Anda di halaman 1dari 44

ADSORPSI LOGAM KROMIUM (Cr) PADA LIMBAH CAIR BATIK

MENGGUNAKAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH PERTANIAN : MINI


REVIEW

KOLOKIUM KIMIA
Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dan tugas mata kuliah Kolokium Kimia
progam studi pendidikan kimia

Disusun oleh :
Stya Rahma Solehah
K3317068

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang terus berkembang
hingga saat ini. industri batik sangat berkembang di Indonesia baik dalam sekala
besar atau dalam skala industri rumah tangga. Selain dikenal oleh kalangan
masyarakat Indonesia batik juga telah diakui Oleh UNESCO secara resmi sebagai
warisan budaya tak benda (kemanusian untuk budaya lisan dan nonbendawi) pada
tanggal 2 oktober 2009. Semenjak itu perkembangan batik berkembang sangat pesat.
Terhitung industri batik yang tersebar di Indosenesia ada sebanyak 6.120 unit dan
mampu mencapai nilai produksi sekitar 207,5 miliar rupiah perbulan atau setara 4,89
triliun rupiah pertahun (Abi Pratiwa et al, 2020). Pesatnya perkembangan industri
batik ini tidak terlepas dari berbagai masalah, salah satunya adalah permasalahan
limbah batik yang dihasilkan. Banyak industri batik yang kurang memperhatikan
pengolahan limbahnya, contoh saja di kota Pekalongan yang merupakan salah satu
penghasil batik di Indonesia, mengalami pencemaran sungai yang cukup parah.
Saat ini masih banyak pengusaha industri batik skala besar maupun rumah
tangga yang membuang limbah hasil produksinya langsung ke selokan maupun ke
sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Limbah industri batik dari bahan pewarna kimia
yang digunakan sulit untuk diurai sehingga menyebabkan sejumlah selokan dan
sungai di Pekalongan menjadi berwarna dan berbau. Saat memasuki musim kemarau
kondisi sungai dikota Pekalongan sebagai salah satu penghasil batik di indonesia
terancam pencemaran limbah yang lebih parah karena bahan kimia yang terdapat
dalam pewarna kain mengendap di sungai sebab tidak ada air yang mendorongnya ke
laut. Endapan limbah industri batik mengakibatkan air sungai menjadi berwarna
kehitam-hitaman, serta memunculkan bau menyengat (Mahfudloh, 2017). Hal serupa
juga terjadi di kampung batik laweyan, Solo, diketahui secara umum usaha kerajinan
batik ini membuah limbah langsung ke selokan disekitar rumah atau lokasi
pembatikan dan mampu menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan,
karena lingkungan mempunyai kemampuan terbatas untuk mendegradasi zat warna
tersebut (Kamal, 2016).
Pencemaran air oleh logam berat telah lama menjadi masalah serius yang
perlu ditangani, mengingat volume limbah yang terus meningkat, sifat toksik logam
berat, serta masuknya logam berat ke badan air dapat mempengaruhi kualitas air
(Bashyal ,2010). Logam berat yang terdapat dalam air juga mudah terserap dan
tertimbun dalam fitoplankton yang merupakan titik awal dari rantai makanan.
Selanjutnya melalui rantai makanan, logam berat akan sampai ke organisme lainnya
termasuk manusia. Salah satu kandungan logam berat dalam limbah batik ialah
Kromium (Cr). Kromium memiliki dua jenis bilangan oksidasi yaitu kromium III
dan Kromiun IV. Kromium valensi 3 atau Cr (III) dalam jumah sedikit diperlukan
dalam metabolisme glukosa dalam tubuh. Sedangkan kromium valensi 6 atau Cr (VI)
merupaka logam yang sangat berbahaya karena memiliki tingkat toksik yang tinggi ,
bersifat karsinogenik, dan sulit di uraikan sehingga apabila terakumulasi dalam tubuh
manusia dapat menyebabkan penyakit serius (Widowati et al., 2008). Logam berat
krom adalah bahan kimia yang bersifat persisten, bioakumulatif, dan toksik yang
tinggi serta tidak mampu terurai dalam lingkungan dan akhirnya diakumulasi dalam
tubuh manusia melalui rantai makanan (Palar, 2008). Nilai baku mutu air limbah bagi
industri tekstil untuk parameter logam Cr adalah 1 mg/L (PermenLH No. 5, 2014).
Jika pada air limbah ditemukan konsentrasi logam Cr melebihi dari baku mutu dan
tidak diolah (langsung dibuang ke perairan), maka akan mengakibatkan pencemaran
terhadap perairan tersebut (Muammar, dkk, 2019).
Salah satu contoh kasus pencemaran logam berat kromium pada limbah batik
terjadi di kabupaten jember. Berdasakan survei pendahuluan uji laboratorium tanggal
14 Juli 2014, kadar kromium limbah cair batik UD Bintang timur adalah 3,27mg/l,
kadar tersebut melebihi batas maksimumyang telah ditentukan berdasakan Peraturan
Gubernur Jawa Timur No 72 tahun 2013 yakni 1,0 mg/l (Ratnaningtya et al., 2014).
Pencemaran akibat limbah batik juga terjadi pada kualitas air sungai condong yang
terekana buangan dari limbah cair industri batik Trusmi Cirebon berdasarkan kajian
kualitas air yang dilakukan oleh Pipin Supenah, status mutu air Sungai Condong
setelah limbah cair batik berada pada status terceamar berat, sumbagan pencemar
yang menurunkan status mutu air adalah parameter TSS, DO, BOD, COD, sulfide,
Cr, Phenol, minyak dan lemak (Supaenah, 2015).
Upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan telah banyak metode yang
di kembangakan untuk menurunkan kadar logam berat dari badan perairan, misalnya
teknik presipitasi, elektrokimia dan evaporasi. Metode tersebut memiliki kelemahan
karena kurang efektif, membutuhkan biaya yang tinggi, pengoprasian yang sulit dan
masih menunjukan menunjukan masalah lingkungan hidup (Dermentziz et.al. 2011).
Maka dari itu perlu metode yang tepat untuk mengurangi masalah logam berat.
Metode adsorbsi sering digunakan untuk mengatasi masalah logam berat karena
mudah dilakukan,biaya murah, efektivitas dari adsorbsi juga tinggi, lebih aman dan
tidak memberikan efek samping bagi kesehatan (Aji & kuriawan , 2012). Metode
adsorpsi merupakan proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu
yang terjadi pada permukaan zat (Atkins, 1999:241). Adsorpsi merupakan metode
yang paling umum dipakai karena memiliki konsep yang lebih sederhana dan juga
ekonomis. Proses adsorpsi yang paling berperan adalah adsorben.
Proses adsorpsi lebih banyak dipakai dalam industri karena mempunyai
beberapa keuntungan, yaitu lebih ekonomis dan tidak menimbulkan efek samping
yang beracun serta mampu menghilangkan bahan-bahan organik. Adsorpsi adalah
proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik
antar molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Interaksi yang terjadi pada
molekul adsorbat dengan permukaan adsorben kemungkinan diikuti lebih dari satu
interaksi, tergantung pada struktur kimia dari masing- masing komponen (Palar,H.
2008).
Adsorben yang umumnya digunakan untuk pengolahan limbah ion logam
kromium adalah karbon aktif. Karbon aktif dapat mengadsorp dengan baik senyawa–
senyawa organik (Worch, 2012) Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah
diproses dengan cara diaktivasi sehingga senyawa karbon tersebut berpori dan
memiliki luas permukaan yang sangat besar dengan tujuan untuk meningkatkan daya
adsorpsinya (Arfan, 2006), dan biaya produksi yang relatif murah karena bahan baku
pembuatan karbon aktif dapat berasal dari limbah biomassa .
Beberapa dekade terakhir, berbagai macam karbon aktif dibuat dari berbagai
limbah pertanian dan digunakan sebagai adsorben dengan harga yang murah serta
mengandung selulosa yang cukup tinggi. Kandungan selulosa ini memiliki potensi
untuk dimanfaatkan sebagai arang aktif untuk menghilangkan jenis polutan
(Erprihana dan Hartanto, 2014). Hal ini dibuktikan oleh Hanum, Kaban, dan Tarigan
(2012) yang telah melakukan ekstraksi pektin dari limbah kulit buah pisang raja,
dimana gugus aktif pektin dan selulosa pada saat dilakukan pengarangan pada suhu
yang tinggi maka gugus aktif tersebut akan menguap sehingga tinggal atom karbon
yang terletak pada setiap sudutnya. Ketidaksempurnaan penataan cincin segi enam
yang dimiliki karbon aktif, mengakibatkan tersedianya ruang-ruang dalam struktur
arang yang memungkinkan adsorbat masuk ke dalamnya.
Karbon aktif dapat dimanfaatkan dari material yang mengandung sumber
karbon seperti selulosa, lignin, pektin dan hemiselulosa. Ketertarikan pemilihan
bahan baku untuk karbon aktif dalam jumlah besar disebabkan oleh berbagai factor
yaitu ketersediaannya yang mudah didapatkan, harga terjangkau dan mengurangi
pencemaran lingkungan. Selain itu proses pembuatan dan penggunaan produk juga
merupakan hal yang dipertimbangkan. Prekursor-prekursor yang digunakan untuk
pembuatan karbon aktif adalah bahan organik yang kaya karbon (Pujiono dan
Mulyati,
2017) seperti : batu bara, kayu, limbah kayu, tulang ayam, tulang sapi, limbah
pertanian seperti kulit buah kopi, kulit buah coklat, sekam padi, jerami, tongkol
jagung dan pelepah sawit, bahkan bahan polimer seperti poliakrilonitril, rayon dan
resin fenol. Meskipun batu bara merupakan prekursor yang sangat banyak digunakan,
namun limbah pertanian pada saat ini merupakan pilihan yang sangat menjanjikan.
Hal ini menunjukkan bahwa limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai karbon
aktif
untuk meningkatkan daya ekonominya (Lempang, 2014)
Berikut berbagai penelitian yang menggunakan adsorben karbon aktif dari
limbah pertanian Astuti dan Maiza (2019) mensintesis dan menguji kemampuan
arang aktif dari kulit pisang untuk penyerap logam berat yang terlarut dalam air.
Pembuatan arang aktif dilakukan dengan penambahan aktivator H2SO4 dengan variasi
