Anda di halaman 1dari 40

ADSORPSI LOGAM KROMIUM (Cr) PADA LIMBAH CAIR BATIK

MENGGUNAKAN ADSORBEN ALAMI (BIOSRBEN) : MINI RIVIEW

KOLOKIUM KIMIA
Disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dan tugas mata kuliah Kolokium Kimia
progam studi pendidikan kimia

Disusun oleh :
Stya Rahma Solehah
K3317068

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang terus berkembang
hingga saat ini. industri batik sangat berkembang di Indonesia baik dalam sekala
besar atau dalam skala industri rumah tangga. Selain dikenal oleh kalangan
masyarakat Indonesia batik juga telah diakui Oleh UNESCO secara resmi sebagai
warisan budaya tak benda (kemanusian untuk budaya lisan dan nonbendawi) pada
tanggal 2 oktober 2009. Semenjak itu perkembangan batik berkembang sangat pesat.
Terhitung industri batik yang tersebar di Indosenesia ada sebanyak 6.120 unit dan
mampu mencapai nilai produksi sekitar 207,5 miliar rupiah perbulan atau setara 4,89
triliun rupiah pertahun (Abi Pratiwa et al, 2020). Pesatnya perkembangan industri
batik ini tidak terlepas dari berbagai masalah, salah satunya adalah permasalahan
limbah batik yang dihasilkan. Banyak industri batik yang kurang memperhatikan
pengolahan limbahnya, contoh saja di kota Pekalongan yang merupakan salah satu
penghasil batik di Indonesia, mengalami pencemaran sungai yang cukup parah.
Saat ini masih banyak pengusaha industri batik skala besar maupun rumah
tangga yang membuang limbah hasil produksinya langsung ke selokan maupun ke
sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Limbah industri batik dari bahan pewarna kimia
yang digunakan sulit untuk diurai sehingga menyebabkan sejumlah selokan dan
sungai di Pekalongan menjadi berwarna dan berbau. Saat memasuki musim kemarau
kondisi sungai dikota Pekalongan sebagai salah satu penghasil batik di indonesia
terancam pencemaran limbah yang lebih parah karena bahan kimia yang terdapat
dalam pewarna kain mengendap di sungai sebab tidak ada air yang mendorongnya ke
laut. Endapan limbah industri batik mengakibatkan air sungai menjadi berwarna
kehitam-hitaman, serta memunculkan bau menyengat (Mahfudloh, 2017). Hal serupa
juga terjadi di kampung batik laweyan, Solo, diketahui secara umum usaha kerajinan
batik ini membuah limbah langsung ke selokan disekitar rumah atau lokasi
pembatikan dan mampu menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan,
karena lingkungan mempunyai kemampuan terbatas untuk mendegradasi zat warna
tersebut (Kamal, 2016).
Limbah cair industri batik dilaporkan mengandung logam berat seperti timbal,
besi, seng, krom, tembaga dan cadmium (Tri Murtini et al.,2015). Logam berat
tersebut terdapat pada kandungan pewarna batik. Pencemaran air oleh logam berat
telah lama menjadi masalah serius yang perlu ditangani, mengingat volume limbah
yang terus meningkat, sifat toksik logam berat, serta masuknya logam berat ke badan
air dapat mempengaruhi kualitas air (Bashyal ,2010). Logam berat yang terdapat
dalam air juga mudah terserap dan tertimbun dalam fitoplankton yang merupakan
titik awal dari rantai makanan. Selanjutnya melalui rantai makanan, logam berat akan
sampai ke organisme lainnya termasuk manusia. Salah satu kandungan logam berat
dalam limbah batik ialah Kromium (Cr). Kromium memiliki dua jenis bilangan
oksidasi yaitu kromium III dan Kromiun IV. Kromium valensi 3 atau Cr (III) dalam
jumah sedikit diperlukan dalam metabolisme glukosa dalam tubuh. Sedangkan
kromium valensi 6 atau Cr (VI) merupaka logam yang sangat berbahaya karena
memiliki tingkat toksik yang tinggi , bersifat karsinogenik, dan sulit di uraikan
sehingga apabila terakumulasi dalam tubuh manusia dapat menyebabkan penyakit
serius (Widowati et al., 2008). Logam berat krom adalah bahan kimia yang bersifat
persisten, bioakumulatif, dan toksik yang tinggi serta tidak mampu terurai dalam
lingkungan dan akhirnya diakumulasi dalam tubuh manusia melalui rantai makanan
(Palar, 2008). Nilai baku mutu air limbah bagi industri tekstil untuk parameter logam
Cr adalah 1 mg/L (PermenLH No. 5, 2014). Jika pada air limbah ditemukan
konsentrasi logam Cr melebihi dari baku mutu dan tidak diolah (langsung dibuang ke
perairan), maka akan mengakibatkan pencemaran terhadap perairan tersebut
(Muammar, dkk, 2019).
Salah satu contoh kasus pencemaran logam berat kromium pada limbah batik
terjadi di kabupaten jember. Berdasakan survei pendahuluan uji laboratorium tanggal
14 Juli 2014, kadar kromium limbah cair batik UD Bintang timur adalah 3,27mg/l,
kadar tersebut melebihi batas maksimumyang telah ditentukan berdasakan Peraturan
Gubernur Jawa Timur No 72 tahun 2013 yakni 1,0mg/l (Ratnaningtya et al., 2014).
Pencemaran akibat limbah batik juga terjadi pada kualitas air sungai condong yang
terekana buangan dari limbah cair industri batik Trusmi Cirebon berdasarkan kajian
kualitas air yang dilakukan oleh Pipin Supenah, status mutu air Sungai Condong
setelah limbah cair batik berada pada status terceamar berat, sumbagan pencemar
yang menurunkan status mutu air adalah parameter TSS, DO, BOD, COD, sulfide,
Cr, Phenol, minyak dan lemak (Supaenah, 2015).
Menurut Undang-Undang Republik UU Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengatakan bahwa
bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dilindungi dan dikelola dengan
baik. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas dari buangan limbah
bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah Indonesia. Sungai merupakan salah
satu bentuk alur air permukaan yang harus dikelola secara menyeluruh, terpadu
berwawasan lingkungan hidup dengan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air
yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu
sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariaannya, ditingkatkan fungsi dan
kemanfaatannya dan dikenadalikan dampak negative terhadap linggungannya.
Upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan telah banyak metode yang
di kembangakan untuk menurunkan kadar logam berat dari badan perairan, misalnya
teknik presipitasi, elektrokimia dan evaporasi. Metode tersebut memiliki kelemahan
karena kurang efektif, membutuhkan biaya yang tinggi, pengoprasian yang sulit dan
masih menunjukan menunjukan masalah lingkungan hidup (Dermentziz et.al. 2011).
Maka dari itu perlu metode yang tepat untuk mengurangi masalah logam berat.
Metode adsorbsi sering digunakan untuk mengatasi masalah logam berat karena
mudah dilakukan,biaya murah, efektivitas dari adsorbsi juga tinggi, lebih aman dan
tidak memberikan efek samping bagi kesehatan (Aji & kuriawan , 2012). Metode
