Anda di halaman 1dari 72

BAB II

TEORI DAN PROSEDUR PENGUJIAN

A. Struktur Perkerasan dan Jenis Bahan


1. Struktur Perkerasan
Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan
perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
a). Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade)
Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai
tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan
jalan diatasnya. Menurut Spesifikasi, tanah dasar adalah lapisan paling atas
dari timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang mempunyai persyaratan
tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan
daya dukungnya (CBR).
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau
tanah yang distabilisasi dan lain lain. Ditinjau dari muka tanah asli, maka
lapisan tanah dasar dibedakan atas :
1. Lapisan tanah dasar, tanah galian.
2. Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
3. Lapisan tanah dasar, tanah asli.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang
menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
• Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.
• Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
• Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat
tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan
misalnya kepadatan yang kurang baik.
b). Lapisan Pondasi Bawah (Sub base Course)
Lapis pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak di atas
lapisan tanah dasar dan di bawah lapis pondasi atas. Lapis pondasi bawah
ini berfungsi sebagai :
• Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke
tanah dasar.
• Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
• Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapisn pondasi atas.
• Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat
(akibat lemahnya daya dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan
pekerjaan.
• Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan.

c). Lapisan Pondasi Atas (Base Course)


Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara
lapis pondasi bawah dan lapis permukaan. Lapisan pondasi atas ini
berfungsi sebagai :
• Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
• Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda. Dalam penentuan bahan lapis
pondasi ini perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain, kecukupan
bahan setempat, harga, volume pekerjaan dan jarak angkut bahan ke
lapangan.

d). Lapisan permukaan / penutup (surface course)


Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan
beban roda kendaraan. Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai :
• Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan.
• Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapis
aus).
• Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke
lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
• Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan di bawahnya.
Lapisan permukaan dibagi menjadi 2 lagi, yaitu :
a. Lapisan Antara (Binder Course)
Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan
yang terletak diantara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis
aus (wearing course). Fungsi dari lapis antara adalah (Nono, 2007) :
1. Mengurangi tegangan.
2. Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga
harus mempunyai kekuatan yang cukup
b. Lapis Aus (Wearing Course)
Lapisan aus merupakan bagian lapis dari permukaan yang terletak di
atas lapis antara (binder course). Fungsi lapisan ini adalah (Nono,
2007) :
1. Mengamankan perkerasan dari pengaruh air.
2. Menyediakan permukaan yang halus.
3. Menyediakan permukaan yang kesat.

Gambar II.1 Struktur Perkerasan Jalan


4. Jenis Bahan
Jenis bahan yang digunakan antara lain :
a. Aspal
Aspal adalah senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam
pekat yang dibentuk dari unsure asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada
lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk
membentuk suatu campuran yang kompak. Selain itu aspal juga berfungsi
untuk mengisi rongga antara butir agregatdan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri. Adapun macam-macam aspal :
1. Aspal Alam
2. Aspal Buatan
3. Aspal Minyak
b. Agregat
Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau
mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun buatan. Fungsi dari
agregat dalam campuran aspal adalah sebagai kerangka yang memberikan
stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang tepat.
Agregat sebagai komponen utama atau kerangka dari lapisan perkerasan
jalan yaitu mengadung 90% - 95% agregat berdasarkan presentase berat
atau 75% - 85% agregat berdasarkan presentase volume.
1. Berdasarkan proses pengolahan agregat terdiri dari :
a. Agregat Alam.
b. Agregat Buatan.
c. Agregat yang melalui proses pengolahan.
2. Berdasarkan besar partikelnya :
a. Agregat Kasar.
b. Agregat Halus.
c. Abu Batu/mineral Filler.
Terdapat beberapa jenis / tipe perkerasan terdiri :
a. Flexible Pavement (Perkerasan Lentur)
Adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya
lentur terutama pada saat panas. Aspal dan agregat ditebar dijalan pada
suhu tinggi (sekitar 100 0C). Perkerasan lentur menyebarkan beban lalu
lintas ketanah dasar yang dipadatkan melalui beberapa lapisan sebagai
berikut:
1. Lapisan permukaan (Surface course).
2. Lapisan pondasi atas (Base course).
3. Lapisan pondasi bawah (Subbase course).
4. Lapisan tanah dasar (Sub grade).

b. Rigid Pavement (Perkerasan Kaku).


Pada awal mula rekayasa jalan raya, plat perkerasan kaku dibangun
langsung di atas tanah dasar tanpa memperhatikan sama sekali jenis tanah
dasar dan kondisi drainasenya. Pada umumnya dibangun plat beton setebal
6 – 7 inch. Dengan bertambahnya beban lalu-lintas, khususnya setelah
Perang Dunia ke II, mulai disadari bahwa jenis tanah dasar berperan
penting terhadap unjuk kerja perkerasan, terutama sangat pengaruh
terhadap terjadinya pumping pada perkerasan. Oleh karena itu, untuk
selanjutnya usaha-usaha untuk mengatasi pumping sangat penting untuk
diperhitungkan dalam perencanaan.
Pada periode sebelumnya, tidak biasa membuat pelat beton dengan
penebalan di bagian ujung / pinggir untuk mengatasi kondisi tegangan
struktural yang sangat tinggi akibat beban truk yang sering lewat di bagian
pinggir perkerasan. Kemudian setelah efek pumping sering terjadi pada
kebanyakan jalan raya dan jalan bebas hambatan, banyak dibangun
konstruksi pekerasan kaku yang lebih tebal yaitu antara 9 – 10 inch. Guna
mempelajari hubungan antara beban lalu-lintas dan perkerasan kaku, pada
tahun 1949 di Maryland USA telah dibangun Test Roads atau Jalan Uji
dengan arahan dari Highway Research Board, yaitu untuk mempelajari
dan mencari hubungan antara beragam beban sumbu kendaraan terhadap
unjuk kerja perkerasan kaku. Perkerasan beton pada jalan uji dibangun
setebal potongan melintang 9 – 7 – 9 inch, jarak antara siar susut 40 kaki,
sedangkan jarak antara siar muai 120 kaki. Untuk sambungan memanjang
digunakan dowel berdiameter 3/4 inch dan berjarak 15 inch di bagian
tengah. Perkerasan beton uji ini diperkuat dengan wire mesh.
Tujuan dari program jalan uji ini adalah untuk mengetahui efek
pembebanan relatif dan konfigurasi tegangan pada perkerasan kaku. Beban
yang digunakan adalah 18.000 lbs dan 22.400 pounds untuk sumbu
tunggal dan 32.000 serta 44.000 pounds pada sumbu ganda. Hasil yang
paling penting dari program uji ini adalah bahwa perkembangan retak pada
pelat beton adalah karena terjadinya gejala pumping. Tegangan dan
lendutan yang diukur pada jalan uji adalah akibat adanya pumping. Selain
itu dikenal juga AASTHO Road Test yang dibangun di Ottawa, Illinois
pada tahun 1950. Salah satu hasil yang paling penting dari penelitian pada
jalan uji AASTHO ini adalah mengenai indeks pelayanan. Penemuan yang
paling signifikan adalah adanya hubungan antara perubahan repetisi beban
terhadap perubahan tingkat pelayanan jalan. Pada jalan uji AASTHO,
tingkat pelayanan akhir diasumsikan dengan angka 1,5 (tergantung juga
kinerja perkerasan yang diharapkan), sedangkan tingkat pelayanan awal
selalu kurang dan 5,0.

