Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menjelang “akhir zaman “ yang konon katanya semakin dekat,semakin
banyak penyakit yang baru muncul dan baru dikenal. Dan salah satu penyakit
yang baru muncul beberapa tahun terakhir, khususnya di Indonesia adalah autis.
Anak-anak “special needs’’ atau anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak
yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya, perilaku anak-anak
ini yang antara lain terdiri dari wicara dan okupsi tidak berkembang seperti pada
anak yang normal. Padahal kedua jenis perilaku ini penting untuk komunikasi dan
sosialisasi, sehingga apabila hambatan ini tidak diatasi dengan cepat dan tepat
maka proses belajar anak tersebut juga akan terhambat.
Pada penderita autis tidak jelas adanya kuman, parasit, protozoa, maupun
virus penyebab munculnya gejala-gejala autis .dan yang lebih mengherankan lagi,
belakangan ini banyak anak-anak yang gejala autisnya baru muncul ketika telah
berumur 18-24 bulan. Setelah lahir, mereka berkembang secara normal, kemudian
berhenti berkembang dan mengalami kemunduran perkembangan.
Saat ini, jumlah anak yang menderita autis dengan kelainan hambatan
perkembangan perilaku telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan.
Di Amerika Serikat, jumlah anak-anak autis dalam 5 tahun terakhir meningkat
sebesar 500% menjadi 40dari 10.000 kelahiran(melly budhiman.dkk, 2002).
Tetapi sejauh ini di indonesia belum diadakan penelitian tentang berapa jumlah
penderita autis. Dan belum diadakannya menangani anak autis saat komunikasi
dengan mereka.
Peranan komunikasi bagi perawat sangat besar sekali untuk lebih
mengembangkan kepribadian serta untuk kelancaran pelaksanaan tugas sehari –
hari. Menurut kariyoso ada 4 keharusan bagi perawat dan serangkaian komunikasi
dengan pasien maupun dalam penyuluhan kesehatan di masyarakat. Empat
keharusan tersebut yakni : Pengetahuan, Ketulusan, Semangat, Praktek. Dan
Peranan Perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar
profesi keperawatan yang bersifat konstan.
Perawat juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang komunikasi
dengan anak autis agar perawat lebih bisa tahu apa yang anak autis mau dan yang
diinginkannya, ketulusan perawat juga diuji disini untuk melihat bagaimana sikap
perawat saat berkomunikasi dengan anak autisme itu apakah sabar atau tidak,
kebanyakan anak autis mendapatkan tindakan kekerasan oleh orang lain karena
mereka tidak bisa mengungkapkan apa yang dia inginkan maka dari itu peran
perawat harus di munculkan agar orang lain bisa lebih mengerti tentang hal ini.
Masyarakat kita sering mengatakan autis sebagai penyakit kejiwaan, bahkan
banyak orang tua yang malu apabila mempunyai anak dengan perkembangan yang
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Dahulu banyak anggapan apabila autis
tidak dapat disembuhkan, maka dengan banyak upaya, metode dan penelitian
yang telah dilakukan, ternyata banyak penderita penyakit ini yang berhasil
menjadi orang “normal” kembali. Bahkan ada yang berhasil mencapai jenjang
tertinggi dalam pendidikan formal. Tentunya keberhasilan para penyandang autis
ini tidak serta merta begitu saja, keberhasilan tersebut didukung kepedulian orang
tua dengan mengenali kelainan prilaku anak penderita autis dan segera mencari
pola pengasuhan / perawatan yang sesuai dengan kondisi anak.
Oleh sebab itu banyak perawat yang mengeluh dengan anak autisme yang
susah diajak berkomunikasi. Padahal komunikasi berguna untuk menyampaikan
sesuatu yang ingin dikatakannya agar lebih mudah dimengerti oleh perawat dan
anak autisme itu. Akibatnya hal itu sering terjadi, akhirnya kami sepakat membuat
Karya ilmiah ini supaya perawat lebih memahami, bagaimana cara
berkomunikasi? Dan bagaimana perawat menangani yang seharusnya kepada anak
autisme?.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik ingin mengadakan kajian tentang
problematika anak autis dan perawat. Dengan demikian, penulis mengambil judul
yaitu Peranan Perawat saat Komunikasi Dalam Menangani Problematika Anak
Autisme.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah Karya Tulis Ilmiah di atas, maka