20%, 25%, 30%, dan 35%. Berdasarkan hasil penelitan adsorbsi arang aktif terhadap
logam berat yang dilakukan dengan mencampurkan 5 gram arang aktif kedalam 100
mL air limbah, maka hasil penyerapan terbaik pada konsentrasi aktivator H2SO4 35%
dimana arang aktif mampu menyerap 90% logam berat dari limbah. Naelatuz Zuhroh
(2015) melakukan penelitian dengan memanfaatkan serabut kelapa sebagai karbon
aktif untuk adsorben logam Cr (VI). Hasil penelitian menunjukkan arang aktif serabut
kelapa memiliki kadar air sebesar 4,57%, kadar abu sebesar 3,71%, dan daya serap
terhadap iod sebesar 414,911 mg/g. pH optimum yang diperlukan karbon aktif
serabut kelapa untuk menurunkan kadar krom (VI) adalah pH 3 dengan daya adsorpsi
sebesar 9,8440 mg/g sedangkan waktu setimbang yang diperlukan karbon aktif
serabut kelapa untuk menurunkan kadar krom (VI) adalah pada waktu 2,5 jam dengan
daya adsorpsi sebesar 8,4662 mg/g .
Beberapa kajian literature review yang sudah pernah dilakukan, ialah
literature review yang ditulis oleh Ibrahim & Ismail, 2012 tentang karbon aktif dari
cangkang sawit digunakan untuk pengolahan limbah air, yang berisi tentang kajian
review dari beberapa jurnal terkait pembuatan, preparasi dan modifikasi karbon aktif
dari tempurung kelapa sawit, serta pengaplikasiannya dalam pengolahan limbah cair.
Selanjutnya ada dari Omo-Okoro et al., 2018 literature review ini terkait pemanfaatan
dari limbah pertanian sebagai bahan dan prekusor untuk adsorpsi polifluoroalkil.
Pada kajian literature ini memberikan wawasan utama tentang teknis realisasi di
bidang adsorpsi PFAS dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai prekursor
bahan untuk menyiapkan adsorben. Kajian review selanjutnya dari Dias et al., 2007
tentang preparasi dan penggunaaan karbon aktif dari bahan limbah konvesional (dari
pertanian dan industry kayu ) dan limbah nonkonvesional (dari kegiatan di kota dan
industry) sebagai adsorben untuk menghilangkan polutan organic, zat warna,
senyawa organic dan logam berat pada limbah cair. Kajian literature review pada
adsorben karbon aktif berbahan dasar alam kulit pisang yang dilakukan oleh
Yanuarita et al., 2020 diketahui dari Aktivator yang digunakan pada studi literatur
ini adalah HCl, H2SO4, HNO3, NaOH, KOH, dan H3PO4. Karbon aktif yang terbaik
dari studi literatur didapatkan pada suhu karbonasi 300-500˚C dengan menggunakan
aktivator HCl. Hasil terbaik pada karbon aktif didapatkan persen penyerapan sebesar
98,35%. Dari beberapa kajian literature review masih belum ada kajian yang secara
khusus membahas tentang adsorpsi logam kromium pada limbah batik.
Dari latarbelakang tersebut kemudian penulis melakukan literature review
yang berjudul Adsorpsi Logam Kromium (Cr) pada Limbah Batik dengan
Menggunakan Karbon Aktif dari Limbah Pertanian.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka secara rinci
permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :
1. Jumlah industri batik meningkat, limbah yang dihasilkan semakin banyak
2. Limbah batik mengahasilkan kandungan-kandungan berbahaya
3. Pembuangan limbah berupa logam berat industri batik ke lingkungan dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan
4. Logam kromium merupakan loam berat yang membahayakan manusia jika
terakumulasi dalam tubuh dan membahayakan makhluk hidup di perairan.
5. Penanganan logam kromium dapat dilakukan dengan cara metode adsorpsi
6. Pemanfaatan Limbah pertanian sebagai adsorben karbon aktif
7. Metode Aktivasi Karbon Aktif
C. Pembatasan Masalah
Perlu adanya pembatasan masalah agar penelitan ini dapat terfokus pada tujuan
yang telah di tentukan secara jelas dan terarah. Adapun pembatasan masalah pada
penelitan ini adalah sebagai berikut :
1. Ion logam yang di adsorpsi adalah ion logam Cr
2. Adsorben yang digunakan adsorben ialah karbon aktif dari bahan limbah
pertanian
3. Limbah cair yang digunakan berasal dari limbah industri batik
4. Karekteristik kimia limbah batik dengan parameter BOD,COD, dan logam berat.
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat disusun rumusan masalah
dalam penelitian sebagai berikut
1. Bagaimana karakteristik limbah cair industry batik berdasarkan parameter kimia?
2. Apakah jenis metode aktivasi pada karbon aktif dari limbah pertanian yang
paling banyak digunakan untuk mengadsorpsi logam kromium (Cr) ?
3. Bagaimana hubungan adsorben karbon aktif berbahan dasar limbah pertanian
yang berbeda-beda pada kemampuan adsorpsi logam kromium (Cr) dengan
variasi massa adsorben, pH, dan waktu kontak dalam limbah cair industry batik?
E. Tujuan Penelitian
Berdasakan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui karakteristik limbah cair batik berdasarkan parameter kimia.
2. Mengetahui jenis metode aktivasi pada karbon aktif dari limbah pertanian yang
paling banyak digunakan untuk mengadsorpsi logam Cr (kromium).
3. Mengetahui hubungan adsorben karbon aktif dengan bahan dasar dari limbah
pertanian yang berbeda-beda pada kemampuan adsorpsi logam kromium (Cr)
dengan variasi massa adsorben, pH, dan waktu kontak dalam limbah cair industry
batik.
F. Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan informasi mengenai kemampuan karbon aktif dai limbah
pertanian dalam mengadsorpsi logam kromium dalam limbah cair industry batik
berdasarkan kajian literature.
2. Untuk membantu memberikan solusi pencemaran lingkungan yang disebabkan
oleh logam berat kromium dalam limbah cair industry batik berdasarkan kajian
literature.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Limbah Batik
Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah berbahaya
dan beracun adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya yang karena sifat, kosentrasi dan atau jumlah, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencermakan, merusak lingungan hidup, atau
membahayakan lingkungan hidup manusia serta makhluk hidup (Suharto,
2010).
Secara umum limbah diartikan sebagai bahan buangan yang tidak
terpakai dan berakibat negatif pada masyarakat jika tidak dikelola dengan
baik. Limbah adalah sisa produksi, baik dari alam maupun hasil dari kegiatan
manusia. Pengertian Limbah berdasarkan SK Menperindag No.
231/MPP/Kep/7/1997, Limbah merupakan bahan atau barang bekas sisa dari
suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari
aslinya.Sedangkan menurut PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP 85 Tahun 1999,
Limbah adalah sisa atau buangan dari suatu usaha dan atau kegiatan manusia
Pencemaran yang disebabkan oleh limbah adalah pencemaran yang
serius terhadap lingkungan. Jika kandungan logam berat yang terdapat di
dalamnya melebihi ambang batas serta mempunyai sifat racun yang sangat
berbahaya maka akan terakumulasi didalam tubuh dan dapat menyebabkan
penyakit serius bagi kesehatan manusia. Saat ini telah banyak dilakukan
usaha-usaha pengendalian limbah ion logam yang mengarah pada upaya-
upaya pencarian metode-metode baru yang murah, efektif, dan efisien
(Kundari dan Slamet, 2008)
Industri batik dan tekstil merupakan salah satu penghasil limbah cair
yang berasal dari proses pewarnaan. Selain kandungan zat warnanya tinggi,
limbah industri batik dan tekstil juga mengandung bahan-bahan sintetik yang
sukar larut atau sukar diuraikan. Setelah proses pewarnaan selesai, akan
dihasilkan limbah cair yang berwarna keruh dan pekat. Biasanya warna air
limbah tergantung pada zat warna yang digunakan. Limbah cair yang
berwarna-warni ini yang menyebabkan masalah terhadap lingkunga (Hasti,
2014). Kandungan limbah cair industri batik dapat berupa zat organik, zat
padat tersuspensi, fenol, kromium (Cr), minyak lemak dan warna (Kep.
Gubernur Kepala DIY. No:281/KPTS/1998). Beberapa jenis zat warna yang
berasal dari proses ,pencucian kain batik juga mengandung logam berat
seperti kromium. Keberadaan kromium pada perairan dijumpai dalam dua
bentuk yaitu ion kromium valensi III (Cr3+) dan ion kromium valensi VI
(Cr6+). Kromium valensi VI lebih toksik dari pada kromium valensi III karena
ion ini sukar terurai, tidak mengendap, stabil, dan toksik, sedangkan kromium
valensi III mempunyai sifat mirip dengan besi (III), sukar terlarut pada pH di
atas 5 dan mudah dioksidasi. Keberadaan kromium di perairan dapat
menyebabkan penurunan kualitas air serta membahayakan lingkungan dan
organisme akuatik (Susanti&Henny, 2008).
Beberapa kandungan di dalam limbah industri batik yang berpotensi
menimbulkan pencemaran air adalah kandungan bahan organik, padatan
tersuspensi, minyak atau lemak yang tinggi dan adanya kandungan logam
berat yang berbahaya yaitu Zn, Cd, Cu, Cr dan Pb (Nurdalia, 2006). Hal
serupa juga dikemukakan oleh Mahida (1984) bahwa logam berat yang
bersifat toksis yang terdapat pada buangan industri batik diduga meliputi krom
(Cr), timbal (Pb), nikel (Ni), tembaga (Cu) dan mangan (Mn). Selain itu,
beberapa penelitian mengatakan bahwa salah satu jenis logam pencemar
prioritas tinggi yang ditemukan dalam limbah industri batik adalah timbal/Pb
(Sembodo, 2006; Cahyanto, 2008; Muljadi, 2009).
Bagi usaha atau kegiatan yang sudah melakukan uji laboratorium
berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2015
tentang Baku Mutu Air Limbah Lampiran XLII, maka wajib melakukan
perubahan-perubahan seperti tabel dibawah ini