c. Composite Pavement (Gabungan Rigid dan Flexible Pavement)


Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku
(rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di
atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul
beban lalu lintas. Untuk ini maka perlua ada persyaratan ketebalan
perkerasan aspal agar mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat
mencegah retak refleksi dari perkerasan beton di bawahnya. Hal ini akan
dibahas lebih lanjut di bagian lain. Konstruksi ini umumnya mempunyai
tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi pengendara dibandingkan
dengan konstruksi perkerasan beton semen sebagai lapis permukaan tanpa
aspal.

Tabel II.1. : Perbedaan antara Perkerasan Kaku dengan Perkerasan Lentur.


Pererasan Kaku Perkerasan Lentur
1. Desain sederhana namun 1. Perancangan sederhana dan
pada bagian sambungan dapat digunakan untuk
perlu perhitungan lebih teliti semua tingkat volume lalu-
kebanyakan digunakan lintas dan semua jenis jalan
hanya pada jalan-jalan berdasrkan klasifikasi fungsi
dengan volume lalu lintas jalan raya.
tinggi, serta pada perkerasan
lapangan terbang.
2. Rancangan Job Mix lebih 2. Kendali kualitas untuk Job
mudah untuk dikendalikan Mix agak rumit karena harus
kualitasnya. Modulus diteliti baik di laboratorium
Elastisitas antara lapis sebelum dihampar, maupun
permukaan dan pondasi setelah dihampar di
sangat berbeda. lapangan.
3. Rongga udara didalam beton 3. Rongga udara dapat
tidak dapat mengurangi mengurangi tegangan yang
tegangan yang timbul akibat timbul akibat perubahan
perubahan volume beton. volume campuran aspal.
Pada umumnya diperlukan Oleh karena itu tidak
sambungan untuk diperluakn sambungan. Sulit
mengurangi tegangan akibat untuk bertahan terhdap
perubahan temperatur. Dapat kondisi drainase yang buruk.
lebih bertahan terhadap
kondisi yang lebih buruk.
4. Umur rencana dapat 4. Umur rencana relatif pendek
mencapai 15 – 40 tahun. 5 – 10 tahun. Kerusakan
Jika terjadi kerusakan maka tidak merambat ke bagian
kerusakan tersebut cepat dan konstruksi yang lain.
dalam waktu singkat dapat Kecuali jika perkerasan
meluas. terendam air.
5. Indeks pelayanan tetap baik 5. Indeks pelayanan yang
hampir selama umur terbaik hanya pada saat
rencana, terutama jika selesai pelaksanaan
sambungan melintang konstruksi, setelah itu
(transversal joint) berkurang seiring dengan
dikerjakan dan dipelihara waktu dan frekuensi beban
dengan baik. lalu-lintasnya.
6. Pada umumnya biaya awal 6. Pada umumnya biaya awal
konstruksi tinggi. konstruksi rendah, terutama
untuk jalan lokal dengan
volume lalu-lintas rendah.
Tetapi biaya awal hampir
sama untuk jenis konstruksi
jalan berkualitas tinggi yaitu
jalan dengan tingkat volume
lalu-lintas tinggi.
7. Pelaksanaan relatif 7. Pelaksanaan cukup rumit
sederhana kecuali pada disababkan kendali kualitas
sambungan-sambungan. harus diperhatikan pada
sejumlah parameter,
termasuk kendali terhadap
temperatur.
8. Sangat penting untuk 8. Biaya pemeliharaan yang
melaksanakan pemeliharaan dikeluarkan, mencapai lebih
terhadap sambungan- kurang dua kali lebih besar
sambungan secara rutin. dari pada perkerasan kaku.
9. Agak sulit untuk 9. Pelapisan ulang dapat
menetapkan saat yang tepat dilaksanakan pada semua
untuk melakukan pelapisan tingkat ketebalan perkerasan
yang diperlukan menentukan
ulang. Apabila lapisan
perkiraan saat pelapisan
permukaan akan dilepas ulang harus dilakukan.
ulang, maka untuk
mencegah terjadinya retak
refleksi biasanya dibuat
tebal perkerasan > 10 cm. 10. Kekuatan konstruksi
10. Kekuatan konstruksi perkerasan lentur ditentukan
perkerasan kaku ditentukan oleh kemampuan
oleh kekuatan lapisan beton penyebaran tegangan setiap
sendiri (tanah dasar tidak lapisan dan ditentukan oleh
begitu menentukan). tebal setiap lapisan dan
kekuatan tanah dasar yang
dipadatkan.
11. Yang dimaksud dengan tebal
11. Yang dimaksud dengan tabel konstruksi perkerasan lentur
konstruksi perkerasan kaku adalah tebal seluruh lapisan
adalah tebal lapisan beton yang ada diatas tanah dasar
tidak termasuk pondasi. dipadatkan termasuk
pondasi.
5. Campuran Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS-WC)
Campuran HRS (Hot Rolled Sheet) atau Lataston merupakan
lapisan permukaan non struktural yang memiliki agregat gradasi senjang,
dengan kandungan agregat kasar, agregat halus dan memiliki kandungan
aspal yang tinggi yang dipadatkan dalam keadaan panas, sehingga
dibutuhkan mutu campuran beraspal yang baik untuk menghasilkan jalan
dengan kelenturan dan keawetan yang baik. Hal yang berbeda dari
campuran HRS Senjang WC dengan campuran yang lain adalah pada
gradasi agregatnya, dapat dilihat dari buku SNI Direktorat Jenderal Bina
Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2010 Divisi 6
Revisi 3. Setelah dilakukan pencampuran dan pemadatan, sampel diuji
dengan Marshall Test.
Pada saat perhitungan terdapat Density Bulk dan Densty max
teoritis. Perbedaannya Density Bulk dengan Density max teoritis adalah
pada Density Bulk, campuran masih memiliki rongga udara, pada saat
pemadatan campuran dengan aspal, sedangkan pada Density Max
Teoritis, campuran agregat dan aspal yang dipadatkan tidak memiliki
rongga udara, atau terisi penuh oleh aspal dan agregat.