adsorpsi merupakan proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu
yang terjadi pada permukaan zat (Atkins, 1999:241). Adsorpsi merupakan metode
yang paling umum dipakai karena memiliki konsep yang lebih sederhana dan juga
ekonomis. Proses adsorpsi yang paling berperan adalah adsorben.
Proses adsorpsi lebih banyak dipakai dalam industri karena mempunyai
beberapa keuntungan, yaitu lebih ekonomis dan tidak menimbulkan efek samping
yang beracun serta mampu menghilangkan bahan-bahan organik. Adsorpsi adalah
proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik
antar molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Interaksi yang terjadi pada
molekul adsorbat dengan permukaan adsorben kemungkinan diikuti lebih dari satu
interaksi, tergantung pada struktur kimia dari masing- masing komponen (Palar,H.
2008).
Salah satu alternatif lain dalam pengolahan limbah yang mengandung logam
berat adalah penggunaan bahan-bahan biologis sebagai adsorben. Proses ini
kemudian disebut sebagai biosorption. Biosorption menunjukkan kemampuan
biomass untuk mengikat logam berat dari dalam larutan melalui langkah-langkah
metabolisme atau kimia-fisika. Keuntungan penggunaan proses biosorption
diantaranya adalah biaya yang relatif murah, efisiensi tinggi pada larutan encer,
minimalisasi pembentukan lumpur, serta kemudahan proses regenerasinya (Ashraf,
2010).
Biosorben merupakan media yang sangat baik digunakan dalam penanganan
limbah logam berat karena memiliki banyak keunggulan seperti harga yang relatif
murah, mudah didapat, dan sifatnya ramah lingkungan. Biosorben yang dapat
digunakan dalam pengolahan limbah logam berat adalah rumput laut, serbuk gergaji,
hasil samping pertanian, limbah industri makanan, bakteri, dan mikroalga (Sudiarta
dan Sulihingtyas, 2012)
Komponen yang berperan dalam proses adsorpsi logam berat dengan adsorben
bahan-bahan biologis adalah keberadaan gugus aktif yang ada di bahan tersebut.
Gugus-gugus itu diantaranya adalah gugus acetamido pada kitin, gugus amino dan
posphat pada asam nukleat, gugus amido, amino, sulphydryl dan karboksil pada
protein dan gugus hidroksil pada polisakarida. Gugus-gugus inilah yang akan
menarik dan mengikat logam pada biomass (Ahalya dkk., 2003)
Pemanfaatan adsorben berbahan dasar bahan alam untuk mengadsorpsi logam
berat telah banyak dilakukan berbagai penelitian. Selain karena biaya yang diperlukan
tidak terlalu besar, bahan yang digunakan berasal dari alam sehingga ramah
lingkungan, dan tidak menghasilkan zat pencemar yang baru. Berikut berbagai
penelitian yang menggunakan adsorben berbahan dasar bahan alam; menggunakan
adsorben serbuk gergaji kayu berukuran, efisiensi pengisihan logam Cr 99,99%
(Kapur dan Mondal, 2013). Naelatuz Zuhroh (2015) melakukan penelitian dengan
memanfaatkan serabut kelapa sebagai karbon aktif untuk adsorben logam Cr (VI).
Ade Apriliani (2010) yang memanfaatkan ampas tebu sebagai karbon aktif untuk
adsorben 19 logam Cu, Pb, Cd, dan Cr Eceng gondok maupun Azolla mampu
menurunkan konsentrasi logam berat timbal (Pb) dari 0.037 ppm menjadi 0 ppm dan
dari 0.068 ppm menjadi 0.005 ppm. Tanaman Azolla mampu menurunkan logam
berat timbal (Pb) hingga 100 %, tanaman enceng gondok mampu menurunkan
konsentrasi logam berat timbal (Pb) hinggga 94.11 %, dan tanaman semanggi air
mampu menurunkan konsentrasi logam berat timbal (Pb) hingga 87,01%
(Murdhiani,2011). Bonggol jagung dapat digunakan sebagai adsorben untuk
menyerap Cu pada limbah cair batik.
Selain itu juga sudah ada beberapa kajian literature review terkait adsorben
alam. Menurut Rizma Rahmi, 2017, berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa
adsorben alami yang sering digunakan untuk mengurangi kadar timbal dalam limbah
cair antara lain adalah arang aktif dari kulit pisang, tanaman air (aquatic plants), arang
sekam padi dan biomassa. Masing-masing biosorben tersebut mempunyai keefektifan
yang berbeda dalam penyerapan logam Pb pada limbah cair. Kajian literature review
pada adsorben berbahan dasar alam kulit pisang yang dilakukan oleh Dian
Yanuarit,dkk., 2020, diketahui dari Aktivator yang digunakan pada studi literatur ini
adalah HCl, H2SO4, HNO3, NaOH, KOH, dan H3PO4. Karbon aktif yang terbaik dari
studi literatur didapatkan pada suhu karbonasi 300-500˚C dengan menggunakan
aktivator HCl. Hasil terbaik pada karbon aktif didapatkan persen penyerapan sebesar
98,35%. Dari beberapa kajian literature review masih belum ada kajian yang secara
khusus terhadap adsorpsi logam kromium pada limbah batik.
Dari latarbelakang tersebut kemudian penulis melakukan literature review
yang berjudul Adsorpsi Logam Kromium (Cr) pada Limbah Batik dengan
Menggunakan Adsorben Berbahan Dasar Bahan Alam.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka secara rinci
permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :
1. Jumlah industri batik meningkat, limbah yang dihasilkan semakin banyak
2. Limbah batik mengahasilkan kandungan-kandungan berbahaya
3. Pembuangan limbah berupa logam berat industri batik ke lingkungan dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan
4. Logam kromium merupakan loam berat yang membahayakan manusia jika
terakumulasi dalam tubuh dan membahayakan makhluk hidup di perairan.
5. Penanganan logam kromium dapat dilakukan dengan cara metode adsorpsi
6. Pemanfaatan Biosorben
7. Metode modifikasi Biosorben
C. Pembatasan Masalah
Perlu adanya pembatasan masalah agar penelitan ini dapat terfokus pada tujuan
yang telah di tentukan secara jelas dan terarah. Adapun pembatasan masalah pada
penelitan ini adalah sebagai berikut :
1. Ion logam yang di adsorpsi adalah ion logam Cr
2. Adsorben yang digunakan adsorben berbahan dasar bahan alam atau biosorben
3. Limbah cair yang digunakan berasal dari limbah industri batik di Indonesia
4. Kandungan limbah batik dengan parameter BOD,COD, TSS dan logam berat.
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat disusun rumusan masalah
dalam penelitian sebagai berikut
1. Bagaimana karakteristik kimia pada limbah cair batik?
2. Apa saja alternatif adsorben berbahan alam (biosorben) yang dapat digunakan
untuk menurunkan kadar Cr (kromium) pada limbah batik cair?
3. Bagaimana pengaruh jenis penggunaan biosorben-biosorben tersebut terhadap
penyerapan logam Cr (kromium) pada limbah batik cair?
4. Apa metode modifikasi yang paling sering digunakan untuk membuat adsorben
berbahan dasar bahan alam (biosorben) untuk penyerapan logam Cr (kromium)?
E. Tujuan Penelitian
Berdasakan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui karakteristik dan kandungan logam berat pada limbah batik