Tabel 2.1. Baku Mutu Limbah Industri Tekstil tahun 2019 (PermenLHK
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019)
No Parameter Kadar Paling Beban Pencemaran
Tinggi Paling Tinggi
(mg/L) (kg/ton)
1 BOD₅ 60 6
2 COD 150 15
3 TTS 50 5
4 Fenol Total 0,5 0,05
5 Krom Total (Cr) 1,0 0,1
6 Amonia Total 8,0 0,8
(NH₃⁻N)
7 Sulfida (sebagai 0,3 0,03
S)
8 Minyak dan 3,0 0,3
Lemak
9 pH 6,0 – 9,0 6,0 – 9,0
10 Debit Limbah 100 m³/ton 100 m³/ton produk
Paling Tinggi produk tekstil tekstil
2. Logam Kromium (Cr)
Logam krom diambil dari bahasa yunani yaitu chroma yang artinya
warna, krom memiliki nomo atom 24 dan berat atom sebesar 51,966. Logam
krom pertama kali ditemukan pada tahun 1797 oleh vaqueline (Palar, 1994).
Kromium memiliki konfigurasi electron [Ar] 3d 54s1 , sangat keras memiliki
titk leleh dan titik didih tinggi.

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Kromium


Lambang Cr
Nomor atom 24
Masa atom relatif ar 51,996
Konfigurasi elektron 3d5, 4s1
Jari-jari atom (nm) 0,117
3+
Jari-jari ion M 0,069
Keelektronegatifan 1.6
-1
Energi ionisasi (I) kJmol 659
Kerpatan (g cm-3) 7,19
Titik leleh (C) 1890
Titik didih 2475
Bilangan oksidasi 2, 3 , 6
Kromium merupakan logam transisi yang penting, senyawanya berupa
senyawa kompleks yang memiliki berbagai warna yang menarik, berkilau,
titik lebur pada suhu yang tinggi serta tahan terhadap perubahan cuaca (James.
1989). Cr (VI) merupakan turunan dari CrO 3, dapat dijumpai dalam dua
macam senyawa yang sangat terkenal yaitu kromat-kuning CrO 42-, dengan
struktur tetrahedral, larutan ini dapat terbentuk dalam larutan basa diatas pH 6,
dan dikromat 9 merah-orange Cr2O72-, dengan struktur dua tetrahedron yang
bersekutu dalam salah satu titik sudutnya (atom O), larutan ini berada dalam
kesetimbangan, pada larutan asam antara pH 1 terbentuk HCrO 4- (Cotton,
1989: 456 ; Sugiyarto, 2003: 222).
Logam berat krom adalah bahan kimia yang bersifat persisten,
bioakumulatif, dan toksik yang tinggi serta tidak mampu terurai dalam
lingkungandan akhirnya diakumulasi dalam tubuh manusia melalui rantai
makanan (Palar, 2008). Logam kromium tersebut terdapat di alam dalam dua
bentuk oksida, yaitu oksida Cr(III) dan Cr(VI). Daya racun yang dimiliki
kromium ditentukan oleh bilangan oksidasinya. Uniknya hanya Cr(VI) yang
bersifat karsinogenik sedangkan Cr(III) tidak. Hal ini karena sifatnya yang
berdaya larut dan mobilitas tinggi di lingkungan (Rahman dkk., 2007). Krom
(III) esensial bagi mamalia untuk metabolisme gula, ptotein, dan lemak.
Senyawanya lebih stabil di air serta sifat racunnya tidak terlalu besar. Berbeda
dengan krom (VI) karena bersifat sangat oksidatif. Batas maksimum krom(VI)
yang diperbolehkan dalam air sehat 0,05 mg/L sedangkan dalam air limbah
0,1 mg/L (Palar, 2008)
Logam kromium ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi
lingkungan tanah, udara, dan terutama lingkungan air yang sangat vital bagi
kehidupan manusia apabila tidak dikendalikan dengan baik (Darmono, 1995).
Air yang mengandung ion krom (III) akan menimbulkan masalah karena ion
logam ini dapat berubah menjadi ion krom yang bervalensi enam (heksavalen)
yang bersifat toksik (racun), karena jika terakumulasi dalam tubuh dapat
menyebabkan kanker dan perubahan genetik. Hal ini dapat terjadi karena
krom dapat merusak sel-sel di dalam tubuh (Huhey, 1986)
Nilai baku mutu air limbah bagi industri tekstil untuk parameter logam
Cr adalah 1 mg/L (PermenLH No. 5, 2014). Jika pada air limbah ditemukan
konsentrasi logam Cr melebihi dari baku mutu dan tidak diolah (langsung
dibuang ke perairan), maka akan mengakibatkan pencemaran terhadap
perairan tersebut (Muammar et.al, 2019).
3. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu fluida (cair atau gas)
oleh zat (padat atau cair) karena adanya gaya tarik atom pada permukaan. Zat
yang diserap disebut fase terserap (adsorbat), sedangkan zat yang menyerap
disebut adsorben. Adsorben yang umum digunakan pada proses adsorpsi
antaralain karbon aktif, zeolit dan lempung (Raziah et al, 2017). Proses
adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada
permukaan padatan yang tidak seimbang,sehinga padatan cenderung menarik
molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan.
Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada
dalam fasa gas zat terlarut dalam larutan (Tuty Emila, et al., 2018).
Adsorben biasanya menggunakan bahan-bahan yang memiliki pori-
pori sehingga proses adsorpsi terjadi di pori-pori atau pada letak letak tertentu
di dalam partikel tersebut. Pada umumnya pori-pori yang terdapat di adsorben
biasanya sangat kecil, sehingga luas permukaan dalam menjadi lebih besar
daripada permukaan luar. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul
atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat
pada permukaan tersebut lebih erat daripada molekul lainya (Saragih, 2008).
a. Mekanisme Adsorpsi
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika padatan atau molekul gas atau
cair dikontakkan dengan molekul-molekul adsorbat, sehingga didalamnya
terjadi gaya kohesif atau gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen yang
bekerja diantara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak
seimbang menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada
interface solid/fluida. Molekul fluida yang diserap tetapi tidak
terakumulasi/melekat ke permukaan adsorben disebut adsorptif
sedangkan yang terakumulasi/melekat disebut adsorbat (Ginting, 2008).
Proses adsorpsi menunjukan dimana molekul akan meninggalkan larutan
dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat rekasi kimia dan
fisika. Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi,
sifat antar molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain
(Khairunisa, 2008).
4. Adsorben
Adsorben dapat didefinisikan sebagai zat padat yang dapat menyerap
komponen tertentu dari suatu fase fluida (Arfan, 2016). Adsorben adalah zat
atau material yang mempuyai kemampuan untuk mengikat dan
mempertahankan cairan atau gas didalamnya (Suryawan, 2004). Adsorben
merupakan material berpori dan proses adsorpsi berlangsung di dinding pori-
pori atau pada lokasi tertentu pada pori tersebut.
Adsorben dapat di golongkan menjadi 2 jenis yaitu adsorben tidak
berpori (non-porous sorbents) dan adsorben berpori (porous sorbents) (Arfan,
2006).
a. Adsorben tidak berpori (non-porous sorbents)
Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi
deposit kristalin seperti BaSO4 atau penghalusan Kristal. Luas permukaan
spesifiknya kecil, tidak lebih dari 10 m 2/g dan umumnya antara 0.1 s/d 1
m2/g. adsorben tidak berpori seperti filter karet (rubber filter) dan karbon
hitam begrafit (Graphitized carbon blacks) adalah jenis adsorben tidak
berpori yang telah mengalami perlakuan khusus sehingga luas
permukaanya dapat mencapai ratusan m2/g.
b. Adsorben berpori (porous sorbents)
Luas permukaan spesifik adsorben berpori berkisar antara 10 s/d 1000
m2/g. biasanya digunakan sebagai penyangga katalis dehydrator, dan
penyeleksi komponen. Adsorben umumnya berbentuk granular.
Klasifikasi pori menurut International Union of pure and Applied
Chemistry (IUPAC) adalah
 Mikropori : diameter 2 < nm
 Mesopori : diameter 2 < d < 50 nm
 Makropori : diameter d > 50 nm
Adapun penyerapan ion logam dan zat warna menggunakan material penyerap
dapat diklasifikasikan dalam dua hal:
a. Berdasarkan ketersediaannya yaitu:
1) Bahan alam seperti kayu, gambut, batu bara, lignit dan lain-lain.
2) Industri Pertanian, Peternakan (Sa’adah, Hastuti and Prasetya, 2013),
Perikanan (Annaduzzaman, 2015) atau produk sampingannya seperti
lumpur, abu terbang (Nguyen et al., 2017), limbah domestik dan lain-
lain.
3) Produk yang disintesis.
b. Berdasarkan pada sifatnya yaitu:
1) Anorganik dan
2) Organik
5. Karbon Aktif
Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah diproses dengan cara
diaktivasi sehingga senyawa karbon tersebut berpori dan memiliki luas
permukaan yang sangat besar dengan tujuan untuk meningkatkan daya
adsorpsinya (Arfan, 2006). Karbon aktif merupakan material yang unik karena
material ini memiliki pori/celah/rongga dengan ukuran skala molekul
(nanometer). Pori tersebut memiliki gaya Van der Waals yang kuat.
Berdasarkan hasil analisis Energy Dispersive X-ray (EDX) jenis dan
komposisi senyawa pada karbon aktif diantaranya terdiri dari senyawa C,
Na2O, MgO, Al2O3, SiO2, Cl, CaO, TiO2, FeO, CuO, dan K2O.
Tabel 2.4 Jenis dan Komposisi Senyawa Pada Karbon Aktif
Senyawa Komposisi (%)
C 77,37
Na2O 1,35
MgO 0,70
Al2O3 2,95
SiO2 5,39
Cl 0,30
CaO 1,68
TiO2 0,15
FeO 2,81
CuO 5,48
K2O 1,83
Sumber : (Haryono, 2010)
Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah
maupun mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi karbon aktif
yaitu dibuat melalui proses pembakaran secara karbonisasi (aktivasi). Dari
semua bahan yang mengandung unsur karbon dalam tempat tertutup dan
