Anda di halaman 1dari 65

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI I-i

PENDAHULUAN I-ii

Kegiatan Belajar ke-1; Elemen – Elemen Bangunan Gedung

1 Elemen-elemen Konstruksi Bangunan Gedung I-1

2 Struktur Bawah (Sub Struktur) I-9

2.1 Pondasi Dangkal I-11

2.2 Pondasi Dalam I-19

3 Struktur Atas I-38

3.1 Kolom I-38

3.2 Balok I-46

3.3 Plat I-54

RANGKUMAN I-64

DAFTAR PUSTAKA I-65


PENDAHULUAN
Rasional dan Deskripsi Singkat
Modul ini berisi uraian elemen-elemen konstruksi (struktur) bangunan gedung
yang mencakup struktur bawah (sub structure) dan struktur atas (upper structure)
bangunan gedung. Bagian sub structure bangunan gedung terdiri dari konstruksi pondasi
dangkal (Shallow Fundation), pondasi dalam (Deep Foundaion), Pile Cap/Poer, dan
Sloof (tie beam). Struktur bawah merupakan bagian penting dari konstruksi bangunan
yang mendukung berdirinya suatu bangunan gedung. Sedangkan bagian upper structure
meliputi konstruksi kolom, balok, plat, tangga, dan kap/atap. Struktur bawah dan struktur
atas bangunan gedung merupakan satu sistem konstrusksi utama bangunan gedung yang
berada di bagian atas pondasi merupakan struktur yang mendukung sosok bangunan.
Pada bangunan-bangunan tinggi/besar sub struktur bangunan juga dapat berupa basement.
Pondasi dan struktur atas gedung harus direncanakan sesuai dengan prinsip-prinsip
keilmuan teknik sipil dan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku. Dengan
adanya struktur pondasi yang kokoh, struktur bangunan atas dapat berdiri dengan stabil
sehingga umur suatu bangunan juga lebih lama.
Kegiatan belajar (KB) Modul-1 ini merupakan modul yang awal untuk
mempelajari lebih mendalam tentang konstruksi suatu bangunan gedung. Struktur bawah
dalam tahap konstruksi merupakan pekerjaan yang paling awal dilakukan oleh pelaksana.
Merujuk dari filosofi tersebut, pendalaman struktur bawah merupakan modal utama
mahasiswa untuk mempelajari konstruksi bangunan secara mendalam. Merujuk dari
capaian kompetensi yang diharapkan setelah mahasiswa mempelajari modul ini, maka
sub capaian kompetensi yang dapat dicapai oleh mahasiswa setelah mempelajari modul
secara runut sebagai berikut: (1) memahami pengertian dan jenis pondasi dangkal
(shallow foundation), (2) menganalisis fungsi dari bagian-bagian konstruksi pondasi
dangkal, (3) memahami pengertian pondasi dalam (deep foundation), (4) menganalisis
jenis-jenis dan fungsi bagian pondasi dalam, pile cap, dan (5) sloof.. Selanjutnya pada
struktur atas akan dikaji (1) kolom, balok, dan plat.
Dengan belajar secara runut materi-materi dalam modul ini dan adanya pengayaan
dari sumber-sumber belajar yang ada, maka kompetensi mahasiswa PPG terkait dengan
struktur bawah bangunan gedung dapat meningkat.
Capaian Pembelajaran
Setelah membaca modul ini mahasiswa mampu mengaplikasikan
pembelajaran terkini, mengidentifikasi, dan menganalisis struktur bawah dan
struktur atas konstruksi bangunan gedung meliputi pondasi dangkal (shallow
foundation) dan pondasi dalam (deep foundation) berdasarkan kualitas material
dan metode yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan pondasi.

Sub Capaian Pembelajaran


Mahasiswa setelah mendalami kegiatan belajar struktur bawah (pondasi) ini,
mahasiswa dapat lebih mendalami:
1. Elemen struktur bangunan gedung.
2. Jenis dan bahan pondasi dangkal (shallow foundation).
3. Jenis dan bahan pondasi dalam (deep foundation).
4. Pile cap/Poer
5. Sloof.
6. Struktur atas
Petunjuk Penggunaan Modul
Pelajarilah modul Struktur Bawah (Pondasi) bangunan gedung ini secara
mendalam. Modul ini mencakup materi pondasi dangkal dan pondasi dalam yang
uraiannya disampaikan secara umum. Masing-masing materi pokok bahasan
masih diuraian secara umum, rinciannya bisa anda pelajari dalam media ataupun
tautan link-internet yang sudah ada alamat lamannya.
Langkah-langkah untuk mempelajari modul ini dapat dilakukan secara runut
sebagai berikut:
1. Bacalah dan pahamilah modul ini secara berurutan masing-masing kegiatan
pembelajaran mulai dari uraian materi, deskripsi masing-masing materi, test
formatif dan tugas yang harus dikerjakan sebagai latihan.
2. Pada saat mahasiswa mengalami kesulitan dalam mempelajari uraian materi,
mahasiswa bisa konsultasi dan diskusi dengan dosen pembimbing melalui
sarana yang ada.
3. Silakan berdiskusi dengan teman sejawat untuk menyelesaikan permasalahan
yang anda hadapi dalam pembelajaran dengan memanfaatkan sarana
pembelajaran hybrid ini.
4. Tetaplah bersemangat untuk meningkatkan kompetensi anda melalui
pembelajaran sepanjang hayat dan memanfaatkan sumber belajar yang
tersedia secara online.
Uraian Materi
1. Elemen-Elemen Bangunan Gedung
Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukan baik yang ada di atas, di bawah tanah dan/atau di air. Bangunan biasanya
dikonotasikan dengan rumah, gedung ataupun segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam
kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya seperti halnya jembatan
dan konstruksinya serta rancangannya, jalan, sarana telekomunikasi, dan lain-lain. Teknik
bangunan adalah suatu disiplin ilmu teknik yang berkaitan dengan perencanaan, desain,
konstruksi, operasional, renovasi dan pemeliharaan bangunan, termasuk juga kaitannya dengan
dampaknya terhadap lingkungan sekitar.
Proyek bangunan perumahan/pemukiman (residential Construction), merupakan proyek
pembangunan yang dilakukan secara serempak dengan penyediaan prasarana penunjang. Jenis
proyek ini sangat memerlukan perencanaan yang matang untuk infrastruktur yang ada dalam
lingkungan pemukiman tersebut seperti jaringan jalan, air bersih, listrik dan fasilitas lainnya.
Secara filosofis bangunan gedung harus memberikan jaminan kemanan, kenyamanan,
kesehatan, dan keindahan serta kemudahan akses bagi pengguna dan lingkungannya. Oleh
karena itu harus dibangun berdasarkan standar-standar yang telah ditetapkan baik oleh
pemerintah maupun teori bidang keilmuan teknik sipil dan profesi yang relevan.
Berdasar jenisnya, bangunan gedung dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya yaitu (a)
sebagai hunian (perumahan), (b) bangunan publik seperti perkantoran, sekolah, tempat ibadah,
hotel, rumah sakit, mall, apartemen, dan lainya; (c) bangunan monumental dan sejarah misalnya
Museum Nasional/Monas (Jakarta), Petronas (Malaysia), One O One Tower (Taiwan), Al Buruj
Tower (Dubai) dan sebagainya, serta (d) bangunan industri.
Berdasarkan tinggi bangunan, dapat dikelompokkan pada bangunan tidak bertingkat,
bangunan bertingkat sedang, serta bangunan tingkat tinggi (> delapan lantai). Pembedaan fungsi
tersebut membawa implikasi terhadap penerapan standar konstruksi, pemilihan sistem struktur,
standar material, maupun metode pelaksanaannya.
Undang-Undang Jasa Konstruksi (UU No 2 tahun 2017) menegaskan bahwa pekerjaan
konstruksi bangunan di Indonesia dikelompokkan ke dalam empat jenis pekerjaan yaitu (1)
pekerjaan Arsitektural, (2) pekerjaan Struktural, (3) pekerjaan Mekanikal & Elektrikal, dan (4)
pekerjaan Tata Lingkungan (ASMET). Pekerjaan arsitekural adalah pekerjaan berfungsi sebagai
bangunan pelengkap untuk berfungsinya suatiu bangunan. Pekerjaan Arsitektur merupakan
bangunan yang tidak dirancang menerima beban (non structural). Jenis pekerajjan ini antara lain
dinding pengisi, pekerjaan pelapis dinding/lantai, pekerjaan kosen pintu/jendela/ventilasi,
pekerjaan plafond, pekerjaan penutup atap, dan pekerjaan finishing.
Aspek pekerjaan arsitektural, mencakup pengolahan bentuk dan massa bangunan gedung
berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan bagi setiap pekerjaan non-struktural
bangunan. Pekerjaan arsitektural gedung dipilih agar bangunan memenuhi fungsi kenyamanan,
keindahan, keserasian, dan kesehatan lingkungan. Dengan kata lain pekerjaan arsitektural ini
mencakup penataan ruang, pemilihan jenis bahan/material, pemilihan sistem sirkulasi,
pemilihan sistem penerangan, dan finishing dan pewarnaan sehingga bangunan berfungsi secara
maksimal.
Pekerjaan sruktural, merupakan sistem konstruksi/struktur yang dipilih perencana untuk
mendukung berdirinya suatu gedung. Pekerjaan struktural ini mencakup pemilihan sistem
konstruksi, pilihan material, dan perhitungan kekuatannya, sehingga bisa dipastikan bangunan
memberikan keamanan bagi pengguna dan lingkungannya. Pekerjaan struktur ini antara lain
pondasi, kolom struktur, balok, pelat, tangga, konstruksi kap/atap. Dalam lingkup bidang
pekerjaannya teknik sipil, secara umum pekerjaan struktur tersebut mencakup pembangunan
struktur pada bangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran
irigasi atau kanal, bendungan, terowongan, struktural gedung, jalan, jembatan, reklamasi rawa,
pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan.
Bangunan gedung juga dilengkapi dengan intstalasi mekanikal dan elektrikal yang
merupakan sistem instalasi pelengkap agar bangunan bisa digunakan secara sempurna. Pekerjaan
mekanikal elektrikal merupakan salah satu dari sistem utilitas bangunan yang harus disediakan
untuk operasional bangunan. Utilitas ini mencakup (1) instalasi plumbing/instalasi penyediaan
air bersih dan pembuangan air limbah (sawarage and disposal), instalasi listrik, penangkal petir,
dan instalasi pencegah kebakaran gedung (sprinkler dan hydrant), produk-produk rekayasa
industri. Pekerjaan mekanikal mencakup pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan
instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak
dan gas. Pekerjaan elektrikal mencakup antara lain pembangunan jaringan transmisi dan
distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan gedung, telekomunikasi beserta
kelengkapannya.
Pekerjaan tata lingkungan mencakup pekerjaan pengolahan dan penataan akhir bangunan
maupun lingkungannya. Pemilihan material, penataan taman/halaman dan eksterior bangunan
dilakukan untuk memenuhi fungsi keindahan, keserasian, kesehatan dan kemudah akses sirkulasi
saat terjadi kondisi darurat.
Ditinjau dari sistem konstruksinya bangunan dibagi menjadi dua yaitu bagian sub
struktur (bangunan bawah) dan upper structure (bangunan atas). Bangunan bawah adalah
pondasi yang berfungsi menerima semua beban bangunan untuk diteruskan ke dalam tanah.
Bagian atas bangunan (upper structure/structure) adalah semua bagian-bagian bangunan yang
terletak dan menumpu di atas pondasi.
Pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3 disajikan ilustrasi tentang pembagian elemen-
elemen bangunan. Bangunan bagian bawah (sub structure) dan bagian atas (upper structure).
Bagian sub struktur terdiri dari pondasi, sloof, dan pile cup juga dikenal sebagai pondasi dan
bagian atas terdiri dari elemen kolom balok dan plat, serta atap.
Bangunan gedung akan dapat digunakan sesuai fungsinya jika dilengkapi dengan utilitas
pendukung. Utilitas merupakan sistem instalasi yang dibangun untuk mendukung aktifitas
keseharian pengguna bangunan. Dengan kata lain tanpa utilitas maka bangunan tidak akan dapat
difungsikan sebagaimana mestinya. Utilitas bangunan yang diperlukan untuk bangunan gedung
meliputi (1) instalasi plumbing, yaitu instalasi yang dimaksudkan untuk menyediakan instalasi
air bersih (air minum) dan instalasi pembuangan air limbah dari Kamar Mandi/ WC/tempat cuci,
limbah laboratorium (gedung sekolah) dan limbah industri (rumah sakit/ hotel/ apartemen/rusun)
dan lain-lain; (2) instalasi listrik bangunan, yaitu sistem intalasi penerangan dan sumber daya
listrik untuk gedung,; penangkal petir; dan (3) instalasi sistem mengatasi bahaya kebakaran yaitu
sprinkler dan hydrant.
Gambar 1.1. Elemen-Elemen Sistem Konstruksi Bangunan