2. Mengetahui alternatif adsorben berbahan alam (biosorben) yang dapat digunakan
untuk menurunkan kadar Cr (kromium) pada limbah batik cair.
3. Mengetahui pengaruh jenis penggunaan biosorben-biosorben tersebut terhadap
penyerapan logam Cr (kromium) pada limbah batik cair.
4. Mengetahui metode modifikasi yang paling sering digunakan untuk membuat
karbon aktif dari adsorben berbahan dasar bahan alam (biosorben)
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Limbah Batik
Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah berbahaya
dan beracun adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya yang karena sifat, kosentrasi dan atau jumlah, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencermakan, merusak lingungan hidup, atau
membahayakan lingkungan hidup manusia serta makhluk hidup (Suharto,
2010).
Secara umum limbah diartikan sebagai bahan buangan yang tidak
terpakai dan berakibat negatif pada masyarakat jika tidak dikelola dengan
baik. Limbah adalah sisa produksi, baik dari alam maupun hasil dari kegiatan
manusia. Pengertian Limbah berdasarkan SK Menperindag No.
231/MPP/Kep/7/1997, Limbah merupakan bahan atau barang bekas sisa dari
suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari
aslinya.Sedangkan menurut PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP 85 Tahun 1999,
Limbah adalah sisa atau buangan dari suatu usaha dan atau kegiatan manusia
Pencemaran yang disebabkan oleh limbah adalah pencemaran yang
serius terhadap lingkungan. Jika kandungan logam berat yang terdapat di
dalamnya melebihi ambang batas serta mempunyai sifat racun yang sangat
berbahaya maka akan terakumulasi didalam tubuh dan dapat menyebabkan
penyakit serius bagi kesehatan manusia. Saat ini telah banyak dilakukan
usaha-usaha pengendalian limbah ion logam yang mengarah pada upaya-
upaya pencarian metode-metode baru yang murah, efektif, dan efisien
(Kundari dan Slamet, 2008)
Batik dalam bahasa Jawa berarti menulis. Batik adalah istilah yang
digunakan untuk menyebut kain bermotif yang dibuat dengan teknik resist
menggunakan material lilin (malam). Teknik membatik sendiri telah dikenal
sejak ribuan silam. (Nurainun, 2008). Batik merupakan salah satu warisan
budaya Indonesia, yang terus berkembang hingga saat ini. Keberadaan batik
sudah diakui Oleh UNESCO secara resmi sebagai warisan budaya tak benda
(kemanusian untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi) pada tanggal 2 Oktober
2009. Semenjak itu perkembangan batik berkembang sangat pesat. Terhitung
tahun 2020 ini banyaknya industri batik yang tersebar di Indosenesia ada
sebanyak 6.120 unit dan mampu mencapai nilai produksi sekitar 207,5 miliar
rupiah perbulan atau setara 4,89 triliun rupiah pertahun (Pratiwa, 2020).
Industri batik di Indonesia tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa
yang kemudian menjadi nama dari jenis-jenis batik tersebut seperti batik
Pekalongan, batik Surakarta, batik Yogya, batik Lasem, batik Cirebon, batik
Sragen. Setiap batik dari daerah tersebut memiliki ciri motif yang spesifik.
Jenis batik yang diproduksi ada tiga yaitu batik tulis, batik cap dan batik
printing. Perkembangan Industri batik di Indonesia sangat terkait dengan
perkembangan batik yang dimulai sejak beratusratus tahun yang lalu
(Nurainun, 2008).
Industri batik dan tekstil merupakan salah satu penghasil limbah cair
yang berasal dari proses pewarnaan. Selain kandungan zat warnanya tinggi,
limbah industri batik dan tekstil juga mengandung bahan-bahan sintetik yang
sukar larut atau sukar diuraikan. Setelah proses pewarnaan selesai, akan
dihasilkan limbah cair yang berwarna keruh dan pekat. Biasanya warna air
limbah tergantung pada zat warna yang digunakan. Limbah cair yang
berwarna-warni ini yang menyebabkan masalah terhadap lingkunga (Hasti,
2014). Kandungan limbah cair industri batik dapat berupa zat organik, zat
padat tersuspensi, fenol, kromium (Cr), minyak lemak dan warna (Kep.
Gubernur Kepala DIY. No:281/KPTS/1998). Beberapa jenis zat warna yang
berasal dari proses ,pencucian kain batik juga mengandung logam berat
seperti kromium. Keberadaan kromium pada perairan dijumpai dalam dua
bentuk yaitu ion kromium valensi III (Cr3+) dan ion kromium valensi VI
(Cr6+). Kromium valensi VI lebih toksik dari pada kromium valensi III karena
ion ini sukar terurai, tidak mengendap, stabil, dan toksik, sedangkan kromium
valensi III mempunyai sifat mirip dengan besi (III), sukar terlarut pada pH di
atas 5 dan mudah dioksidasi. Keberadaan kromium di perairan dapat
menyebabkan penurunan kualitas air serta membahayakan lingkungan dan
organisme akuatik (Susanti&Henny, 2008).
Beberapa kandungan di dalam limbah industri batik yang berpotensi
menimbulkan pencemaran air adalah kandungan bahan organik, padatan
tersuspensi, minyak atau lemak yang tinggi dan adanya kandungan logam
berat yang berbahaya yaitu Zn, Cd, Cu, Cr dan Pb (Nurdalia, 2006). Hal
serupa juga dikemukakan oleh Mahida (1984) bahwa logam berat yang
bersifat toksis yang terdapat pada buangan industri batik diduga meliputi krom
(Cr), timbal (Pb), nikel (Ni), tembaga (Cu) dan mangan (Mn). Selain itu,
beberapa penelitian mengatakan bahwa salah satu jenis logam pencemar
prioritas tinggi yang ditemukan dalam limbah industri batik adalah timbal/Pb
(Sembodo, 2006; Cahyanto, 2008; Muljadi, 2009).
Bagi usaha atau kegiatan yang sudah melakukan uji laboratorium
berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2015
tentang Baku Mutu Air Limbah Lampiran XLII, maka wajib melakukan
perubahan-perubahan seperti tabel dibawah ini :
Tabel 2.1. Baku Mutu Limbah Industri Tekstil tahun 2019 (PermenLHK
P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019)
No Parameter Kadar Paling Beban Pencemaran
Tinggi Paling Tinggi
(mg/L) (kg/ton)
1 BOD₅ 60 6
2 COD 150 15
3 TTS 50 5
4 Fenol Total 0,5 0,05
5 Krom Total (Cr) 1,0 0,1
6 Amonia Total 8,0 0,8
(NH₃⁻N)
7 Sulfida (sebagai 0,3 0,03
S)
8 Minyak dan 3,0 0,3
Lemak
9 pH 6,0 – 9,0 6,0 – 9,0
10 Debit Limbah 100 m³/ton 100 m³/ton produk
Paling Tinggi produk tekstil tekstil
2. Logam Kromium (Cr)
Logam krom diambil dari bahasa yunani yaitu chroma yang artinya
warna, krom memiliki nomo atom 24 dan berat atom sebesar 51,966. Logam
krom pertama kali ditemukan pada tahun 1797 oleh vaqueline (Palar, 1994).
Kromium memiliki konfigurasi electron [Ar] 3d 54s1 , sangat keras memiliki
titk leleh dan titik didih tinggi.
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Kromium
Lambang Cr
Nomor atom 24
Masa atom relatif ar 51,996
Konfigurasi elektron 3d5, 4s1
Jari-jari atom (nm) 0,117
3+
Jari-jari ion M 0,069
Keelektronegatifan 1.6
-1
Energi ionisasi (I) kJmol 659