dioksidasi/diaktifkan dengan udara atau uap untuk menghilangkan
hidrokarbon yang akan menghalangi/mengganggu penyerapan zat organik.
Bahan tersebut antar lain tulang, kayu lunak maupun keras, sekam, tongkol
jagung, tempurung kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas,
serbuk gergaji, dan batubara.
Karbon aktif memiliki luas permukaan serta ukuran pori yang berbeda
untuk setiap jenisnya. Ukuran pori karbon aktif biasa dinyatakan dalam
ukuran mesh. Luas permukaan dan ukuran pori ini sangat menentukan proses
adsorpsi yang mungkin terjadi. Semakin besar luas permukaan suatu karbon
aktif, maka semakin besar juga daya adsorpsinya terhadap molekul. Ukuran
pori pada karbon aktif menentukan dapat masuk atau tidaknya suatu molekul
terhadap pori tersebut. Jika ukuran pori karbon aktif yang tersedia lebih kecil
dibandingkan ukuran molekul yang akan diadsorpsi, maka proses adsorpsi
tidak dapat terjadi karena molekul tidak dapat masuk ke dalam pori karbon
aktif.
a. Proses Pembuatan Karbon Aktif
Secara umum, proses pembuatan karbon aktif terdiri dari 3 tahapan,
yaitu dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi.
1) Dehidrasi
Dehidrasi Dehidrasi adalah proses penghilangan kandungan air
yang terdapat dalam bahan baku karbon aktif dengan tujuan untuk
menyempurnakan proses karbonisasi dan dilakukan dengan cara
menjemur bahan baku di bawah sinar matahari atau memanaskannya
dalam oven.
2) Karbonisasi
Karbonisasi (pengarangan) adalah suatu proses pemanasan
pada suhu tertentu dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen
yang sangat terbatas, biasanya dilakukan di dalam furnace. Tujuan
utama dalam proses ini adalah untuk menghasilkan butiran yang
mempunyai daya serap dan struktur yang rapi. Karbonisasi akan
menyebabkan terjadinya dekomposisi material organik bahan baku
dan pengeluaran pengotor. Sebagian besar unsur non-karbon akan
hilang pada tahap ini. Pelepasan unsur-unsur yang volatil ini akan
membuat struktur poripori mulai terbentuk/pori-pori mulai terbuka.
Seiring karbonisasi, struktur pori awal akan berubah.
Karbonisasi melibatkan dua proses utama yaitu proses
pelunakan dan penyusutan. Kedua proses ini berkaitan dengan sifat-
sifat hasil akhir produk karbonisasi. Selama proses pelunakan akan
terjadi pembentukan pori yang diikuti dengan dekomposisi yang
sangat cepat pada interval suhu yang sangat pendek. Setelah proses
pelunakan, arang akan mulai mengeras, kemudian menyusut dimana
penyusutan arang juga memiliki peran dalam pengembangan
porositas. Suhu saat pelunakan terjadi dan tingkat pelunakannya akan
tergantung pada bahan dasar dan rata-rata pemanasannya.
Karbonisasi dihentikan bila tidak mengeluarkan asap lagi.
Penambahan suhu memang diperlukan untuk mempercepat reaksi
pembentukan pori. Namun, pembatasan suhu pun harus dilakukan.
Suhu yang terlalu tinggi, seperti di atas 1000oC akan mengakibatkan
banyaknya abu yang terbentuk sehingga dapat menutupi pori-pori
dan membuat luas permukaan berkurang serta daya adsorpsinya
menurun.
3) Aktivasi
Pada proses karbonisasi, daya adsorpsi karbon tergolong masih
rendah karena masih terdapat residu yang menutupi permukaan pori
dan pembentukan pori- pori belum sempurna. Maka dari itu, perlu
dilakukan proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaan dan
daya adsorpsi karbon aktif.
Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan
untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan
sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun
kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh
terhadap daya adsorpsi (Sembiring, M.T.&T.Sinaga, 2003).
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses aktivasi yaitu :
a) Waktu perendaman
Perendaman dengan bahan aktivasi ini dimaksudkan untuk
menghilangkan atau membatasi pembentukan lignin, karena
adanya lignin dapat membentuk senyawa tar
b) Konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktivasi maka
semakin kuat pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa untuk
keluar melewati mikropori karbon semakin porous yang
mengakibatkan semakin besar daya adsorpsi karbon aktif
tersebut. Karbon semakin banyak mempunyai mikropori setelah
dilakukan aktivasi, hal ini terjadi karena aktivator telah mengikat
senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi keluar dari mikropori
arang, sehingga permukaannya semakin porousentrasi aktivator
c) Ukuran bahan
Semakin kecil ukuran atau diameter arang maka akan
semakin besar daya serap karbon aktif tersebut karena pori-
porinya semakin banyak
Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu
aktivasi secara kimia dan aktivasi secara kimia dan aktivasi secara
fisika (kinoshita, 1998)
a) Aktivasi secara fisika
Aktivasi fisika adalah proses pemutusan rantai karbon dari
senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan gas N2.
Aktivasi secara fisika dapat dilakukan dengan pemanasan secara
langsung dengan oksidasi gas. Gas-gas yang sering digunakan
yaitu antara lain uap air, karbon dioksida, O2 dan N2. Gas-gas
tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang
ada pada arang, sehingga memperluas permukaannya dan
menghilangkan konstituen yang mudah menguap serta
membuang produksi tar atau hidrokarbon-hidrokarbon pengotor
pada arang. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam aktivasi
secara fisika adalah jenis gas yang digunakan, suhu aktivasi dan
laju alir gas pengoksida
Proses aktivasi fisika biasanya membutuhkan suhu tinggi
yaitu 600−900oC. Kondisi operasi tersebut membutuhkan energi
listrik yang cukup besar. Oleh karena itu, aktivasi fisika tidak
ekonomis khususnya untuk skala industri kecil. Selain itu
kelemahan proses ini adalah apabila partikel karbon yang
diaktivasi berukuran besar, maka terjadi aktivasi terutama pada
permukaan luar arang, sedangkan pada permukaan dalam hanya
sedikit. Proses ini juga harus mengontrol tinggi suhu dan
besarnya uap atau udara yang dipakai sehingga hasil karbon aktif
dengan sususan karbon aktif yang padat dan pori yang luas
b) Aktivasi secara kimia
Aktivasi kimia merupakan proses pemutusan rantai
karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan
kimia. Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-
bahan pengaktif seperti garam kalsium klorida (CaCl2),
magnesium klorida (MgCl2), seng klorida (ZnCl2), natrium
hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium
klorida (NaCl).
Karbon aktif yang dihasilkan dengan menggunakan
aktivasi kimia memiliki distribusi pori yang cocok digunakan
sebagai adsorben tanpa pengolahan tahap lanjut. Dalam hal ini,
karbon aktif yang diolah adalah karbon yang bersifat asam
sehingga mereka tidak murni bila dibandingkan dengan karbon
aktif menggunakan aktivasi fisika. Kelemahan dari aktivasi
kimia dalam pembuatan karbon aktif adalah perlunya mencuci
sisa bahan anorganik yang masih melekat dalam karbon aktif dan
memberikan dampak negatif (polusi) yang mengakibatkan
masalah yang serius. Karbon aktif dengan aktivasi kimia
biasanya berbentuk bubuk. Apabila bahan baku butiran
digunakan, maka akan dihasilkan pula karbon aktif butiran.
Karbon aktif ini memiliki kekuatan mekanik yang lemahKualitas
karbon aktif
Kualitas karbon aktif dipengarui oleh jenis bahan baku. Bahan
baku yang keras mempunyai berat jenis tinggi sehingga akan
menghasilkan daya serap yang juga tinggi dibandingkan dengan
bahan baku yang ringan dan mempunyai berat jenis rendah
a) Kadar Air Terikat (Inherent Mointure)
Kualitas karbon aktif dipengarui oleh jenis bahan baku. Bahan
baku yang keras mempunyai berat jenis tinggi sehingga akan
menghasilkan daya serap yang juga tinggi dibandingkan
dengan bahan baku yang ringan dan mempunyai berat jenis
rendah
b) Kadar zat terbang
Zat terbang merupakan nilai yang menunjukkan persentase
jumlah zat-zat terbang yang terkandung di dalam karbon aktif
seperti H2, CO, CH4, dan uap-uap yang mengembun seperti tar,
gas CO2 dan H2O.
c) Kadar Abu
Abu di dalam karbon aktif merupakan kadar mineral matter
yang terkandung di dalamnya yang tidak terbakar pada proses
karbonisasi dan tidak terpisah pada proses aktivasi
d) Kadar Karbon Tertambat
Penentuan karbon tertambat terikat bertujuan untuk mengetahui
kandungan karbon setelah proses karbonisasi dan aktivasi.
Besar kecilnya kadar karbon tertambat pada arang aktif
dipengaruhi oleh variasi kadar air, abu dan zat terbang.
e) Daya serap (adsorpsi)
Karbon aktif merupakan adsorben yang paling banyak
digunakan untuk menyerap zat-zat dalam larutan. Daya serap
merupakan sifat karbon aktif yang paling penting. Daya serap
karbon aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH,
temperatur dan waktu singgung.
Persyaratan mutu karbon aktif menurut SNI No. 06-3730-1995
terlihat pada Tabel 2.5 bahwa untuk mengetahui mutu dari karbon aktif
dapat dilihat dari beberapa jenis uji yaitu kadar air, kadar abu, kadar
zat terbang, kadar karbon tertambat dan daya serap terhadap I2