dapan diidentifikasi sebagai berikut:
1. Semakin meningkatnya tindakan kekerasan pada anak autisme.
2. Perawat yang tidak paham berkomunikasi dengan anak autisme.
3. Anak-anak autis pada umumnya dikucilkan oleh masyarakat karena
keterbelakangan mental mereka.
4. Perlunya penanganan khusus pada anak - anak autisme.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dapat diambil perumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa itu problematika anak autisme?
2. Apa faktor yang membuat terjadi adanya problematika anak autisme?
3. Bagaimana peranan perawat saat berkomunikasi dengan anak autisme?
4. Cara apa saja yang dibutuhkan oleh perawat saat berkomunikasi
dengan anak autisme?
D. Tujuan Penelitian
Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan pada perawat
saat berkomunikasi dengan anak autisme tidak hanya perawat saja orang tua dan
masyarakat lainnya juga perlu ini. Hal itu disebabkan karena meningkatnya anak-
anak penderita autis yang dikucilkan oleh masyarakat dan tidak adanya respon
yang baik dari perawat yang tidak mengerti tentang hal ini.
E. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaaat, adapun manfaat
penelitian tersebut :
a. Bagi Perawat
Menjadi masukan untuk memberikan sosialisasi pada masyarakat
luas tentang autis dan bagaimana cara memahami / menghadapi anak-
anak autis.
b. Bagi Orang Tua Anak Autisme
Menjadi masukan untuk orang tua yang mempunyai anak dengan
keterbelakangan mantal(autis) agar lebih memahami kekurangan anak
mereka, dan mampu memberikan pola pengasuhan / perawatan yang
sesuai dengan kebutuhan anak autis.
c. Bagi Anak Autisme
Menjadi hal yang terbaik yang dia alami karena anak autisme juga
mempunyai hak & kewajiban nya. Dan mereka merasa di pedulikan
oleh orang sekelilingnya dengan tulus hati dari cara pengasuhan dan
menangani problematika yang dia alami.
BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Hakikat Problematika
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa inggris yaitu
“problematic” yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam kamus
bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang
menimbulkan suatu permasalahan (Debdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Bulan Bintang, 2002), 276). Adapun masalah itu sendiri “adalah suatu
kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengkan kata lain masalah
merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan
baik, agar tercapai hasil yang maksimal”. Syukir menemukan problematika adalah
suatu kesenjangan yang mana antara harapan dan kenyataan yang diharapkan
dapat menyelesaikan atau dapat diperlukan (Syukir, Dasar - dasar Strategi
Dakwah Islami,(Surabaya : Al-Ikhlas, 1983),65).
Menurut penulis problematika adalah berbagi persoalan – persoalan yang
dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari faktor intern atau
ekstern.
B. Hakikat Autisme
Autisme merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup
bidang sosial dan afek , komunikasi verbal (bahasa) dan non-verbal, imajinasi,
fleksibilitas, lingkup interest (minat), kognisi dan atensi. Ini suatu kelainan
dengan ciri perkembangan yang terlambat atau yang abnormal dari hubungan
sosial dan bahasa.
Gejala penting lainnya ialah tidak suka dengan perubahan, perilaku motorik
yang “aneh”, kedekatan yang tak biasa dengan benda tertentu dan reaksi
emosional yang mendadak. Kelainan ini telah terlihat sejak ia muda ,sebleum
berusia tiga tahun.
a. GEJALA
Gejala dapat dibagi atas gejala gangguan perilaku dan gangguan
intelektual, dan dapat disertai oleh gangguan fisik. Gangguan perilaku, Yang
mencolok ialah interaksi dan hubungan yang abnormal terhadap lingkungan atau
sosial. Anak mungkin telah abnormal sejak lahir; kurang menunjukan respons,
tidak menikmati sentuhan fisik dan menghindari kontak mata (pandangan). Pada
usia 2-3 tahun anak tidak mencari orang tuanya untuk bermanja – manja, kolokan.
Dengan bertambahnya usia, abnormalitas lainnya mucul, misalnya tidak bermain
dengan anak lain. Pada usia remaja individu ini mempunyai hubungan yang