Kerpatan (g cm-3) 7,19
Titik leleh (C) 1890
Titik didih 2475
Bilangan oksidasi 2, 3 , 6
Kromium merupakan logam transisi yang penting, senyawanya berupa
senyawa kompleks yang memiliki berbagai warna yang menarik, berkilau,
titik lebur pada suhu yang tinggi serta tahan terhadap perubahan cuaca (James.
1989). Cr (VI) merupakan turunan dari CrO 3, dapat dijumpai dalam dua
macam senyawa yang sangat terkenal yaitu kromat-kuning CrO 42-, dengan
struktur tetrahedral, larutan ini dapat terbentuk dalam larutan basa diatas pH 6,
dan dikromat 9 merah-orange Cr2O72-, dengan struktur dua tetrahedron yang
bersekutu dalam salah satu titik sudutnya (atom O), larutan ini berada dalam
kesetimbangan, pada larutan asam antara pH 1 terbentuk HCrO 4- (Cotton,
1989: 456 ; Sugiyarto, 2003: 222).
Logam berat krom adalah bahan kimia yang bersifat persisten,
bioakumulatif, dan toksik yang tinggi serta tidak mampu terurai dalam
lingkungandan akhirnya diakumulasi dalam tubuh manusia melalui rantai
makanan (Palar, 2008). Logam kromium tersebut terdapat di alam dalam dua
bentuk oksida, yaitu oksida Cr(III) dan Cr(VI). Daya racun yang dimiliki
kromium ditentukan oleh bilangan oksidasinya. Uniknya hanya Cr(VI) yang
bersifat karsinogenik sedangkan Cr(III) tidak. Hal ini karena sifatnya yang
berdaya larut dan mobilitas tinggi di lingkungan (Rahman dkk., 2007). Krom
(III) esensial bagi mamalia untuk metabolisme gula, ptotein, dan lemak.
Senyawanya lebih stabil di air serta sifat racunnya tidak terlalu besar. Berbeda
dengan krom (VI) karena bersifat sangat oksidatif. Batas maksimum krom(VI)
yang diperbolehkan dalam air sehat 0,05 mg/L sedangkan dalam air limbah
0,1 mg/L (Palar, 2008)
Logam kromium ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi
lingkungan tanah, udara, dan terutama lingkungan air yang sangat vital bagi
kehidupan manusia apabila tidak dikendalikan dengan baik (Darmono, 1995).
Air yang mengandung ion krom (III) akan menimbulkan masalah karena ion
logam ini dapat berubah menjadi ion krom yang bervalensi enam (heksavalen)
yang bersifat toksik (racun), karena jika terakumulasi dalam tubuh dapat
menyebabkan kanker dan perubahan genetik. Hal ini dapat terjadi karena
krom dapat merusak sel-sel di dalam tubuh (Huhey, 1986)
Nilai baku mutu air limbah bagi industri tekstil untuk parameter logam
Cr adalah 1 mg/L (PermenLH No. 5, 2014). Jika pada air limbah ditemukan
konsentrasi logam Cr melebihi dari baku mutu dan tidak diolah (langsung
dibuang ke perairan), maka akan mengakibatkan pencemaran terhadap
perairan tersebut (Muammar et.al, 2019).
3. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu fluida (cair atau gas)
oleh zat (padat atau cair) karena adanya gaya tarik atom pada permukaan. Zat
yang diserap disebut fase terserap (adsorbat), sedangkan zat yang menyerap
disebut adsorben. Adsorben yang umum digunakan pada proses adsorpsi
antaralain karbon aktif, zeolit dan lempung (Raziah et al, 2017). Proses
adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada
permukaan padatan yang tidak seimbang,sehinga padatan cenderung menarik
molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan.
Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada
dalam fasa gas zat terlarut dalam larutan (Tuty Emila, et al., 2018).
Adsorben biasanya menggunakan bahan-bahan yang memiliki pori-
pori sehingga proses adsorpsi terjadi di pori-pori atau pada letak letak tertentu
di dalam partikel tersebut. Pada umumnya pori-pori yang terdapat di adsorben
biasanya sangat kecil, sehingga luas permukaan dalam menjadi lebih besar
daripada permukaan luar. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul
atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat
pada permukaan tersebut lebih erat daripada molekul lainya (Saragih, 2008).
a. Mekanisme Adsorpsi
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika padatan atau molekul gas atau
cair dikontakkan dengan molekul-molekul adsorbat, sehingga didalamnya
terjadi gaya kohesif atau gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen yang
bekerja diantara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak
seimbang menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada
interface solid/fluida. Molekul fluida yang diserap tetapi tidak
terakumulasi/melekat ke permukaan adsorben disebut adsorptif
sedangkan yang terakumulasi/melekat disebut adsorbat (Ginting, 2008).
Proses adsorpsi menunjukan dimana molekul akan meninggalkan larutan
dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat rekasi kimia dan
fisika. Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi,
sifat antar molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain
(Khairunisa, 2008).
b. Jenis-Jenis Adsorpsi
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1) Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika disebabkan oleh gaya van der waals yang ada
pada permukaan adsorben. Energi yang berasosiasi dengan ikatan
tersebut elatif rendah (Laksono, 2002). Ikatan yang relatif lemah ini
dapat menyebabkan zat yang sudah teradsorpsi mudah terlepas dari
adsorben
Adsorpsi fisika merupakan adsorpsi reversible yang hanya
meibatkan kondisi fisik tanpa adanya reaksi kimia antara adsorben
dan adsorbat. Anas adsorpsi fisika biasanya rendah (kurang dari 15
kkal/mol) dan lapisan yang terbentuk pada permukaan adsorben
umumnya lebih dari satu lapisan (Atkins , 1999)
2) Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia terjadi reaksi antara adsorbat dengan adsorben.
Dalam adsorpsi kimia, ikatan sangat berperan dan merupakan
resultan dari satu transferatau suatu penempatan elektron dalam
reaksi antara adsorbat dan adsorben . kekuatan ikatan dalam adsorpsi
kimia menjadi ebih penting jika dibandingkan dengan adsorpsi fisika
(Laksono, 2002).
Adsorpsi kimia merupakan reaksi irreversible yang terjadi
melalui reaksi kimia dan fisika. Reaksi terjadi antara permukaan
adsorben dan adsorbat. Lapisan molekul pada permukaan adsorben
hanya satu lapis dan panas adsorpsinya tinggi lebih dari 20 kkal/mol
(atkins, 1999)
Adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia dibedakan berdasarkan
kriteria anatar lain, dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Bansal, 2005)
Tabel 2.2. Jenis Adsorpsi
Adsorpsi Fisika Adsorpsi kimia
Entalpi adsorpsi kecil Entalpi adsorpsi besar
(biasanya kurang dari 20 (biasanya antara 40-
kJ/mol) 400kJ/mol)
Terjadi adsorpsi multilayer Kebanyakan monolayer
Terjadi pada temperature Dapat terjadi pada temperature
dibawah titik didih adsorbat tinggi
Tidak melibatkan energ Proses adsorpsi terjadi bila
aktivasi sistem mempunyai energi
aktivasi

c. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Adsorpsi


Dalam proses adosorbsi banyak faktor yang dapat mempengaruhi laju
proses adsorpsi dan banyaknya adsorbat yang dapat dijerap. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi adosorpsi antara lain ;
1) Jenis adsorbat ukuran molekul adsorbat
Untuk ukuran molekul adsorbat yang sesuai merupakan hal yang
penting dalam terjadinya proses adsorpsi. Karena molekul yang dapat
diadsorpsi adalah molekul yang diameternya lebih kecil atau sama
dengan diamter pori adsorben.
Pada diameter yang sama, molekul ang bersifat polar akan lebih
kuat diadsorpsi dibanding yang kurang polar atau yang tidak polar.
Molekul yang lebih polar akan menggantikan molekul-molekul yang
kurang polar terlebih dahulu ketika di adsorpsi.
2) Temperatur
Pada proses adsorpsi merupaka proses eksoterm. Peningkatan
suhu pada tekanan yang sama menghambat senyawa teradsorpsi di
permukaan adosorben. Sehingga adsorpsi meningkat pada suhu rendah
sedangkan akan turun pada suhu yang tinggi (peni, 2001)
3) Karakteristik adsorben
Semakin kecil ukuran pori-pori maka luas permukaan adsorben
semakin besar sehingga jumlah molekul yang teradsopsi semakin
banyak. Kemurnian adsorben, dimana adsorben yang lebih murni
memiliki kemampuan yang lebih baik
4) pH
pH mempengaruhi proses adsorpsi, karena ion hidrogen diadsorpsi
dengan kuat dan sebagian ph dapat mempengaruhi ionisasi karenanya
dapat mempenaruhi adsorpsi dari beberapa senyawa juga
5) Waktu kontak antara adsorben dan adsorbat
Waktu kontak mempengaruhi banyaknya adsorbat yang terserap,
disebabkan perbedaan kemampuan adsorben dalam menyerap adsorbat
berbeda-beda (Low, 1995). Kondisi eqibrilium akan dicapai pada
waktu yang tidak lebih dari 150 menit, setelah waktu itu jumlah
adsorbat yang terserap tidak signifikan berubah terhadap waktu (Han,
2007)
d. Metode Adsorpsi
Metode adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch)
dan dinamis (kolom).
1) Cara statis (batch) yaitu memasukan larutan dengan komponen yang
diinginkan ke dalam wadah berisi adsorben, selanjutnya diaduk dalam
waktu tertentu. Kemudian dipisahkan dengan cara penyaringan atau
dekantasi. Komponen yang telah terikat pada adsorben dilepaskan
kembali den gan melarutkan adsorben dalam pelarut tertentu dan
volumenya lebih kecil dari volume larutan mula-mula.
2) Cara dinamis (kolom) yaitu memasukan larutan dengan komponen
yang diinginkan ke dalam wadah berisi adsorben, selanjutnya
komponen yang telah terserap dilepaskan kembali dengan mengalirkan
pelarut (efluen) sesuai yang volumenya lebih kecil (Apriliani, 2010).
4. Adsorben
Adsorben dapat didefinisikan sebagai zat padat yang dapat menyerap
komponen tertentu dari suatu fase fluida (Arfan, 2016). Adsorben adalah zat
atau material yang mempuyai kemampuan untuk mengikat dan
mempertahankan cairan atau gas didalamnya (Suryawan, 2004). Adsorben
merupakan material berpori dan proses adsorpsi berlangsung di dinding pori-
pori atau pada lokasi tertentu pada pori tersebut.
Adsorben dapat di golongkan menjadi 2 jenis yaitu adsorben tidak
berpori (non-porous sorbents) dan adsorben berpori (porous sorbents) (Arfan,
2006).
a. Adsorben tidak berpori (non-porous sorbents)
Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi
deposit kristalin seperti BaSO4 atau penghalusan Kristal. Luas permukaan
spesifiknya kecil, tidak lebih dari 10 m 2/g dan umumnya antara 0.1 s/d 1
m2/g. adsorben tidak berpori seperti filter karet (rubber filter) dan karbon
hitam begrafit (Graphitized carbon blacks) adalah jenis adsorben tidak
berpori yang telah mengalami perlakuan khusus sehingga luas
permukaanya dapat mencapai ratusan m2/g.
b. Adsorben berpori (porous sorbents)
Luas permukaan spesifik adsorben berpori berkisar antara 10 s/d 1000
m2/g. biasanya digunakan sebagai penyangga katalis dehydrator, dan
penyeleksi komponen. Adsorben umumnya berbentuk granular.
Klasifikasi pori menurut International Union of pure and Applied
Chemistry (IUPAC) adalah
 Mikropori : diameter 2 < nm
 Mesopori : diameter 2 < d < 50 nm
 Makropori : diameter d > 50 nm
Adapun penyerapan ion logam dan zat warna menggunakan material penyerap
dapat diklasifikasikan dalam dua hal:
a. Berdasarkan ketersediaannya yaitu:
1) Bahan alam seperti kayu, gambut, batu bara, lignit dan lain-lain.
2) Industri Pertanian, Peternakan (Sa’adah, Hastuti and Prasetya, 2013),
Perikanan (Annaduzzaman, 2015) atau produk sampingannya seperti
lumpur, abu terbang (Nguyen et al., 2017), limbah domestik dan lain-
lain.
3) Produk yang disintesis.
b. Berdasarkan pada sifatnya yaitu:
1) Anorganik dan
2) Organik
5. Biosorben
Biosorben merupakan media yang sangat baik digunakan dalam
penanganan limbah logam berat karena memiliki banyak keunggulan seperti
harga yang relatif murah, mudah didapat, dan sifatnya ramah lingkungan.
Biosorben yang dapat digunakan dalam pengolahan limbah logam berat
adalah rumput laut, serbuk gergaji, hasil samping pertanian, limbah industri
makanan, bakteri, dan mikroalga (Sudiarta dan Sulihingtyas, 2012).
Komponen yang berperan dalam proses adsorpsi logam berat dengan
adsorben bahan-bahan biologis adalah keberadaan gugus aktif yang ada di
bahan tersebut. Gugus-gugus itu diantaranya adalah gugus acetamido pada
kitin, gugus amino dan posphat pada asam nukleat, gugus amido, amino,
sulphydryl dan karboksil pada protein dan gugus hidroksil pada polisakarida.
Gugus-gugus inilah yang akan menarik dan mengikat logam pada biomass
(Ahalya dkk., 2003).
Penelitian tentang pemanfaatan Biosorben untuk mengurangi kadar
pencemaran logam berat telah banyak dilakukan. Biosorben digunakan karena
biaya yang diperlukan tidak terlalu mahal dan bahan yang digunakan berasal
dari alam, sehingga lebih ramah lingkungan dan tidak menghasilkan zat
pencemar yang baru. Berikut ini adalah beberapa absorben alami yang sering
digunakan untuk mengurangi kadar logam berat khususnya timbal dalam
limbah cair.
Beberapa adsorben berbahan dasar alam yang telah dilakukan dapat
mengadsorpsi logam berat. Salah satunya penelitian menggunakan kulit
pisang dan jeruk sebagai adsorben untuk menghilangkan Cu 2+, Zn2+, Ni2+, dan
Pb2+ dari air (Annadurai,G et al 2014). Residu kulit pisang dan jeruk bisa
diproses dan dikonversi menjadi adsorben karena memiliki luas permukaan
yang besar memilki potensi besar untuk menyerap kontaminan berbahaya
seperti logam berat (Annadurai,G et al 2014). Keuntungan menggunakan
adsorben alami pada proses adsorpsi mudah tersedia, biaya rendah,
kesederhanaan untuk digunakan dan ramah lingkungan (Hossain et al. 2012).
Naelatuz Zuhroh (2015) melakukan penelitian dengan memanfaatkan
serabut kelapa sebagai karbon aktif untuk adsorben logam Cr (VI). Hasil
penelitian menunjukkan arang aktif serabut kelapa memiliki kadar air sebesar
4,57%, kadar abu sebesar 3,71%, dan daya serap terhadap iod sebesar 414,911
mg/g. pH optimum yang diperlukan karbon aktif serabut kelapa untuk
menurunkan kadar krom (VI) adalah pH 3 dengan daya adsorpsi sebesar
9,8440 mg/g sedangkan waktu setimbang yang diperlukan karbon aktif
serabut kelapa untuk menurunkan kadar krom (VI) adalah pada waktu 2,5 jam
dengan daya adsorpsi sebesar 8,4662 mg/g.
Ade Apriliani (2010) yang memanfaatkan ampas tebu sebagai karbon
aktif untuk adsorben logam Cu, Pb, Cd, dan Cr. Hasil analisis menunjukkan
efisiensi peyerapan tertinggi dalam air limbah pada ion logam Pb sebesar
95,92% dan kapasitas penyerapan 0,3940 mg/g sedangkan efisiensi
penyerapan terendah pada ion logam Cd dengan nilai 59,98% dan kapasitas
penyerapan 0,4096 mg/g
Penelitian juga dilakukan oleh Istria Pijar Rizky (2015), dengan
memanfaatkan tongkol jagung sebagai karbon aktif dengan aktivator HCl
sebagai adsorben ion Cd (II). Kondisi optimum diperoleh pada pH 4, massa
adsorben 0,4 gram, waktu kontak 60 menit dan konsentrasi logam pada
178,2912 ppm. Konsentrasi awal ion Cd(II) dalam 50 ml limbah yaitu 93,5639
ppm terjerap oleh karbon aktif tongkol jagung sebesar 30,5681 ppm, dan
persentase adsorpsinya sebesar 32,67%.
B. Kerangka berfikir
Perkembangan industri batik yang cukup pesat tidak dapat
dipungkiri akan selalu menghasilkan limbah yang sering kali menimbulkan
masalah bagi lingkungan, jika limbah tidak diolah dengan baik dan langsung
dibuang ke perairairan air. Limbah ini umumnya mengandung logam berat
yang berbahaya seperti Cr. Logam krom valensi VI bersifat toksik dan
karsinogenik bahkan dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup bila
sudah terakumulasi. Karena sangat berbahaya bagi lingkungan dan makhluk
hidup, maka di perlukan suatu cara untuk mengurangi kandungan logam Cr ini
pada limbah. Salah satunya dengan metode adsorpsi. Adsorpsi merupakan
suatu metode dengan cara penyerapan suatu adsorat dalam adsorben tertentu.
Metode adorpsi ini sering digunkan karena efektif, tingkat adsorbsinya tinggi,
biaya murah dan efek samping kesehatan rendah.
Salah satu alternatif lain dalam pengolahan limbah yang mengandung
logam berat adalah penggunaan bahan-bahan biologis sebagai adsorben atau
disebut juga sebagai biosorben. Berbagai alternatif bahan-bahan biologis
dapat digunakan sebagai bahan baku biosorben. Bahan-bahan ini diantaranya
adalah alga, fungi dan bakteri. Alternatif bahan biologis lain yang dapat
digunakan sebagai bahan baku biosorben adalah limbah produk-produk
pertanian. Biosorben ini merupakan media yang sangat baik digunakan dalam
penanganan limbah logam berat karena memiliki banyak keunggulan seperti
harga yang relatif murah, mudah didapat, dan sifatnya ramah lingkungan.
Jumlah industri batik meningkat,
limbah yang dihasilkan semakin
banyak