Tabel 2.5. Persyaratan Mutu Karbon Aktif menurut SNI No. 06-3730-1995
Persyaratan
Jenis Uji Butiran Serbuk
Kadar air Mak. 4,5% Mak. 15%

Kadar abu Mak. 2.5% Mak. 10%

Kadar zat terbang Mak. 15% Mak. 25%

Kadar karbon Min. 80% Min. 65%


tertambat

Daya serap I2
Min 750 mg/g Min. 750 mg/g
Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003
6. Limbah pertanian
Kulit dan biji dari hasil pertanian setelah dimanfaatkan oleh industri
makanan sering dibuang begitu saja, dalam beberapa dekade terakhir
penggunaan limbah pertanian sering diteliti tentang fungsinya yang dapat
digunakan sebagai penyerap zat warna, logam berbahaya dan penyerapan gas.
Disamping ketersediaannya yang melimpah, biayanya murah serta
distribusinya yang luas, limbah hasil pertanian juga dapat mengurangi sampah
padat yang mengganggu nilai estetika. Penggunaan limbah industri pertanian
sebagai penyerap disebabkan oleh keberadaan gugus fungsi yang terkandung
didalamnya yang dapat berikatan dengan zat warna, logam berat maupun gas
(Hevira, Zein dan Ramadhani, 2019). Limbah pertanian yang mengandung
kadar selulosa tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
karbon aktif (Lazulva dan Sari, 2013). Sumber utama yang dapat dijadikan
dalam pembuatan arang aktif haruslah mengandung unsur karbon, baik
organik maupun anorganik dan yang memiliki banyak pori-pori. Sumber
utama yang dapat digunakan adalah limbah pertanian seperti tempurung
kemiri, batok kelapa, kulit buah kopi, kulit buah coklat, alang-alang, jerami,
tongkol jagung, limbah sawit maupun limbah kayu. Limbah pertanian tersebut
mempunyai karakteristik yang lebih baik dibandingkan dari bahan non biomas
atau fosil. Hal ini disebabkan antara lain dari segi kemudahan proses
pengolahan dan kualitas hasil penyerapannya (Arsad, dan Hamdi, 2010)

B. Kerangka berfikir
Perkembangan industri batik yang cukup pesat tidak dapat
dipungkiri akan selalu menghasilkan limbah yang sering kali menimbulkan
masalah bagi lingkungan, jika limbah tidak diolah dengan baik dan langsung
dibuang ke perairairan air. Limbah ini umumnya mengandung logam berat
yang berbahaya seperti Cr. Logam krom valensi VI bersifat toksik dan
karsinogenik bahkan dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup bila
sudah terakumulasi. Karena sangat berbahaya bagi lingkungan dan makhluk
hidup, maka di perlukan suatu cara untuk mengurangi kandungan logam Cr ini
pada limbah. Salah satunya dengan metode adsorpsi. Adsorpsi merupakan
suatu metode dengan cara penyerapan suatu adsorat dalam adsorben tertentu.
Metode adorpsi ini sering digunkan karena efektif, tingkat adsorbsinya tinggi,
biaya murah dan efek samping kesehatan rendah.
Kulit dan biji dari hasil pertanian setelah dimanfaatkan oleh industri
makanan sering dibuang begitu saja, dalam beberapa dekade terakhir
penggunaan limbah pertanian sering diteliti tentang fungsinya yang dapat
digunakan sebagai penyerap zat warna, logam berbahaya dan penyerapan gas.
Disamping ketersediaannya yang melimpah, biayanya murah serta
distribusinya yang luas, limbah hasil pertanian juga dapat mengurangi sampah
padat yang mengganggu nilai estetika. Limbah pertanian yang mengandung
kadar selulosa tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
karbon aktif. Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah diproses dengan
cara diaktivasi sehingga senyawa karbon tersebut berpori dan memiliki luas
permukaan yang sangat besar dengan tujuan untuk meningkatkan daya
adsorpsinya. Dengan menggunakan adsorben karbon aktif dari limbah
pertanian ini diharapkan dapat mengurangi kadar limbah kromium pada
limbah batik. Dengan berbagai parameter dan modifikasi juga aktivasi yang di
lakukan.

Jumlah industri batik meningkat,


limbah yang dihasilkan semakin
banyak
Limbah Pertanian

Diberi treatment

Adsorben

Di aktivasi

Karbon aktif
Mengadsorpsi

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakasanakan pada bulan November 2020- Januari 2021
B. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode Literature review atau studi literatur. Studi
literature merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data
atau sumber yang berkaitan dengan topik tertentu,berdasarkan masalah dan tujuan
penelitian. Data dan sumber yang dibutuhkan untuk studi literature bisa didapat
dari berbagai artikel, jurnal, buku dan pusataka lain, Teknik ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui bergai penelitian-penelitian yang relevan dengan
permasalahan yang diangkat oleh peneliti sebagai bahan rujukan dalam
pembahasan hasil penelitian.
Literature riview dilakukan dengan beberapa tahapan yang mengacu pada
buku karya Onwuege dan Frels (2015) yang berjudul Seven Steps to a
Comprehensive Literature Review, ada tiga tahap yaitu tahap Eksplorasi, Tahap
Interpretatif, dan yang terakhir tahap komunikasi. Pada tahap pertama terdiri dari
lima langkah yaitu ; Exploring Beliefs and Topics , Initiating the Search , Storing
and Organizing Information, Selecting and Deselecting Information, Expanding
the Search Using MODES.
a. Tahap Eksplorasi
1. Menjelajahi Keyakinan dan Topik (Exploring Beliefs and Topics)
Pada tahap ini peneliti mulai menetapkan topik, atau subjek
penelitian yang hendak di riview. Mengidentifikasi topik yang diminati
secara luas kemudian memfokuskannya secara lebih mendetail, terkait
permasalahan-permasalahan yang akan dilakukan kajian riview. Dalam
penelitin ini riviewer ingin menganalisis tentang adsorpsi logam berat
pada limbah yang kembudian difokuskan menjadi adsopsi Logam
Kromium (Cr) pada limbah batik dengan adsorben arang aktaif berbahan
dasar limbah pertanian. Variable Independen adalah karbon aktif dari
limbah pertanian. Variabel dependen adalah Logam kromium yang
terkandung dalam limbah cair batik.
2. Memulai Pencarian (Initiating the Search)
Tujuan dari langkah ini adalah menemukan sumber informasi yang
sesuai untuk topic tersebut (Onwuegbuzie& Frels, 2015) pencarian
sumber informasi berupa artikel jurnal berdasarkan permasalahan yang
telah ditentukan dilakukan melalui google scholar
(https://scholar.google.com/) dengan menuliskan keyword sebagai berikut
adsorpsi DAN logam kromium DAN limbah batik DAN adsorben karbon
aktif DAN Limbah pertanian . Reviewer menemukan 132 Jurnal yang
sesuai dengan kata kunci tersebut. Kemudian setelah di saring berdasarkan
jangka waktu, yaitu dengan rentang waktu maksimal 6 tahun (2016-2021)
ditemukan sekitar 86 jurnal.
3. Menyimpan dan Mengorganisir Informasi (Storing and Organizing
Information)
Pada proses ini dilakukan proses skinning pada 86 jurnal yang
telah di sortir berdasarkan tahunnya , dengan cara membaca abstrak yang
ada. Jika abstrak yang ada telah sesuai dengan konten yang telah
ditentukan oleh reviewer, maka jurnal tersebut kemudian di download dan
disimpan untuk dilakukan review secara lebih mendetail lagi. Dari 86
artikel yang ada, sebanyak 50 jurnal yang berhasil didownload.
Selanjutnya menyusun kriteria-kriteria untuk menyeleksi artikel jurnal
yang ada. Berikut kriteria inklusi dalam studi ini adalah : (a) hasil
penelitian dari beberapa literature tentang adsorpsi logam kromium (Cr)
pada limbah batik dengan adsorben karbon aktif dari limbah pertanian, (b)
hasil karakteristik limbah batik, (c) metode aktivasi adsorben. Kriteria
inklusi lainnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
Tabel. 3.1. Kriteria Inklusi Penelitian
Kriteria Inklusi
Jangka waktu Rentang waktu penerbitan jurnal maksimal 5
tahun (2016-2020)
Bahasa Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Obyek Limbah Cair Batik
Jenis artikel Original artikel jurnal penelitian (bukan
review penelitian atau skripsi)
Tersedia ful text
Tema isi jurnal Tema adsorpsi logam kromium pada limbah
batik dengan adsorben karbon aktif dari
limbah pertanian