Gambar 2. Ilustrasi Diagram Elemen Pondasi dalam, Poor/pile cup

Selain itu pada bangunan-bangunan tertentu yang karena fungsinya dibutuhkan bangunan
pelengkap yang disebut utilitas bangunan. Utilitas bangunan mencakup (1) pekerjaan mekanikal
terdiri dari elevator (lift) dan atau escalator, (2) pekerjaan elektrikal terdiri dari sistem
penyediaan dan instalasi listrik, penangkal petir; dan (3) pekerjaan plumbing yang mencakup
instalasi dan sistem penyediaan air bersih, gas, dan pemadam kebakaran, (4) sistem pembuangan
air kotor dan limbah. Selain itu utilitas, bangunan juga harus dilengkapi dengan instalasi untuk
penyandang dis-abilitas untuk menggunakan gedung. Pada Gambar 4 dipaparkan model instalasi
plambing dan instalasi pengatur suhu ruangan (AC), Pada Gambar 5 dipaparkan ilustrasi sistem
sprinkler untuk mengatasi kebakaran yang terjadi dalam ruangan.

Gambar 1.3. Elemen-elemen Pokok Konstruksi Bangunan Gedung

Gambar 1.4. Model Ilustrasi Utilitas Bangunan Instalasi Air


Gambar 1.5. Sistem Utilitas untuk Mencegak Kebakaran dalam Ruang (Sprinkler)

Pada Gambar 6 dipaparkan gambar instalasi air bersih untuk bangunan gedung asrama.
Dalam gambar tersebut ditujuukan sistem instalasi air bersih yang harus ditempatkan merata
pada seluruh bagian denah bangunan sehingg setiap bangunan memiliki tekanan air yang sama
kuatnya. Pada Gambar 7 digambarkan skema sistem instalasi air bersih pada bangunan
bertingkat.

Gambar 1.6. Ilustrasi Gambar Rencana Instalasi Air Minum untuk Gedung Asrama
Gambar 1.7. Sistem Instalasi 2D untuk Air Bersih Gedung Asrama

Pada bangunan public misalnya mall, perkantoran, rumahsakit, atau stasion kereta
api/bandara. Sering dipasang instalasi escalator untuk memberikan layanan penggunaan gedung
.

Gambar 1.8. Sistem Instalasi 2D untuk Eskalator


Gambar 1. 9. Ilustrasi 3D Escalator Bangunan

Gambar 1.10. Eskalator

Gambar 1.11. Gate (Pintu Masuk Lift/Elevator)


2. Struktur Bawah (Sub Structure)
Struktur bawah atau pondasi merupakan bagian penting dari sistem berdirinya suatu
bangunan gedung. Pondasi suatu bangunan harus direncanakan sesuai dengan prinsip-prinsip
keilmuan teknik sipil dan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya
struktur pondasi yang kokoh, struktur bangunan atas dapat berdiri dengan stabil sehingga
memberikan jaminan keamanan bagi penggunan dan lingkungannya. Ditinjau dari letak pondasi
pada tanah dukung sistem pondasi dibagi menjadi pondasi dangkal dan pondasi dalam.
Pondasi merupakan suatu komponen struktur yang sangat penting karena semua beban
tetap yang timbul dari berat sendiri bangunan, beban berguna maupun beban tidak tetap dari
angin, gempa dan lainnya akan diterima oleh pondasi dan disalurkan ke dalam tanah. Kestabilan
berdirinya suatu bangunan ditentukan atau tergantung pada kekuatan konstruksi pondasinya.
Sebuah bangunan tidak dapat begitu saja didirikan langsung diatas tanah, untuk itu diperlukan
adanya struktur bangunan bawah yang disebut pondasi, jadi pondasi adalah bangunan sub
struktur dibawah tanah yang berfungsi sebagai pendukung seluruh berat dari bangunan dan
meneruskan beban yang didukung ke tanah dibawahnya sekaligus menstabilkan beban.
Suatu sistem pondasi harus dihitung untuk menjamin keamanan dan kestabilan bangunan
di atasnya, tidak boleh terjadi penurunan sebagian atau seluruhnya melebihi batas-batas yang
diijinkan. Hal yang juga penting berkaitan dengan pondasi adalah apa yang disebut soil
investigation, atau penyelidikan tanah untuk mengetahui kedalam lapisan-lapisan tanah, dan
letak tanah keras serta kekuatan tanah daya dukung tanah yang mampu dipikulnya.
Pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras dan padat. Untuk membuat
pondasi maka diperlukan adanya pekerjaan galian tanah, hal ini dilakukan karena pada umumnya
lapisan tanah dipermukaan setebal ± 50 cm adalah lapisan tanah humus yang sangat labil dan
tidak mempunyai daya dukung yang baik, oleh karena itu pada dasar pondasi tidak boleh
diletakkan pada lapisan tanah humus ini. Untuk menjaga kestabilan pondasi dan memperoleh
daya dukung tanah yang besar, dasar pondasi harus diletakkan minimal pada kedalaman lebih
dari 50 cm dari permukaan tanah asli (MTA). Lebar galian tanah pondasi dibuat menyesuaikan
dengan perencanaan pondasi dan kemampuan daya dukung tanah yang diharapkan.
Secara garis besar kondisi tanah dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu tanah bersifat
“Stabil” dan tanah bersifat “Labil” atau tidak stabil. Tanah dikatakan stabil apabila tanah
tersebut tidak mengalami perubahan dalam musim kemarau maupun musim penghujan. Maksud
tidak mengalami perubahan ini adalah tidak terjadinya gerakan-gerakan tanah ke atas, ke bawah
dan ke samping. Tanah dikatakan labil atau tidak stabil, bila terjadi perubahan yang sangat besar
atau mencolok antara musim panas dan musim penghujan.
Beberapa syarat untuk pekerjaan pondasi yang harus diperhatikan, yaitu secara fungsional
mampu mendukung dan menyalurkan dengan baik beban-beban diatasnya dan secara struktural
pondasi tidak ambles dan tidak berubah bentuk. Untuk memenuhi syarat tersebut perlu
diperhatikan beberapa hal dalam pekerjaan pondasi antara lain :
(1) Luasan bagian dasar pondasi harus dirancang sesuai dengan kebutuhan untuk menahan beban
dari bangunan dan harus diletakkan pada lapisan tanah yang keras.
(2) Harus dihindarkan memasang pondasi sebagian pada tanah keras, sebagian pada tanah
lembek.
(3) Pondasi harus dipasang menerus di bawah seluruh dinding bangunan dan dibawah kolom-
kolom pendukung yang berdiri bebas.
(4) Apabila digunakan pondasi setempat, pondasi itu harus dirangkai satu dengan balok pengikat
(balok sloof).
(5) Pondasi harus dibuat dari bahan yang awet berada di dalam tanah dan kuat menahan gaya-
gaya yang bekerja padanya terutama gaya desak.
(6) Apabila lapisan tanah keras tidak sama dalamnya, tapi untuk seluruh panjang pondasi harus
diletakkan pada kedalaman yang sama.
Penyelidikan tanah (soil investigation) diperlukan untuk mengetahui letak/kedalaman tanah
keras dan besar tegangan tanah/daya dukung tanah dilakukan dengan cara:
(1) Pemboran (drilling): dari lubang hasil pemboran (bore holes), diketahui contoh-contoh
lapisan tanah yang kemudian dikirim ke laboraturium mekanika tanah.
(2) Percobaan penetrasi (penetration test): yaitu dengan menggunakan alat yang disebut sondir
static penetrometer. Ujungnya berupa conus yang ditekan masuk kedalam tanah, dan secara
otomatis dapat dibaca hasil sondir tegangan tanah (kg/cm 2)

2.1 Pondasi Dangkal


Pondasi Dangkal (Shallow Foundation) adalah pondasi yang diletakkan pada kedalaman
tanah keras yang relatif dangkal, hanya beberapa meter ke dalam tanah. Salah satu jenis pondasi
dangkal yang banyak digunakan adalah pondasi menerus dari pasangan batu kali/belah atau
pondasi menerus dari beton bertulang. Fungsi pondasi dangkal meneruskan semua beban
bangunan (seperti sloof, dinding, dan beban atap bangunan) ke lapisan tanah keras yang berada
relatif dekat permukaan tanah. Pondasi dangkal dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara
lain :
a. Pondasi Setempat (Single Footing)
b. Pondasi Menerus (Continuous Footing)
c. Pondasi Pelat (Plate Foundation)
d. Pondasi Cakar Ayam
e. Pondasi Sarang Laba-laba

2.1.1 Jenis-Jenis Pondasi Dangkal


a. Pondasi Setempat (Single Footing)
Pondasi setempat adalah pondasi dangkal yang dibuat pada bagian yang terpisah (di bawah
kolom pendukung/kolom struktur, tiang). Pondasi setempat yang juga dengan fondasi telapak
(foot plat) biasa digunakan pada konstruksi bangunan kayu di daerah rawa-rawa. Pada bangunan
sementara sering juga digunakan penumpu pondasi setempat dari batu alam massif yang bertarah
dan diletakkan di atas permukaan tanah yang diratakan. Di daerah Jawa Tengah untuk
mendukung tiang utama bangunan Joglo dipasang pondasi setempat yang disebut UMPAK.
Adapun ciri-ciri pondasi setempat adalah:
 Jika tanahnya keras, mempunyai kedalaman > 1,5 meter.
 Pondasi dibuat hanya di bawah kolom.
 Untuk mengikat antar pondasi setemapt kadang masih menggunakan pondasi
menerus dari pasangan batu alam atau plat beton sebagai tumpuan mencor sloof,
tidak digunakan untuk mendukung beban.
Gambar 1.1. Pondasi Setempat

Gambar 1.12. Model Pondasi Setempat Beton Bertulang

Bentuk-bentuk model pondasi setempat antara lain:


 Pondasi pilar, dari pasangan batu kali berbentuk kerucut terpancung.
 Pondasi sumuran, dari galian tanah berbentuk bulat sampai kedalaman tanah keras,
kemudian diisi adukan beton tanpa tulangan dan batu-batu besar.
 Pondasi umpak, dipakai untuk bangunan sederhana. Pondasi umpak dipasang di bawah
setiap tiang penyangga. Antara tiang dihubungkan dengan balok kayu di bagian bawah tiang,
di bagian atas tiang menyatu dengan atapnya. Pondasi kayu dibuat keluar permukaan tanah
sampai ketinggian ± 1 meter.

Gambar 1.13. Model Pondasi Setempat

Gambar 1.14. Model Pondasi Setempat

b. Pondasi Menerus (Continuous Footing)


Konstruksi pondasi menerus yang sering digunakan untuk bangunan gedung satu lantai
biasanya menggunakan bahan batu kali (batu belah) yang sering disebut pondasi batu kali.
Konstruksi pondasi batu kali digunakan untuk meneruskan beban dinding pada lantai dasar.
Komponen pondasi dangkal menerus batu kali meliputi urugan pasir bawah pondasi, pasangan batu
kosong (anstamping), dan pasangan batu kali sebagaimana dipaparkan pada Gambar 1.5.
Pondasi batu kali dibuat dari bahan utama batu belah yang merupakan bahan konstruksi
pondasi yang paling banyak digunakan, karena batu belah yang umumnya didapatkan dari batu
kali yang tidak mengalami perubahan bentuk dan kualitas bila tertanam di dalam tanah.
Persyaratan batu belah sebagai bahan konstruksi pondasi adalah batu tersebut mempunyai
permukaan yang kasar, berukuran ± 25 cm, bersih dari segala kotoran. Batu belah yang
permukaannya halus kurang baik dipakai sebagai bahan pondasi, sehingga harus dipecah
terlebih dahulu agar didapatkan permukaan yang kasar. Demikian juga dengan batu belah
yang berpori sebaiknya tidak digunakan untuk bahan konstruksi pondasi. Permukaan batu yang
kasar akan membuat ikatan yang kokoh.

Gambar 1.15. Pondasi Menerus Batu Kali

c. Pondasi Telapak (Foot Plate Foundation)


Pondasi telapak merupakan pelebaran alas kolom atau dinding dengan tujuan untuk
meneruskan beban pada tanah suatu tekanan yang sesuai dengan sifat-sifat tanah yang bersangkutan.
Pondasi telapak yang mendukung kolom tunggal disebut telapak kolom individual, telapak
tersendiri atau telapak sebar. Pondasi telapak di bawah suatu dinding disebut telapak dinding atau
telapak menerus. Apabila sebuah pondasi telapak mendukung beberapa kolom disebut telapak
gabungan. Bentuk khusus dari telapak gabungan yang umumnya digunakan apabila salah satu
kolomnya mendukung dinding luar disebut telapak kantilever.
Gambar 1.16. Tipe-tipe Pondasi (a) Pondasi Telapak individual. (b) Pondasi Dinding. (c) dan
(d) Pondasi gabungan. (e) Pondasi kantilever

d. Pondasi Cakar Ayam


Pondasi sistem cakar ayam terdiri dari pelat tipis yang didukung oleh pipa-pipa
(cakar) yang tertanam di dalam tanah. Posisi pipa-pipa ini menggantung pada bagian
bawah pelat. Hubungan antara pipa-pipa dengan pelat beton dibuat monolit. Kerjasama
sistem yang terdiri dari pelat-cakar tanah ini, menciptakan pelat yang lebih kaku dan lebih
tahan terhadap beban dan pengaruh penurunan tidak seragam. Pondasi sistem cakar ayam
ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Sedijatmo pada tahun 1961. Secara umum perkerasan cakar
ayam terdiri dari pelat tipis beton bertulang tebal 10-17 cm yang diperkaku dengan pipa-
pipa beton (cakar)berdiameter 120 cm, tebal 8 cm, dan panjang pipa 150-200 cm, yang tertanam
pada lapisan subgrade, dengan jarak pipa-pipa berkisar 2,0-2,5m. Di bawah pelat beton,
terdapat lapisan lean concrete setebal ± 10 cm (terbuat dari beton mutu rendah) dan lapisan
sirtu setebal ± 30 cm yang berfungsi, terutama sebagai perkerasan sementara selama masa
pelaksanaan dan agar permukaan subgrade dapat rata sehingga pelat beton cakar ayam
dapat dibuat di atasnya. Pipa-pipa beton tersebut disebut cakar. Sistem cakar ayam telah
banyak diaplikasikan pada berbagai macam bangunan, seperti pondasi menara transmisi
tegangan tinggi, bangunan gedung bertingkat, power stasion, kolam renang, gudang dan
hanggar, jembatan, menara bandara (runway, taxi way, dan apron), perkerasan jalan tol, dan
lain-lain (Hardiyatmo, 2010).
Gambar 1.17. Bentuk pondasi cakar ayam Prof. Sedijatmo
Sumber: (Hardiyatmo, 2010)

e. Pondasi Sarang Laba-Laba


Konstruksi Sarang Laba-Laba (KSLL) ialah kombinasi konstruksi bangunan bawah
konvensional yang merupakan perpaduan pondasi pelat beton pipih menerus yang diisi dengan
perbaikan tanah sehingga menjadi satu kesatuan komposit konstruksi beton bertulang.
Kombinasi ini menghasilkan kerja sama timbal balik yang saling menguntungkan sehingga
membentuk sebuah pondasi yang memiliki kekakuan jauh lebih tinggi dibandingkan pondasi
dangkal lainnya. Konstruksi Sarang Laba- Laba ditemukan oleh Ir. Ryantori dan Ir.
Soetjipto, pada tahun 1975. Konstruksinya terdiri dari pelat beton tipis bermutu K-225
berukuran 10-15 cm yang dibawahnya dikakukan oleh rib–rib tegak yang tipis dan relatif
tinggi, biasanya, 50-150 cm. Penempatan rib–rib diatur sedemikian rupa sehingga dari atas
kelihatan membentuk petak-petak segitiga, sedangkan rongga-rongga di bawah pelat dan
diantara rib-rib diisi dengan tanah/pasir yang dipadatkan lapis demi lapis (Hastomo, 2014).
Gambar 1.18. Pondasi Sarang Laba-Laba

2.1.2 Faktor Penentu Bentuk Pondasi Dangkal


Pemilihan jenis pondasi yang paling cocok untuk suatu bangunan tergantung pada
beberapa factor, diantaranya adalah; (1) fungsi bangunan dan beban yang harus dipikul, (2)
kondisi permukaan tanah serta biaya pondasi dibanding dengan biaya bangunan. Menurut Budi
(2011), beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pondasi dangkal
antara lain; lapisan tanah organic, kedudukan lapisan tanah gambut (peat), dan lapisan bahan
timbunan (sampah). Merujuk pada lapisan permukaan tanah tersebut, kemampuan daya dukung
pondasi sangat ditentukan dari luasan dasar pondasi dangkal.

2.1.3 Langkah-Langkah Perancangan Pondasi Dangkal


Menurut Hardiyatmo (2010), perancangan pondasi dangkal dapat dilakukan dengan
tahapan berikut.
a. Menentukan jumlah beban efektif yang akan disalurkan ke tanah melalui pondasi.
b. Tentukan beban-beban yang akan didukung oleh pondasi, besarnya beban mati dan
beban hidup harus dikalikan dengan factor- faktor pengali tertentu menurut peraturan
yang berlaku.
c. Menentukan nilai kapasitas dukung ijin (qa). Luas dasar pondasi, secara pendekatan
ditentukan dari membagi jumlah beban efektif dengan kapasitas dukung ijin (qa)
didasarkan pada tekanan yang terjadi pada dasar pondasi. Sedangkan tekanan dasar
pondasi digunakan untuk perancangan struktur pondasi yang diperoleh dari menghitung
momen- momen lentur dan gaya-gaya geser yang terjadi pada dasar pondasi.

2.2 Pondasi Dalam


Pondasi dalam merupakan struktur bawah suatu konstruksi yang berfungsi untuk
meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah keras yang berada jauh dari permukaan tanah.
Suatu pondasi dapat dikategorikan sebagai pondasi dalam apabila perbandingan antara
kedalaman dengan lebar pondasi lebih dari sepuluh (Df/B >10). Material pondasi dalam bisa dari
kayu, profil baja keras, beton bertulang, dan beton pratekan.
Pondasi dalam dapat dibedakan menjadi
a. Pondasi Tiang Pancang (pile), bahan yang digunakan pada pondasi ini diantaranya
bahan kayu (balok kayu), beton bertulang pracetak (berbentuk persegi, segi tiga,
maupun silinder), beton pracetak pratekan, dan berbentuk sheet pile. Untuk
memasukkan tiang pancang ke dalam bumi digunakan alat berat misalnya Jack
Hammer, Hidrolic Hammer. Metode yang digunakan mendesakkan pile ke dalam
tanah dengan mesin hammir bisa hammer pile, getar, dan ditekan.
b. Pondasi bored pile, bahan yang digunakan untuk tipe pondasi ini adalah beton
bertulang yang di cor di tempat (in situ). Pelaksanaan pondasi tipe ini
membutuhkan peralatan bor baik secara manual (diameter lubang bor
maksimal 30 cm) maupun menggunakan mesin bor untuk membuat lubang
dengan kedalaman rencana.
c. Pondasi caisson, tipe pondasi ini berbentuk sumuran dengan diameter yang relatif
lebih besar.
Ada banyak alasan seorang ahli geoteknik merekomendasikan penggunaan pondasi dalam
ke pondasi dangkal, tetapi beberapa alasan umum adalah beban desain yang sangat besar,
tanah yang buruk pada kedalaman dangkal, atau kendala situs (seperti garis properti). Ada
istilah yang berbeda digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis pondasi yang mendalam,
termasuk tumpukan (yang analog dengan tiang), tiang jembatan (yang analog dengan kolom),
poros dibor, dan caisson. Tumpukan umumnya didorong ke dalam tanah di situ; pondasi
mendalam lainnya biasanya diletakkan di tempat dengan menggunakan penggalian dan
pengeboran.

2.2.1 Jenis-jenis Pondasi Dalam


a. Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi
tiang. Pondasi ini digunakan apabila tanah dasar terletak pada kedalaman yang relatif
dalam. Jenis pondasi dalam yang dicor ditempat dengan menggunakan komponen beton dan
batu belah sebagai pengisinya. Pada umumnya pondasi sumuran ini terbuat dari beton
bertulang atau beton pracetak, yang umum digunakan pada pekerjaan jembatan di Indonesia
adalah dari silinder beton bertulang dengan diameter 250 cm, 300 cm, 350 cm, dan 400 cm.
b. Pondasi Bored Pile
Pondasi Bored Pile adalah bentuk Pondasi Dalam yang dibangun di dalam
permukaan tanah dengan ke-dalaman tertentu. Pondasi di tempatkan sampai ke dalaman yang
dibutuhkan dengan cara membuat lobang yang dibor dengan alat khusus. Setelah mencapai
kedalaman yang disyaratkan, kemudian dilaku-kan pemasangan kesing/begisting yang
terbuat dari plat besi, kemudian dimasukkan rangka besi pondasi yang telah dirakit
sebelumnya, lalu dilakukan pengecoran terhadap lobang yang sudah dibor tersebut.

Gambar 1.19. Pondasi Sumuran


Gambar 1.20. Pondasi Strous (Bored Pile)

Pekerjaan pondasi ini tentunya dibantu dengan alat khusus, untuk mengangkat kesing dan
rangka besi. Setelah dilakukan pengecoran kesing tersebut dikeluarkan kembali. Jenis
pondasi bore pile dipilih untuk mendukung beban bangunan dengan mengandalkan daya dukung
pondasi pada tanah keras dan hambatan lekat yang terjadi pada permukaan tiang yang tidak rata
akibat dari pengecoran di tempat (in situ).

Gambar 1.21. Bore Pile (Strous Pile)


Gambar 1.22. Model Pondasi Tiang Kayu dan Pasangan Batu Kali

2.2.2 Tiang Pancang dan Pilecap


a. Pondasi Tiang Pancang Beton Bertulang
Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada
dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup
untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya Atau apabila
tanah yanmempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan
seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah
kedalaman lebih dari 8 meter.

b. Jenis-Jenis Pondasi Tiang Pancang


Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan materialnya dan cara pelaksanaan.
Penggolongan berdasarkan kualitas materialnya dan cara pembu-atannya diperlihatkan dalam
Tabel 1. Sedangkan penggolongan tiang berdasarkan cara pemasangannya diperlihatkan dalam
Diagram 2.