Ketersediaan bahan biologis yang


melimpah diantaranya bahan alam,
alga, fungi, hasil samping dari
Limbah batik mengahasilkan berbagai industry pertanian,
kandungan-kandungan berbahaya perikanan, dsb
lingkungan

Aadanya gugus aktif yang ada


Salah satunya pencemaran logam di bahan-bahan biologis tersebut
berat kromium, yang berbahaya

Adsorben alami (biosrben)


Adsorpsi

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir


BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakasanakan pada bulan November 2020- Januari 2021
.
B. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode Literature review atau studi literatur. Studi
literature merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data
atau sumber yang berkaitan dengan topik tertentu,berdasarkan masalah dan tujuan
penelitian. Data dan sumber yang dibutuhkan untuk studi literature bisa didapat
dari berbagai artikel, jurnal, buku dan pusataka lain, Teknik ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui bergai penelitian-penelitian yang relevan dengan
permasalahan yang diangkat oleh peneliti sebagai bahan rujukan dalam
pembahasan hasil penelitian.
Literature riview dilakukan dengan beberapa tahapan yang mengacu pada
buku karya Onwuege dan Frels (2015) yang berjudul Seven Steps to a
Comprehensive Literature Review, ada tiga tahap yaitu tahap Eksplorasi, Tahap
Interpretatif, dan yang terakhir tahap komunikasi. Pada tahap pertama terdiri dari
lima langkah yaitu ; Exploring Beliefs and Topics , Initiating the Search , Storing
and Organizing Information, Selecting and Deselecting Information, Expanding
the Search Using MODES.
a. Tahap Eksplorasi
1. Menjelajahi Keyakinan dan Topik (Exploring Beliefs and Topics)
Pada tahap ini peneliti mulai menetapkan topik, atau subjek
penelitian yang hendak di riview. Mengidentifikasi topik yang diminati
secara luas kemudian memfokuskannya secara lebih mendetail, terkait
permasalahan-permasalahan yang akan dilakukan kajian riview. Dalam
penelitin ini riviewer ingin menganalisis tentang adsorpsi logam berat
pada limbah yang kembudian difokuskan menjadi adsopsi Logam
Kromium (Cr) pada limbah batik dengan adsorben berbahan dasar bahan
alam. Variable Independen adalah adsorben berbahan alam. Variabel
dependen adalah Logam kromium yang terkandung dalam limbah cair
batik.
2. Memulai Pencarian (Initiating the Search)
Tujuan dari langkah ini adalah menemukan sumber informasi yang
sesuai untuk topic tersebut (Onwuegbuzie& Frels, 2015) pencarian
sumber informasi berupa artikel jurnal berdasarkan permasalahan yang
telah ditentukan dilakukan melalui google scholar
(https://scholar.google.com/) dengan menuliskan keyword sebagai berikut
adsorpsi DAN logam kromium DAN limbah batik DAN adsorben
berbahan dasar bahan alam. Reviewer menemukan 165 Jurnal yang
sesuai dengan kata kunci tersebut. Kemudian setelah di saring berdasarkan
jangka waktu, yaitu dengan rentang waktu maksimal 5 tahun (2016-2020)
ditemukan sekitar 115 jurnal.
3. Menyimpan dan Mengorganisir Informasi (Storing and Organizing
Information)
Pada proses ini dilakukan proses skinning pada 115 jurnal yang
telah di sortir berdasarkan tahunnya , dengan cara membaca abstrak yang
ada. Jika abstrak yang ada telah sesuai dengan konten yang telah
ditentukan oleh reviewer, maka jurnal tersebut kemudian di download dan
disimpan untuk dilakukan review secara lebih mendetail lagi. Dari 115
artikel yang ada, sebanyak 67 jurnal yang berhasil didownload.
Selanjutnya menyusun kriteria-kriteria untuk menyeleksi artikel jurnal
yang ada. Berikut kriteria inklusi dalam studi ini adalah : (a) hasil
penelitian dari beberapa literature tentang adsorpsi logam kromium (Cr)
pada limbah batik dengan adsorben berbahan dasar bahan alam, (b) hasil
karakteristik limbah batik, (c) metode treatment dan aktivasi adsorben.
Kriteria inklusi lainnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel. 3.1. Kriteria Inklusi Penelitian


Kriteria Inklusi
Jangka waktu Rentang waktu penerbitan jurnal maksimal 5
tahun (2016-2020)
Bahasa Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Obyek Limbah Cair Batik
Jenis artikel Original artikel jurnal penelitian (bukan
review penelitian atau skripsi)
Tersedia ful text
Tema isi jurnal Tema adsorpsi logam kromium pada limbah
batik dengan adsorben berbahan dasar bahan
alam

4. Memilih dan Membatalkan Pemilihan Informasi (Selecting and


Deselecting Information)
Pada tahap ini reviewer menyeleksi dari ke 67 jurnal yang telah di
pilih dengan cara lebih mendetail lagi, terkait komponen-komponen yang
diinginkan sesuai atau tidak dengan permasalahan yang telah di rumuskan.
Jika memang sudah memenuhi semua nya maka dilihat dari segi
kelayakan jurnal, keterkaitan tema, dan keterhubungan dengan adsoprsi,
logam kromium, limbah batik dan adsorben berbahan dasar alam yang
kemudian pernyotiran ulang dan akhirnya diperoleh 40 jurnal yang di
review.
5. Memperluas pencarian (Expanding the Search)
Memperluas pencarian, hal ini dilakukan untuk mencari informasi
tambahan terkait topic yang bisa membantu mengembangkan riview.
Secara ringkas tahap satu digambarkan dengan bagan sebagai berikut.