4. Memilih dan Membatalkan Pemilihan Informasi (Selecting and


Deselecting Information)
Pada tahap ini reviewer menyeleksi dari ke 50 jurnal yang telah di
pilih dengan cara lebih mendetail lagi, terkait komponen-komponen yang
diinginkan sesuai atau tidak dengan permasalahan yang telah di rumuskan.
Jika memang sudah memenuhi semua nya maka dilihat dari segi
kelayakan jurnal, keterkaitan tema, dan keterhubungan dengan adsoprsi,
logam kromium, limbah batik dan adsorben berbahan dasar alam yang
kemudian pernyotiran ulang dan akhirnya diperoleh 30 jurnal yang di
review.
5. Memperluas pencarian (Expanding the Search)
Memperluas pencarian, hal ini dilakukan untuk mencari informasi
tambahan terkait topic yang bisa membantu mengembangkan review.
Secara ringkas tahap satu digambarkan dengan bagan sebagai berikut.

Gambar 3.1 Bagan Proses Pengumulan data

132 jurnal ditemukan melalui google scholar sesuai


dengan kata kunci yang telah di tentukan
46 jurnal dieksekusi karena
tidak sesuai dengan kriteria
86 jurnal didapat dengan batasa waktu publikasi
rentang waktu yang telah
maksimal 6 tahun terakhir (2016-2021)
ditentukan

Melakukan skrining terhadap 86 jurnal dan 56 jurnal dieksekusi karena


melakukan assemen kelayakan dan kelengkapan tidak sesuai kriteria dan adanya
sitasi duplikasi

30 jurnal dilakukan review

b. Tahap Sintesis
Literaure review ini kemudiain disintesis yaitu mnganalisis dan
memadukan informasi yang telah didapat, menggunakan metode naratif dengan
mengelompokkan data-data ekstrasi yang sejenis sesuai dengan hasil yang di ukur
untuk menjawab tujuan. Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi
kemudia dikumpulkan, dan dibuat ringkasan meliputi, ringkasan hasil atau
temuan, judul, sitasi, tahun terbit dan penulis dalam bentuk tabel. Mengumpulkan
semua informasi-informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan tema dan tujuan
dari jurnal yang sudah dipilih, dan selanjutnya digabungkan dalam suatu narasi
yang koheren. Dari berbagai informasi yang didapat reviewer
mengelompokkannya dalam tiga tabel. Tabel pertama berisi tentang karakteristik
limbah batik berdasarkan parameter kimia tabel kedua tentang sumber karbon
aktif dari limbah pertanian untuk adsorbsi logam kromium pada limbah cair batik
dan tabel yang ketiga berisi tentang metode aktivasi karbon aktif dari limbah
pertanian. Dari ketiga tabel tersebut kemudaian dianalisa satu persatu
c. Tahap Komunikasi
Terakhir ialah tahap komunikasi, pada tahap ini penulis
mengkomunikasikan atau menyampaikan hasil dan analisa review yang telah
didapat kepada audiens.
Berikut gambaran secara singkat terkait metode penelitian yang akan dilakukan
Gambar 3.2 Skema Metode Penelitian

Sumber ; Onwuegbuzie and Frels' (2016) 'seven steps' to a comprehensive literature


review
TABEL REVIEW
Tabel 4.1 Karakteristik Kimia Pada Limbah Batik cair
Sumber BOD COD TSS Cr Pb Cu Cd Ref
Limbah batik home industry “X” Di 0,56 0,37 0,72 (Jamil et al., 2016)
magelang
Limbah batik 938 4.234 535 0,1385 0,2349 0,2696 0,00063 (Hardyanti et al., 2017)
Limbah batik tulis di desa 1.086 9933,3 17135, 0,673 - 0,31 - (Kiswanto, wintah, 2016)
kalipucang Wetan 3
Limbah batik Jetis 1.777 16.654,8 208 0,0201 - - - (Rochma & Titah, 2017)
Batik mutiara Hasta, semarang 8.244 23.554 2.564 0,22 - - - (Warsito, 2018)
Limbah cair Sentra Batik Sokaraja 0,1893 0,22 (Azizah et al., 2019)
di Dusun Kauman
Limbah batik Tulungagung 376,63 568,000 1180 2,361 (Hasminar, 2018)
3
Limbah batik Laweyan 660,2 1600 (Lolo & Pambudi, 2020)

Limbah batik UKM Probolinggo 885,8 2090 2069 10,20 (suestining, 2019)
Limbah batik Pekalongan 3739,5 12063,33 8420 3,015 (Kiswanto et al., 2019)
3
Limbah batik Krebet - 216,8- 3,89- 10-40 (Widyaastuti et al., 2019
3845,5 11,59 mg/kg
mL mg/kg
Tabel 4.2 Sumber Karbon aktif dari limbah Pertanian Untuk Adsorbsi Logam Kromium Pada Limbah Cair Batik
Jenis Limbah Exp Kapasita [Cr] Variasi Refrensi
pertanian metod s absopsi (mg/L) Masa Waktu pH Waktu
e absorben kontak Pengadukan
Jerami dan baglog Batch 84,23% 1:0 , 3:1 , 60 5, 6, (Sri et al., 2018)
1:1, 1:3 & menit 7, 8
0:1 &9
Tongkol Jagung dan Batch 83,3% 0,144 0,5 , 1,5 30, 60, 9-11 - (Mahmudi et al., 2020)
ampas tebu mg/L dan 2,5 90,120
gram &150
menit
S.cinereum baglog Batch 62,69% 0,744 500 mg 60 5 (Lestari et al., 2017)
P. ostreatus. mg/L menit
Tempurung kelapa Batch 34,64% 200 gram 60 (Qisti et al., 2021)
dan 300 menit
gram
Kulit durian Batch 10,67mg/ 38,2 40 gram) 30 - (Zarkasi et al., 2018))
l mg/L menit
Tongkol jagung 23,05% 500 0,15gr 60 - (Purnama & Kurnianto,
mg/l menit 2016)
Kulit jagung Filtrasi 1,625mg/ 5,639 2,5 gram 80 6 (Desianna et al., 2017)
l mg/l menit

Tabel 4.3. Aktivasi adsorben berbahan dasar alam (biosorben)

Adsorben Perlakuan Metode Aktivasi Suhu Hasil Ref


Awal Aktivasi Karbonisasi Karakteristik
Almond Aktivasi 40% H3PO4 600 C BET surface area (Rai et al.,
shell kimia selama 2 jam (1,223 m2g-1) 2018)
Pore volune ( 0,3265)
Avarge pore size (2,39
nm) 75% karbon dan
kapaistas adsorpsi
202,34 mg/g
Rice Jerami di cuci Aktivasi HCl 0,1 M 450-700 C Ukuran adsorben 850 (Kumar et al.,
staraw dan dikeringkan kimia pH 6,5-7 2 jam um, Kapasitas 2017)
dan digiling adsorbsi 97,12%
Tempuru Di bersihkan, Aktivasi NaOH 1M di aduk 400 C efisensi penyerapan (Nasruddin et
ng kemiri kemudian di Kimia-fisika dengan kecepatan 90 menit logam Cr 25% (100 al., 2017)
keringkan dan 75rpm dan kemudia mg/L)

selanjutnya di dipirolisis pada


tumbuk sushu 700 C di cuci
dengan HCl
Cangkan Di cuci dan Aktivasi H3PO4 40% 500 C Kadar air (0,321%- (Joko
g buah dikeringkan, kimia impregnasi 1 jam 1 jam 0,514%) Murtono &

karet kemudian Kadar abu (9,903%) Iriany, 2017)


