yang menyebabkan microcracks, maka air sumur
dapat mengalami perubahan level ketinggiannya karena deformasi batuan bawah
permukaan.
8. Perilaku yang tidak biasa dari binatang
Sebelum berkekuatan 7,4 gempa di Tanjin , Cina , zookeepers melaporkan
perilaku hewan yang tidak biasa . Ular menolak untuk masuk ke lubang mereka , angsa
menolak untuk pergi dekat air , panda berteriak , dan lain-lain.
Beberapa binatang biasanya menunjukkan perilaku yang tidak biasa atau tidak
sewajarnya dilakukan ketika gempa bumi akan terjadi, misalnya:
a. Hewan yang sedang berhibernasi akan keluar dari sarangnya.
b. Hewan peliharaan (Ayam, Sapi, dll) tidak mau masuk ke kandang,
c. Hewan mencari tempat yang lebih tinggi
d. Burung terbang meningllakan daerahnya
e. Ikan perairan dalam akan mendekati permukaan air

Mitigasi Gempa Bumi

Apa yang harus dilakukan sebelum dan selama gempa bumi?

Setiap orang yang tinggal di daerah rawan gempa bumi harus didik lankah-langkah
untuk meminimalkan resiko ,sebelum,selama gempa bumi.

Sebelum Gempa

 Periksa bahaya yang ada di rumah – mencari bahan yang mungkin jatuh,zat
berbahaya yang mungkin tumpah,bahan yang mungkin menghancurkan,
sambungan listrik dan gas yang rusak,dll dan mengamankan atau memperbaiki
kekurangan.
 Mengidentifikasikan tempat yang aman di dalam dan di luar ruangan – cari
tempat di mana anda dapat untuk melindungi diri sendiri,seperti di bawah
meja, jauh dari kaca dan jauh dari bangunan,tiang,dll yang mungkin runtuh.
 Mendidik diri dan anggota keluarga – pastikan semua orang tau apa yang
harus dilakukan jika terjadi gempa bumi.
 Memiliki persedian penanggulangan bencana di tangan – hal-hal seperti senter
dan baterai,kotak pertolongan pertama,obat-oabatan, makanan dan air, uang,
dll.
 Mengembangkan rencana komunikasi darurat – ingat komunikasi telepon
(bukan telepon seluler) mungkin tidak berkerja.

Selama Gempa

Sadarilah bahwa beberapa gempa bumi sebenarnya memicu terjadinya gempa yang
lebih besar.minimal anda bergerak beberapa langkah ketempat terdekat yang lebih
aman dan jika anda berada di dalam ruangan, tinggal di sana sampai getaran telah
berhenti dan anda yakin jika keluar aman. Jika di dalam ruangan tertutup, masuk
dibawah meja yang kokoh,bertahan sampai gempa berhenti,berada jauh dari kaca dan
hal lain yang mungkin mudah hancur dan jatuh. Jangan menggunakan elevator dan
lift.

Jika diluar rumah – tetap disana. Menjauhlah dari bangunan, lampu jalan, dan tiang
listrik atau apa pun yang mungkin jatuh pada anda.

Jika dalam kendaraan yang bergerak – berhenti secepatnya untuk keselamatan dan
tinggal di dalam kendaraan. Hindari berhenti di dekat atau di bawah bangunan,pohon,
jalan laying, dan tiang listrik. Lanjutkan perjalanan dengan hati-hati jika gempa sudah
berhenti. Hindari jalan dan jembatan,yang mungkin telah rusak oleh gempa.

Jika terperangkap di bawah puing-puing – jangan menyalakan api. Jangan bergerak


atau menendang debu. Tutup mulut anda dengan sapu tangan atau pakaian. Ketuk
pada pipa atau dinding sehingga penyelamat dapat menemukan anda. Gunakan peluit
jika tersedia.berteriak sebagai pilihan akhir. Teriakan dapat menyebabkan anda
menghirup debu dalam jumlah yang berlebihan.

Setelah Gempa

 Mengwaspadai gempa susulan yang dapat menyebabkan lebih banyak


kerusakan dan cedera.
 Mendengar radio atau televise untuk informasi darurat terbaru.
 Tinggal jauh dari kawasan yang rusak.
 Kembali ke rumah ketika dinyatakan aman oleh petugas yang berwewenang.
 Waspadai kemungkinan terjadinya tsunami jika anda tinggal dekat pesisir.
 Membantu orang yang terluka atau ter jebak,jangan memindahkan orang yang
terluka parah langsung kecuali mereka berada dalam keadaan baya yang lebih
besar.
 Memimta bantuan
 Hindari obat yang tumpah,pemutih, bensin atau cairan yang mudah terbakar.
 Tinggalkan area jika mencium bau gas atau uap dari bahan kimia lainya.
 Periksa aliran listrik, kebocoran gas, saluran pembuangan dan pasokan air jika
rusak.

Kesadaran informasi ini sangat penting untuk menyelamatkan hidup anda! Perhatikan
bahwa sebahagian informasi ini berlaku bukan hanya untuk gempa bumi,tetapi untuk
bencana alam lain juga.

Anda mungkin juga menyukai