Gambar 3.1 Bagan Proses Pengumulan data

b. Tahap Sintesis
Literaure review ini kemudiain disintesis yaitu mnganalisis dan
memadukan informasi yang telah didapat, menggunakan metode naratif dengan
mengelompokkan data-data ekstrasi yang sejenis sesuai dengan hasil yang di ukur
untuk menjawab tujuan. Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi
kemudia dikumpulkan, dan dibuat ringkasan meliputi, ringkasan hasil atau
temuan, judul, sitasi, tahun terbit dan penulis dalam bentuk tabel. Mengumpulkan
semua informasi-informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan tema dan tujuan
dari jurnal yang sudah dipilih, dan selanjutnya digabungkan dalam suatu narasi
yang koheren. Dari berbagai informasi yang didapat reviewer
mengelompokkannya dalam tiga tabel. Tabel pertama berisi tentang sumber
adsorben kromium dari adsroben berbahan dasar alam, tabel kedua tentang
karakteristik kandungan limbah batik dan tabel yang ketiga berisi tentang metode
aktivasi adsorben berbahan dasar alam. Dari ketiga tabel tersebut kemudaian
dianalisa satu persatu
c. Tahap Komunikasi
Terakhir ialah tahap komunikasi, pada tahap ini penulis
mengkomunikasikan atau menyampaikan hasil dan analisa riview yang telah
didapat kepada audiens.
Berikut gambaran secara singkat terkait metode penelitian yang akan dilakukan
Gambar 3.2 Skema Metode Penelitian

Sumber ; Onwuegbuzie and Frels' (2016) 'seven steps' to a comprehensive literature


review
Sumber BO COD TSS Cr Pb Cu Cd Ref
D
Limbah batik home industry “X” 0,56 0,37 0,72 (Jamil et al., 2016)
Di magelang
Limbah batik 4.2305 535 0,138 0,234 0,2696 0,00063 (Hardyanti et al., 2017)
35 5 9
Limbah batik parakannyasag 5000 0,8 (Cahyanto et al., 2018)
Tasikmalaya
Limbah batik tulis di desa - 9933,3 17135,3 0,673 - - - (Kiswanto, wintah,
kalipucang Wetan 2016)
Limbah batik Jetis 1.77 16.654, 208 0,020 - - - (Rochma & Titah,
7 8 1 2017)
Batik mutiara Hasta, semarang 8.24 23.554 2.564,00 0,22 - - - (Warsito, 2018)
4
Limbah cair Sentra Batik Sokaraja 0,189 0,22 (Azizah et al., 2019)
di Dusun Kauman 3
Limbah batik Tulungagung 376, 568,00 1180 2,361 (Hasminar, 2018)
633 0
Limbah Batik Sembung 2.71 10.464 40 (Purrnawan, 2017)
2,02
Limbah batik UKM 885, 2090 2069 10,20 (suestining, 2019)
Probolinggo 8 3
Limbah batik Pekalongan 3739 12063, 8420 3,015 (Kiswanto et al., 2019)
,53 33
Sumber Biosorben Exp Kapasitas Logam Cr Masa Waktu pH Refrensi
metode absopsi konsentrasi absorben kontak
Enceng gondok Batch 81,9% 25mg/L 100,200, 30,60, (Widyasari et al., 2020)
300,400 90, 120
(mg)
S.cinereum baglog P. Batch 62,69% 0,744 mg/L 500 mg 60 5 (Lestari et al., 2017)
ostreatus. menit
Kitosan Limbah udang Kolom 52,858% 4,6mg/l 2,8 gram 30 4 (Natalina & Firdaus, 2018)
windu
Cakang kupang Batch 47,64% 3,82 6gr/0,5L 120 -
mg/0,5L menit (Dwi Pridyanti et al., 2018)
Lidah mertua Batch 47,23% 0,4 ppm 10 150 6 (Harianingsih & Maharani,
gram/200ml menit 2019))
Kulit durian Batch 10,67mg/l 38,2 mg/L 40 gram) 30 - (Zarkasi et al., 2018))
menit
Tongkol jagung 23,05% 500 mg/l 0,15grr 60 - (Purnama & Kurnianto,
menit 2016)

Kulit jagung Filtrasi 1,625mg/l 5,639 mg/l 2,5 gram 80 6 (Desianna et al., 2017)
menit
Tabel metode modifikasi adsorben berbahan dasar alam