Tabel 1. Jenis Pondasi Tiang Pancang Berdasarkan Materialnya


Bahan Nama Tiang Cara Pembuatan Bentuk

Profil Baja Pipa tiang Baja Disambung las Lingkaran


elektrik, diarah datar,
mengeliling

Tiang profil baja flens Lebar (WF)/H Diasah dalam H/WF


keadaan panas,
disambung Las

Beton Tiang Beton Tiang beton tulang Diaduk dengan gaya Lingkaran,
Bertulang Pracetak pracetak centrifugal dan Segi tiga,
penggetar Kubus dll

Tiang Beton Prategang Sistem penarikan Lingkaran


Pracetak awal

Sistem penarikan
akhir

Tiang dicor Tiang alas Sistem pemancangan Lingkaran


setempat
Tiang beton Rymond

 Dengan Sistem Pemboran Lingkaran


menggoyangkan semua
tabung pelindung
 Dengan member tanah
 Dengan pemutaran
berlawanan arah
 Dengan Pondasi dalam
Diagram 1. Cara Pemancangan Berbagai Tiang Pancang

Tiang pancang yang sering digunakan untuk struktur konstruksi bangunan gedung adalah
jenis tiang pancang beton pracetak. Tiang pancang ini dicetak dan dicor di industri beton
pracetak. Setelah beton cukup kuat lalu diangkat ke lokasi dan dipancangkan. Cara
pemancangan tiang beton pracetak ini dapat dilakukan menurut cara pemasangannya berikut :
(1) Penumbukan, pemancangan tiang ke dalam tanah dilakukan dengan cara penumbukan
menggunakan alat penumbuk (hammer) secara mekanis.
(2) Penggetaran: tiang pancang ditekan masuk ke dalam tanah sambil digetarkan menggunakan
alat penggetar (vibrator).
(3) Penanaman: memasukkan tiang kedalam tanah dengan cara melubangi permukaan tanah
terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian
lubang tadi ditimbun tanah serta dipadatkan lagi.
Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tiang pancang sesuai dengan
kebutuhan. Beberapa contoh tiang pancang berdasarkan bahan yang digunakan yaitu:

 Tiang pancang kayu


Tiang pancang dengan bahan material kayu dapat digunakan sebagai tiang pancang
pada suatu dermaga. Tiang pancang kayu biasanya diberi bahan pengawet dan didorong dengan
ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Kadang-kadang ujungnya yang besar
didorong untuk maksud-maksud khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana
tanah tersebut akan bergerak kembali melawan poros. Kadang kala ujungnya runcing dilengkapi
dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam bila tiang pancang harus menembus
tanah keras atau tanah kerikil. Pada pemakaian tiang pancang kayu ini biasanya tidak diijinkan
untuk menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang.

Gambar 1.23. Penanaman Tiang Pancang Kayu

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan material kayu sebagai tiang pancang
yaitu :
(1) Kepala Tiang Pancang
Sebelum pemancangan, tindakan pencegahan kerusakan pada kepala tiang pancang
harus diambil. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan pemangkasan kepala tiang pancang
sampai penampang melintang menjadi bulat dan tegak lurus terhadap panjangnya dan memasang
cincin baja atau besi yang kuat atau dengan metode lainnya yang lebih efektif. Setelah
pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak lurus terhadap panjangnya sampai
nagian kayu yang keras dan diberi bahan pengawet sebelum poer (pile cap) dipasang.
Bilama tiang pancang kayu lunak membentuk pondasi struktur permanen dan akan
dipotong sampai di bawah permukaan tanah, maka perhatian khusus harus diberikan untuk
memastikan bahwa tiang pancang tersebut telah dipotong pada atau di bawah permukaan air
tanah yang terendah yang diperkirakan. Bilamana digunakan pur (pile cap) dari beton, kepala
tiang pancang harus tertanam dalam pur dengan kedalaman yang cukup sehingga dapat
memindahkan gaya. Tebal beton di sekeliling tiang pancang paling sedikit 15 cm dan harus
diberi baja tulangan untuk mencegah terjadinya keretakan.
(2) Sepatu Tiang Pancang
Tiang pancang harus dilengkapi dengan sepatu yang cocok untuk melindungi ujung
tiang selama pemancangan, kecuali bilamana seluruh pemancangan dilakukan pada tanah
yang lunak. Sepatu harus benar-benar konsentris (pusat sepatu sama dengan pusat tiang
pancang) dan dipasang dengan kuat pada ujung tiang. Bidang kontak antara sepatu dan kayu
harus cukup untuk menghindari tekanan yang berlebihan selama pemancangan.
(3) Pemancangan
Pemancangan berat yang mungkin merusak kepala tiang pancang, memecah ujung dan
menyebabkan retak tiang pancang harus dihindari dengan membatasi tinggi jatuh palu dan
jumlah penumbukan pada tiang pancang. Umumnya, berat palu harus sama dengan beratnya
tiang untuk memudahkan pemancangan. Perhatian khusus harus diberikan selama
pemancangan untuk memastikan bahwa kepala tiang pancang harus selalu berada sesumbu
dengan palu dan tegak lurus terhadap panjang tiang pancang dan bahwa tiang pancang
dalam posisi yang relatif pada tempatnya.
(4) Penyambungan
Bilamana diperlukan untuk menggunakan tiang pancang yang terdiri dari dua batang atau
lebih, permukaan ujung tiang pancang harus dipotong sampai tegak lurus terhadap
panjangnya untuk menjamin bidang kontak seluas seluruh penampang tiang pancang. Pada tiang
pancang yang digergaji, sambungannya harus diperkuat dengan kayu atau pelat penyambung
baja, atau profil baja seperti profil kanal atau profil siku yang dilas menjadi satu membentuk
kotak yang dirancang untuk memberikan kekuatan yang diperlukan. Tiang pancang bulat harus
diperkuat dengan pipa penyambung. Sambungan di dekat titik-titik yang mempunyai lendutan
maksimum harus dihindarkan
 Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu:
(1) Tiang pancang dari kayu relatif lebih ringan sehingga mudah dalam pengangkutan.
(2) Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk pemancangan tidak
menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang pancang beton precast.
(3) Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi ke dalam
tanah.
(4) Tiang pancang kayu ini lebih baik untuk friction pile dari pada untuk end bearing pile sebab
tegangan tekanannya relatif kecil.
(5) Karena tiang kayu ini relatif flexible terhadap arah horizontal dibandingkan dengan tiang-
tiang pancang selain dari kayu, maka apabila tiang ini menerima beban horizontal yang tidak
tetap, tiang pancang kayu ini akan melentur dan segera kembali ke posisi setelah beban
horizontal tersebut hilang.

 Kerugian pemakaian tiang pancang kayu:


(1) Tiang pancang ka yu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah agar
dapat tahan lama, maka kalau air tanah yang terendah itu letaknya sangat dalam, hal ini
akan menambah biaya untuk penggalian.
(2) Tiang pancang yang di buat dari kayu mempunyai umur yang relatif pendek
dibandingkan dengan tiang pancang yang di buat dari baja atau beton terutama pada
daerah yang muka air tanahnya sering naik dan turun.
(3) Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu (gravel) ujung tiang pancang kayu
dapat berbentuk berupa sapu atau dapat pula ujung tiang tersebut hancur. Apabila tiang kayu
tersebut kurang lurus, maka pada waktu dipancangkan akan menyebabkan penyimpangan
terhadap arah yang telah ditentukan.
(4) Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda-benda yang agresif dan jamur yang
menyebabkan kebusukan.

 Tiang pancang Beton Bertulang


 Precast Reinforced Concrete Pile
Precast renforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak
dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan
dipancangkan. Karena tegangan tarik beton adalah kecil dan praktis dianggap sama dengan nol,
sedangkan berat sendiri dari pada beton adalah besar, maka tiang pancang beton ini haruslah
dieri penulangan-penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul
pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Karena berat sendiri adalah besar, biasanya
pancang beton ini dicetak dan dicor di tempat pekerjaan, jadi tidak membawa kesulitan untuk
transport.
Tiang pancang ini dapat memikul beban yang besar (>50 ton untuk setiap tiang), hal ini
tergantung dari dimensinya. Dalam perencanaan tiang pancang beton precast ini panjang dari
pada tiang harus dihitung dengan teliti, sebab kalau ternyata panjang dari pada tiang ini kurang
terpaksa harus dilakukan penyambungan, hal ini adalah sulit dan banyak memakan waktu.
Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan
dapat dilihat pada Gambar 2. di bawah ini.

Gambar 1.24. Penulangan Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile

Gambar 1.25. Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile

 Keuntungan pemakaian Precast Concrete Reinforced Pile:


(1) Precast Concrete Reinforced Pile ini mempunyai tegangan tekan yang besar, hal ini
tergantung dari mutu beton yang di gunakan.
(2) Tiang pancang ini dapat di hitung baik sebagai end bearing pile maupun friction pile.
(3) Karena tiang pancang beton ini tidak berpengaruh oleh tinggi muka air tanah seperti tiang
pancang kayu, maka disini tidak memerlukan galian tanah yang banyak untuk poernya.
(4) Tiang pancang beton dapat tahan lama sekali, serta tahan terhadap pengaruh air
maupun bahan-bahan yang corrosive asal beton dekkingnya cukup tebal untuk
melindungi tulangannya.
 Kerugian pemakaian Precast Concrete Reinforced Pile:
(1) Karena berat sendirinya maka transportnya akan mahal, oleh karena itu Precast
reinforced concrete pile ini di buat di lokasi pekerjaan.
(2) Tiang pancang ini di pancangkan setelah cukup keras, hal ini berarti memerlukan waktu
yang lama untuk menunggu sampai tiang beton ini dapat dipergunakan.
(3) Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan
memerlukan waktu yang lama.
(4) Bila panjang tiang pancang kurang, karena panjang dari tiang pancang ini tergantung dari
pada alat pancang ( pile driving ) yang tersedia maka untuk melakukan panyambungan
adalah sukar dan memerlukan alat penyambung khusus.

 Precast Prestressed Concrete Pile


Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang dari beton prategang
yang menggunakan baja penguat dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya.

Gambar 1.26. Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile

 Keuntungan pemakaian Precast prestressed concrete pile:


(1) Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi.
(2) Tiang pancang tahan terhadap karat.
(3) Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi.
 Kerugian pemakaian Precast prestressed concrete pile:
(1) Pondasi tiang pancang sukar untuk ditangani.
(2) Biaya permulaan dari pembuatannya tinggi.
(3) Pergeseran cukup banyak sehingga prategang sukar untuk disambung.

 Cast in Place Pile


Pondasi jenis tiang pancang ini merupakan pondasi dalam yang dibuat dari bahan beton
bertulang yang metode pelaksanaannya di cetak di tempat dengan jalan dibuatkan lubang terlebih
dahulu dalam tanah dengan cara mengebor tanah seperti pada pengeboran tanah pada waktu
penyelidikan tanah. Pada Cast in Place ini dapat dilaksanakan dua cara:
 Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan
ditumbuk sambil pipa tersebut ditarik keatas.
 Dengan pipa baja yang di pancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton,
sedangkan pipa tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

 Keuntungan pemakaian Cast in Place:


(1) Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjan.
(2) Tiang ini tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko rusak dalam transport.
(3) Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.
 Kerugian pemakaian Cast in Place:
(1) Pada saat penggalian lubang, membuat keadaan sekelilingnya menjadi kotor akibat
tanah yang diangkut dari hasil pengeboran tanah tersebut.
(2) Pelaksanaannya memerlukan peralatan yang khusus.
(3) Beton yang dikerjakan secara Cast in Place tidak dapat dikontrol.
Gambar 1.27.Tiang Pancang Cast In Place

 Tiang Pancang Profil Baja


Tiang pancang dari bahan baja biasanya menggunakan profil berbentuk H /wide flens/WF.
Bahan baja memiliki kekuatan yang sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan
pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi
pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang
pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.
Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap texture tanah, panjang
tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah. Karat /korosi yang terjadi karena
udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan
pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan material baja sebagai tiang pancang
yaitu :
(1) Perlindungan Terhadap Korosi
Bilamana korosi pada tiang pancang baja mungkin dapat terjadi, maka panjang atau ruas-
ruasnya yang mungkin terkena korosi harus dilindungi dengan pengecatan menggunakan lapisan
pelindung yang telah disetujui dan/atau digunakan logam yang lebih tebal bilamana daya korosi
dapat diperkirakan dengan akurat dan beralasan. Umumnya seluruh panjang tiang baja yang
terekspos, dan setiap panjang yang terpasang dalam tanah yang terganggu di atas muka air
terendah, harus dilindungi dari korosi.
(2) Kepala Tiang Pancang
Sebelum pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak lurus terhadap
panjangnya dan topi pemancang (driving cap) harus dipasang untuk mempertahankan sumbu
tiang pancang segaris dengan sumbu palu. Sebelum pemancangan, pelat topi, batang baja atau
pantek harus ditambatkan pad pur, atau tiang pancang dengan panjang yang cukup harus
ditanamkan ke dalam pur (pile cap).

(3) Perpanjangan Tiang Pancang


Perpanjangan tiang pancang baja harus dilakukan dengan pengelasan. Pengelasan harus
dikerjakan sedemikian rupa hingga kekuatan penampang baja semula dapat ditingkatkan.
Sambungan harus dirancang dan dilaksanakan dengan cara sedemikian hingga dapat menjaga
alinyemen dan posisi yang benar pada ruas-ruas tiang pancang. Bilamana tiang pancang pipa
atau kotak akan diisi dengan beton setelah pemancangan, sambungan yang dilas harus kedap air.
(4) Sepatu Tiang Pancang
Pada umumnya sepatu tiang pancang tidak diperlukan pada profil H atau profil baja gilas
lainnya. Namun bilamana tiang pancang akan dipancang di tanah keras, maka ujungnya dapat
diperkuat dengan menggunakan pelat baja tuang atau dengan mengelaskan pelat atau siku baja
untuk menambah ketebalan baja. Tiang pancang pipa atau kotak dapat juga dipancang tanpa
sepatu, tetapi bilamana ujung dasarnya tertutup diperlukan, maka penutup ini dapat dikerjakan
dengan cara mengelaskan pelat datar, atau sepatu yang telah dibentuk dari besi tuang, baja tuang
atau baja fabrikasi.
 Keuntungan pemakaian Tiang Pancang Baja:
(1) Tiang pancang profil baja mudah dalam dalam hal penyambungannya.
(2) Tiang pancang ini memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi.
(3) Dalam hal pengangkatan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.

 Kerugian pemakaian Tiang Pancang Baja:


(1) Tiang pancang ini mudah mengalami korosi.
(2) Bagian H pile dapat rusak atau di bengkokan oleh rintangan besar.

c. Komponen Konstruksi Pondasi Pancang


 Pile Cap / Poer
Komponen konstruksi pondasi dalam yang menghubungkan antara kolom dengan tiang
pondasi disebut dengan pile cap/poer, komponen tersebut selalu ada pada pondasi dalam baik
yang satu tiang maupun lebih dan disebut tiang kelompok. Tiang kelompok ini biasanya
disatukan oleh kepala tiang yang juga disebut pile cap atau poer.
Pile cap tersebut biasanya dibuat dari beton bertulang, dituangkan langsung pada tanah
kecuali jika tanah bersifat ekspansif. Pile cap untuk konstruksi lepas pantai sering dicetak dari
form baja. Pile cap tersebut mempunyai suatu reaksi yang merupakan sederet beban terpusat
(tiang pancang). Perencanaan pile cap juga mempertimbangkan beban kolom dan momen
dari setiap tanah yang mendasari pile cap (jika poer berada di bawah permukaan tanah), dan
berat pile cap.
Perhitungan pile cap/poer dilakukan dengan asumsi dibuat kaku sempurna sehingga :
(1) Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan
penurunan maka setelah penurunan bidang poer tetap akan merupakan bidang datar.
(2) Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang
tersebut.

Gambar 1.28. Pile Cap

2.2.3 Sloof
Sloof adalah jenis konstruksi beton bertulang yang sengaja di desain khusus luas
penampang dan jumlah pembesiannya, disesuaikan dengan kebutuhan beban yang akan dipikul.
Untuk menentukan luas penampang (dimensi sloof), dibutuhkan perhitungan teknis yang tepat
agar sloof tersebut nanti “benar-benar mampu” untuk memikul beban dinding bata diatasnya.
nanti. Untuk itu ada baiknya kita menggunakan jasa konsultan untuk menghitung dan mendesain
dimensi sloof ini.
Sloof yang terbuat dari bahan beton bertulang biasanya dibuat pada bangunan rumah atau
gedung, posisi sloof terdapat pada lantai satu atau lantai dasar. Oleh karena posisi sloof berada
dibawah lantai, maka konstruksi sloof tidak bisa diamati secara langsung setelah bangunan
berdiri dan berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Walau bentuknya tidak terlihat tetapi
fungsinya sangat dibutuhkan khususnya dalam struktur bawah suatu bangunan.
Sloof juga berfungsi untuk memikul beban dinding, sehingga dinding tersebut berdiri
pada beton yang kuat, sehingga tidak terjadi penurunan dan pergerakan yang bisa mengakibatkan
dinding rumah menjadi retak atau pecah. Jenis-jenis sloof yang biasa di pakai oleh masyarakat
Indonesia sebagai berikut:
(1) Konstruksi Sloof dari beton bertulang, konstruksi sloof ini bisa digunakan di atas pondasi
batu kali apabila pondasi tersebut dimaksudkan untuk rumah atau gedung tidak bertingkat
dengan perlengkapan kolom praktis pada jarak dinding kurang lebih 3 m. Untuk ukuran
lebar / tinggi sloof beton bertulang adalah > 15/20 cm. Konstruksi sloof dari beton bertulang
juga bisa dimanfaatkan sebagai balok pengikat (tie beam) pada pondasi tiang.
(2) Konstruksi Sloof dari bahan batu bata (rollag), rollag dibuat dari susunan batu bata yang di
pasang dengan cara melintang arah memanjang sloof dan diikat dengan adukan pasangan (1
PC:2 PSR). Konstruksi rolag ini hanya digunakan untuk beban yang ringan saja, biasanya
untuk menopang lantai teras depan rumah.
(3) Konstruksi Sloof dari kayu, konstruksi rumah panggung dengan pondasi tiang kayu
(misalnya di atas pondasi setempat), sloof dapat dibentuk sebagai balok pengapit. Jika sloof
dari kayu ini terletak di atas pondasi lajur dari batu atau beton, maka dipilih balok tunggal.
Fungsi Sloof selain menerima beban pasangan dinding di atasnya juga berfungsi:
(1) Meratakan beban yang diterima dari bangunan di atasnya untuk kemudian disalurkan
menuju pondasi.
(2) Sebagai pengikat antar kolom sehingga struktur bangunan menjadi kaku dan aman terhadap
goncangan akibat angin, gempa, dan lain-lain.
(3) Sebagai dinding penahan material urugan tanah, pasangan keramik dan berbagai macam
pekerjaan lantai bangunan agar bisa tetap berada pada posisi yang direncanakan.
Gambar 1.29. Konstruksi Penulangan Sloof

Gambar 1.20. Tampak Atas Penulangan Sloof

Rangkuman
1. Struktur bawah (pondasi) merupakan komponen penting dalam suatu bangunan. Tanpa
pondasi yang kokoh, bangunan akan mengalami kehancuran. Pondasi harus dihitung
sedemikian rupa sehingga dapat menjamin stabilitas bangunan terhadap beban mati dan beban
hidup.
2. Jenis pondasi dapat diklasifikasikan menjadi pondasi dangkal (shallow foundation) dan
pondasi dalam (deep foundation) berdasarkan kedalaman dasar pondasi yang tertanam dalam
tanah.
3. Pondasi dangkal mengandalkan kemampuan daya dukung pada luasan dasar pondasi yang
diperoleh dari daya dukung tanah untuk menahan beban bangunan yang disalurkan ke dalam
tanah.
4. Pondasi dalam mengandalkan daya dukung pada ujung tiang dari daya dukung tanah keras
(end bearing) dan adanya hambatan lekat pada dinding tiang.
5. Pondasi dalam berdasarkan metode pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi pondasi
tiang pancang (pile) dan pondasi tiang bor (bored pile). Pelaksanaan tiang pancang dapat
dilakukan dengan penumbukan, digetarkan, dan digali. Sedangkan tiang bor dilakukan dengan
cara mengebor tanah dan mengecor beton bertulang di lokasi pekerjaan.
6. Pondasi tiang pancang (pile foundation) merupakan salah satu jenis pondasi dalam yang
dibuat dari bahan beton bertulang, kayu, atau baja untuk menerima dan mentransfer
(menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah keras yang terletak pada kedalaman tertentu.
7. Komponen konstruksi pondasi dalam yang menghubungkan antara kolom dengan tiang
pondasi disebut dengan pile cap/poer, komponen tersebut selalu ada pada pondasi dalam baik
yang satu tiang maupun lebih dan disebut tiang kelompok.
8. Sloof merupakan bagian dari struktur bawah yang menghubungkan antara tiang kolom yang
satu dengan lainnya dan berfungsi untuk menahan beban dinding atau lainnya yang ada
diatasnya untuk disebarkan secara merata pada permukaan pondasi dangkal.

3. Struktur Atas
Struktur atas (upper structure) gedung adalah elemen struktur utama bangunan gedung
yang berada di bagian atas tanah. Elemen atas ini antara lain berupa: (a) kolom, (b) balok, (c)
plat, dan (d) tangga , dan (e) atap/kap. Fungsi dari struktur atas ini adalah menerima beban-
beban yang tejadi di bagian atas bangunan untuk selanjutnya disalurkan ke struktur bawah.

3.1 Kolom
Kolom adalah batang struktur bangunan yang dirancang menerima gaya vertical/aksial
searah dengan garis normalnya. Kolom bisa dibuat dari beton bertulang, profil baja, kayu, atau
struktur komposit. Kolom merupakan struktur yang berungsi untuk menahan beban-beban plat,
dinding, atap untuk disalurkan ke dalam strutur bawah melalui pondasi.

3.1.1 Konstruksi Kolom Beton Bertulang


Tipikal kolom beton bertulang seperti pada Gambar 1.6.1. Tulangan pada kolom akan
terdistribusi bersama dengan bagian tepi keliling penampang kolom dan menerus sepanjang
tinggi kolom tersebut. Tulangan transversal kolom (begel) dapat berbentuk, empat persegi, ties
atau spiral. Dinding yang tinggi dan elemen ‟core‟ pada bangunan akan mempunyai perilaku
yang sama dengan kolom, sehingga prosedur desain dapat mengikuti aplikasi dari kolom. Kolom
harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau
atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari
lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari
momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan

Gambar 6.1.1 Tipikal kolom Beton Bertulang


Sumber: Dipohusodo, 1999

Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban yang tak seimbang
pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam harus diperhitungkan. Demikian pula
pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan. Dalam
menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom
dapat dianggap terjepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen
struktur lainnya (balok). Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif
kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekangan pada ujung kolom. Selanjutnya analisis
kolom dan perencanaan kolom beton di sini ditekankan pada jenis kolom beton sederhana. Jenis
kolom yang dimaksud adalah kolom pendek dengan eksentrisitas kecil.
a. Kekuatan Kolom eksentrisitas kecil
Hampir tidak pernah dijumpai kolom dengan beban aksial tekan secara konsentris. Meskipun
demikian pembahasan kolom dengan eksentrisitas kecil sangat penting sebagai dasar pengertian
perilaku kolom pada waktu menahan beban serta timbulnya momen pada kolom.
Jika beban tekan P berimpit dengan sumbu memanjang kolom berarti tanpa eksentrisitas, secara
teoritis menghasilkan tegangan merata pada permukaan penampang lintangnya. Sedangkan jika
gaya tekan bekerja pada satu tempat berjarak e terhadap sumbu memanjang, kolom akan
melentur seiring dengan timbulnya momen M=P(e). Jarak e disebut eksentrisitas gaya terhadap
sumbu kolom. Kekuatan beban aksial pada kondisi pembebanan tanpa eksentrisitas adalah:

Po = 0,85 fC’(Ag-Ast) + fyAst

dimana:
Ag = luas kotor penampang lintang kolom (mm2)
Ast = luas total penampang penulangan memanjang (mm 2)
PO = kuat beban aksial tanpa eksentrisitas
Pn = kuat beban aksial dengan eksentrisitas tertentu
Pu = beban aksial terfaktor dengan eksentrisitas
rasio penulangan adalah:

Hubungan dasar antara beban dan kekuatan: Pu ≤ Ø Pn,

Ketentuan dalam SNI 03-2847-2002 selanjutnya:


- reduksi kekuatan untuk kolom dengan penulangan sengkang adalah 20%
- reduksi kekuatan untuk kolom dengan penulangan spiral adalah 15%
Berdasarkan reduksi kekuatan tersebut maka rumus kuat beban aksial maksimum adalah:
Untuk kolom dengan penulangan spiral
Ø Pn(maks) = 0,85 Ø {0,85 fC’ (Ag-Ast) + fyAst}
Untuk kolom dengan penulangan sengkang
Ø Pn(maks) = 0,80 Ø {0,85 fC’ (Ag-Ast) + fyAst}
Faktor reduksi ditentukan:
Ø = 0.70 untuk penulangan spiral, dan
Ø = 0,65 untuk penulangan dengan sengkang.
 Persyaratan detail penulangan kolom

Jumlah luas penampang tulangan pokok memanjang dibatasi dengan rasio penulangan antara
0,01 dan 0,08. Secara umum luas penulangan yang digunakan antara 1,5% sampai 3 % dari luas
penampang, serta terkadang dapat mencapai 4% untuk struktur berlantai banyak, namun
disarankan tidak melebihi 4%. Sesuai SNI 03-2847-2002, penulangan pokok pada kolom dengan
pengikat spiral minimal 6 batang, sedangkan untuk sengkang segiempat adalah 4 batang, dan
segitiga minimal adalah 3 batang. Beberapa susunan penulangan seperti

pada Gambar 6.1.2

Gambar 6.1.2. Detail susunan penulangan tipikal


Sumber: Dipohusodo, 1999
Jarak bersih antar batang tulangan pokok tidak boleh kurang dari 1,5 db atau 40 mm. Syarat-
syarat lain diantaranya:
(1) Tebal minimum selimut beton 40 mm.
(2) Diameter minimal kait pengikat lateral D10 untuk tulangan pokok D32 atau lebih
kecil.
(3) Tulangan pokok kolom minimal D12.
(4) Jarak spasi tulangan sengkang tidak lebih dari 16 kali diameter tulangan pokok, atau
48 kali diameter tulangan sengkang dan dimensi lateral terkecil (lebar) kolom
(5) kait pengikat harus diatur sehingga sudut-sudutnya tidak dibengkokan dengan sudut
lebih besar dari 135º, seperti pada Gambar 1.5.
(6) Rasio penulangan untuk pengikat spiral tidak boleh kurang dari:

( ) ( )

dimana:
ρs = volume tulangan spiral satu putaran
volume inti kolom setinggi s
s = jarak spasi tulangan spiral
Ag = luas kotor penampang lintang kolom (mm2)
Ac = luas penampang lintang inti kolom (tepi luar ke tepi luar spiral)
f’c = kuat tekan beton

f’y = tegangan luluh baja spiral, tidak lebih dari 400 Mpa
Gambar 6.1.3. Spasi antara tulangan-tulangan longitudinal kolom
Sumber: Dipohusodo, 1999
b. Analisis Struktur Kolom Beton Bertulang
Secara ringkas langkah-langkah dalam melakukan analisis kolom beton bertulang sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan apakah ρg masih dalam batas yang memenuhi persyaratan 0,01 ≤ ρg ≤ 0,08
2) Pemeriksaan jumlah tulangan pokok memanjang untuk memperoleh jarak bersih antara
batang tulangan (dapat menggunakan tabel A-40 dalam Dipohusodo, 1994)
3) Menghitung kuat beban aksial maksimum
4) Pemeriksaan tulangan pengikat (lateral). Untuk sengkang, periksa dimensi tulangan,
jarak spasi, dan susunan penempang. Untuk pengikat spiral, periksa dimensi batang
tulangan, rasio penulangan, dan jarak spasi bersih antara tulangan.

c. Perancangan Struktur Kolom Beton Bertulang

1) Tentukan kekuatan bahan-bahan yang dipakai. Menentukan rasio pPg penulangan yang
direncanakan (bila diinginkan)
2) Tentukan beban rencana terfaktor Pu.
3) Tentukan luas kotor penampang kolom yang diperlukan Ag
4) Pilih bentuk dan ukuran penampang kolom, gunakan bilangan bulat
5) Hitung beban yang dapat didukung oleh beton dan tulangan pokok memanjang.
Tentukan luas penampang batang tulangan memanjang yang diperlukan, kemudian pilih
batang tulangan yang akan dipakai.
6) Rancang tulangan pengikat, dapat berupa tulangan sengkang atau spiral.
7) Buat sketsa rancangannya.

3.1.2 Konstruksi Kolom Baja

Kekuatan kolom pendek dari profil baja menahan gaya tekan ditentukan oleh kekuatan leleh dari
bahannya. Kolom-kolom yang panjang, kekuatan menahan gaya tekan ditentukan oleh faktor
tekuk elastis yang terjadi. Sedangkan kolom-kolom yang ukurannya tergolong sedang,
kekuatannya ditentukan oleh faktor tekuk plastis yang terjadi. Sebuah kolom yang sempurna
yaitu kolom yang dibuat dari bahan yang bersifat isotropis, bebas dari tegangan-tegangan
sampingan, dibebani pada pusatnya serta mempunyai bentuk yang lurus, akan mengalami
perpendekan yang seragarn akibat terjadinya regangan tekan yang seragam pada penampangnya.
Kalau beban yang bekerja pada kolom ditambah besarnya secara berangsur-angsur, maka akan
mengakibatkan kolom mengalami lenturan lateral dan kemudian mengalami keruntuhan akibat
terjadinya lenturan tersebut. Beban yang mengakibatkan terjadinya lenturan lateral pada kolom
disebut beban kritis dan merupakan beban maksimum yang masih dapat ditahan oleh kolom
dengan aman. Keruntuhan batang tekan dapat terjadi dalam dua kategori, yaitu:
(1) Keruntuhan yang diakibatkan terlampauinya tegangan leleh. Hal ini umumnya terjadi
pada batang tekan yang pendek.
(2) Keruntuhan yang diakibatkan terjadinya tekuk. Hal ini terjadi pada batang tekan yang

langsing.

Gambar 6.1.4 Beberapa Tipe Penampang Batang Tekan dari Profil Baja
Sumber: Salmon dkk, 1991

Kelangsingan batang tekan, tergantung dari jari-jari kelembaman dan panjang tekuk. Jari-jari
kelembaman umumnya terdapat 2 harga λ , dan yang menentukan adalah yang harga λ terbesar.
Panjang tekuk juga tergantung pada keadaan ujungnya, apakah sendi, jepit, bebas dan
sebagainya.
Menurut SNI 03–1729–2002, untuk batang-batang yang direncanakan terhadap tekan, angka
perbandingan kelangsingan ë =Lk/r dibatasi sebesar 200 mm. Untuk batang-batang yang
direncanakan terhadap tarik, angka perbandingan kelangsingan L/r dibatasi sebesar 300 mm
untuk batang sekunder dan 240 mm untuk batang primer. Ketentuan di atas tidak berlaku untuk
batang bulat dalam tarik. Batang-batang yang ditentukan oleh gaya tarik, namun dapat berubah
menjadi tekan yang tidak dominan pada kombinasi pembebanan yang lain, tidak perlu memenuhi
batas kelangsingan batang tekan.
Gambar 6.1.4 Faktor Panjang Efektif pada Kondisi Ideal
Sumber: Salmon dkk, 1991

 Panjang tekuk
Nilai faktor panjang tekuk (kc) bergantung pada kekangan rotasi dan translasi pada ujung-ujung
komponen struktur. Untuk komponen struktur takbergoyang, kekangan translasi ujungnya
dianggap tak-hingga, sedangkan untuk komponen struktur bergoyang, kekangan translasi
ujungnya dianggap nol. Nilai faktor panjang tekuk (kc) yang digunakan untuk komponen
struktur dengan ujung-ujung ideal ditunjukkan pada Gambar 6.1.5.
3.2 Balok
Balok atau Batang Lentur didefinisikan sebagai elemen struktur bangunan gedung yang menahan
baban transversal atau beban yang tegak lurus sumbu batang. Batang lentur pada struktur
biasanya juga disebut gelagar atau Girder, atau Gelagar bisa dikategorikan sebagai berikut:
 Joist, adalah susunan balok-balok dengan jarak yang cukup dekat antara satu dan yang
lainnya, dan biasanya berfungsi untuk menahan lantai atau atap bangunan
 Lintel atau Balok Latai, adalah balok yang membujur pada tembok yang biasanya berfungsi
untuk menahan beban yang ada di atas bukaan-bukaan (lobang) dinding seperti pintu atau
jendela.
 Balok spandrel, adalah balok yang mendukung dinding luar bangunan yang dalam beberapa
hal dapat juga menahan sebagian beban lantai
 Girder, adalah susunan balok-balok yang biasanya terdiri dari kombinasi balok besar (induk)
dan balok yang lebih kecil (Balok Anak)
 Gelagar tunggal, atau balok tunggal

3.2.1 Balok Konstruksi Beton Bertulang


Suatu gelagar balok beton bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen
lentur, akan mengalami deformasi (regangan) lentur. Rubahan yang terjadi pada balok beton bertulang
akibat deformasi adalah regangan tekan akan terjadi di bagian atas dan regangan tarik di bagian bawah
penampang. Regangan-regangan tersebut mengakibatkan tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh
balok, tegangan tekan di bagian atas dan tegangan tarik di bagian bawah penampang. Sesuai dengan
karakteristik material yang digunakan dalam beton bertulang, maka tulangan baja dipasang pada bagian
pada bagian bawah. Sedangkan pada bagian tekan atau bagian atas penampang balok tetap dipasang
perkuatan tulangan sebagai montage yang bertujuan untuk membentuk kerangka kokoh beton yang stabil
pada masing-masing sudut komponen.
Tulangan pada balok selain dipengaruhi oleh beban-beban yang diterimanya, juga dipengaruhi oleh
ukuran dan syarat-syarat tumpuan. Tumpuan dianggap kaku jika tidak terdapat deformasi. Tiga syarat-
syarat tumpuan yang dipertimbangkan:
 Tumpuan bebas, bila tumpuan mengalami perputaran sudut pada perletakannya.
 Tumpuan terjepit penuh, bila terdapat jepitan penuh sehingga perputaran tidak mungkin terjadi.
 Tumpuan terjepit sebagian, bila tumpuan pada keadaan yang memungkinkan terjadi sedikit
perputaran

a. Penampang Balok Beton Bertulang


Sebuah penampang balok bertulang berbentuk empat persegi Panjang dengan tinggi h dan lebar b
digambarkan pada Gambar 6.2.1 Bagian atas merupakan bagian beton daerah tekan dan As adalah luas
penampang baja tulangan. Selanjutnya d adalah tinggi efektif penampang atau jarak dari serat terluar ke
pusat tulangan tarik. Selisih antara tinggi total balok (h) dan tinggi efektif (d) terutama ditentukan oleh
tebal penutup beton.
Pada Gambar 6.2.2 ditunjukkan pula letak tulangan utama (tulangan pokok) serta sengkang. Diameter
nominal tulangan dinyatakan dengan Øp untuk baja tulangan polos dan D untuk baja tulangan deform
(ulir).

Gambar 6.2.1 Detail penampang beton bertulang


Sumber: Sagel dkk, 1994
b. Penutup beton tulangan (selimut beton)
Gambar 6.2.2. Syarat Penulangan Balok yang Harus Dipenuhi
Sumber: Sagel dkk, 1994

Tinggi total penampang (h) dan tinggi efektif (d) merupakan dimensi yang penting pada analisis
penampang baik pada balok maupun plat pada Gambar 6.3.2 Secara umum, hubungan antara h dan d
adalah:
 untuk plat : h = d + ½ Ø tul. Ut. + p
 untuk balok : h = d + ½ Ø tul. Ut.+ Ø sengk + p
Tebal minimum penutup beton yang diukur dari tulangan terluar berdasarkan SNI 2847-2013,
seperti dalam Tabel 3.2.1
Tabel 3.2.1 Tebal minimum penutup beton dari tulangan terluar (mm)
1. Beton yang dicor langsung di atas tanah selalu berhubungan dengan 75 mm
tanah

2 Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca 50 mm

Batang D19 hingga D56 ………………………………………..

Batang D 16 Jaring kawat polos P16 atau kawat ulir D16 dan yang 40 mm
lebih kecil ………………………………………………..

3 Beton yang tidak langsung berhubungan dengan cuacaatau beton


tidak langsung berhubungan dengan tanah

Pelat dinding pelat berusuk

Batang D44 dan D56 ……………………………………………..


40 mm
Batang D36 atau yang lebih kecil ………………………………..
20 mm
Balok Kolom

Tulangan utama, pengikat Sengkang lilitan spiral ………………..


40 mm
Komponen struktur cangkang, pelat lipat

Batabg D 19 dan yang lebih besar ………………………………..


20 mm
Batang D16 jaring kawat polos P16 atau ulir D16 dan atau lebih kecil
15 mm

Sumber: Sagel dkk, 1994

b. Tulangan balok
Syarat-syarat untuk mendapat penulangan balok yang baik, antara lain:
(1) Batasi ukuran diameter batang yang berbeda-beda.
(2) Tulangan utama minimal diameter 12 mm.
(3) Gunakan variasi diameter tulangan yang digunakan sesedikit mungkin.
(4) Perhitungkan panjang batang yang umum digunakan sehingga dapat menghindari sisa potongan yang
terbuang percuma.
(5) Ukuran batang yang dibengkokan harus cukup pendek, sebaiknya gunakan batang yang panjang
untuk tulangan lurus
(6) Gunakan sengkang yang semuanya dari satu mutu baja dan diameter yang sama
(7) Usahakan jarak antara sepasang batang pada tulangan atas tidak kurang dari 50 mm, sehingga
terdapat jarak yang cukup untuk pengecoran dan pemadatan, khususnya bila terdapat tulangan dua
lapis.
(8) Panjang penyaluran tulangan, kait, bengkokan sesuai dengan ketentuan yang berlaku SNI 2847-2013.

c. Analisis balok terlentur


Secara ringkas langkah-langkah analisis untuk balok terlentur dengan penulangan tarik saja,
dengan urutan sebagai berikut:
1) Buat daftar hal-hal yang diketahui sesuai kondisi atau permasalahan yang ada
2) Tentukan apa yang akan dicari pada pekerjaan analisis (Momen tahanan dalam MR, Momen
tahanan pada kuat lentur Mn)

3) Hitung rasio penulangan:

4) Bandingkan hasilnya dengan 0,75 ρb atau ρ maks juga terhadap ρ min untuk menentukan
apakah penampang memenuhi syarat.

5) Hitung kedalaman blok tegangan beton tekan:

6) Hitung panjang lengan kopel momen dalam: z = d – ½ a


7) Hitung momen tahanan (dalam) ideal Mn
Mn = NT z = As fy z, atau
M = ND z = 0,85As fc‟ abz
MR = Ø Mn

 Distribusi tegangan
Distribusi tegangan dapat diilustrasikan sebagai berikut:
 Pada beban kecil distribusi tegangannya linier, bernilai nol pada garis netral dan sebanding
dengan regangan yang terjadi seperti ditunjukan pada Gambar 6.2.3.
 Pada beban sedang, kuat tarik beton dilampaui dan beton mengalami retak. Beton tidak dapat
meneruskan gaya tarik melintasi bagian-bagian retak karena terputus-putus, selanjutnya
tulangan baja akan mengambil alih memikul seluruh gaya tarik yang timbul. Distribusi
tegangan untuk penampang pada bagian yang mengalami retak seperti pada Gambar 6.2.4,
diperkirakan terjadi pada nilai tegangan beton sampai dengan 1/2 f‟c

Gambar 6.2.3. Perilaku Lentur pada Beban Kecil


Sumber: Dipohusodo, 1994

Gambar 6.2.4. Perilaku Lentur pada Beban Sedang


Sumber: Dipohusodo, 1994

 Pada beban
yang sangat besar
(ultimit), nilai
regangan serta
regangan tekan akan meningkat dan cenderung untuk tidak lagi sebanding dengan diantara keduanya,
dimana tegangan tekan beton akan membentuk kurva non-linear. Kurva tegangan di atas garis netral
(daerah tekan) berbentuk sama dengan kurva tegangan regangan seperti pada Gambar 6.2.5. Kapasitas
batas kekuatan beton terlampaui dan tulangan baja mencapai luluh/leleh, dan beton mengalami
hancur. Struktur akan mengalami strata runtuh atau setengan runtuh meskipun belum hancur secara
keseluruhan.
Gambar 6.2.5. Perilaku Lentur pada Beban Ultimit
Sumber: Dipohusodo, 1994

Regangan maksimum tekan beton sebagai regangan ultimit digunakan sebesar 0,003 atau 0,3%, yang
ditetapkan berdasarkan hasil-hasil pengujian.
d. Kuat lentur
Kuat lentur Mn merupakan kekuatan lentur balok, yang besarnya tergantung dari resultan gaya tekan
dalam (ND) dan resultan gaya tarik dalam (NT).
Kuat lentur pada gaya tekan beton: ( )

Kuat lentur pada gaya tarik tulangan beton: ( )


dimana:
ND : resultan gaya tekan dalam
NT : resultan gaya tarik dalam
d : tinggi efektif balok
a : kedalaman blok tegangan

Nilai a dapat dihitung dengan rumus: ( )

dimana:
As : luas tulangan tarik (mm2)
fy : tegangan leleh baja
ß1 : konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
fc : kuat tekan beton
b : lebar balok (mm)
Sesuai ketentuan SNI 03-2847-2002, faktor ß1 harus diambil sebesar 0,85 untuk beton dengan nilai kuat
tekan f‟c lebih kecil daripada atau sama dengan 30 MPa. Untuk beton dengan nilai kuat tekan di atas 30
MPa, ß1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan 7 MPa di atas 30 MPa, tetapi ß1 tidak boleh
diambil kurang dari 0,65.
d. Pembatasan tulangan tarik
Pada struktur beton dengan penulangan tarik saja, SNI 03-28472002 menetapkan jumlah tulangan baja
tarik tidak boleh melebihi 0,75 dari jumlah tulangan baja Tarik yang diperlukan untuk mencapai
keseimbangan regangan.
As ≤ 0,75 Asb
Jika jumlah batas penulangan tersebut dapat dipenuhi akan memberikan jaminan bahwa kehancuran
daktail (ductile) dapat berlangsung dengan diawali oleh meluluhnya tulangan baja tarik terlebih dahulu.
Dengan demikian tidak akan terjadi kehancuran getas yang lebih bersifat mendadak. Pembatasan
penulangan ini juga berhubungan dengan rasio penulangan (ρ) yaitu perbandingan antara jumlah luas
penampang tulangan tarik (As) terhadap luas efektif penampang (lebar b x tinggi efektif d).

( )

dengan pembatasan penulangan maksimum 0,75 kali rasio penulangan keadaan seimbang (ρb), maka:

Sedangkan batas minimum rasio penulangan ditentukan:

( )

Batas minimum penulangan diperlukan untuk menjamin tidak terjadinya hancur struktur secara tiba-tiba
seperti jika balok tanpa tulangan. Karena bagaimanapun balok beton dengan tulangan tarik yang paling
sedikitpun harus mempunyai kuat momen yang lebih besar dari balok tanpa tulangan. Pada plat tipis
dengan ketebalan tetap maka penulangan minimum harus memperhitungkan kebutuhan untuk memenuhi
persyaratan tulangan susut dan suhu

e. Perencanaan penulangan geser


Perencanaan penulangan geser adalah usaha untuk menyediakan sejumlah tulangan baja untuk menahan
gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal. Penulangan geser dapat dilakukan dalam
beberapa cara, seperti:
 sengkang vertikal
 jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial
 sengkang miring atau diagonal
 batang tulangan miring diagonal yang dapat dilakukan dengan cara membengkokanbatang tulangan
pokok balok di tempat-tempat yang diperlukan
 tulangan spiral
Perencanaan geser didasarkan pada nggapan dasar bahwa beton menahan sebagian gaya geser, sedangkan
kelebihannya di atas kemampuan beton dilimpahkan pada tulangan geser. Cara umum yang dipakai untuk
penulangan geser adalah dengan menggunakan sengkang, karena pelaksanaannya lebih mudah serta
dijamin ketepatan pemasangannya. Cara penulangan ini terbukti mampu memberikan sumbangan untuk
meningkatkan kuat geser ultimit komponen struktur yang mengalami lenturan.

Gambar 6.2.6. Detail susunan penulangan sengkang


Sumber: Dipohusodo, 1994

Berdasarkan ketentuan SNI 03-2847-2002, kuat geser (VC) untuk komponen struktur yang hanya dibebani
oleh geser dan lentur berlaku,

( )

Dalam persamaan ini satuan fc‟ dalam Mpa, bw dan d dalam mm, dan Vc dalam kN. Pada balok persegi
bw sama dengan d. Kuat geser ideal dikenakan faktor reduksi Ø = 0,60. Kuat geser rencana Vu didapatkan
dari hasil penerapan faktor beban. Berdasarkan peraturan, meskipun sevcara teoritis tidak diperlukan
penulangan geser apabila Vu ≤ ØVc, akan tetapi tetap diharuskan untuk selalu menyediakan penulangan
geser minimum pada semua bagian struktur beton yang mengalami lenturan. Ketentuan penulangan geser
minimum tersebut terutama untuk menjaga agar tidak terjadi kegagalan geser bila terjadi beban yang tak
terduga. Pada tempat di mana tidak diperlukan tulangan geser yang memiliki ketebalan cukup untuk
menahan Vu, maka tulangan geser minimum tidak diperlukan. Sedangkan pada tempat yang memerlukan
tulangan geser minimum, jumlah luasnya ditentukan dengan persamaan:

( )

Pada persamaan ini, dan mengacu pada gambar 2.29, dijelaskan:


Av = luas penampang tulangan geser total dengan jarak spasi antar tulangan s, untuk sengkang keliling
tunggal Av = 2 As, dimana As adalah luas penampang batang tulangan sengkang (mm2)
bw = lebar balok, untuk balok persegi = b (mm)
s = jarak pusat ke pusat batang tulangan geser ke arah sejajar tulangan pokok memanjan (mm)
fy = kuat luluh tulangan geser (Mpa)
3.3 Plat

Pelat adalah struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya
horizontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Ketebalan
bidang pelat ini relatif sangat kecil apabila dibandingkan dengan bentang panjang/lebar
bidangnya. Plat beton ini sangat kaku dan arahnya horisontal, sehingga pada bangunan gedung,
pelat ini berfungsi sebagai diafragma/unsur pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk
mendukung ketegaran balok portal.

3.3.1 Tulangan plat Beton Bertulang


Syarat-syarat untuk mendapat penulangan plat yang baik, antara lain dengan
memperhatikan aspek-aspek berikut:

(1) Batasi ukuran diameter batang tulangan yang berbeda-beda, hal ini menghuindari kesalahan
dalam pemasangan.
(2) Tulangan pokok plat beton minimal diameter 10 mm. Sedangkan untuk tulang pembagi
minimal menggunakan tulangan diametr 6 mm.
(3) Gunakan batang sesedikit mungkin, yaitu dengan cara menggunakan jarak tulangan
semaksimal mungkin sesuai dengan yang diijinkan
(4) Sebaiknya gunakan jarak batang dalam kelipatan 25 mm
(5) Perhitungkan panjang batang yang umum digunakan sehingga dapat menghindari sisa
potongan yang terbuang percuma
(6) Pertahankan bentuk sesederhana mungkin agar menghindari pekerjaan pembengkokan
tulangan
yang sulit.
Prinsip detail
penulangan
plat dapat
dilihat pada
Gambar
6.3.1
Gambar 6.3.1. Syarat-syarat untuk Penulangan Plat
Sumber: Sagel dkk, 1994

3.3.2 Analisis Plat Beton Bertulang


 Analisis plat terlentur satu arah
Petak plat dibatasi oleh balok induk pada kedua sisi pendek dan balok anak pada kedua
sisi panjang. Plat yang didukung sepanjang keempat sisi tersebut dinamakan sebagai plat dua
arah, dimana lenturannya akan timbul pada dua arah yang saling tegak lurus. Jika perbandingan
sisi panjang terhadap sisi pendek lebih besar dari 2, maka plat dapat dianggap hanya bekerja
sebagai plat satu arah dengan lentur utama pada arah yang lebih pendek. Contoh jenis plat beton
seperti pada Gambar 3.3.2. Plat satu arah adalah plat yang penyaluran beban normal di
permukaan plat ke elemen pendukung utamanya pada satu arah utama. Pada panel plat yang
didukung pada keempat sisinya, aksi satu arah terjadi jika rasio perbandingan antara bentang
panjangnya dengan bentang pendeknya lebih dari 2. Dalam aksi satu arah, diagram momen pada
dasarnya tetap konstan melintang searah lebar plat. Oleh karenanya, prosedur desain plat satu
arah dapat dilakukan dengan pendekatan melalui pengamatan kesamaan balok penyusunnya pada
lebar unitnya.