B. Prosedur Pengujian Aspal


a. Penetrasi Aspal
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen
keras atau lembek dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu,
beban dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu.
2. Peralatan
a. Stopwatch atau alat pengukur waktu lainnya.
b. Alat penetrasi (penetrometer).
c. Loyang
d. Sampel aspal (benda uji).
e. Cawan.
f. Air + es batu
g. Kompor gas
h. Gliserin
3. Cara Pengujian
a. Panaskan aspal.

b. Tuangkan aspal ke dalam cawan yang sudah di olesi gliserin


sebanyak ¾ atau ½ dari cawan kemudian letakkan pada loyang yang
sudah berisi air es sampai suhu aspal 25ºC

c. Ketika aspal sudah mencapai suhu 25ºC, kemudian letakkan benda


uji ke alat penetrasi yaitu penetrometer bersamaan dengan bejana
yang telah diisi air.
d. Turunkan jarum penetrasi secara perlahan-lahan sehingga jarum
penetrasi menempel pada permukaan aspal. Kemudian atur set nol di
arloji penetrometer.

e. Kemudian tekan pemegang jarum secara bersamaan dengan


stopwatch selama 5 detik.
f. Baca dial pada penetrometer.

g. Kemudian angkat jarum penetrasi tersebut.


h. Lakukan langkah e sampai dengan h secara berulang-ulang sebanyak
5 kali dengan titik yang berbeda kemudian di rata-rata dari 5 titik
tersebut.
4. Gambar Peratan Praktikum

Penetrometer Benda uji Es

Batu Cawan

Stopwatch Loyang

KomporGas Gliserin
Gambar II.2 Pengujian Penetrasi
b. Titik Lembek Aspal (softening point).
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal
yang berkisar antara >48˚. Yang dimaksudkan titik lembek adalah suhu
pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun saat lapisan
aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada
tinggi tertentu.
2. Peralatan
a. Thermometer.
b. Cincin kuningan.
c. Bola baja diameter 9,53 mm, berat 3,45 gr sampai 3,55 gr.
d. Gelas ukur volume 1000 cc.
e. Dudukan benda uji.
f. Kompor listrik.
g. Sampel (Benda uji).
h. Air + es
i. Stopwatch
j. Gliserin
k. Kompor Gas
3. Cara Pengujian
a. Aspal dipanaskan.
b. Tuangkan aspal pada cincin kuningan bergliserin sampai penuh.

c. Pasang dan atur kedua benda uji di atas dudukannya dan letakkan
bola baja di atasnya. Kemudian masukkan semua peralatan tersebut
ke dalam bejana gelas. Kemudian isi bejana tersebut dengan air
dengan suhu air 5˚C.

d. Letakkan thermometer ke dalam bejana gelas tersebut.

e. Panaskan bejana tersebut.


f. Catat waktu setiap kenaikan suhu 5˚C.
g. Lakukan langkah e dan f secara terus-menerus sampai bola baja
menyentuh plat dasar, itu menandakan bahwa aspal sudah lembek.
Catat pada suhu berapa aspal tersebut lembek.
4. Gambar Alat Praktikum

Thermometer Bejana Gelas / Gelas Ukur

Kompor Listrik Kompor gas

Cincin Kuningan Bola Baja Kecil

Dudukan Benda Uji Es batu


Stopwatch Gliserin
Gambar II.3 Pengujian Titik Lembek Aspal.
c. Titik Nyala dan Titik Bakar.
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetukan titik nyala dan titik
bakar dari semua jenis minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan
lainnya yang mempunyai titik nyala. Titik nyala adalah suhu pada saat
terlihat nyala api singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Titik
bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik
pada suatu titik di atas permukaan aspal.
2. Peralatan
a. Thermometer gun.
b. Kompor gas
c. Korek api.
d. Benda uji.
3. Cara Pengujian
a. Aspal di panaskan

b. Tuangkan aspal pada cawan


c. Letakkan cawan di atas plat pemanas dan nyalakan kompor

d. Tunggu sampai permukaan aspal terdapat busa aspal, dan coba bakar
pemukaan aspal dengan korek api jika sudah terjadi nyala singkat itu
namanya titik nyala dan catat pada suhu berapa titik nyalanya
dengan thermometer.

e. Lanjutkan sampai terlihat nyala yang agak lama sekurang-kurangnya


5 detik di atas permukaan benda uji. Baca suhu pada termometer dan
catat.
4. Gambar Peralatan Praktikum

Thermometer gun Benda Uji

Kompor Gas Pematik

Gambar II.4 Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar


d. Berat Jenis Bitumen
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen
dengan picnometer.
2. Peralatan
a. Picnometer kecil
b. Benda uji
c. Kompor gas
d. Timbangan
e. Gliserin
3. Cara Pengujian
a. Aspal dipanaskan.

b. Timbang picnometer kosong


c. Timbang picnometer + air

d. Tuang aspal ke dalam picnometer bergliserin. Setinggi ¾ dari tinggi


picnometer

e. Tunggu benda uji sampai dingin, kemudian timbang benda uji


beserta tutupnya
f. Isilah picnometer yang terisi benda uji dengan air dan tutup tanpa
ditekan, diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar
g. Timbang picnometer yang berisi aspal dan air
h. Bersihkan picnometer.
4. Gambar Peralatan Praktikum

Picnometer kecil Timbangan

Benda Uji Kompor Gas

Gliserin

Gambar II.5 Pengujian Berat Jenis Aspal.


e. Bitument Test Data Chart (BTDC)
Bitument Test Data Chart merupakan grafik yang digunakan untuk
mengetahui suhu optimal dalam pencampuran mix design dan suhu optimal
dalam pemadatan campuran. Pada grafik Bitument Test Data Chart dapat
ditarik garis lurus dimana garis tersebut yang digunakan untuk membaca suhu
pencampuran mix design dan suhu pemadatan campuran. Garis tersebut
diperoleh dari 2 titik dari data penetrasi dan titik lembek.

Grafik II.1 Bitumen Test Data Chart


f. Kelekatan Aspal dengan Agregat

1. Maksud dan Tujuan


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa lekat aspal
terhadap agregat kasar.
2. Peralatan
a. Agregat kasar sebanyak 100 gr.
b. Kompor gas.
c. Gelas ukur.
d. Air bersih.
e. Aspal 6 gram.
f. Saringan No. ¾” dan No. 4
g. Termometer Digital
h. Wajan
i. Timbangan
3. Cara Pengujian
a. Menyiapkan agregat kasar lolos No. ¾” tertahan 4 sebanyak 100
gram serta aspal 6 gram.
b. Masak agregat dengan dicampur aspal sampai semua aspal melekat
ke agregat.

c. Lalu isi gelas ukur dengan air bersih.


d. Lalu masukkan agregat yang sudah terselubungi aspal tersebut ke
dalam gelas ukur, tunggu samapi 24 jam.

e. Setelah 24 jam, jika ada aspal yang terlepas dari agregat ambil dan
timbang beratnya.
4. Gambar Peralatan Praktikum

Gelas Ukur Kompor Gas

Ayakan no. ¾” , dan no.4 Termometer gun

Timbangan 0,001 gr Wajan

Gambar II.6 Pengujian Kelekatan Agregat terhadap Aspal.


g. Daktilitas

1. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini di maksudkan untuk mengukur jarak terpanjang yang


dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus,
pada suhu dan kecepatan tarik tertentu.