Adsorben Metode Perlakuan Hasil dan Karakteristik Ref

Daun Lidah Karbonisasi Dipanaskan dalam suhu 600oC. penambahan Daya jerap iodin 1104.291 mg/g (Yuningsih et
mertua -aktivasi HCl 5M dan 7M al., 2016)
Mangarove Karbonisasi Ditambah NaOH 0,1 N. dan di aduk 20 Kadar air absorben 5,52%. (Azizah et al.,
litter -aktivasi menit pada sushu 80C 2019)
Kondisi optium sorpsi pH 3
Ampas tebu Karbonisasi Dikeringkan selama 24 jam dengan suhu Identifikasi FTIR mengandung gugus (Kusumawar
-aktivasi 70C. dani et al.,
Aromatic, -OH, vibrasi regangan C-
2018)
Di tambah HNO2 60mL,1M H dari- CH2, gugus fungsi C-O,
gugus fungsi –CH2
Kulit Karbonisasi K di keringkan selama 4 jam dengan suhu Identifikasi FTIR adanya gugus (Desianna et
jagung -aktivasi 60C. Di tambah 150ml NaOH 2% fungsi utama O-H , C-H dan C-O al., 2017)
glikosidik. Gugus –CH2, C-) dan C-
H
Tongkol Karbonisasi Dipotong dan di keringkan di oven Kadar air tongkol jagung, kulit (Purnamawat
jagung, -aktivasi kemudian di bakar di furnace. Direndam jagung dan kulit kakao ; 6,6% , i & Utami,
kulit dengan HCL 1 M 14% , 7,2% 2014)
jagung, dan
Kadar abu ; 6,1% , 2,1% dan 7,8%
kulit kakao
Tongkol Karbonisasi Karbonasi dengan pembakaran, arang. Kadar air arang aktif tongkol jagung (Suwantining
jagung -aktivasi Direndam dengan HCl 5% selama 24 jam 5,59% sih et al.,
2020)
Kadar abu arang atif = 9,84 %
Kulit difurnace pada suhu 100oC selama 1jam. Kadar air 11,22% (Yusuf et al.,
Siwalan Direndam dengan HCl 5% selama 24 jam 2020)
Kadar abu 2,98%
Enceng Karbonisasi di karbonisasi dalam furnace pada suhu Memiliki luas permukaan (Nuria et al.,
gondok -aktivasi 500c. Aktivasi dengan di rendam ZnCl2 104,32m2/g, daya serap untuk pb n.d.)
dengan konsentrasi 10%. 94,22%
Tongkol dikeringkan menggunakan oven dengan Diameter pori sebesar 1,52 µm (Mantong et
jagung suhu 105o C selama 1 jam. Direndam al., 2018)
dengan asam sulfat 7M
Kulit pisang Karbonisasi Kulit pisang kering dimasukan ke dalam kadar air 3,53%, kadar abu 3,02%, (Jubilate et
kapok -aktivasi tanur selama 2 jam pada suhu 400°C. daya serap iodin 911,49 mg/g, serta al., 2016)
Direndam dengan HCL 3M selama 7 hari luas permukaan spesifik 37.024,84
m2 /g
Tempurung di rendam dengan 250 ml HCl 37%, Di peroleh kadar selulosa sebesar (Nurlaeli et
kluwak 70,52%. Luas permukaan 167,316 al., 2020)
m2/g
Daftar Pustaka
Azizah, M., Maslahat, M., & Maulana, L. (2019). PEMANFAATAN SERASAH
MANGROVE Rhizopora sp SEBAGAI BIOSORBEN UNTUK SORPSI
LIMBAH. Jurnal Belantara, 2(2), 94. https://doi.org/10.29303/jbl.v2i2.180
Cahyanto, T., sudjarwo, t., larasati, S., & P., & fadillah, A. (2018). FITOREMEDIASI
AIR LIMBAH PENCELUPAN BATIK PARAKANNYASAG TASIKMALAYA
MENGGUNAKAN KI APU (Pistia stratiotes L.) TRI CAHYANTO, TONY
SUDJARWO, SHINTA PUTRI LARASATI, AFRIANSYAH FADILLAH P E N D
A H U L U A N. 5(2), 83–89.
Desianna, I., Putri, C. A., Yulianti, I., & Artikel, I. (2017). Selulosa Kulit Jagung
sebagai Adsorben Logam Cromium (Cr) pada Limbah Cair Batik. Unnes
Physics Journal, 6(1), 19–24.
Dini, M. K., Rachmadiarti, F., & Kuntjoro, S. (2013). Potensi Jerami Sebagai
Adsorben Logam Timbal ( Pb ) Pada Limbah Cair Industri Batik Sidokare ,
Sidoarjo The Potential of Rice Straw as Pb Adsorbent on Wastewater of Batik
Industry in Sidokare Sidoarjo. LenteraBio, 5(2012), 111–116.
Dwi Pridyanti, D., Dewi Moelyaningrum, A., & Trirahayu Ningrum, P. (2018).
Pemanfaatan Limbah Cangkang Kupang (Corbula faba) Teraktivasi Termal
sebagai Adsorben Logam Kromium (Cr6+ ) pada Limbah Batik. Seri Ilmu-Ilmu
Alam Dan Kesehatan, 2(Cd), 69–77.
Hardyanti, I. S., Nurani, I., Hardjono HP, D. S., Apriliani, E., & Wibowo, E. A. P.
(2017). Pemanfaatan Silika (SiO2) dan Bentonit sebagai Adsorben Logam Berat
Fe pada Limbah Batik. JST (Jurnal Sains Terapan), 3(2).
https://doi.org/10.32487/jst.v3i2.257
Harianingsih, H., & Maharani, F. (2019). PEMANFAATAN LIDAH MERTUA
(Sansiviera sp) SEBAGAI ADSORBENT Fe, Pb DAN Cr PADA LIMBAH
BATIK. Jurnal Inovasi Teknik Kimia, 4(1), 40–43.
https://doi.org/10.31942/inteka.v4i1.2686
Jamil, A., Darundiati, Y., & Darundiati, N. (2016). Pengaruh Variasi Lama Waktu
Kontak Dan Jumlah Tanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes) Terhadap Penurunan
Kadar Cadmium (Cd) Limbah Cair Batik Home Industry €Œx†Di Magelang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 4(4), 763–770.
Jubilate, F., Zaharah, T. A., & Syahbanu, I. (2016). Pengaruh Aktivasi Arang Dari
Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Adsorben Besi (II) Pada Air Tanah. Jurnal
Kimia Khatulistiwa, 5(4), 14–21.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/16743/14397
Kiswanto, Rahayu, L. N., & Wintah. (2019). Pengolahan Limbah Cair Batik
Menggunakan Teknologi Membran Nanofiltrasi Di Kota Pekalongan. Jurnal
LITBANG Kota Pekalongan, 17, 72–82.
https://jurnal.pekalongankota.go.id/index.php/litbang/article/download/109/107
Kundari, N.A., dan Slamet, Wiyuniati., 2008, “Tinjauan Kesetimbangan Adsorpsi
Tembaga dalam Limbah Pencuci PCB dengan Zeolit”, Yogyakarta : Seminar
Nasional IV SDM Teknologi Nuklir.
Kusumawardani, R., Anita Zaharah, T., & Destiarti, L. (2018). Adsorpsi
Kadmium(Ii) Menggunakan Adsorben Selulosa Ampas Tebu Teraktivasi Asam
Nitrat. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 7(3), 75–83.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/26649
Lestari, S., Sudarmadji, S., Tandjung, S. D., & Santosa, S. J. (2017). Biosorpsi Krom
Total dalam Limbah Cair Batik dengan Biosorben yang Dikemas dalam Kantung
Teh Celup. Biosfera, 33(2), 71. https://doi.org/10.20884/1.mib.2016.33.2.428
Mantong, J. O., Argo, B. D., & Susilo, B. (2018). Pembuatan Arang Aktif Dari
Limbah Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Pada Limbah Cair Tahu. Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis Dan Biosistem, 6(2), 100–106.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Keputusan
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
231/MPP/Kep/1997 tentang Prosedur Impor Limbah.
Natalina, N., & Firdaus, H. (2018). Penurunan Kadar Kromium Heksavalen (Cr6+)
Dalam Limbah Batik Menggunakan Limbah Udang (Kitosan). Teknik, 38(2), 99.
https://doi.org/10.14710/teknik.v38i2.13403
Nuria, F. I., Anwar, M., & Purwaningsih, D. Y. (n.d.). Pembuatan Karbon Aktif dari
Enceng Gondok.
Nurlaeli, P. D., Rifo Oktaviandra, R. R., & Billah, M. (2020). Pemanfaatan
Tempurung Kluwak Sebagai Adsorben dalam Menurunkan Kadarlogam Berat
Tembaga. ChemPro, 1(01), 41–45. https://doi.org/10.33005/chempro.v1i01.40
Purnama, H., & Kurnianto, A. R. (2016). PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG
UNTUK ADSORPSI ZAT WARNA REACTIVE BLUE 19. The 3rdUniversty
Research Coloquium, 41–47.
Purnamawati, H., & Utami, B. (2014). Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao
(Theobroma cocoa L) Sebagai Adsorben Zat Warna Rhodamin B. Prosiding
Seminar Nasional Fisika Dan Pendidikan Fisika (SNFPF), 5(1), 12–18.
Rahman, M. U., Gul, S., Ulhaq, M. Z. (2007) Reduction of chromium (VI) by locally
isolated pseudomonas sp. C171, Turkey Journal Biol, 31, 161–166
Raziah, C., Putri, Z., Lubis, A. R., Sofyana, Zuhra, Suhendrayatna, Mulyati, S. (2017)
Penurunan kadar logam dalam air kadmium menggunakan adsorben zeolit
alam aceh, Jurnal Teknik KimiaUSU, 6(1)
Rochma, N., & Titah, H. S. (2017). Penurunan BOD dan COD Limbah Cair Industri
Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi secara Batch. Jurnal
Teknik ITS, 6(2), 2–7. https://doi.org/10.12962/j23373539.v6i2.26300
Suharto, B. dkk. (2013). Pengolahan Limbah Batik Tulis Dengan Fitoremediasi
Menggunakan Tanaman Eceng Gondok ( Eichornia Crassipes ) Batik Waste
Reduction With Phytoremediation Using Water Hyacinth Plants ( Eichornia
Crassipes ) Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jurnal Sumberdaya
Alam Dan Lingkungan, 14–19.
Susanti, E., Henny. 2008. Pedoman Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung
Kromium Dengan Sistem Lahan Basah Buatan Dan Reaktor Kolom. Pusat
Penelitian Limnologi. LIPI. Cibinong. 49 hal.
Suwantiningsih, S., Khambali, K., & Narwati, N. (2020). DAYA SERAP ARANG
AKTIF TONGKOL JAGUNG SEBAGAI MEDIA FILTER DALAM
MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR. Ruwa Jurai: Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 14(1), 33. https://doi.org/10.26630/rj.v14i1.2170
Warsito, B. (2018). Pengelolaan Limbah Batik Cair Secara Biologis Pada Ukm Batik
Mutiara Hasta Dan Katun Ungu Semarang. Warta LPM, 21(2), 136–142.
https://doi.org/10.23917/warta.v21i2.5602
Yuningsih, L. M., Anwar, D. I., & Wahyuni, N. (2016). Penghilangan Ion Pb 2+ Oleh
Arang Aktif Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain ). Jurnal Iilmiah
Sains Dan Teknologi, 6(1), 495–499.
Yusuf, T. G. M., Syafitra, D., Utami, L. I., & Wahyusi, K. N. (2020). Pemanfaatan
Biochar dari Sabut Siwalan sebagai Adsorben Larutan Cu. ChemPro, 1(2), 1–7.
http://chempro.upnjatim.ac.id/index.php/chempro/article/view/36
Zarkasi, K., Dewi Moelyaningrum, A., & Trirahayu Ningrum, P. (2018).
PENGGUNAAN ARANG AKTIF KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr)
TERHADAP TINGKAT ADSORPSI KROMIUM (Cr 6+ ) PADA LIMBAH
BATIK. 5, 67–73.

Anda mungkin juga menyukai