Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

GASTRITIS: HELICOBACTER PYLORI

Oleh
Ni Made Yogaswari

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
AGUSTUS 2013
A. DEFINISI
Gastritis atau maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti
perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Menurut Brunner dan Suddarth,
(2001), Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang diakibatkan oleh diet yang tidak
benar atau makanan yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Gastritis adalah
proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, secara histopalogi dapat dibuktikan
dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Slamet, 2001). Gastritis adalah
episode berulang nyeri epigastrum, gejala sementara atau cepat hilang, dapat berhubungan
dengan diet, memiliki respon yang baik dengan antacid atau supresi asam (Grace, Pierce,
dkk., 2006).
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis merupakan inflamasi yang
terjadi pada mukosa lambung yang ditandai dengan adanya radang pada daerah tersebut yang
disebabkan karena pengkonsumsian makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.
Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan
bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori (H. pylori).

B. ETIOLOGI
Lambung adalah sebuah kantung otot yang kosong, terletak pada bagian kiri atas perut
tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa mempunyai panjang berkisar antara 10
inchi dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon.
Bila lambung dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat. Ketika lambung mulai terisi dan
mengembang, lipatan - lipatan tersebut secara bertahap terbuka.
Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap melepaskannya
ke dalam usus kecil. Ketika makanan masuk ke dalam esophagus, sebuah cincin otot yang
berada pada sambungan antara esophagus dan lambung (esophageal sphincter) akan
membuka dan membiarkan makanan masuk ke lambung. Setelah masuk ke lambung cincin in
menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan lapisan otot yang kuat. Ketika makanan berada
di lambung, dinding lambung akan mulai menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang
sama, kelenjar - kelenjar yang berada di mukosa pada dinding lambung mulai mengeluarkan
cairan lambung (termasuk enzim - enzim dan asam lambung) untuk lebih menghancurkan
makanan tersebut.
Salah satu komponen cairan lambung adalah asam hidroklorida. Asam ini sangat
korosif sehingga paku besi pun dapat larut dalam cairan ini. Dinding lambung dilindungi oleh
mukosa - mukosa bicarbonate sehingga terhindar dari sifat korosif asam hidroklorida.
Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan
mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung.
Beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis antara lain :
a)    Infeksi bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang
hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak
sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan
penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. Pylorisering terjadi pada masa
kanak - kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Infeksi H. Pyloriini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic
ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama
akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan
pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu
adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam
lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung
yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat
dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan
resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena
infeksi H. Pylorikronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis,
hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan
terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.
b)    Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti
inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan
peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas
melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan
secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
c)    Penggunaan alkohol secara berlebihan. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap
asam lambung walaupun pada kondisi normal.
d)    Penggunaan kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan
dangastritis.
e)    Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
f)    Kelainan autoimmune. Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan
tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi
faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12).
Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi
serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam
tubuh. Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
g)   Crohn's disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada
dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada
dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn's
disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok
daripada gejala-gejalagastritis.
h)    Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi
dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil
radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding
lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
i)     Penyakit bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-
lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan
melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal,
sebuah ototsphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah
empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan
benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan
dan gastritis.
j)     Faktor-faktor lain. Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya
seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.
C. PATOGENESIS
Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H. Pylorimemiliki
kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan ekologi lambung, dengan
serangkaian langkah unik masuk kedalam mukus, berenang dan orientasi spasial didalam
mukus, melekat pada sel epitel lambung, menghindar dari respon imun, dan sebagai
akibatnya terjadi kolonisasi dan transmisi persisten.
Setelah memasuki saluran cerna, bakteri H.pylori, harus menghindari aktifitas
bakterisidal yang terdapat dalam isi lumen lambung, dan masuk ke alam lapisan mukus.
Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan pada langkah awal infeksi ini. Urease
menghidrolisis urea menjadi karbondioksida dan ammonia, sehingga H. Pylori mampu
bertahan dalam lingkungan yang asam. Motilitas bakteri sangat penting pada kolonisasi, dan
flagel H. Pylorisangat baik beradaptasi pada lambung.
H. Pylori menyebabkan peradangan pada lambung terus - menerus. Respon
peradangan ini mula–mula terdiri dari penarikan neutrofil, diikuti limfosit T dan B, sel
plasma, dan makrofag, bersamaan dengan terjadinya kerusakan sel epitel. Karena H. Pylori
sangat jarang menginvasi mukosa lambung, respon pejamu terutama dipicu oleh