Luas permukaan 300-
digiling menjadi
400 m2/g.
100mesh
Kapasitas penjerapan ion
Cr sebesar 96,67%
Kulit Di keringkan Aktivasi H3PO4 400 C Kapasitas adsorben (Adeolu et al.,
pisang dalam suhu 110 kimia Selama satu jam karbon aktif 68,91 % 2016)
raja C selama 24 jam
Tongkol Dipotong dan di Aktivasi Direndam dengan 500 C Kadar air tongkol (Purnamawat
jagung, keringkan di kimia HCL 1 M jagung, kulit jagung i & Utami,
kulit oven kemudian dan kulit kakao ; 2014)
jagung, di bakar di 6,6% , 14% , 7,2%
dan furnace. Di ayak Kadar abu ; 6,1% ,
kulit dengan ayakan 2,1% dan 7,8%
kakao 60 mesh
Ampas Aktivasi HCl 500 C Efesiensi removal (Hariyanti &
Tebu Kimia 2 jam kromium rata-rata Razif, 2019)
sebesar 82% dari
konsentrasi awal 1
mg/L menjadi 0,18
mg/L
Tongkol Karbonasi Aktivasi Direndam dengan Tidak diketahui Kadar air arang aktif (Suwantining
jagung dengan kimia HCl 5% selama 24 suhunya. tongkol jagung 5,59% sih et al.,
pembakaran, jam. Kemudian di Kadar abu arang atif = 2020)
arang kemudian cuci, dan di 9,84 %
dihaluskan dan keringkan.
di ayak dengan
ukuran 100mesh.
Kulit difurnace pada Aktivasi Di rendam HCL Kadar air 11,22% (Yusuf et al.,
Siwalan suhu 100oC kimia 1,5M selama 48jam, Kadar abu 2,98% 2020)
selama 1jam, di cuci dengan
dan di haluskan aquades pH. 6-7
& di ayak
dengan 100mesh
Tongkol Di oven dengan Aktivasi Direndam dengan Diameter pori sebesar (Mantong et
jagung suhu 105oC kimia asam sulfat 7M 1,52 µm al., 2018)
selama 1 jam.
Dan di ayak
dengan ayakan
60 mesh.
Kulit Dimasukan tanur Aktivasi Direndam dengan 400 C kadar air 3,53%, kadar (Jubilate et
pisang selama 2 jam kimia HCL 3M Selama 2 jam abu 3,02%, daya serap al., 2016)
kepok pada suhu 911,49 mg/g, serta luas
400°C, di ayak permukaan spesifik
dengan ayakan 37.024,84 m2 /g
100 mesh
Kulit Dikeringkan Aktivasi Biomassa disimpan - kapasitas adsorpsi 10,28
Jeruk hingga 90 ° C kimia dalam kontak dengan mg/g
selama 24 jam 500 mL 0,2 M CaCl2
dan digiling larutan selama 24
menjadi ukuran jam.
partikel 1, 0,5 dan
0,355 mm
Tempuru Proses Aktivasi di rendam dengan 500 C Di peroleh kadar (Nurlaeli et
ng pengeringan kimia-fisika 250 ml HCl 37%, di 2 jam selulosa sebesar al., 2020)
kluwak menyangrai aduk dengan 70,52%. Luas
serbuk magnetic stirer, permukaan 167,316
tempurung m2/g
kluwak 15
menit, keudaian
di haluskan
Kulit dibersihkan dan Aktivasi Dipanaskan di 450 C Kapasitas adsorpsi (Haura et
Manggis dikeringkan. Fisika furnace tube pada pada logam Pb (II) dan al.,2007)
Kulit manggis sushu 450C selama Cr(VI) masing
diperkecil dua jam masing 36,98 mg/g
ukurannya dan 36,12 mg/g
menggunakan
mill khusus
nanopartikel
hingga
berukuran nano
Daftar Pustaka
Adeolu, A. T., Okareh, O. T., & Dada, A. O. (2016). Adsorption of Chromium Ion
from Industrial Effluent Using Activated Carbon Derived from Plantain (Musa
paradisiaca) Wastes. American Journal of Environmental Protection, 4(1), 7–20.
https://doi.org/10.12691/env-4-1-2
Azizah, M., Maslahat, M., & Maulana, L. (2019). PEMANFAATAN SERASAH
MANGROVE Rhizopora sp SEBAGAI BIOSORBEN UNTUK SORPSI
LIMBAH. Jurnal Belantara, 2(2), 94. https://doi.org/10.29303/jbl.v2i2.180
Cahyanto, T., sudjarwo, t., larasati, S., & P., & fadillah, A. (2018). FITOREMEDIASI
AIR LIMBAH PENCELUPAN BATIK PARAKANNYASAG TASIKMALAYA
MENGGUNAKAN KI APU (Pistia stratiotes L.) TRI CAHYANTO, TONY
SUDJARWO, SHINTA PUTRI LARASATI, AFRIANSYAH FADILLAH P E N D
A H U L U A N. 5(2), 83–89.
Desianna, I., Putri, C. A., Yulianti, I., & Artikel, I. (2017). Selulosa Kulit Jagung
sebagai Adsorben Logam Cromium (Cr) pada Limbah Cair Batik. Unnes
Physics Journal, 6(1), 19–24.
Dias, J. M., Alvim-Ferraz, M. C. M., Almeida, M. F., Rivera-Utrilla, J., & Sánchez-
Polo, M. (2007). Waste materials for activated carbon preparation and its use in
aqueous-phase treatment: A review. Journal of Environmental Management,
85(4), 833–846. https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2007.07.031
Dini, M. K., Rachmadiarti, F., & Kuntjoro, S. (2013). Potensi Jerami Sebagai
Adsorben Logam Timbal ( Pb ) Pada Limbah Cair Industri Batik Sidokare ,
Sidoarjo The Potential of Rice Straw as Pb Adsorbent on Wastewater of Batik
Industry in Sidokare Sidoarjo. LenteraBio, 5(2012), 111–116.
Dwi Pridyanti, D., Dewi Moelyaningrum, A., & Trirahayu Ningrum, P. (2018).
Pemanfaatan Limbah Cangkang Kupang (Corbula faba) Teraktivasi Termal
sebagai Adsorben Logam Kromium (Cr6+ ) pada Limbah Batik. Seri Ilmu-Ilmu
Alam Dan Kesehatan, 2(Cd), 69–77.
Hardyanti, I. S., Nurani, I., Hardjono HP, D. S., Apriliani, E., & Wibowo, E. A. P.
(2017). Pemanfaatan Silika (SiO2) dan Bentonit sebagai Adsorben Logam Berat
Fe pada Limbah Batik. JST (Jurnal Sains Terapan), 3(2).
https://doi.org/10.32487/jst.v3i2.257
Harianingsih, H., & Maharani, F. (2019). PEMANFAATAN LIDAH MERTUA
(Sansiviera sp) SEBAGAI ADSORBENT Fe, Pb DAN Cr PADA LIMBAH
BATIK. Jurnal Inovasi Teknik Kimia, 4(1), 40–43.
https://doi.org/10.31942/inteka.v4i1.2686
Ibrahim, A. S., & Ismail, K. N. (2012). Review study for activated carbon from palm
shell used for treatment of waste water Fuadi , N . A .* ( please insert full
name ), Ahmmed Saadi Ibrahim , and Absrtact. 1(5), 222–236
Jamil, A., Darundiati, Y., & Darundiati, N. (2016). Pengaruh Variasi Lama Waktu
Kontak Dan Jumlah Tanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes) Terhadap Penurunan
Kadar Cadmium (Cd) Limbah Cair Batik Home Industry €Œx†Di Magelang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 4(4), 763–770.
Jubilate, F., Zaharah, T. A., & Syahbanu, I. (2016). Pengaruh Aktivasi Arang Dari
Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Adsorben Besi (II) Pada Air Tanah. Jurnal
Kimia Khatulistiwa, 5(4), 14–21.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/16743/14397
Joko Murtono, & Iriany. (2017). PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI
CANGKANG BUAH KARET DENGAN AKTIVATOR H3PO¬4 DAN
APLIKASINYA SEBAGAI PENJERAP Pb(II). Jurnal Teknik Kimia USU, 6(1),
43–48. https://doi.org/10.32734/jtk.v6i1.1564