2. Peralatan

a. Cetakan daktilitas kuningan.

b. Benda uji

c. Mesin uji (Dactility Machine) dengan ketentuan : dapat menarik


benda uji dengan kecepatan tetap, yaitu 5 cm/menit dan dapat menjaga
benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan etaran selama
pengujian.

d. Kompor Gas

e. Garam

f. Gliserin

3. Cara pengujian

a. Aspal dipanaskan
b. Cetak ke dalam cetakan daktilitas sampai penuh

c. Benda uji didiamkan hingga mencapai suhu 25 ˚C (suhu ruangan)


kemudian lepaskan benda uji dari plat dasar dan sisi-sisi cetakan.

d. Buat larutan garam yang di campurkan dalam mesin daktilitas sampai


sampel melayang.

e. Pasanglah benda uji ada alat mesin dan tariklah benda uji secara teratur
dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus.

f. Bacalah jarak antara pemegang cetakan, pada saat benda uji putus
(dalam cm). Selama percobaan berlangsung benda uji harus selalu
terendam.
4. Gambar Alat Pengujian Daktilitas

Cetakan Daktilitas Kuningan Dactility Machine


dan Benda Uji

Kompor Gas Garam

Gliserin

Gambar II.7 Alat Pengujian Daktilitas


h. Penurunan Berat Minyak dan Aspal

1. Maksud dan Tujuan

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kehilangan minyak pada


aspal akibat pemanasan berulang. Pengujian ini adalah untuk mengukur
perubahan kinerja aspal akibat kehilangan berat.

2. Perlatan

a. Thermometer gun

b. Oven yang di lengkapi dengan :

1) Pengaturan suhu untuk memanasi sampai (180 ˚C)

2) Pinggan logam berdiameter 25 cm menggantung dalam oven pada


poros vertikal dan berputar dengan kecepatan 5 sampai 6 putaran/menit.

c. Cawan logam

d. Timbangan 0,001

e. Benda uji.

3. Cara Pengujian

a. Panaskan aspal.

b. Tuang kedalam cawan sebanyak ¾.

c. Letakkan benda uji di atas pinggan setelah oven mencapai 163 ˚C.

d. Ambil benda uji dari oven setelah 5 jam.

e. Dinginkan benda uji pada suhu ruang, kemudian timbanglah dengan


ketelitian 0,001 gr.
4. Gambar Alat Pengujian Penurunan Berat Minyak dan Aspal

5.
Cawan Oven

Thermometer gun Timbangan 0,001 gr

Benda Uji

Gambar II.8 Gambar Penurunan Berat Minyak dan Aspal.


C. Prosedur Pengujian Agregat
a. Keausan agregat dengan mesin Los Angeles
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan utuk menentukan ketahanan agregat
kasar terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles.
Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan
aus lewat saringan No. 12 terhadap berat semula dalam persen.
2. Peralatan
a. Mesin Los Angeles.
b. Saringan No. 12
c. Sampel sebanyak 2500 gr lolos saringan No. ¾” tertahan No. ½”.
d. Sampel sebanyak 2500 gr lolos saringan No. ½” tertahan No. 3/8
e. Timbangan.
f. Cawan.
g. Bola-bola baja sebanyak 11 buah dengan diameter rata-rata 4,68 cm
(17/8’) dan berat masing-masing antara 390 gr sampai 445 gr.
3. Cara Pengujian
a. Menyiapkan agregat kasar lolos ayakan No. ¾” tertahan ayakan No.
½” sebanyak 2500 gram dan agregat kasar lolos saringan No. ½”
tertahan No. 3/8” sebanyak 2500 gram.
b. Masukkan benda uji ke dalam mesin Los Angeles.
c. Masukkan 11 bola baja ke dalam mesin Los Angeles.
d. Putar mesin Los Angeles dengan kecepatan 30-33 rpm sebanyak 500
putaran.
e. Setelah selesai pemutaran, keluarkan gradasi dari mesin Los Angeles
kemudian saring dengan saringan No. 12.
f. Timbang sampel yang tertahan di saringan No. 12.
4. Gambar Peralatan Praktikum

LosAngeles Timbangan

Alat Penghitung Saringan no. 12

Saringan no. 3/4, 1/2” ,3/8 11 Bola Baja

Gambar II.9 Pengujian Keausan Agregat.


b. Pemeriksaan Aggregate Impact Value ( AIV )
1. Maksud dan Tujuan
Metode ini dimaksudkan untuk mengukur kekuatan sampel agregat
terhadap beban tumbukan sebagai salah satu simulasi terhadap
kemamuan agregat terhada rapid load.
2. Peralatan
a. Aggregate Impact Machine. Alat ini masih digerakan secara manal
dengan tenaga manusia.
b. Berat mesin total mesin ±60 kg. Dasar mesin terbuat dari baja
dengan diameter 300 mm dan memiliki berat antara 22 sampai 30
kg.
c. Cylindrical Steel Cup memiliki diameter dalam 102 mm dan
kedalaman 50 mm. Ketebalan cup idak lebih dari 6 mm.
d. Palu baja yang digunakan memiliki berat antara 13,5 sampai 14,0 kg
dengan bawah (bidang kotak) merupakan lingkaran dan berbentuk
datar. Diameter kotak sebesar 100 mm dan ketebalan 50 mm,
dengan chamfer 1,5 mm. Palu diatur sedemikian rupa hingga dapat
naik turun dengan mudah tanpa adanya gesekan. Palu baja bergerak
jatuh bebas dengan tinggi jatuh bebas 380±5 mm, diukur dari
bidang kontak palu sampai permukaan sampel didalam cup.
e. Alat pengunci palu dapat diatur sedemikian rupa untuk dapat
memudahkan pergantian sampel didalam cup.
f. Saringan dengan ukuran 3/4” , 3/8” , dan no. 8
g. Besi penusuk dengan panjang 230 mm serta memiliki potongan
melintang lingkaran berdiamater 10 mm.
h. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gr.
3. Benda Uji
a. Sampel adalah aggregate lolos saringan 3/4” dan tertahan saringan
3/8” 1000 gr
4. Cara Pemeriksaan
a. Timbang cup (Cylinder Steel Cup) (W1).
b. Isilah cup dengan sampel dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap
lapis padatkan dengan tongkat penumbuk sebanyak 25 kali tusukan
secara merata.
c. Ratakan permukaan sampel dengan besi penumbuk dan timbang
(W2).
d. Hitunglah brat awal sampel (A’ = W2 –W1 ).
e. Letakkan mesin Impact Aggregate ada lantai datar dan keras, seperti
lanta beton.