menempel/melekatnya bakteri pada sel epitel. Patogen tersebut dapat terikat pada MHC class
dipermukaan sel eptel gaster dan menginduksi terjadinya apoptosis. Perubahan lebih lanjut
dalam sel epitel bergantung pada protein–protein yang disandi pada cag-PAI dan translokasi
CagA kedalam sel epitel lambung. Urease Helicobacter pylori dan porin juga dapat berperan
pada terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis neutrophil.
Epitel lambung pasien yang terinfeksi H. Pylori meningkatkan kadar interleukin-1β,
interleukin-2, interleukin-6, interleukin-8, dan tumor nekrosis faktor alfa. Diantara semua itu,
interleukin-8, adalah neutrophil-activating chemokine yang poten yang diekspresikan oleh sel
epitel gaster, berperan penting. Strain H. Pylori yang mengandung cag-PAI menimbulkan
respon interleukin-8 yang jauh lebih kuat dibandingkan strain yang tidak mengandung cag,
dan respon ini bergantung pada aktivasi nuclear faktor-kB ( NF-KB ) dan respon ini segera
dari faktor transkripsi aktivator protein 1 ( AP-I ). Infeksi H. Pylori merangsang timbulnya
respon humoral mukosa dan sistemik. Produksi antibodi yang terjadi tidak dapat
menghilangkan eradikasi infeksi, bahkan menimbulkan kerusakan jaringan. Pada beberapa
pasien yang terinfeksi H. Pylori timbul respon autoantibodi terhadap H+/K+ ATP ase sel-sel
parietal lambung yang berkaitan dengan meningkatnya atrofi korpus gaster. Selama respon
imun spesifik, subgrup sel T yang berbeda timbul. Sel–sel ini berpartisipasi dalam proteksi
mukosa lambung, dan membantu membedakan antara bakteri patogen dan yang komensal.
Sel T- helper immatur ( Th 0 ) berdiferensiasi menjadi 2 subtipe fungsional; sel Th-1
mensekresi interleukin-2, dan interferon gamma; dan Th-2 mensekresi IL-4, IL-5 dan IL-10.
Sel Th-2 menstimulasi sel B sebagai respon terhadap patogen ekstrasel, sedangkan Th1
sebagai respon terhadap intrasel.
Karena H. Pylori tidak bersifat invasif dan merangsang timbulnya respon humoral
yang kuat, maka yang diharapkan adalah respon Th-2. Namun timbul paradoks, sel-sel
mukosa gaster yang spesifik terhadap H. Pylori umumnya justru menunjukkan fenotip Th1.
Studi –studi menunjukkan bahwa sitokin Th1 menyebabkan gastritis sedangkan sitokin Th2
proteksi terhadap lambung
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2001), tanda dan gejala pada gastritis adalah
a. Gastritis akut
1. Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada mukosa lambung
2. Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Hal ini
dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan asam
lambung yang mengakibatkan mual hingga muntah
3. Pendarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan
tanda-tanda anemia pascae pendarahan.
b. Gastritis Kronis
Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil
mengeluh nyeri uluhati, anorexia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan.
E. FARMAKOLOGI
Asam lambung mengiritasi jaringan yang meradang dalam lambung dan
menyebabkan sakit dan peradangan yang lebih parah. Itulah sebabnya, bagi sebagian besar
tipe gastritis, terapinya melibatkan obat-obat yang mengurangi atau menetralkan asam
lambung seperti :
a.   Anatsida. Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan
merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida
menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung
dengan cepat.
b.  Penghambat asam. Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut,
dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin
atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
c.  Penghambat pompa proton. Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung
adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam.
Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari “pompa-
pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole,
rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori.
d.  Cytoprotective agents. Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-
jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah
sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu
sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan
ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga
menghambat aktivitas H. pylori.
Untuk terapi terhadap H. Pylori sendiri terdapat beberapa regimen dalam mengatasi
infeksinya. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat
pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi
untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit,
mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. Pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H.
Pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi
dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka
waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya
meningkatkan efektifitas.
Untuk memastikan H. Pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali
setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis
pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori.
Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan
lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang (Brunner dan Suddarth,
2001).

NONFARMAKOLOGI
Dari sekian banyak pengobatan secara farmakologi, penatalaksanaan nonfarmakologi dapat
dilakukan dengan memodifikasi diet pasien dan meningkatkan istirahat dan mengurangi stres
pasien.

EDUKASI
Gastritis terkadang di masyarakat menjadi suatu hal yang disepelekan. Padahal
gastritis tersebut dapat mengakibatkan berbagai gangguan dalam tubuh kita yang seharusnya
diperhatikan. Hal-hal yang dapat dilakukan guna mengurangi resiko terkena gastritis,
terutama H.Pylori adalah:

a. Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan
yang pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan
jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya.
Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
b. Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan
mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.

c. Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat


lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam
lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama
terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah,
terutama bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang
dapat membantu untuk berhenti merokok.

d. Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan


pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga
membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
e. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke,
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit.
Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan
pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya
adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat
yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.

f. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan AINS, obat-
obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat
peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang
mengandung acetaminophen.

g. Ikuti rekomendasi dokter.


DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Grace, A, dkk., (2006). At A Galance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai