Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI I-ii

PENDAHULUAN I-1

Kegiatan Belajar ke-1; Struktur dan Pembebanan

1.1 Jenis-Jenis Struktur

1.1.1 Struktur Rangka (Frame Structure) I-2

1.1.2 Struktur Rangka Batang (Truss Structure) I-4

1.1.3 Struktur Kabel Pancang (Cable Stayed) I-4

1.2 Pembebanan pada Struktur

1.2.1 Klasifikasi beban Berdasarkan Durasi Kerjanya I-5

1.2.2 Klasifikasi Beban Berdasarkan bidang kerjanya I-6

1.3 Penyusunan dan Penguraian Gaya

1.3.1 Deskripsi Gaya I-7

1.3.2 Menyusun gaya secara grafis I-8

1.3.3 Menyusun gaya Secara Analitis I-15

1.3.4 Menguraikan gaya secara grafis I-20

1.3.5 Menguraikan gaya secara analitis I-22

1.4 Kesetimbangan Gaya

1.4.1 Ciri Kesetimbangan Gaya I-24

1.4.2 Persamaan Kesetimbangan I-25

RANGKUMAN I-27

I-i
DAFTAR PUSTAKA I-31

I-ii
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat Isi Materi
Kegiatan belajar ini mengkaji sifat-sifat mekanika struktur beserta dengan
pembebanannya. Pengkajian dimulai dari mengenal jenis-jenis struktur yaitu
struktur portal, struktur rangka batang, dan struktur kabel pancang. Selanjutnya
diuraikan bahasan tentang beban yang meliputi pengklasifikasian beban,
menyusun dan menguraikan gaya, dan kesetimbangan.

Capaian Pembelajaran
Mampu menguasai dan menerapkan konsep materi Analisis Struktur
meliputi mekanika bahan, elemen struktur, mekanika statis tertentu, dan
mekanika statis tak tentu.

Sub Capaian Pembelajaran


1. Mampu membedakan elemen-elemen struktur dan elemen-elemen non-
struktur pada bangunan.
2. Mampu menyebutkan jenis-jenis struktur bangunan.
3. Mampu mendeskripsikan karakteristik mekanika dari setiap jenis struktur
bangunan.
4. Mampu menyebutkan bagian-bagian dari setiap jenis struktur bangunan
berdasarkan fungsinya.
5. Mampu mendeskripsikan beban-beban yang bekerja pada bangunan.
6. Mampu menyusun gaya-gaya yang memiliki titik tangkap bersama baik
secara analitis maupun grafis.
7. Mampu menyusun gaya-gaya yang saling searah atau hampir searah baik
secara analitis maupun grafis.
8. Mampu menguraikan gaya menjadi dua gaya secara analitis dan grafis.
9. Mampu mendeskripsikan kesetimbangan gaya.

I-iii
URAIAN MATERI
Kegiatan Belajar 1: Struktur dan Pembebanan
Kata struktur pada bangunan merujuk pada bagian-bagian bangunan yang berfungsi untuk
menerima beban seperti balok, kolom, pelat lantai, pondasi dan lain-lain. Jika bagian ini
dihilangkan atau dikurangi dari yang seharusnya ada maka kekuatan bangunan akan berkurang
atau hilang sama sekali yang selanjutnya berakibat pada runtuhnya bangunan. Berikutnya kata
non-struktur pada bangunan merujuk pada bagian-bagian yang tidak berfungsi untuk menerima
beban misalnya daun pintu, ventilasi, lisplank, dan lain-lain. Jika bagian-bagian ini dihilangkan
atau dikurangi dari yang seharusnya ada maka tidak akan menyebabkan keruntuhan bangunan
tetapi hanya mengurangi fungsi atau mengurangi kenyamanan pengguna bangunan. Pada modul
ini hanya akan diuraikan bagian dari bangunan yang bersifat struktural dengan melakukan
analisa struktur.
Link pengayaan:
http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/4198230018150486609808September2017.pdf

1.1 Jenis-Jenis Struktur


1.1.1 Struktur Portal (Frame Structures)
Struktur portal adalah struktur yang terdiri dari gabungan antara balok (beam), kolom
(column), dan pelat lantai (slab) yang dihubungkan satu sama lain secara kaku (rigid) dan
menyalurkan beban-bebannya ke pondasi (foundation) (Gambar 1.1). Sambungan kaku adalah
sambungan yang tidak berubah bentuk meskipun struktur mendapat beban. Sebagai contoh
sambungan antara balok dan kolom yang semula bersudut 90 o akan tetap bersudut 90o meskipun
struktur telah berubah bentuk karena beban. Dengan sambungan kaku ini maka elemen-elemen
struktur portal dapat menerima momen lentur (bending moment), gaya lintang (shear force), dan
momen puntir (torsion).
Balok mengacu pada elemen struktur portal yang umumnya terletak mendatar atau
horisontal. Tetapi secara struktural balok adalah elemen struktur yang menahan beban yang
arahnya tegak lurus pada sumbu memanjang batang (transversal load). Dengan demikian balok
akan menerima beban momen lentur, gaya lintang, dan kadang-kadang momen puntir.

I-4
Gambar 1.1 Struktur Portal

Kolom adalah elemen struktur portal yang umumnya terletak tegak atau vertikal. Tetapi
secara struktural kolom adalah elemen struktur portal yang menahan beban yang searah dengan
sumbu memanjangnya (axial load). Dengan demikian kolom akan menerima gaya normal.
Pelat lantai adalah elemen struktur yang berupa lembaran tipis yang menerima beban dengan
arah tegak lurus permukaannya. Dengan demikian pelat lantai akan menerima beban momen
lentur.
Istilah balok-kolom (beam-column) mengacu pada elemen struktur portal yang memiliki sifat
balok dan sifat kolom sekaligus yaitu mampu menahan gaya normal, momen lentur, gaya geser,
dan momen puntir. Pada umumnya struktur portal yang menerima beban gravitasi, yaitu beban
yang berarah ke bawah, dan beban yang berarah ke samping, yaitu beban gempa dan beban
angin, memiliki elemen balok-kolom.
Kadang-kadang struktur portal dilengkapi dengan elemen penahan beban mendatar. Elemen
ini dibutuhkan jika bangunan menerima beban mendatar yang besar atau bangunan mengalami
simpangan mendatar yang besar, misalnya pada bangunan tinggi dan atau bangunan yang
didirikan pada zona kegempaan yang berat. Elemen ini dapat berupa dinding geser (shear wall),
dinding inti (core wall), balok silang (bressing).

1.1.2 Struktur Rangka Batang (Truss Structures)

I-5
Struktur rangka batang adalah struktur yang disusun dari batang tarik (tension member/tie)
dan batang tekan (compression member/strut) yang dihubungkan satu sama lain dengan sendi
(pin) (Gambar 1.2). Mengingat titik hubung antar elemen berupa sendi maka agar struktur
bersifat stabil harus dibangun dari modul-modul yang berbentuk segitiga.

Gambar 1.2 Struktur Rangka Batang

Beban-beban dan juga titik tumpuan pada struktur rangka batang harus diletakkan pada titik
simpul. Dengan demikian elemen-elemen struktur rangka batang hanya akan menerima gaya
normal tarik atau gaya normal tekan. Penting untuk diingat, tidak ada momen lentur dan gaya
geser yang bekerja pada elemen rangka batang.

1.1.3 Struktur Kabel Pancang (Cable Stayed Structure)


Jika struktur portal dan struktur rangka batang disusun dari gabungan elemen-elemen yang
memiliki kekakuan lentur yang tinggi, maka struktur kabel pancang disusun dari gabungan
elemen-elemen dengan kekakuan lentur rendah, yaitu kabel, dan elemen dengan kekakuan lentur
tinggi, yaitu tiang (Gambar 1.3). Mengingat kabel memiliki kekakuan lentur yang rendah maka
elemen struktur ini hanya mampu menerima tarikan, tidak mampu menerima tekanan dan
lenturan. Beban-beban pada struktur diterima oleh kabel-kabel sebagai beban tarik yang
selanjutnya diteruskan pada elemen tiang yang mampu menerima beban tekan dan lenturan.

I-6
Gambar 1.3 Struktur Kabel Pancang

1.2 Pembebanan pada Struktur


Beban adalah sejumlah berat yang dipikul oleh struktur. Berat ini bisa berasal dari berbagai
sumber, misalnya berat elemen struktur maupun elemen non-struktur bangunan, berat pengguna
bangunan dan sebagainya. Beban pada bangunan dibedakan menjadi dua klasifikasi seperti
berikut ini.

1.2.1 Klasifikasi Beban Berdasarkan Durasi Kerjanya.


Berdasarkan durasi kerjanya, beban pada bangunan dibedakan menjadi dua yaitu beban mati
dan beban hidup. Beban mati adalah beban yang keberadaannya bersifat menetap di suatu
bangunan. Beban ini meliputi berat seluruh material bangunan yang terpasang baik bersifat
struktural maupun non-struktural. Contoh dari beban mati adalah: berat balok, berat kolom, berat
lantai, berat dinding, berat dinding partisi tetap, berat plafond dan lain-lain. Beban hidup adalah
beban yang keberadaannya bersifat sementara di suatu bangunan. Beban ini meliputi beban
pengguna bangunan, beban angin, beban gempa, beban air hujan dan lain-lain.
Besarnya beban mati dan beban hidup pada bangunan dapat diperoleh dari peraturan-
peraturan yang relevan dengan bangunan yang dihadapi. Sebagai contoh, beban-beban pada
bangunan gedung dapat diperoleh pada SNI 1727:2013 tentang beban minimum untuk
perancangan bangunan gedung dan struktur lain yang diterbitkan oleh Badan Standardisasi
Nasional, Indonesia. Standard tersebut memuat berat dari material-material bangunan dan juga
beban dari pengguna bangunan sesuai dengan fungsinya. Beban-beban pada jembatan dapat
diperoleh pada SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan yang diterbitkan oleh
penerbit yang sama dengan SNI 1727:2013.

1.2.2 Klasifikasi Beban Berdasarkan Bidang Kerjanya.

I-7
Berdasarkan bidang kerjanya beban dibagi menjadi beban terpusat, beban merata, beban
segitiga dan beban trapesium. Beban terpusat adalah beban yang bidang kerjanya sangat sempit
sehingga dapat dianggap sebagai titik (Gambar 1.4a). Contoh dari beban terpusat adalah beban
balok anak pada balok induk, beban balok pada kolom. Beban merata adalah beban yang bidang
kerjanya diseluruh luasan tempat beban tersebut bekerja dengan intensitas yang sama diseluruh
luasan (Gambar 1.4b). Contoh dari beban merata adalah berat sendiri balok dan beban penghuni
bangunan. Beban segitiga adalah beban yang bidang kerjanya di seluruh luasan tempat beban
tersebut bekerja dengan intensitas yang berubah secara linier (Gambar 1.4c). Contoh dari beban
segitiga adalah beban tekanan air ke arah samping pada dinding kolam air. Beban trapesium
adalah beban yang merupakan kombinasi antara beban merata dengan beban segitiga (Gambar
1.4d). Contoh beban trapesium adalah beban pelat lantai pada balok induk maupun balok anak.

a) Beban terpusat
b) Beban Merata

c) beban segitiga d) beban trapesium

Gambar 1. 4 Beban pada Bangunan


1.3 Penyusunan dan Penguraian Gaya
Menyusun gaya adalah kata lain dari mencari resultan dari dua gaya atau lebih. Resultan
gaya diartikan sebagai satu gaya yang menjadi pengganti dari dua gaya atau lebih dimana satu
gaya resultan tersebut memiliki sifat mekanika seperti gaya-gaya yang digantikannya. Resultan
gaya boleh dikatakan telah ditemukan jika tiga parameter gaya telah diperoleh pada resultan
tersebut yaitu besar, arah, dan garis kerjanya. Menyusun gaya dapat dilakukan secara grafis atau
analitis.

I-8
Link pengayaan: https://studylibid.com/doc/431040/vii.-menyusun-dan-menguraikan-gaya-
dalam

1.3.1 Deskripsi Penting untuk Gaya


Untuk melakukan analisa struktur dibutuhkan pendeskripsian gaya secara lengkap. Suatu
gaya telah dideskripsikan secara lengkap apabila diketahui minimal tiga dari empat parameternya
yaitu besar, arah, dan garis kerjanya. Parameter keempat yaitu titik tangkap gaya boleh diketahui
boleh juga tidak karena titik tangkap tersebut boleh dipindahkan disepanjang garis kerja gaya.
Dalam presentasi grafis sebuah gaya dinyatakan dengan gambar anak panah atau garis berarah.

Gambar 1.5 Gaya dan Bagian-Bagiannya

Besar gaya menunjukkan sejumlah berat dari gaya tersebut. Besar gaya ini dinyatakan dalam
satuan “Newton (N)” beserta dengan tingkatannya misalnya Kilo Newton (kN), Hekto Newton
(hN), dan sebagainya. Dalam presentasi grafis besar gaya dinyatakan oleh panjang anak panah
yang tentunya telah diberi skala, misalnya 1cm panjang anak panah menggambarkan 10kN gaya.
Arah gaya menunjukkan arah bekerjanya gaya. Gaya-gaya yang timbul karena gravitasi berarah
ke bawah, gaya-gaya yang timbul karena angin berarah mendatar, dan gaya-gaya yang timbul
karena gempa berarah mendatar dan tegak. Dalam presentasi grafis arah gaya ditunjukkan oleh
arah anak panah. Garis kerja gaya adalah garis imaginer yang berimpit dengan garis gaya dan
memiliki panjang tak terhingga. Dalam presentasi grafis garis kerja gaya berupa garis yang
berimpit dengan anak panah. Titik tangkap gaya adalah titik tempat bekerjanya gaya. Titik ini
dapat dipindahkan sepanjang garis kerja gaya. Dalam presentasi grafis titik tangkap gaya
berimpit dengan titik pangkal anak panah.

1.3.2 Menyusun Gaya Secara Grafis

I-9
Metode menyusun gaya secara grafis dapat dipilih berdasarkan kemudahan diperolehnya titik
tangkap bersama dari masing-masing gaya yang akan disusun. Dua gaya yang arahnya sejajar
tidak memiliki satu titik tangkap bersama. Dua gaya yang hampir sejajar memiliki satu titik
tangkap bersama tetapi jika digambar titik tersebut mungkin berada diluar kertas yang digunakan
untuk menggambar. Bisa dikatakan untuk kedua kasus tersebut, titik tangkap dua gaya sulit atau
bahkan tidak dapat ditemukan. Sangat berbeda halnya jika kedua gaya memilki arah yang tidak
seperti dua kasus tersebut, titik tangkap kedua gaya mudah ditemukan. Untuk kasus yang
pertama metode yang digunakan adalah lukisan kutub, sedangkan untuk kasus yang kedua
metode yang digunakan adalah jajaran genjang gaya atau poligon gaya.
Di bawah ini adalah dua gaya yang sejajar satu sama lain dengan arah masing-masing ke
bawah. Resultan dari kedua gaya tersebut dapat dicari dengan metode lukisan kutub. Mengapa
tidak digunakan metode jajaran genjang gaya? Kesulitan akan dihadapi jika digunakan metode
jajaran genjang gaya karena titik tangkap bersama kedua gaya tersebut terletak di luar kertas
gambar yang dipakai.

Gambar 1.6 Lukisan Kutub dengan Dua Gaya Sejajar

Langkah-langkah Metode Lukisan kutub.


1. Gambarlah gaya F1, kemudian pada ujung F1 gambarlah Gaya F2.
2. Hubungkan pangkal F1 dengan ujung F2. Panjang garis dari pangkal F1 ke ujung F2
menunjukkan besarnya resultan gaya yang dicari sedangkan arah dari pangkal F1 ke
ujung F2 menunjukkan arah dari resultan yang dimaksud. Sampai pada langkah ini besar

I-10
dan arah resultan telah ditemukan tetapi garis kerja resultan belum ditemukan. Untuk
menemukan garis kerja resultan lanjutkan ke langkah berikutnya.
3. Gambarlah titik O, dengan letak sebarang, yang merupakan titik kutub lukisan.
4. Gambarlah garis dari pangkal gaya F1 ke titik kutub O, sebut garis ini sebagai garis g1.
5. Gambarlah garis dari ujung gaya F1 ke titik kutub O, sebut garis ini sebagai garis g2.
Perhatikan bahwa ujung dari gaya F1 adalah juga pangkal dari gaya F2. Dengan demikian
garis g2 menyentuh gaya F1 dan sekaligus gaya F2. Berbeda dengan garis g1 yang hanya
menyentuh gaya F1 saja. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena ada kaitannya
dengan langkah berikutnya.
6. Gambarlah garis dari ujung gaya F3 ke titik kutub O, sebut garis ini sebagai garis g3.
Perhatikan bahwa garis g3 hanya menyentuh gaya F3 saja. Sampai pada langkah ini
penggambaran lukisan kutub telah selesai dan bersiap untuk memindahkan garis g1, garis
g2, dan garis g3 ke gambar gaya F1 dan F2 di sebelah kiri lukisan kutub.
7. Gambarlah garis g1’ yang sejajar dengan garis g1 dan memotong gaya atau garis kerja
gaya F1. Tandailah titik potongnya dengan huruf a. Garis ini hanya memotong gaya atau
garis kerja gaya F1 saja, tidak memotong gaya atau garis kerja gaya F2, seperti pada
lukisan kutub.
8. Tariklah garis g2’ yang sejajar dengan garis g2 melalui titik a dan memotong gaya F2,
dan tandai titik potong tersebut dengan huruf b. Garis ini harus memotong gaya atau garis
kerja gaya F1 dan F2 seperti pada lukisan kutub.
9. Gambarlah garis g3’ yang sejajar dengan garis g3 melalui titik b. Tentukan titik potong
antara garis g1’ dengan garis g3’ dan tandai titik potong tersebut dengan huruf c. Titik c
ini adalah titik yang dilalui oleh resultan gaya F1 dan F2.
10. Gambarkan gaya melalui titik c yang sejajar dan searah dengan resultan gaya yang
diperoleh dari lukisan kutub. Gaya terakhir yang digambar ini adalah resultan yang dicari
yang telah lengkap ketiga parameternya yaitu besar, arah, dan garis kerjanya.

Jika terdapat lebih dari dua gaya yang sejajar maka langkah-langkah penyelesaiannya tetap
mengikuti langkah-langkah di atas tetapi dengan penambahan langkah sesuai dengan
penambahan banyaknya gaya. Di bawah ini diberikan gambar dari tiga gaya sejajar F1, F2, dan F3
yang dicari resultannya. Pembaca diminta untuk menentukan resultan dari tiga gaya tersebut

I-11
dengan cara lukisan kutub. Ikuti dan kembangkan langkah-langkah yang telah ditulis di atas. Jika
para pembaca mengerjakan dengan benar maka hasilnya akan seperti yang tertera pada Gambar
1.7. Perlu disampaikan bahwa dalam cara ini besarnya jarak dan besarnya gaya diperoleh
dengan cara mengukur. Untuk itu jangan lupa membuat skala gaya dan skala jarak.

Gambar 1.7 Lukisan Kutub dengan Tiga Gaya Sejajar

Bagaimana jika dari sekumpulan gaya tersebut terdapat gaya yang tidak sejajar tetapi hampir
sejajar? Kumpulan gaya tersebut jika dicari titik tangkap bersamanya akan sangat sulit karena
dimungkinkan titik tangkap tersebut berada diluar kertas A4 atau F4 yang dipakai untuk
menggambar. Untuk itu tetap digunakan lukisan kutub dengan langkah-langkah yang sama
seperti contoh di atas. Di bawah ini disajikan cara menentukan resultan kumpulan gaya-gaya
sejajar atau hampir sejajar.

I-12
Gambar 1.8 Lukisan Kutub untuk Gaya-Gaya yang hampir Sejajar

Jika gaya-gaya yang dicari resultannya memiliki titik tangkap bersama (gaya-gaya konkuren)
maka cara jajaran genjang gaya lebih tepat untuk digunakan. Pada dasarnya metode jajaran
genjang gaya digunakan untuk menentukan resultan dua gaya yang memiliki titik tangkap
bersama. Jika gaya-gaya yang dicari resultannya lebih dari dua maka penentuan resultan
dilakukan secara bertahap. Tahap pertama dicari resultan gaya ke-1 dan gaya ke-2, sebut resultan
tersebut dengan R1. Tahap kedua dicari resultan gaya ke-3 dengan resultan gaya R1 yang telah
ditemukan sebelumnya, sehingga diperoleh resultan R2. Begitu seterusnya sampai resultan dari
semua gaya diperoleh. Untuk setiap tahap penentuan resultan, titik tangkap kedua gaya yang
dicari resultannya harus disatukan terlebih dahulu dengan menggunakan prinsip “gaya dapat
dipindahkan sepanjang garis kerjanya”. Berikut ini contoh dari cara tersebut.

Langkah-langkah metode jajaran genjang gaya untuk dua gaya

I-13
Gambar 1.9 Jajaran Genjang Gaya untuk Dua Gaya Konkuren

1. Gambarlah garis dari ujung gaya F1 sejajar dengan gaya F2, sebut garis ini sebagai garis g1.
2. Gambarlah garis dari ujung gaya F2 sejajar dengan gaya F1, sebut garis ini sebagai garis g2.
3. Garis g1 dan garis g2 dibuat sedemikan panjang sehingga keduanya saling berpotongan,
sebut titik potongnya sebagai titik O’.
4. Hubungkan titik O dengan titik O’. Sekarang resultan dari gaya F1 dan F2 telah ditemukan
lengkap dengan tiga parameternya. Panjang garis OO’ menunjukkan besar resultan, arah dari
O ke O’ menunjukkan arah dari resultan, dan garis yang berimpit dengan garis OO’
merupakan garis kerja resultan.

Jika gaya-gaya yang dicari resultannya lebih dari dua gaya tetapi memiliki titik tangkap
bersama maka penentuan resultannya dilakukan secara bertahap. Di bawah ini diberikan contoh
penentuan resultan empat gaya yang memiliki titik tangkap bersama.

I-14
Gambar 1.10 Jajaran Genjang Gaya untuk Empat Gaya Konkuren

Langkah-langkah penentuan resultan:


1. Tentukan resultan gaya F1 dan F2 dengan mengikuti langkah-langkah seperti pada penentuan
resultan dua gaya pada Gambar 1.9. Pada langkah ini akan diperoleh Resultan R1 yaitu
resultan gaya F1 dan F2.
2. Selanjutnya dicari resultan antara gaya F3 dengan resultan R1 dengan metode jajaran genjang
gaya seperti pada langkah 1, sebut hasil resultannya adalah R2. Jadi R2 adalah resultan dari
gaya-gaya F1, F2, dan F3.
3. Tentukan resultan antara gaya F4 dengan resultan R2, dengan cara seperti langkah 2, sebut
hasil resultannya adalah R3. Jadi R3 adalah resultan dari gaya-gaya F1, F2, F3, dan F4.
Dengan demikian telah diperoleh resultan dari empat gaya yang lengkap dengan tiga
parameternya yaitu besar, arah dan garis kerjanya.
Jika dua gaya yang akan dicari resultannya belum memiliki titik tangkap bersama tetapi titik
tangkap tersebut mudah dicari, artinya titik tangkapnya tidak berada di luar kertas gambar, maka
metode jajaran genjang gaya dapat dipakai. Langkah yang ditempuh sama seperti menentukan
resultan dua gaya konkuren tetapi didahului dengan menentukan titik tangkap bersama dua gaya
tersebut. Cara menentukan titik tangkap bersama dilakukan dengan memindahkan gaya
disepanjang garis kerjanya sedemikian rupa sehingga kedua pangkal gaya tersebut bertemu pada
satu titik dan titik ini yang disebut titik tangkap bersama. Setelah titik tangkap bersama
ditemukan maka langkah selanjutnya sama seperti menentukan resultan dua gaya konkuren yang
telah diuraikan di atas. Di bawah ini diberikan contoh untuk kasus ini.

I-15
Gambar 1.11 Menentukan Resultan Dua Gaya yang Tidak Konkuren

Jika gaya yang tidak konkuren banyaknya lebih dari dua tetapi titik tangkap bersamanya
mudah ditentukan maka metode seperti pada Gambar1.11 dapat diterapkan secara berulang
sampai resultan semua gaya diperoleh. Di bawah ini diberikan contoh menentukan resultan tiga
gaya yang tidak konkuren.

Langkah-langkah menentukan resultan tiga gaya yang tidak konkuren:

Gambar 1.12 Menentukan Resultan Tiga Gaya yang Tidak Konkuren

I-16
1. Tentukan resultan gaya F1 dan F2 dengan terlebih dahulu membuatnya menjadi dua gaya
yang konkuren seperti pada Gambar 1.10. Sebut resultan dari gaya F1 dan F2 sebagai R1.
2. Tentukan resultan dari gaya F3 dan R1 dengan terlebih dahulu membuatnya menjadi
konkuren seperti pada langkah 1 atau seperti pada Gambar 1.10. Sebut resultan gaya F3 dan
R1 sebagai R2.
3. R2 yang diperoleh dari langkah 2 adalah resultan dari tiga gaya F1, F2, dan F3. R2 ini telah
memiliki tiga parameter yang harus dimiliki sebuah gaya yaitu arah, besar dan garis kerja.

1.3.3 Menyusun Gaya Secara Analitis


Menyusun gaya secara analitis dapat dilakukan dengan memanfaatkan rumus-rumus yang
berlaku pada segitiga, Rumus Pythagoras, rumus-rumus vector, atau rumus-rumus trigonometri.
Jadi untuk bekal mengikuti uraian ini pembaca harus mengingat kembali rumus-rumus tersebut
di atas. Di bawah ini akan diuraikan menyusun dua gaya secara analitis dengan menggunakan
rumus segitiga sebarang yaitu,

Gambar 1.13 Menyusun Gaya dengan Rumus Segitiga Sebarang

OC  OA2  OB 2  2OA.OB. cos 

OC adalah besarnya resultan, OA adalah besarnya gaya F1, OB adalah besarnya gaya F2, dan
α adalah sudut apit antara F1 dan F2 yaitu sudut AOB. Sampai disini yang ditemukan baru
besar resultan tetapi arah gaya belum ditemukan. Dalam gambar memang sudah dapat dilihat
arah resultannya tetapi secara analitis harus dapat dihitung besarnya sudut dari resultan
tersebut terhadap garis referensi tertentu. Rumus yang digunakan untuk menghitung sudut
resultan adalah,

I-17
 F1sin    F1sin  
  arctan   atau   arcsin  
 F1cos   F 2   R 

Dengan β adalah sudut antara resultan gaya dengan gaya F2 sedangkan α, F1 dan F2
mengikuti penjelasan Gambar 1.13. Di bawah ini diberikan contoh menghitung resultan dua
gaya yang konkuren dengan rumus segitiga sebarang.

Dua gaya F1 = 10N dan F2 = 15N dengan sudut apit antara keduanya adalah α = 60 o.
Tentukan besar dan arah resultan dari kedua gaya tersebut dengan rumus segitga sebarang.
Dengan memperhatikan Gambar 1.13 maka dapat dihitung,

OC  OA2  OB 2  2OA.OB. cos 

OC  102  152  2.10.15. cos 60o  21,79 N

 10 sin 60o 
  arctan    23,425o
 10 cos 60  15 
o

Jadi besarnya resultan adalah 21,79N dan sudut yang dibentuk oleh resultan dan gaya F2
sebesar 23,425o.

Menyusun gaya dengan metode transformasi


Pada metode ini semua gaya ditransformasikan menjadi gaya searah sumbu X dan gaya
searah sumbu Y. Selanjutnya semua komponen gaya yang searah sumbu X dijumlahkan,
demikian juga dengan semua komponen gaya yang searah sumbu Y. Transformasi gaya
menjadi komponennya baik searah sumbu X maupun searah sumbu Y dilakukan dengan
rumus-rumus trigonometri. Untuk melakukan transformasi tersebut dibutuhkan sudut antara
gaya dengan sumbu X. Cara menentukan sudut antara gaya dengan sumbu X adalah dimulai
dari sumbu X positif bergerak berlawanan arah jarum jam sampai menyentuh gaya yang
dimaksud. Sudut gaya F1 adalah α yang berada pada kuadran 1 dengan besar 0 o    90o .
Sudut gaya F2 adalah β yang berada pada kuadran 2 dengan besar 90o    180o . Sudut gaya

F3 adalah γ yang berada pada kuadran 3 dengan besar 180o    270o . Sudut gaya F4 adalah δ
yang berada pada kuadran 4 dengan besar 270o    360o . Penjelasan tersebut dapat dilihat
juga pada Gambar 1.14 berikut.

I-18
Gambar 1.14 Sudut Gaya

Komponen-komponen gaya yang searah sumbu X dan searah sumbu Y ditentukan dengan
rumus,
Fx  F cos 

Fy  F sin 

Sehingga untuk gaya F1 dengan sudut α1 memiliki komponen,


F1x  F1cos 1

F1y  F1sin 1

Untuk gaya F2 dengan sudut α2 memiliki komponen,


F 2 x  F 2 cos  2

F 2 y  F 2 sin  2

Secara umum untuk gaya Fi dengan sudut sebesar αi memiliki komponen,


Fix  Fi cos  i

Fi y  Fi sin  i

I-19
Gambar 1.15 Komponen Gaya Searah Sumbu Koordinat

Selanjutnya dengan memperhatikan Gambar 1.15 penjumlahan komponen gaya searah


sumbu X dari semua gaya yang akan dicari resultannya dilakukan dengan cara berikut,
n

 F   F Cos
x
i 1
i i  F1 cos 1  F2 cos  2  F3 cos  3  ... Fn cos  n ,

Jumlah untuk seluruh komponen gaya searah sumbu Y adalah,


n

 Fy   F sin
i 1
i i  F1 sin 1  F2 sin  2  F3 sin  3  ... Fn sin  n

Besarnya resultan gaya dihitung dengan rumus,

R  F    F 
x
2
y
2

Arah resultan dihitung dengan rumus,

 R  arctan
F y
, sudut αR diukur dari sumbu X positif bergerak berlawanan arah jarum jam.
F x

Di bawah ini diberikan contoh untuk menghitung resultan tiga gaya konkuren dengan metode
transformasi.
Diketahui tiga gaya konkuren yaitu gaya F1 sebesar 20N dengan sudut 30 o, gaya F2 sebesar
15N dengan sudut 120o, dan gaya F3 sebesar 10N dengan sudut 210o. Tentukan resultan gaya-
gaya tersebut.

I-20
Masing-masing gaya diuraikan menjadi komponen searah sumbu X dan komponen searah
sumbu Y dan hasilnya di tulis dalan Tabel 1 berikut,

Tabel 1 Komponen Gaya


Gaya Besar (N) Sudut (…o) Fx (N) Fy (N)

F1 20 30 17,32 10,00

F2 15 120 -7,51 12,98

F3 10 210 -8,67 -5,01


Σ= 1,14 17,97

 
R  1,142  17,97) 2  18,01

17,97
 R  arctan  arctan(15,74)  86,41o
1,14

Jadi besar resultan dari gaya-gaya tersebut adalah 18,01N dengan arah membentuk sudut
86,41o dan titik tangkap berada di titik pusat koordinat.

1.3.4 Menguraikan Gaya Secara Grafis


Penguraian gaya adalah kebalikan dari menyusun gaya, tetapi kebalikan ini tidak sepenuhnya
dapat dilakukan. Dua gaya bisa disusun menjadi satu gaya dan satu gaya dapat diuraikan menjadi
dua gaya. Empat gaya bisa disusun menjadi satu gaya tetapi satu gaya tidak dapat diuraikan
menjadi empat gaya. Jadi berapapun banyaknya gaya dapat disusun menjadi satu gaya tetapi satu
gaya paling banyak hanya dapat diuraikan menjadi tiga gaya.

Menguraikan gaya dengan metode jajaran genjang gaya


Jika satu gaya akan diuraikan menjadi dua gaya dan gaya yang diuraikan memiliki titik
tangkap bersama dengan kedua gaya uraian, maka digunakan metode jajaran genjang gaya.

I-21
Gambar 1.16 Menguraikan Gaya dengan Metode Jajaran Genjang

Sebuah gaya F akan diuraikan menjadi dua gaya masing-masing sejajar dengan garis g1 dan
garis g2. Gaya F, garis g1, dan garis g2 memiliki satu titik potong yaitu di titik O.
Langkah-langkah menguraikan gaya,
1. Gambarlah garis g1’ dari ujung gaya F sejajar dengan garis g1 hingga memotong garis g2,
sebut titik potongnya sebagai titi A.
2. Gambarlah garis g2’ dari ujung gaya F sejajar dengan garis g2 hingga memotong garis g1,
sebut titik potongnya sebagai titik B.
3. Panjang garis OA menunjukkan besar gaya uraian yang sejajar dengan garis g1 dan arah OA
menunjukkan arah gaya tersebut.
4. Panjang garis OB menunjukkan besar gaya uraian yang sejajar dengan garis g2 dan arah OB
menunjukkan arah gaya tersebut.

Menguraikan gaya dengan metode lukisan kutub


Jika satu gaya akan diuraikan menjadi dua gaya dimana kedua gaya uraian tersebut
berarah sejajar dengan gaya yang diuraikan maka digunakan metode lukisan kutub. Sebuah
gaya F akan diuraikan menjadi dua buah gaya yang garis kerjanya berimpit dengan garis g1 dan
garis g2 dimana kedua garis kerja tersebut sejajar dengan gaya F.

I-22
Gambar 1.17 Menguraikan Gaya dengan Lukisan Kutub

Langkah-langkah menguraikan gaya,


1. Gambarlah gaya F dan titik kutub O. Titik pangkal dari gaya F disebut titik A dan titik ujung
gaya F disebut titik B.
2. Gambarlah garis a dari pangkal gaya F ke titik O.
3. Gambarlah garis b dari pangkal gaya F ke titik O. Gambar gaya F, titik O, garis a dan garis b
disebut lukisan kutub.
4. Gambarlah garis a’ yang sejajar dengan garis a memotong garis g1 di titik p dan memotong
gaya F atau garis kerja F di titik q.
5. Gambarlah garis b’ yang sejajar dengan b melalui titik q dan memotong garis g2 di titik r.
6. Gambarlah garis hubung dari titik p ke titik r, sebut garis ini sebagai garis c’.
7. Gambarlah garis c sejajar dengan c’ melalui kutub O dan memotong gaya F pada lukisan
kutub, sebut titik potong ini sebagai titik C.
8. Jarak AC menunjukkan besarnya gaya uraian yang sejajar dengan garis g1 dan arah AC
menujukkan arah gaya tersebut.
9. Jarak CB menunjukkan besarnya gaya uraian yang sejajar dengan garis g2 dan arah CB
menujukkan arah gaya tersebut.
10. Gambarlah pada garis g1 gaya sebesar AC dengan arah dari A ke C, sebut gaya ini dengan
F1.
11. Gambarlah pada garis g2 gaya sebesar CB dengan arah dari B ke C, sebut gaya ini dengan
F2.

I-23
12. Gaya F1 dan Gaya F2 yang masing-masing berada pada garis g1 dan g2 adalah dua gaya
uraian dari gaya F yang dicari.

1.3.5 Menguraiankan Gaya Secara Analitis


Metode untuk menguraikan gaya secara analitis dipilih berdasarkan kondisi uraian gaya yang
diminta. Jika satu gaya akan diuraikan menjadi dua gaya dimana kedua gaya uraian tersebut
saling tegak lurus dan gaya yang diuraikan beserta dua gaya uraian berpotongan pada satu titik
maka dapat digunakan rumus-rumus trigonometri pada segitiga siku-siku seperti di bawah ini.

Gambar 1.18 Menguraikan Gaya dengan Rumus trigonometri pada Segitiga Siku-Siku.

Satu gaya F yang memiliki titik tangkap pada titik origin (titik perpotongan sumbu X dan
sumbu Y) dan bersudut α akan diuraikan menjadi dua gaya yaitu gaya Fx yang sejajar sumbu X
dan gaya Fy yang sejajar sumbu Y (Gambar 1.18). Maka besarnya gaya uraian dapat dihitung
dengan rumus berikut,
Fx  F cos 
Fy  F sin 

Jika satu gaya diuraikan menjadi dua gaya dimana kedua gaya uraian tidak saling tegak lurus
maka penyelesaiannya dilakukan dengan menggunakan aturan sinus pada segitiga sebarang
(gambar 1.19),
a b c
 
sin A sin B sin C

I-24
Gambar 1.19 Aturan Sinus pada Segitiga Sebarang

Penerapan aturan sinus pada uraian gaya dapat dikuti di bawah ini. Gaya F akan diuraikan
menjadi dua gaya, berturut-turut berimpit dengan garis g1 yang membentuk sudut α dengan gaya
F dan berimpit dengan garis g2 yang membentuk sudut β dengan gaya F seperti pada Gambar
1.20a.

(a) (b)

Gambar 1.20 Penerapan Aturan Sinus


Penguraian gaya dilakukan dengan membuat Gambar 1.20b. Beri nama pangkal gaya F
dengan sebutan A dan ujung gaya F dengan sebutan B. Tarik garis g1’ dari titik A sejajar dengan
garis g1 dan tarik garis g2’ dari titik B sejajar garis g2. Garis g1’ dan garis g2’ berpotongan di
titik C. Terbentuklah segitiga sebarang ABC. Pada segitiga ABC dapat ditentukan sudut-
sudutnya. Sudut A sama dengan sudut α. Sudut B sama dengan sudut β (sudut berseberangan).
Sudut C sama dengan 180o - (α + β). Dengan demikian berlaku rumus sinus pada segitiga ABC
yaitu,
CB AC AB
 
sin  sin  sin(180  (   ))
o

Unsur-unsur ruas paling kanan dari persamaan di atas telah diketahui semua sehingga hasilnya
dapat dihitung. Selanjutnya jika dibentuk persamaan ruas paling kiri dengan ruas paling kanan
yaitu,
CB AB

sin  sin(180  (   ))
o

I-25
Maka nilai CB dapat dihitung dimana CB sama dengan besar gaya uraian yang berimpit dengan
garis g2. Jika dibentuk persamaan antara suku tengah dengan suku paling kanan yaitu,
AC AB

sin  sin(180  (   ))
o

Maka nilai AC dapat dihitung dimana AC sama dengan besar gaya uraian yang berimpit dengan
garis g1. Dengan demikian maka kedua gaya uraian dapat ditentukan.

1.4 Kesetimbangan Gaya


1.4.1 Ciri Kesetimbangan Gaya
Sekumpulan gaya berada dalam keadaan setimbang (equilibrium) apabila memenuhi dua
syarat yaitu resultannya sama dengan nol dan momen dari kumpulan gaya tersebut terhadap titik
sebarang juga sama dengan nol. Resultan sama dengan nol apabila jumlah vektor dari gaya-gaya
tersebut sama dengan nol. Yang dimaksud jumlah vektor dari gaya-gaya adalah penjumlahan
gaya dengan tetap memperhatikan arahnya. Jika setiap gaya diuraikan menjadi komponen
terhadap sumbu X dan terhadap sumbu Y maka kesetimbangan gaya dapat dituliskan dengan,

F x 0, F y  0, dan M  0 .
Pemahaman tentang resultan telah diberikan pada materi sebelum ini tetapi pemahaman
terhadap momen belum diberikan. Untuk itu berikut ini diberikan definisi momen. Momen
adalah perkalian antara gaya dan jarak atau secara matematika ditulis, M = F x d, dengan M
adalah momen, F adalah gaya, dan d adalah jarak gaya ke titik acuan. Momen adalah besaran
vektor, jadi selalu memiliki dua parameter yaitu besar dan arah. Besar momen selalu dinyatakan
terhadap titik acuan tertentu, misalnya momen dari gaya F terhadap titik A. Titik A disebut titik
acuan dan jarak gaya F terhadap titik A adalah lintasan terpendek dari titik A ke gaya F. Lintasan
terpendek selalu dimiliki oleh garis lurus yang ditarik dari titik acuan dan tegak lurus pada gaya
atau garis kerja gaya (Gambar 1.21 di bawah ini)