f. Letakkan cup berisi samel pada tempatnya dan pastikan letak cup
sudah baik dan tidak bergeser akibat tumbukan.
g. Atur ketinggian palu agar jarak antara bidang kontak palu dengan
permukaan sampel 380±5 mm.
h. Lepaskan pengunci palu dan biarkan palu jatuh bebas ke sampel.
Angkat palu pada posisi semula dan lepaskan kembali (jatuh bebas).
Lakukan hal berikut sebanyak 15 kali.
i. Setelah selesai saring benda uji dengan saringan no. 8 (2,36 mm)
dan timbang berat yang lolos saringan (B) dan yang tertahan
saringan berat (C). Pastikan tidak ada partikel yang hilang selama
proses pengujian. Jika selisih jumlah berat agregat yang lolos dan
tertahan (A) dengan berat awal (A’) lebih dari 1 gram, maka
pengujian harus diulangi.
j. Ulangi prosedur tersebut untuk sisa sampel berikutnya
5. Gambar Peralatan Praktikum

Aggregate Impact Machine Cylindrical Steel Cup

Timbangan Saringan 3/4, 3/8 dan 8

Gambar II.10 Pengujian Aggregate Impact Value


c. Berat jenis dan penyerapan Agregat Kasar
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetukan berat jenis (bulk),
berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry, SSD),
berat jenis semu (apparent) dari agregat kasar.
a. Berat jenis (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara
agregat kering dan air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) adalah perbandingan
antara berat agregat kering permukaan jenuh dan air suling yang
isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu
tertentu.
c. Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah perbandingan
antara berat agregat kering dan air suling yang isinya sama dengan
isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan adalah persentase berat air yng dapat diserap pori
terhadap berta agregat kering.
2. Peralatan
a. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (no. 6 atau no. 8)
dengan kapasitas kira-kira 1,5 kg.
b. Tempat air.
c. Cawan.
d. Timbangan.
e. Oven.
f. Air.
g. Benda uji seberat 1000 gr.
h. Kain lap.
3. Cara Pengujian
a. Menyaring agregat tertahan no.4 sebanyak 1000 gr.
b. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan lainnya yang
melekat pada permukaan.
c. Keringkan benda uji dalam oven selama 24 jam.

d. Setelah 24 jam keluarkan benda uji dari oven, kemudian tunggu


sampai dingin kemudian timbang beratnya (BK).

e. Rendam benda uji dalam air selama 24 jam.


f. Keluarkan benda uji dari dalam air setelah direndam selama 24 jam.
g. Lalu benda uji dilap dengan kain penyerap sampai selaput air pada
permukaan hilang.
h. Timbang berat benda uji kering permukaan jenuh (BJ).
i. Lalu letakkan benda uji pada keranjang yang berada di dalam air,
tunggu sampai gelembung udaranya hilang dan catat berat di dalam
airnya (BA).
4. Gambar Peralatan Praktikum

Timbangan Benda Uji dan Loyang

Oven Kain Lap

Keranjang Tampungan Air

Gambar II.11 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar.


d. Berat jenis dan penyerapan Agregat Halus
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetukan berat jenis (bulk),
berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry, SSD),
berat jenis semu (apparent) dari agregat halus.
a. Berat jenis (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara
agregat kering dan air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) adalah perbandingan
antara berat agregat kering permukaan jenuh dan air suling yang
isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu
tertentu.
c.Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah perbandingan
antara berat agregat kering dan air suling yang isinya sama dengan
isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan adalah persentase berat air yng dapat diserap pori
terhadap berta agregat kering.
2. Peralatan
a.Timbangan.
b.Picnometer.
c.Loyang
d.Kerucut abram’s.
e.Batang penumbuk.
f. Saringan no.4
g.Oven.
h.Air bersih.
i. Benda uji seberat 1000 gr.
j. Mistar
3. Cara Pengujian
a. Menyaring agregat lolos saringan no.4 sebanyak 1000 gr
b. Setelah tersaring agregat di masukkan ke dalam kerucut abram’s,
sebanyak 3 lapis, lapisan 1/3 bawah, 1/3 tengah dan 1/3 atas setiap
lapis ditumbuk sebanyak 25 kali.

c. Setelah 3 lapis angkat kerucut tersebut, lalu ukur penurunan yang


terjadi.

d. Timbang picnometer kosong


e. Timbang picnometer + Air

f. Lalu ambil 500 gr untuk dimasukkan ke picnometer, lalu isi dengan


air sampai pada batas garis merah pada leher picnometer. Lalu
kocok-kocok sampai gelembung udara hilang

g. Timbang picnometer berisi air dan benda uji (Bt).

h. Keluarkan benda uji , kemudian oven selama 24 jam


i. Timbang benda uji yang sudah di oven.
4. Gambar Peralatan Praktikum

Kerucut Abram’s dan Timbangan


Batang Penumbuk

Mistar Loyang

Oven Saringan no 4
Picnometer Labu

Gambar II.12 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus.


e. Sand Equivalent
1. Maksud dan Tujuan
Untuk menetukan kadar debu/bahan yang menyerupai lempung pada
agregat halus/pasir.
2. Peralatan
a. Alat periksa sand equivalent yang terdiri dari tabung irrigator, kaki
pemberat.
b. Cawan.
c. Saringan no.4.
d. Benda uji.
e. Timbangan 0,001 gram
f. Calsium chloride stock solution/cairan stok kalsium klorida/CaCl2.
3. Cara Pengujian
a. Siapkan agregat halus lolos saringan no. 4 sebanyak 100 gram.
b. Isikan larutan CaCl2 ke dalam tabung sampai strip 5
c. Masukkan benda uji ke dalam tabung.

d. Biarkan benda uji di tabung selama 10 menit.


e. Tutup tabung dan goyangkan secara horizontal sebanyak 90 kali
selama 30 detik.
f. Tambahkan larutan CaCl2 sampai strip 15.
g. Letakkan pada tempat datar, masukkan irrigator dan tekan sampai
dasar tabung.
h. Biarkan selama 15 menit.
i. Baca dan catat garis batas lempung dan batas pasirnya.
4. Gambar Peralatan Praktikum

Cawan Kaki Pemberat

Tabung Irrigator CaCl2

Saringan no. 4 Timbangan 0,001 gram

Gambar II.13 Pengujian Sand Equivalent.


f.Analisa Saringan
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetukan pembagian butir
(gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan
saringan.
2. Peralatan
a. Timbangan.
b. Satu set saringan : no.3/4, no.1/2, no. 3/8, no. 8, no. 30, no. 200, pan.
c. Benda uji ( F1 : Lolos no. 3/4 tertahan no.4 sebanyak = 1500 gram,
F2 : Lolos no.
d. Alat penggetar saringan (shaker).
3. Cara Pengujian
a. Timbang berat saringan kosong.
b. Susun satu set saringan mulai dari yang paling besar sampai ke yang
kecil.
c. Masukkan sampel ke dalam saringan.
d. Lalu pasang saringan ke alat shaker.
e. Lalu nyalakan shaker selama 15 menit.

f. Setelah itu timbang berat saringan + agregat yang tertahan pada


setiap saringan.
g. Lakukan langkah b sampai e berulang-ulang sebanyak 2 kali untuk
mendapatkan fraksi 1 (F1), fraksi 2 (F2)
4. Gambar Peralatan Praktikum

shaker Timbangan

Ayakan

Gambar II.14 Pengujian Analisa Saringan.


g. Pelapukan Agregat
1. Maksud dan Tujuan
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pengjian
pengujian di laboratorium untuk mengetahui sifat kekekalan terhadap
proses pelarutan dengan cara perendaman di daerah larutan natrium sulfat
atau magnesium sulfat.
2. Peralatan
a. Ayakan No. 3/8, 4
b. Glass Jar.
c. Timbangan.
d. Oven.
e. Larutan natrium sulfat (Na2SO4).
f. Cawan
g. Ayakan No. 8
3. Cara Pemeriksaan
a. Mencari agregat kasar lolos ayakan No. 3/8 tertahan No. 4.
b. Larutkan natrium sulfat (Na2SO4) sebanyak 215 gr dengan air
sebanyak 1 liter pada gelas ukur.
c. Rendam benda uji dalam larutan natrium sulfat selama 24 jam.
d. Angkat benda uji dari dalam larutan lalu biarkan meniris (15±5
menit).
e. Keringkan dengan oven pada suhu (110 ±5ºC) selama 24 jam.
f. Keluarkan benda uji dari oven kemudian ayak dengan ayakan No. 8.
g. Timbang butiran yang tertahan diatas ayakan.
h. Timbang butiran yang lewat ayakan.
4. Gambar Peralatan Praktikum

Cawan Saringan No. 4

Timbangan Oven

Saringan No. 3/8 Na2So4

Saringan No. 8
Gambar II.15 Pengujian Pelapukan Agregat.
D. Rekayasa Blending Agregat
Rekayasa Blending Agregat adalah prosedur kegiatan untuk menentukan
proporsi (dalam batas-batas spesifikasi) material yang merupakan kompromi
campuran supaya tercapai kinerja yang optimum. Prosedur ini termasuk
mempertimbangkan factor ekonomi dan lingkungan.
Pencampuran gradasi agregat ( Blending Agregat ) Biasanya agregat dari
quarry terdiri atas :
1. Agregat kasar (5 mm – 40 mm )
2. Agregat halus atau pasir (< 5 mm )
3. Filler (<0,0075mm)
Ketiga jenis agregat tersebut perlu dicampur supaya memenuhi spesifikasi
gradasi.

E. Prosedur Rekayasa Pencampuran


1. Umum
Properties campuran foamed bitumen sangat rentan terhadap proses
pencampuran. Dalam hal ini ada beberapa aspek yang harus diperhatikan,
yaitu:
(1) Gradasi dan ukuran partikel maksimum,
(2) Penambahan air agregat (wetting),
(3) Properties foamed bitumen (termasuk jenis aspal), dan
(4) Mixer speed.
Gradasi agregat dipersiapkan mengikuti envelope Akeroyd and Hicks
(1988). Kebutuhan minimum filler adalah 5%. Gradasi agregat yang sesuai
untuk campuran FB cenderung dense graded karena strength campuran
sangat tergantung pada komposisi agregat. Hal ini sebagai konsekuensi
logis bahwa dalam campuran FB tidak semua agregat diikat oleh binder.
Ukuran maksimum partikel juga harus diperhatikan karena FB cenderung
terdistribusi pada agregat halus. Sunarjono (2008a) telah melakukan
penyelidikan intensif mengenai distribusi binder dalam campuran FB
dengan menggunakan fresh aggregate jenis limestone. Diketahui bahwa
total permukaan agregat yang diselimuti oleh aspal hanya sekitar 55%.
Ukuran maksimum agregat yang dapat diselimuti oleh binder adalah
ukuran 6.3mm. Yang menarik adalah ternyata tidak semua filler diselimuti
oleh binder, kurang lebih ada sepertiga bagian yang diketahui uncoated.
Namun demikian, agregat dengan ukuran partikel 0.3mm kebawah bagian
yang coated masih lebih dominan daripada yang uncoated. Berdasarkan
hasil penyelidikan ini maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan agregat
halus (<0.3mm) sangat penting, direkomendasikan filler contentnya
minimum 10%. Bila menggunakan agregat bergradasi kasar dengan
ukuran maksimum diatas 25mm maka distribusi binder akan semakintidak
merata.
Campuran foamed bitumen akan sangat ideal bila menggunakan agregat
dengan ukuran maksimum 10mm, hanya saja stifness campuran ini
menjadi rendah. Penambahan air agregat merupakan aspek yang dilematis.
Air agregat sangat diperlukan untuk menjadi media distribusi binder saat
proses pencampuran dan menjadi komponen pelumas pada saat proses
pemadatan. Oleh karenanya Wirtgen (2005) merekomendasikan
menambah air sebanyak OCC (optimum compaction and workability
content) yaitu nilai kadar air yang diprediksi dapat menghasilkan distribusi
binder dan kepadatan campuran terbaik.
Perlu diketahui bahwa banyaknya air agregat menyebabkan viskositas
foamed bitumen meningkat sehingga mengurangi workabilitynya saat
proses pencampuran. Selain itu, keberadaan air agregat pasca pemadatan
sangat tidak dikehendaki karena berpotensi mereduksi strength campuran
pada awal umurnya. Adanya konflik kepentingan dalam penambahan air
agregat inilah yang mengharuskan rekayasa pencampuran dilakukan secara
hati-hati. Biasanya, campuran foamed bitumen ditambah bahan semen
untuk mempercepat masa curing dan meningkatkan strength campuran
pada awal umur untuk mengurangi potensi kerusakan bila perkerasan
langsung open traffic setelah pemadatan selesai. Penambahan 1.5%
Portland cement secara signifikan dapat meningkatkan modulus dan
mereduksi besaran rutting pada awal umur (Jetareekul et al, 2007).
Kualitas foamed bitumen (FB) pada umumnya dievaluasi berdasarkan nilai
maximum expansion ratio (ERm) dan half life (HL). ERm adalah
perbandingan volume foam saat maksimum dan volume aspal awal,
sedangkan HL adalah waktu yang dihitung saat foam mencapai volume
maksimum hingga volume tinggal setengahnya.
Pada awalnya diyakini bahwa kedua parameter ini yang akan
menentukan kualitas campuran, sehingga muncul beberapa spesifikasi
diantaranya CSIR (Muthen, 1999), TRL Report 386 (Milton and Earland,
1999) dan Wirtgen (2005). Rekomendasi nilai minimum ERm adalah pada
kisaran 8-10 dan HL pada kisaran 6-12 detik. Jenskins (2000)
menyederhanakan 2 parameter tersebut menjadi satu parameter yang
disebut Foam Index (FI). Sedangkan Saleh (2006) berpendapat bahwa
viscositas FB saat proses pencampuran merupakan faktor utama yang
mempengaruhi properties campuran. Kemudian Sunarjono (2008a)
mengusulkan spesifikasi rinci untuk menghasilkan kinerja campuran yang
optimum. Spesifikasi ini menggunakan parameter ERm, suhu aspal saat
proses foaming, FWC (foaming water content) yaitu banyaknya air yang
digunakan untuk menginjeksi aspal panas pada saat proses foaming dan
mixer speed.
Spesifikasi dibuat untuk penggunaan 3 jenis aspal pen dan iklim
wilayah dimana campuran akan dihampar. Mixer speed berperan pada
kualitas distribusi binder pada campuran saat proses pencampuran. Bila
mixer speed rendah akan berdampak pada distribusi binder yang tidak
merata dan hal ini akan mengurangi nilai modulus campuran. Long et al
(2004) merekomendasikan menggunakan jenis high speed twin shaft
pugmill mixer agar dihasilkan campuran yang homogen dan mendekati
kualitas pencampuran di lapangan.
2. Prosedur Mix Design.