kurang pas, kurang sadar terhadap opini dari orang lain atau perasaan orang lain.
Komunikasi verbal (bahasa) dan non-verbal ialah abnormal. Bila
kemampuan bicara berkembang terdapat abnormalita, seperti echolalia
(mengulangi kata seperti burung beo) dan neologisme (“kata baru”).
Komprehensi dan ekspresi terlambat dan keterlambatan ini sangat bermaksna pada
separo individu yang autistik.
Komnikasi non-verbal juga terlihat, misalnya isyarat melalui gerak – gerik
tubuh (gesture) kurang. Bermain imajinatif (mengandai, misalnya ia sebagai
pengemudi mobil balap) atau pikiran imajinatif berkurang atau sedikit, hal ini
mungkin karena tidak berkembang pikiran simbolik pada individu yang autistik.
Perilaku motorik yang sering dijumpai ialah anak, suka berputar – putar, jalan
jinjit, atau bertepuk tangan.
Pada anak autistik perkembangan kemampuan berbahas sangat lambat atau
tidak ada sama sekali. Kata kata yang dikeluarkan tidak dapat dimengerti (bahasa
planet), meniru tanpa mengetahui artinya (ekolali), dan yang ada suaranya
monoton seperti suara robot. Anak tidak dapat menyampaikan keinginannya
dengan kata kata atau dengan bahasa isyarat. Sukar memahami arti kata kata yang
baru mereka dengar dan tidak dapat menggunakan bahasa dalam konteks yang
benar. Anak sering mengulang kata kata yang baru atau pernah didengar tanpa
maksud untuk berkomunikasi. Bila bertanya, mereka sering menggunakan kata
ganti orang yang terbalik, misalnya menyebut dirinya “kamu” dan menyebut
orang lain “saya”.
b. INTELEK
Kecerdasan sering diukur (eses) melalui perkembangan non-verbal, karena
terdapat gangguan bahsa. Didapatkan IQ di bawah 70 pada 70% penderita, dan
dibawah 50 pada 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis
sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun,
ada yang mempunyai kemampuan yang menonjol disatu bidang, misalnya
matematika atau kemampuan memori. Sekitar seperlima anak autis berdeteriorasi
bidang kognitifnya pada usia remaja.
c. ETIOLOGI (PENYEBAB)
Penyebab pasti pada autisme belum diketahui, tetapi diketahui bahwa
penyebabnya sangat kompleks dan multifaktorial dan terutama dipengaruhi faktor
genetik. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa berbagai faktor secara
sendiri atau bersama-sama menganggu susunan syaraf pusat melalui mekanisme
tertentu, yang akhirnya menghasilkan suatu syndrom gangguan perilaku yang
disebut sebagai autisme. Berbagai teori yang diperkirakan menjadi penyebab
terjadinya autisme adalah sebagai berikut :
1. Faktor Psikososial
Dahulu diperkirakan penyebab autisme adalah faktor psikogenik,
yaitu pengasuhan yang kaku dan obsesif dalam suasana emosional yang
dingin. Namun, teori tersebut disanggah, karena tidak terdapat situasi
keluaraga antara anak yang autisme dan yang normal.
2. Faktor pranatal,perinatal, dan pascanatal
Komplikasi pada faktor ini sering diketemukan pada anak yang
menderita autisme, seperti perdarahan setelah kehamilan trimester
pertama serta mekenium pada cairan amnion sebagai tanda adanya fetal
distress dan preklamsia. Komplikasi lainnya antara lain adalah
penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu, infeksi rubella pada ibu,
inkombilitas rhesus, venilketonuria yang tidak diobati, asfiksia atau
gangguan pernafasan lainnya, anemia pada janin, kejang pada neonatus.
Semua komplikasi itu menyebabkan gangguan fungsi otak yang diduga
penyebab autisme.
3. Faktor imunologi
Ditemukan antibodi ibu terhadap antigen tertentu yang
menyebabkan penyumnatan aliran darah otak janin. Selain itu, antigen
itu ditemukan pada sel otak janin, sehingga antibodi ibu dapat merusak
jaringan otak janin. Keadaan tersebut memperkuat teori peranan
imunologi pada terjadinya autisme.
4. Faktor genetik
Autime ialah familial ( 2% pada saudara kandung). Abnormalitas
kromosom, terutama fragile X, ikut berperan pada sebagian kecil kasus.
Ada pengaruh kondisi fisik pada saat hamil dan melahirkan, yang
mencakup rubella, sifillis, fenilketouria, tuberus sklerosis, fragile x.
Faktor prenatal mencakup infeksi kongenital seperti cytomegalovirus
dan rubella.
5. Faktor neurotransmitter
Teori ini mengacu pada ditemukannya peningkatan kadar serotonin
pada sepertiga anak autisme. Diduga gangguan fungsi neurotransmitter
inilah yang mendasari terjadinya gangguan fungsi perilaku dan kognitif
pada autisme. Neurotransmiter yang diduga menimbulkan gangguan
autisme adalah :
a. Serotonin
Hiperserotonimia didapatkan pada sepertiga anak autistik, separuh
anak autistik dengan retardasi mental, serta pada keluarga autistik.
b. Dopamin
Adanya hiperdopaminergik pada susunan saraf pusat diduga sebagai
penyebab hiperaktivitas dan stereotipi pada autisme.
c. Opiat Endogen
Dikatak bahaw penderita autisme memproduksi ensefalin dan beta-
endorfin dalam jumlah banyak.
d. TERAPI
Umumnya terapi ialah terhadap gejala disertai edukasi dan penerangan
kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi anak. Manajemen
yang efektif dapat mempengaruhi outcom. Intervensi farmakologis, yang saat ini
dievaluasi, mencakup obat fenflurami, lithium, haloperidol dan naltrezone.
Terhadap gejala yang menyertai.
Terapi anak dengan autisme membutuhkan identifikasi dini. Intervensi
edukasi yang intesif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, perawat yang
terlatih baik, peran serta orangtua dapat meningkatkan prognosis.
Belum ada obat atau terapi khusus yang memnyembuhkan kelaianan ini.
Medikasi (terapi obat) berguna terhadap gejala yang menyertai, misalnya
haloperidol, risperidone, dan obat antisikotik terhada[p perilaku agrsif, ledakan
ledakan perilaku, instabilitas mood (suasana hati). Obata anti depresi jenis SSRI
dapat digunakan terhadap ansietas, kecemasan, mengurangi stereotipi dan perilaku
perseveratif dan mengurangi ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku mencerderai
diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan obat natrezone.
C. Hakikat Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan baik didalam maupun
diluar negeri sesuai dengan peraturan perundang- undangan (Permenkes, 2010).
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional yang
merupakan bagian integral dari layanan kesehatan berbasis ilmu dan kiat
keperawatan, yang berbentuk bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang
ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun
sakit, yang mencakup keseluruhan proses kehidupan manusia (Lokakarya
keperawatan nasional, 1983). Perawat adalah seorang yang memiliki kemampuan
dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (UU kesehatan No 23
tahun 1992).
Jadi perawat merupakan seseoarang yang telah lulus pendidikan perawat
dan memiliki kemampuan serta kewenangan melakukan tindakan kerpawatan
berdasarkan bidang keilmuan yang dimiliki dan memberikan pelayanan kesehatan
secara holistic dan professional untuk individu sehat maupun sakit, perawat
berkewajiban memenuhi kebutuhan pasien meliputi bio-psiko-sosio dan spiritual.
Perawat dalam komunikasi, adalah dimana suatu kondisi yang
mengaharuskan perawat memberikan informasi kepada pasien, dan juga
memberikan solusi terhadap keluarga pasien agar proses pendekatan berjalan lurus
dan berhasil. Perawat dalam Komunikasi bisa juga dalam penyampaian yang
tersirat seperti hal nya ketika perawat berkomunikasi bersama dengan anak autis,
perawat bisa menggunakan tatapan, suara yang lembut, dan dengan isyrat yang
mudah dimenegerti oleh penderita autisme.
BAB III
METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu
metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam
penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada
saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.
A. Teknik Pengumpulan Data
1. Studi Pustaka
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan studi pustaka. Studi
pus taka yang dimaksud ialah teori – teori yang mendukung topik
pembahasan teori – teori tersebut digunakan sebagai bahab refrensi
penulis dalam menjawab atau menjelaskan masalah.
2. Studi Dokumentasi
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan studi dokumentasi.
Studi dokumentasi yang dimaksud ialah diagram/grafik yang diawali
dengan tabel pertanyaan. Yang di tanyakan disekitar Rumah Sakit
Umum Daerah tersebut.

Keterangan
NO Pertanyaan
S KS TS
1. Apakah komunikasi problematika anak autis harus
dihindari.
2. Saat perawat berkomunikasi menggunakan verbal.
3. Apakah anak autis harus di kasihani saat komunikasi.
4. Apakah penggunaan istilah ‘penderita autisme’ sudah
tepat.
5. Apakah peran perawat sudah baik ke dalam
komunikasi non-verbal pada anak autisme.

Keterangan :
1. S = Setuju
2. KS = Kurang Setuju
3. TS = Tidak Setuju

Hasil Pengamatan

36% Tidak Setuju


Kurang Setuju
Setuju
55%

9%

Menurut hasil analisa diatas menunjukkan bahwa banyak pendapat setuju ketika
anak autis dalam keadaan problematika berkomunikasi itu dihindari.

BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut 10 orang yang kami kasih Quisioner yang seperti diatas tadi, telah
terjawab keraguan kami, seperti : problematika anak autisme ada banyak seperti
saat berkomunikasi mereka harus menggunakan verbal & non-verbal agar mudah
dimengerti apa yang dia inginkan. faktor – faktornya salah satunya psikososial
dan neurotransmitter, keduanya adalah gangguan sindrom perilaku dan kognitif
pada anak autisme, sebenarnya autisme itu adalah gangguan pada saraf pusaf yang
diharuskan melakukan terapi. Peranan perawat sangat dibutuhkan oleh anak
autisme karena disaat masyarakat yang menjauh mereka, perawat harus nya yang
lebih paham dengan anak autisme, karena anak autisme butuh rangsangan agar
saraf pusatnya dapat terkendali lagi. Ada cara yang bisa mengatasi itu? cara nya
ada banyak yang harus dilakukan, tapi kebanyakan perawat menggunaka cara
yang simple dan yang mudah dimengerti seperti mengajak anak autisme bermain
bola dan bernyanyi agar perhatiannya bisa fokus. Karena anak autisme sulit
menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi, seperti menggelengkan kepala,
melambaikan tangan, mengangkat alis.

Jadi, 55% perawat diharuskan berkomunikasi dengan anak autisme


menggunakan cara verbal & non-verbal (isyarat tubuh) atau melakukan tahap
demi tahap untuk fokus pada suatu benda. Dan 20% tidak setuju karena
mengabaikan anak autisme pada saat problematika. Dan 50% kurang setuju
karena penggunaan “ penderita autisme” tidak tepat, bagaiamanapun juga anak
autisme itu hanyalah gangguan pada syaraf pusat menjadikan tidak fokus pada hal
hal yang di bilang. Anak autisme lebih sering mengulang – ngulang kata yang di
ucapkan oleh orang yang diajak ngobrol itu.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari penelitian diatas dapat diambil kesimpulan autis adalah suatu gangguan
perkembangan yang menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan prilaku.
Perkembangan anak penderita autis pada awalnya seperti anak pada umumnya,
tetapi setelah berumur 12-24 bulan anak-anak penderita autis mengalami
kemunduran dalam perkembangan. Beberapa faktor yang menyebabkan anak
menderita autis yaitu inveksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigen
serta polusi udara, makanan dan minuman yang dapat menghambat pertumbuhan
sel otak bayi yang sedang dalam kandungan. Sedangkan faktor yang sangat besar
terhadap penyebab autis adalah faktor genetika (keturunan).
Pada penderita autis sangat dibutuhkan komunikasi antara perawat agar
tercapainya tujuan bersama, dan kesembuhan autisme dapat diwujudkan, anak
autisme sering di masukkan kesekolah (SLB) karena disana mereka dapat leluasa
mendapatkan pendidikan yang diperlukan. Dan perawat pun bisa mengontrol
kondisi si anak autisme dengan leluasa dan tidak ada yang mengucilkannya.
B. Saran
Semoga dikemudian hari nanti tidak ada perawat yang tidak bisa
berkomunikasi dengan anak autisme karena hanya problematika komunikasi yang
sulit. Dan begitu juga, kita bisa menjaga dan melindungi anak autisme dari
Bullying yang terjadi di zaman sekarang ini. Karena zaman sudah lebih canggih
dan banyak cara untuk berkomunikasi untuk anak autisme.
Dan semoga anak autisme lebih diperhatikan oleh pemerintahan agar merasa
terlindungi. Perawat hanya mengikuti aturan dari institusi, tapi ada juga perawat
yang mempunyai hati yang sabar dan baik dalam menangani anak autisme.

DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing. 1997. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak edisi 2. Jakarta: Kedokteran
EGC.

Anda mungkin juga menyukai