I-26
Gambar 1.21 Jarak Gaya Ke Titik Acuan

1.4.2 Persamaan Kesetimbangan Gaya


Telah disebutkan pada bagian di atas bahwa gaya dalam keadaan setimbang apabila
memenuhi tiga persamaan yaitu,

F x 0, F y  0, dan M  0 .
Secara tersirat persamaan tersebut mengandung arti bahwa jika jumlah gaya-gaya dan jumlah
momen yang bekerja pada suatu benda (balok, kolom, rumah, jembatan) sama dengan nol maka
benda akan mengalami percepatan gerak yang sama dengan nol. Ini sesuai dengan Hukum
Newton II yang menyatakan bahwa percepatan gerak suatu benda merupakan rasio antara gaya
yang dialaminya dengan massa benda tersebut atau dirumuskan dengan,
F
a , dengan a adalah percepatan F adalah gaya dan m adalah massa.
m

Kata percepatan benda sama dengan nol memiliki dua kemungkinan yaitu benda bergerak
dalam kecepatan yang tetap atau benda tidak bergerak. Dalam kesetimbangan bangunan-
bangunan teknik sipil artian kedua itulah yang dipakai. Jadi persamaan F x 0 yang dikenakan

pada suatu bangunan atau bagian-bagiannya menjamin bahwa bangunan atau bagian-bagiannya
tidak bergerak dalam arah sumbu X atau tidak bertranslasi searah sumbu X. Pengartian yang
sama dikenakan pada persamaan F y  0. Persamaan M  0 yang dikenakan pada suatu

bangunan atau bagian-bagiannya menjamin bahwa bangunan atau bagian-bagiannya tidak akan
berputar atau berotasi terhadap titik acuan. Dengan demikian maka tiga persamaan
kesetimbangan tersebut menjamin bangunan tidak akan bertranslasi dan tidak akan berotasi
terhadap arah acuan atau titik acuan atau dengan kata lain bangunan dalam keadaan “diam”.
Persamaan kesetimbangan menjadi dasar bagi banyak persoalan-persoalan analisa
struktur. Reaksi-reaksi tumpuan ditentukan berdasarkan kesetimbangan gaya-gaya luar (external
forces) yaitu gaya reaksi sama besar dengan gaya aksi. Gaya-gaya dalam (internal forces) timbul
di dalam elemen struktur dalam rangka membentuk kesetimbangan dengan gaya luar. Penentuan
gaya batang pada struktur rangka batang dengan metode kesetimbangan titik simpul juga
mendasarkan diri pada kesetimbangan yaitu kesetimbangan gaya dalam dan gaya luar pada satu
titik simpul. Dengan demikian bahasan tentang kesetimbangan gaya yang didahului dengan

I-27
pemahaman tentang konsep gaya menjadi dasar penting bagi materi berikutnya. Untuk itu
pelajari secara baik Kegiatan Belajar 1 ini.

RANGKUMAN
Jenis-jenis struktur bangunan yang dikenal secara umum adalah struktur portal, struktur
rangka batang, dan struktur kabel pancang. Elemen struktur portal dan struktur rangka batang
terdiri dari batang-batang yang memiliki kekakuan lentur yang tinggi sedangkan elemen-elemen
struktur kabel pancang merupakan gabungan antara elemen-elemen dengan kekakuan lentur yang
rendah (kabel) dan elemen dengan kekauan lentur tinggi (tiang). Elemen-elemen struktur portal
terdiri dari balok, kolom, pelat, dan balok-kolom. Elemen-elemen struktur rangka batang terdiri
dari batang tarik dan batang tekan. Elemen-elemen struktur kabel pancang terdiri dari kabel dan
tiang.
Beban adalah sejumlah berat yang dipikul oleh struktur. Sesuai dengan durasi kerjanya
beban diklasifikasikan menjadi beban mati dan beban hidup. Sesuai dengan bidang kerjanya
beban diklasifikasikan menjadi beban terpusat, beban merata, beban segitiga, dan beban
trapesium.
Sebuah gaya telah terdeskripsi dengan lengkap jika minimal tiga parameternya telah
diketahui yaitu besar, arah, dan titik tangkapnya atau garis kerjanya. Untuk keperluan analisa
struktur perlu melakukan penyusunan dan penguraian gaya. Menyusun gaya adalah
menggabungkan dua gaya atau lebih menjadi satu gaya dimana satu gaya ini memiliki sifat-sifat
mekanika yang sama dengan gaya-gaya yang digabungkan. Menguraikan gaya adalah memecah
satu gaya menjadi paling banyak tiga gaya dimana gaya-gaya pecahan ini memiliki sifat-sifat
mekanika yang sama dengan gaya yang dipecah atau diuraikan.
Kesetimbangan gaya diartikan sebagai kumpulan gaya yang berada dalam keadaan
setimbang. Kesetimbangan ini dinyatakan dalam tiga persamaan kesetimbangan yaitu,

F x 0, F y  0, dan M  0 .

Untuk kegiatan belajar berikutnya persamaan kesetimbangan ini akan digunakan untuk
menghitung reaksi tumpuan dan gaya-gaya dalam (internal forces).

I-28
DAFTAR PUSTAKA
Chen, W. F. and Atsuta, T. 2008. Theory of Beam Column, Volume 1: In-Plane Behavior and
Design. J. Ross Publishing. USA.

Meriam, J.L. and Kraige, L.G. 2002. Engineering Mechanic, Volume 1: Statics, Fifth Edition.
John Wiley & Sons, Inc., United States of America.

Soemono. 1978. Statika 1. Penerbit ITB. Bandung

Wiryomartono, S. 1976. Mekanika Teknik, Bagian I Konstruksi Statis Tertentu, Jilid 1. Bahan-
Bahan Kuliah Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

I-29

Anda mungkin juga menyukai