Pemeriksaan Agregat

Pencampuran Agregat

Pemeriksaan Aspal

Membuat Sampel

Marshall Test dan Analisa volumetik

Marshall : Stability, Flow, and MQ Volume : VIM, VMA, and VFWA

Menggambarkan hasil
Spesifikasi dari Bina
perhitungan dan grafik.
Marga

Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan :


Stabilitas,
Flow, VFWA, VIM, dan Marshall
Quatient.

Kadar Aspal Optimum

Gambar II.16 Prosedur Mix Design.


Tahap-tahap perencanaan campuran (mix design) beton aspal (hot mix)
adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan mutu bahan untuk mengetahui apakah beban yang akan
dipergunakan dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk
beton aspal (hot mix). Bilamana ternyata bahan-bahan yang digunakan
menyimpang dari spesifikasi maka terdapat beberapa cara untuk
mengatasinya. Selain hal diatas, hasil pemeriksaan mutu bahan
digunakan juga untuk menentukan komposisi agregat dan cara
pencampurannya.
b. Menentukan spesifikasi yang akan dicapai.
Spesifikasi adalah harga-harga batas yang harus dipenuhi oleh
campuran. Spesifikasi dibagi dua macam, yaitu :
1. Spesifikasi gradasi (analisa saringan).
2. Spesifikasi mutu campuran (mix properties).
Didalam menentukan spesifikasi ada beberapa hal yang dijadikan
pertimbangan, yaitu :
1. Tipe konstruksi dimana lapisan beton aspal tersebut diletakkan.
2. Tebal lapisan yang direncanakan.
3. Jenis dan fungsi jalan untuk menentukan sifat permukaan yang
diketahui.
4. Dan lain-lain.
c. Menentukan kombinasi / perbandingan dari bahan-bahan sehingga
gradasi kombinasi campuran memenuhi spesifikasi gradasi yang telah
ditentukan.
d. Menentukan perbandingan bahan agregat ini dapat dilakukan cara grafis
maupun secara analitis.
e. Job Mix design adalah melakukan pengujian mutu campuran dengan
alat tertentu (marshall), campuran mempunyai beberapa fraksi kadar
aspal biasanya 5 variasi kadar aspal. Dari job mix ini ditentukan atau
dihitung kadar aspal optimum yang dapat memenuhi spesifikasi mutu
campuran. Sebagai contoh spesifikasi untuk aspal beton dari beberapa
sumber, yaitu :
1. Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
2. The asphalt institute.
3. Japan road association.
3. Pembuatan Benda Uji
a. Maksud dan Tujuan
Perencanaan campuran (mix design) ini dilakukan untuk mendapatkan
suatu perbandingan yang tepat antara agregat halus, agregat sedang dan
agregat kasar sehingga diperoleh suatu campuran yang memenuhi
persyaratan tertentu.
b. Peralatan
1. Data-data dari tes analisa saringan dari tipe analisis saringan.
2. Dongkrak hidrolis.
3. Mold.
4. Sampel.
5. Alat penumbuk Aspal.
6. Timbangan.
7. Mistar.
8. Kipas angin.
9. Wajan.
10. Termometer
c. Cara pengujian
1. Menentukan spesifikasi yang akan dicapai. Spesifikasi adalah harga-
harga batas yang harus dipenuhi.
2. Menentukan kombinasi atau perbandingan dari bahan sehingga
gradasi kombinasi campuran memenuhi spesifikasi gradasi yang
telah ditentukan. Menentukan perbandingan bahan agregat ini dapat
dilakukan dengan cara grafis maupun analitis.
3. Menentukan komposisi campuran agregat.
4. Tahap-tahap menentukan perbandingan agregat dengan solver
adalah sebagai berikut :
b. Setelah mendapatkan data analisa ayakan dari Fraksi 1 (F1) dan
Fraksi 2 (F2), kemudian diperoleh nila persentase lolos agregat
dan persentase komulatif.
c. Kemudian data di solve.
d. Setelah di solve dari jumlah persentase komulatif dibandingkan
dengan spesifikasi praktikum yang digunakan.

d. Langkah kerja
1. Agregat (1200 gr) di panasi 165˚C-175˚C, aspal keras juga di panasi
150˚C-160˚C.

2. Agregat (1200 gr, 165˚C-175˚C) dicampur aspal panas sesuai %


kadar aspalnya, variasi kadar aspalnya : 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, dan
8%.
3. Aduk campuran agregat aspal panas sampai dengan merata atau
homogen.
4. Masukkan ke cetakan (mold), kemudian tusuk-tusuk dengan spatula
25 kali dengan tempat yang berbeda-beda.
5. Tumbuk sebanyak 2x75 kali atas bawah dengan alat pemadat
Marshall berat 4,5 kg tinggi jatuh 45,7 cm.
6. Dinginkan dengan kipas. Keluarkan benda uji dari cetakan dengan
alat dongkrak, lalu ukur berat dan tinggi benda uji.

7. Benda uji direndam di air suling selama 24 jam,setelah itu angkat


dan timbang beratnya.
8. Menimbang sampel dengan timbangan air.