Kiswanto, Rahayu, L. N., & Wintah. (2019). Pengolahan Limbah Cair Batik
Menggunakan Teknologi Membran Nanofiltrasi Di Kota Pekalongan. Jurnal
LITBANG Kota Pekalongan, 17, 72–82.
https://jurnal.pekalongankota.go.id/index.php/litbang/article/download/109/107
Kundari, N.A., dan Slamet, Wiyuniati., 2008, “Tinjauan Kesetimbangan Adsorpsi
Tembaga dalam Limbah Pencuci PCB dengan Zeolit”, Yogyakarta : Seminar
Nasional IV SDM Teknologi Nuklir.
Kumar, R., Arya, D. K., Singh, N., & Vats, H. K. (2017). Removal of Cr (VI) Using
Low Cost Activated Carbon Developed By Agricultural Waste. IOSR Journal of
Applied Chemistry, 10(01), 76–79. https://doi.org/10.9790/5736-1001017679
Kusumawardani, R., Anita Zaharah, T., & Destiarti, L. (2018). Adsorpsi
Kadmium(Ii) Menggunakan Adsorben Selulosa Ampas Tebu Teraktivasi Asam
Nitrat. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 7(3), 75–83.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/26649
Lestari, S., Sudarmadji, S., Tandjung, S. D., & Santosa, S. J. (2017). Biosorpsi Krom
Total dalam Limbah Cair Batik dengan Biosorben yang Dikemas dalam Kantung
Teh Celup. Biosfera, 33(2), 71. https://doi.org/10.20884/1.mib.2016.33.2.428
Mahmudi, M., Arsad, S., Amelia, M. C., Rohmaningsih, H. A., & Prasetiya, F. S.
(2020). An Alternative Activated Carbon from Agricultural Waste on Chromium
Removal. Journal of Ecological Engineering, 21(8), 1–9.
https://doi.org/10.12911/22998993/127431
Mantong, J. O., Argo, B. D., & Susilo, B. (2018). Pembuatan Arang Aktif Dari
Limbah Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Pada Limbah Cair Tahu. Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis Dan Biosistem, 6(2), 100–106.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Keputusan
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
231/MPP/Kep/1997 tentang Prosedur Impor Limbah.
Natalina, N., & Firdaus, H. (2018). Penurunan Kadar Kromium Heksavalen (Cr6+)
Dalam Limbah Batik Menggunakan Limbah Udang (Kitosan). Teknik, 38(2), 99.
https://doi.org/10.14710/teknik.v38i2.13403
Nasruddin, M., Rosnelly, C. M., & Mulana, F. (2017). ADSORPSI ION LOGAM Cr
(VI) DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG
KEMIRI (ALEURITES MOLUCCANA). Jurnal Ilmiah Kebencanaan
Pascasarjana Unsyiah Kuala, 4(4), 117–125
Nuria, F. I., Anwar, M., & Purwaningsih, D. Y. (n.d.). Pembuatan Karbon Aktif dari
Enceng Gondok.
Nurlaeli, P. D., Rifo Oktaviandra, R. R., & Billah, M. (2020). Pemanfaatan
Tempurung Kluwak Sebagai Adsorben dalam Menurunkan Kadarlogam Berat
Tembaga. ChemPro, 1(01), 41–45. https://doi.org/10.33005/chempro.v1i01.40
Omo-Okoro, P. N., Daso, A. P., & Okonkwo, J. O. (2018). A review of the
application of agricultural wastes as precursor materials for the adsorption of
per- and polyfluoroalkyl substances: A focus on current approaches and
methodologies. Environmental Technology and Innovation, 9, 100–114.
https://doi.org/10.1016/j.eti.2017.11.005
Purnama, H., & Kurnianto, A. R. (2016). PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG
UNTUK ADSORPSI ZAT WARNA REACTIVE BLUE 19. The 3rdUniversty
Research Coloquium, 41–47.
Purnamawati, H., & Utami, B. (2014). Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao
(Theobroma cocoa L) Sebagai Adsorben Zat Warna Rhodamin B. Prosiding
Seminar Nasional Fisika Dan Pendidikan Fisika (SNFPF), 5(1), 12–18.
Qisti, A., Agung, R., Fatah, H., & Utomo, Y. (2021). Treatment of Dye Wastewater
Containing Chromium from Batik Industry using Coconut Shell Activated
Carbon Adsorption. 6(1), 7–13. https://doi.org/10.37033/fjc.v6i1.213
Rahman, M. U., Gul, S., Ulhaq, M. Z. (2007) Reduction of chromium (VI) by locally
isolated pseudomonas sp. C171, Turkey Journal Biol, 31, 161–166
Adeolu, A. T., Okareh, O. T., & Dada, A. O. (2016). Adsorption of Chromium Ion
from Industrial Effluent Using Activated Carbon Derived from Plantain (Musa
paradisiaca) Wastes. American Journal of Environmental Protection, 4(1), 7–20.
https://doi.org/10.12691/env-4-1-2
Joko Murtono, & Iriany. (2017). PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI
CANGKANG BUAH KARET DENGAN AKTIVATOR H3PO¬4 DAN
APLIKASINYA SEBAGAI PENJERAP Pb(II). Jurnal Teknik Kimia USU, 6(1),
43–48. https://doi.org/10.32734/jtk.v6i1.1564
Kumar, R., Arya, D. K., Singh, N., & Vats, H. K. (2017). Removal of Cr (VI) Using
Low Cost Activated Carbon Developed By Agricultural Waste. IOSR Journal of
Applied Chemistry, 10(01), 76–79. https://doi.org/10.9790/5736-1001017679
Mahmudi, M., Arsad, S., Amelia, M. C., Rohmaningsih, H. A., & Prasetiya, F. S.
(2020). An Alternative Activated Carbon from Agricultural Waste on Chromium
Removal. Journal of Ecological Engineering, 21(8), 1–9.
https://doi.org/10.12911/22998993/127431
Nasruddin, M., Rosnelly, C. M., & Mulana, F. (2017). ADSORPSI ION LOGAM Cr
(VI) DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG
KEMIRI (ALEURITES MOLUCCANA). Jurnal Ilmiah Kebencanaan
Pascasarjana Unsyiah Kuala, 4(4), 117–125.
Qisti, A., Agung, R., Fatah, H., & Utomo, Y. (2021). Treatment of Dye Wastewater
Containing Chromium from Batik Industry using Coconut Shell Activated
Carbon Adsorption. 6(1), 7–13. https://doi.org/10.37033/fjc.v6i1.213
Rai, M. K., Giri, B. S., Nath, Y., Bajaj, H., Soni, S., Singh, R. P., Singh, R. S., & Rai,
B. N. (2018). Adsorption of hexavalent chromium from aqueous solution by
activated carbon prepared from almond shell: Kinetics, equilibrium and
thermodynamics study. Journal of Water Supply: Research and Technology -
AQUA, 67(8), 724–737. https://doi.org/10.2166/aqua.2018.047

Raziah, C., Putri, Z., Lubis, A. R., Sofyana, Zuhra, Suhendrayatna, Mulyati, S. (2017)
Penurunan kadar logam dalam air kadmium menggunakan adsorben zeolit
alam aceh, Jurnal Teknik KimiaUSU, 6(1)
Rochma, N., & Titah, H. S. (2017). Penurunan BOD dan COD Limbah Cair Industri
Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi secara Batch. Jurnal
Teknik ITS, 6(2), 2–7. https://doi.org/10.12962/j23373539.v6i2.26300
Suharto, B. dkk. (2013). Pengolahan Limbah Batik Tulis Dengan Fitoremediasi
Menggunakan Tanaman Eceng Gondok ( Eichornia Crassipes ) Batik Waste
Reduction With Phytoremediation Using Water Hyacinth Plants ( Eichornia
Crassipes ) Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jurnal Sumberdaya
Alam Dan Lingkungan, 14–19.
Sri, L., Sudarmadji, Shilahuddin, D. T., & Sri, J. S. (2018). Cr(VI) and Dye
Biosorption in Batik Wastewater using Biosorbent in the Tea Bag. E3S Web of
Conferences, 73. https://doi.org/10.1051/e3sconf/20187305011
Susanti, E., Henny. 2008. Pedoman Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung
Kromium Dengan Sistem Lahan Basah Buatan Dan Reaktor Kolom. Pusat
Penelitian Limnologi. LIPI. Cibinong. 49 hal.
Suwantiningsih, S., Khambali, K., & Narwati, N. (2020). DAYA SERAP ARANG
AKTIF TONGKOL JAGUNG SEBAGAI MEDIA FILTER DALAM
MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR. Ruwa Jurai: Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 14(1), 33. https://doi.org/10.26630/rj.v14i1.2170
Warsito, B. (2018). Pengelolaan Limbah Batik Cair Secara Biologis Pada Ukm Batik
Mutiara Hasta Dan Katun Ungu Semarang. Warta LPM, 21(2), 136–142.
https://doi.org/10.23917/warta.v21i2.5602
Yanuarita, D., Pratiwi, A. S., & Rossa, M. (2020). PEMANFAATAN KULIT PISANG
SEBAGAI MEDIA PENYERAPAN LOGAM PADA LIMBAH CAIR ( REVIEW
JURNAL ). 12(2), 10–18.
Yuningsih, L. M., Anwar, D. I., & Wahyuni, N. (2016). Penghilangan Ion Pb 2+ Oleh
Arang Aktif Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain ). Jurnal Iilmiah
Sains Dan Teknologi, 6(1), 495–499.
Yusuf, T. G. M., Syafitra, D., Utami, L. I., & Wahyusi, K. N. (2020). Pemanfaatan
Biochar dari Sabut Siwalan sebagai Adsorben Larutan Cu. ChemPro, 1(2), 1–7.
http://chempro.upnjatim.ac.id/index.php/chempro/article/view/36
Zarkasi, K., Dewi Moelyaningrum, A., & Trirahayu Ningrum, P. (2018).
PENGGUNAAN ARANG AKTIF KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr)
TERHADAP TINGKAT ADSORPSI KROMIUM (Cr 6+ ) PADA LIMBAH
BATIK. 5, 67–73.

Anda mungkin juga menyukai