½ beban plat
dipikul balok

balok balok
beban plat

garis normal
balok

beban plat
balok

½ beban plat dipikul


balok
balok
balok

Gambar 6.3.2 Plat Penulangan


Balok
Satuini Gambar
dapat dirancang dengan langkah
arah dan6.3.3 Plat Penulangan
rumusan yang sama untuk balok segi
Dua arah
empat biasa. Persyaratan penutup pada plat satu arah lebih kecil dari balok, umumnya ¾ ”. Gaya-
gaya internal umumnya lebih rendah, sehingga penggunaan ukuran tulangannya menjadi lebih
kecil. Desain mungkin dapat dikendalikan dengan tulangan susut dan suhu yang minimum.
Faktor geser jarang dikontrol, dan tulangan transversal sulit dipasang pada plat satu arah.

Karena beban yang bekerja semuanya dilimpahkan menurut arah sisi pendek, maka plat
terlentur satu arah dapat dianggap memiliki perilaku seperti suatu balok persegi dengan tinggi
setebal plat tersebut dan dengan lebarnya adalah satu satuan panjang (umumnya 1 meter).
Apabila diberi beban merata plat akan melendut dengan kelengkungan satu arah, sehingga
menimbulkan momen lentur pada arah tersebut. Beban merata umumnya menggunakan satuan
kN/m2 (kPa), karena diperhitungkan untuk setiap satuan lebar (1 meter) maka satuannya menjadi
beban per satuan panjang (kN/m).

Penulangan plat dihitung untuk setiap satuan lebar tersebut dan merupakan jumlah rata-
rata. Dalam SNI 03-2847-2002, plat struktural harus pula dipasang tulangan susut dan suhu
dengan arah tegak lurus tulangan pokok. Tulangan ulir yang digunakan sebagai tulangan susut
dan suhu harus memenuhi ketentuan berikut:

 Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit memiliki rasio luas tulangan terhadap luas bruto
penampang beton sebagai berikut (Tabel 3.1), tetapi tidak kurang dari 0,001
 Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari lima kali tebal plat, atau
450 mm.
Tabel 3.1. Rasio Luas Tulangan Terhadap Luas Bruto Penampang Beton

a. Pelat yang menggunakan batang ttulangan ulir mutu 300 0.002

b. Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir atau jarring kawat 0,0018
las (polos atau ulir) mutu 400

C, Pelat yang menggunakan tulangan dengan tegangan leleh


melebihi 400 MPa yang dikukur pada regangan leleh sebesar 0,35%
0,0018 x 400/fy

Sumber: Sagel dkk, 1994

Selanjutnya prosedur analisis dan perhitungan MR pada plat terlentur satu arah
menggunakan cara yang sama dengan balok persegi. Tambahan analisis adalah pada perhitungan
nilai minimum As, yang diperlukan untuk tulangan susut dan suhu. Perlu dilakukan pemeriksaan
nilai minimum dengan memeriksa As min. Contoh: tulangan ulir mutu 300 MPa nilai As min adalah
0,002 *bh.
3.3.3 Plat dengan rusuk satu arah

Sistem plat lantai dengan rusuk satu arah seperti pada Gambar 6.3.3 Rusuk-rusuk tidak boleh
kurang dari 4” pada arah lebarnya dan ketebalan seharusnya tidak lebih dari 3,5 kali lebar
minimum rusuknya. Tulangan lentur seperti pada penampang balok. Rusuk beton biasanya
memiliki kapasitas geser yang cukup besar, sehingga tulangan geser tidak diperlukan.

Gambar
6.3.3. Struktur Plat dengan Rusuk Satu Arah
Sumber: Chen & Lui, 2005

3.3.4 Plat lantai dua arah


Asumsi desain aksi satu arah tidak dapat diaplikasikan pada banyak kasus, khususnya pada panel
lantai yang memiliki aspek rasio panjang dan lebar yang kurang dari 2. Pada plat yang bebannya
didistribusikan ke kedua arah sisinya disebut sebagai plat dua arah, seperti pada Gambar 6.3.3
Penyaluran beban
kedua arah

Gambar 6.3.4. Struktur Plat Lantai Dua Arah dan Prinsip Penyaluran Beban
Sumber: Chen & Lui, 2005

Cara penyaluran beban dari plat ke tumpuan berbeda antara plat dua arah dengan plat satu arah.
Apabila syarat-syarat tumpuan sepanjang keempat tepinya sama yaitu tertumpu bebas atau
terjepit maka pola penyaluran beban untuk plat persegi dinyatakan dengan bentuk „amplop‟,
dengan menggambarkan garis-garis pada setiap sudutnya dengan sudut 45°
a) Plat dua arah dengan balok
Plat dua arah dengan balok terdiri dari sebuah panel plat yang dibatasi oleh balok-balok
yang tertumpu pada kolom. Aspek rasio Panjang dan lebar panel kurang dari 2, maka proporsi
yang sesuai dari beban lantai akan di transfer pada arah panjangnya. Kekakuan terjadi pada
kesatuan balok-balok tersebut (Gambar 6.3.5).
Gambar 6.3.5. Struktur Plat Dua Arah dengan Balok
Sumber: Chen & Lui, 2005

b) Plat rata
Sistem lantai tanpa menggunakan balok-balok disebut sebagai plat rata (flat), seperti pada
gambar 3.6. Sistem ini ekonomis dan fungsional karena dengan dihilangkannya balok maka
tinggi bersih antar lantai dapat lebih maksimal. Tebal minimal plat rata ini seperti pada tabel
6.3.6

Gambar 6.3.6. Struktur Plat Rata (Flat)


Sumber: Chen & Lui, 2005
Tabel 3.2. Tebal minimum plat tanpa balok

Sumber:
Sagel dkk,
1994

c) Plat dengan panel drop


Kemampuan plat rata dapat meningkat dengan penambahan drop panel. Drop
panel adalah penambahan ketebalan plat pada daerah momen negatif, dan akan meningkatkan
perpindahan gaya pada hubungan antar plat dan kolom pendukungnya. Tebal minimum plat ini
seperti pada tabel 3.2 dan tidak boleh kurang dari 4”. Selain itu, kombinasi plat dengan panel
drop dan kepala kolom akan semakin meningkatkan kekuatan strukturnya. (Gambar 6.3.6)

Gambar 6.3.6. Struktur Plat-Rata dengan Panel Drop


Sumber: Chen & M. Lui, 2005

d) Plat wafel
Untuk beban lantai yang sangat berat atau untuk bentang yang panjang maka sistem plat
wafel dimungkinkan untuk digunakan. Plat wafel dapat digambarkan sebagai plat datar yang
sangat tebal, tetapi dengan grid kotak-kotak untuk mengurangi berat dan mendapatkan efisiensi
seperti pada Gambar 6.3.7. Desain penulangan lentur berdasarkan pada lajur-lajur penampang T
sebagai pengganti lajur palat persegi. Pada sekeliling pendukung kolom, lubang-lubang grid
dapat diisi untuk menahan kepala kolom.

Gambar 6.3.7. Ilustrasi Struktur Plat Wafel


Sumber: Chen & Lui, 2005

 Perencanaan Plat
Perencanaan plat beton bertulang tidak hanya terbatas pada pertimbangan pembebanan
saja, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan tepi. Syarat-syarat tumpuan menentukan jenis
perletakan dan jenis penghubung di tumpuan. Secara umum terdapat tiga jenis tumpuan pada
plat, yaitu:
 Bebas; apabila plat dapat berotasi bebas pada tumpuan, misalnya sebuah plat tertumpu pada
tembok bata (gambar 6.3.8)
 Terjepit penuh; apabila tumpuan dapat mencegah plat berotasi dan relatif sangat kaku
terhadap momen puntir, misalnya plat yang monolit atau menyatu dengan balok yang tebal
(gambar 6.3.8).
 Terjepit sebagian atau elastis; plat yang menempel pada balok tepi tetapi balok tepi tidak
cukup kuat untuk mencegah rotasi (gambar 6.3.8).
Gambar 6.3.8 Jenis Tumpuan pada Plat Beton
Sumber: Sagel dkk, 1994

Jenis-jenis plat dengan tumpuan tersebut antara lain adalah plat yang menumpu menerus
sepanjang dua tepi yang sejajar atau pada keempat tepinya, panel plat, dan plat menerus untuk
pondasi. Panel adalah bagian segi empat suatu plat, atau suatu plat yang tepi-tepi dikelilingi oleh
tumpuan-tumpuan. Pada plat yang tertumpu pada sepanjang dua sisinya dapat disebut juga
sebagai bentang balok, jika menggunakan analogi balok. Dalam kasus plat terjepit pada dinding
bata, meskipun dapat terjadi momen jepit maka umumnya tetap akan dianggap sebagai tumpuan
bebas.
Rangkuman
1. Elemen Struktur Atas (upper structure) Gedung terdiri atas Kolom, Balok, Plat, Kap/Atap,
dan Tangga.. Elemen struktur atas berfungsi menahan beban-beban yang diakibatkan berat
sendiri komponen struktur, dan beban-beban luar lainnya yang terdistribusi padanya.
2. Rangka bangunan untuk bangunan bertingkat sederhana atau bertingkat rendah, umumnya
berupa struktur rangka portal (frame structure). Struktur ini berupa kerangka yang terdiri dari
kolom dan balok yang merupakan rangkaian yang menjadi satu kesatuan yang kuat.
3. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu
bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat
menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total
collapse) seluruh struktur.
4. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila
diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan
berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain
seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom
berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh.
5. Balok portal merangkai kolom-kolom menjadi satu kesatuan. Balok menerima seluruh beban
dari plat lantai dan meneruskan ke kolom-kolom pendukung. Hubungan balok dan kolom
adalah jepit-jepit, yaitu suatu sistem dukungan yang dapat menahan momen, gaya vertikal
dan gaya horisontal. Untuk menambah kekakuan balok, dibagian pangkal pada pertemuan
dengan kolom boleh ditambah tebalnya.
6. Plat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, jadi merupakan lantai
tingkat. Plat lantai ini didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom
bangunan.
7. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh: besar lendutan yang diijinkan, lebar bentangan atau
jarak antara balok-balok pendukung, bahan konstruksi dan plat lantai
8. Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat; pelat kaku, membrane, pelat
flexible, dan pelat tebal.
9. Perencanaan konstruktis kolom, balok, plat harus memperhatikan standar-standar dan
pedoman perencanaan yang berlaku secara nasional maupun standar internasional untuk
menjamin keamanan, keselamatan, pengguna maupun konstruksi itu sendiri.
Daftar Pustaka
Ariestadi, Dian. 2008. Teknik Struktur Bangunan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan.

C. de Weert , 1980, Ilmu Bangunan 3, terjemahan, Penerbit Erlangga; Jakarta.


Dado. 2014. Konstruksi Bangunan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Heinz Frick , 1991, Ilmu Konstruksi Bangunan 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Mannes, Willibald, 1971, Designing Staircases, Van Nostrand Reinhold, Company, New York.
Tamrin, A.G. 2008. Teknik Konstruksi Bangunan Gedung. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan.
Tampubolon, W.I. Hubungan Variasi Bentang Dengan Luasan Profil Pada Gudang Baja Gable
Frame Secara Teoritis Dan Penerapan Di Lapangan Menggunakan Analisis Regresi. Skripsi
diterbitkan. Jember: Universitas Negeri Jember.

Tautan bahan ajar yang relevan dengan materi ajar sebagai berikut:

1. Link Animasi Pekerjaan Bore Pile, Pile Cap, Tie Beam, Retaining Wall.
https://www.youtube.com/watch?v=JNhl4epQHvg
2. PONDASI BORE PILE
https://www.youtube.com/watch?v=5vLSsi0bueQ
3. Video Pelaksanaan Pile Cap
https://www.youtube.com/watch?v=JQJdWTMvs-4

Anda mungkin juga menyukai