9. Setelah itu di rendam di air hangat bersuhu 60˚C selama 30 menit.

10. Benda uji siap di lakukan tes Marshall.


e. Gambar Peralatan Pembuatan Sampel

Alat Penumbuk Aspal Mold

Kompor Gas Dongkrak Hidrolis

Timbangan Mistar

Wajan dan Benda Uji Kipas Angin


Thermometer Gun
Gambar II.17 Pembuatan Sampel Aspal
4. Pengujian Marshall dan Perhitungan
a. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan campuran aspal dengan alat marshall dimaksudkan untuk
menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis (flow) dari
campuran aspal. Ketahanan (stabilitas) adalah kemampuan suatu
campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelahan plastis
yang dinyatakan dalam kilogram atau pound. Kelelahan plastis (flow)
adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi
akibat suatu beban dengan batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau
0,01”.
b. Peralatan
1. Alat Marshall test.
2. Water bath untuk merendam sampel di air hangat dengan suhu 60ºC.
3. Termometer
c. Cara Pengujian
1. Menentukan spesifikasi yang akan dicapai. Spesifikasi adalah harga-
harga batas yang harus dipenuhi oleh campuran.
2. Menentukan kombinasi atau perbandingan dari bahan-bahan sehingga
gradasi kombinasi campuran memenuhi spesifikasi gradasi yang telah
ditentukan. Penentuan perbandingan bahan agregat ini dapat
dilakukan dengan cara grafis maupun analitis.
Menentukan kompisisi campuran dengan grafis :
a. Membuat segi empat dengan perbandingan 1 : 2.
b. Membuat garis diagonal.
c. Membuat garis horizontal, sesuai spec ideal sampai memotong
garis diagonal.
d. Membuat garis vertical dari perpotongan garis diagonal (1) dengan
garis horizontal. Garis ini menunjukan nomor saringan.
e. Memplotkan titik-titik analisa saringan masing-masing fraksi dan
menghubungkannya.
f. Menarik garis horizontal dari perpotongan (6).
g. Menghitung presentase lolos masing-masing fraksi
d. Gambar Peralatan Praktikum

Water Bath Marshall Test

Thermometer Gun
Gambar II.18 Pengujian Marshall Test
e. Perhitungan Marshall Test
Setelah dilakukan Marshall Test didapatkan data stabilitas
Marshall dan Flow atau Pelelehan. Dalam perhitungan Marshall.
Dihutung Void In Mix (VIM), Void Filled With Asphalt (VFWA), Void in
Mineral Aggregate (VMA). Void In Mix adalah rongga udara yang
terdapat dalam campuran. Untuk menghitung VIM, persen total campuran
(100%) dikurangi dengan persen campuran yang terisi oleh aspal dan
agregat. Void Filled With Asphalt adalah rongga udara yang diisi oleh
Aspal. Perhitungan VFWA dari persen volume binder dibagi persen total
agregat dikali 100%. Void in Mineral Aggregate adalah rongga yang
terdapat dalam agregat. Perhitungan VMA dari persen total campuran
(100%) dikurangi dengan persen volume total agregat. Di dalam sebuah
campuran yang telah dipadatkan, terdapat agregat, aspal, dan rongga
udara. Volume udara dalam campuran tesebut merupakan VIM. VIM,
VMA, VFWA dihitung dalam satuan persen.
f. Ekstraksi
1. Maksud dan Tujuan
Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar aspal dalam
campuran aspal beton.
2. Peralatan
a. Reflux Extractor.
b. Glass Jar (tabung gelas)
c. Funnel (saringan kerucut)
d. Condensor (tabung pendingin)
e. Kompor Listrik
f. Filter Paper (kertas saring)
g. Asbestos Wire Gauge (kawat asbes)
h. Bensin (cairan pencampur)
i. Triple Beam Balance (timbangan)
j. Drying oven (oven pemanas)
3. Cara Pengujian
a. Mengambil benda uji sebanyak 500 gr

b. Timbang saringan kerucut

c. Timbang filter paper


d. Bentuk kerta saring seperti kerucut dan letakkan pada saringan
kerucut
e. Susun pada tabung kaca

f. Masukan benda uji ke dalam saringan kerucut tersebut.


g. Tuangkan bensin ke dalam tabung gelas dari atas saringan kerucut
h. Tempatkan tabung gelas tadi diatas kompor listrik yang telah dilapisi
asbes lalu tutup dengan condensor.
i. Alirkan air melalui condensor tadi untuk pendingin.

j. Hidupkan kompor listrik sampai bahan pelarut mendidih. Lakukan


proses ini sampai bahan pelarut keluar dari ujung kerucut sampai
jernih
k. Matikan kompor listrik setelah tetes yang di hasilkan jernih
l. Oven kedua kerucut tersebut selama 2 jam
m. Timbang kedua kerucut tersebut setelah di oven.
4. Gambar Peralatan Praktikum Ekstraksi

Reflux Extractor Saringan Kerucut

Timbangan Kertas Saring

Oven Kompor Listrik

Glass Jar

Gambar II.19 Pengujian Ekstraksi


5. Core Drill
1. Maksud dan Tujuan.
Tujuan dari pengujian core drill yaitu untuk menentukan/mengambil sample
perkerasan di lapangan sehingga bisa diketahui tebal perkerasannya serta
untuk mengetahui karakteristik campuran perkerasan. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui secara tepat susunan struktur dari suatu
konstruksi jalan, jenis perkerasan, persentase susunan dan untuk memeriksa
perubahan dari struktur jalan.
2. Peralatan
a. Mesin Core Drill
b. Tampungan Air/ Tandon Air
c. Alat untuk menutup lubang bekas pengeboran.
3. Cara pengujian Core Drill
1. Alat diletakkan pada lapisan perkerasan aspal yang akan diuji dengan
posisi datar.
2. Setelah itu kita sediakan air dengan alat yang ada sistem pompa.
3. Kemudian air dimasukkan ke alat core drill dengan selang kecil pada
tempat yang sudah disediakan pada alat tersebut, sehingga alat tidak
mengalami kerusakan terutama mata bor yang berbentuk silinder selama
proses pengujian.
4. Setelah semua siap kemudian alat dihidupkan dengan menggunakan tali
yang dililitkan pada starter alat dan ditarik.
5. Setelah alat hidup mata bor diturunkan secara perlahan-lahan pada titik
yang telah kita tentukan sampai kedalaman tertentu, kemudian setelah
kedalaman tertentu alat dimatikan dan mata bor dinaikkan.
6. Kemudian hasil dari pengeboran tersebut diambil dengan menggunakan
penjepit, setelah itu diukur tebal dan dimensinya dan amati sampel
tersebut apakah perkerasan tersebut layak pakai atau tidak.
4. Alat Untuk Pengujian Core Drill

Tampungan/ Tandon Air Mesin Core Drill

Sampel Hasil Core Dril

Gambar II.20 Pengujian Core Drill

Anda mungkin juga menyukai