Anda di halaman 1dari 79

Asuhan Keperawatan Tumor Nasofaring

TUMOR NASOFARING

MAKALAH

Oleh

Anis Fitri Nurul Anggraeni

NIM 132310101023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2014

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Tumor Nasofaring”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IIB.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
menyampaikan terima kasih  kepada:

1. Iis Rahmawati,S.kp., M. Kes selaku dosen mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik IIB;
2. Rekan kerja kelompok satu pada mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik IIB;
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Kami juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat dengan baik khususnya dalam pembelajaran
Ilmu Keperawatan Klinik IIB.

Jember, November  2014                                                                                            Penulis

DAFTAR ISI 

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………… ii  

PRAKATA……………………………………………………………………………………….
iii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….
iv  

BAB 1. PENDAHULUAN

 Latar Belakang ………………………………………………………….. .1


 Rumusan Masalah………………………………………………………. .1
 Tujuan……………………………………………………………………….. .2
 Manfaat……………………………………………………………………… .2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

 Definisi………………………………………………………………………. .3
 Epidemiologi…………………………………………………6
 Etiologi……………………………………………………….7
 Manifestasi Klinis…………………………………………………………9
 Patofisiologi……………………………………………………………….. 11
 Komplikasi dan Prognosis………………………………………….. 12
 Penatalaksanaan………………………………………………………… 13
 Pencegahan……………………………………………………………….. 16

BAB 3. PATHWAYS………………………………………………………………………… 17

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


                   4.1. Pengkajian…………………………………………………………………. 18

                   4.2. Diagnosa……………………………………………………………………. 27

                   4.3. Intervensi…………………………………………………………………… 28

                   4.4. Evaluasi…………………………………………………………………….. 33

BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan……………………………………………………………….. 34

5.2. Saran………………………………………………………………………… 34

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………35

Bab 1. Pendahuluan

 Latar Belakang

Tumor nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring. Penyakit ini adalah
tumor ganas yang relatif jarang ditemukan pada beberapa tempat seperti Amerika Utara dan
Eropa dengan insiden penyakit 1 per 100.000 penduduk. Tumor ganas ini lebih sering terdapat di
Asia Tenggara termasuk Cina, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan dengan insiden
antara 10 – 53 kasus per 100.000 penduduk. Di Timur Laut India, insiden pada daerah endemik
antara 25 – 50 kasus per 100.000 penduduk.Di Eskimo, Alaska, Greenland, dan Tunisia
insidennya juga meningkat yaitu 15-20 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Karsinoma
nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di
Indonesia yaitu sekitar 60% dan menduduki urutan ke-5 dari seluruh keganasan setelah tumor
ganas mulut rahim, payudara, getah bening, dan kulit (Roezin, 2001).

Di Indonesia, tumor ganas ini termasuk dalam urutan pertama tumor ganas pada kepala dan leher
dengan angka mortalitas yang cukup tinggi. Jenis penyakit ini sangat tinggi populasinya di
Negara-negara Asia tertentu, sehingga menimbulkan dugaan bahwa faktor genetic ikut berperan
dalam pathogenesis penyakit. Penyakit karsinoma nasofaring (KNF) juga memiliki gejala yang
berbeda-beda dari setiap pasien, sehingga para medik sering mengalami kesulitan saat harus
melakukan diagnosa tanpa bantuan specialis atau pakar dalam hal ini dokter specialis penyakit
Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT).

 
 Rumusan Masalah
o Apa definisi, epidemiologi, dan etiologi dari tumor nasofaring?
o Bagaimana manifestasi klinik, patofisiologi, dan komplikasi & prognosis dari
tumor nasofaring?
o Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan dari tumor nasofaring?
o Bagaimana rencana asuhan keperawatan penyakit tumor nasofaring?

 Tujuan
o untuk mengetahui definisi dan epidemiologi tumor nasofaring
o untuk mengetahui manifestasi klinik, etiologi dan patofisiologi tumor nasofaring
o untuk mengetahui pemeriksaan diagnosis dan penatalaksanaan tumor nasofaring
o untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan penyakit tumor nasofaring

 Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapakan dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui dan
lebih memahami penyakit tumor nasofaring serta menentukan rencana asuhan keperawatan yang
tepat bagi penderita penyakit tumor nasofaring.

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga
hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang
telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak,
tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah.

Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding depan dibentuk oleh
koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring,
fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang
berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan
tulang rawan yang disebut torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller
atau resessus lateral.
Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden
serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh darah balik faring pada
permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah
nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan
cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V2) yang menuju ke anterior nasofaring.

Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang
hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah
kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas dan leher
merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),
laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.

Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau
kelenjar yang terdapat di nasofaring. Carsinoma nasofaring merupakan karsinoma yang paling
banyak di THT. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal  dari sel epitel yang
melapisi nasofaring. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoit, dengan
predileksi di Fosa Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana
epitel kuboid berubah menjadi skuamosa dan atap nasofaring (Asroel, 2002). Tumor primer
dapat mengecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe.

Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu penduduk
Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras
kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu, kanker nasofaring juga merupakan
jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

1. Penggolongan Ca Nasofaring :

Ukuran tumor (T)

T Tumor
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
Tumor terdapat pada dua lokalisasi
T2 atau lebih tetapi masih terbatas pada
rongga nasofaring
Tumor telah keluar dari rongga
T3
nasofaring
T4 Tumor telah keluar dari rongga
nasofaring yang telah merusak tulang
tengkorak atau saraf saraf otak

1. Regional Limfe Nodes

N0 Tidak ada pembesaran


N1 Terdapat pembesaran tetapi homolatral dan masih bisa di gerakan
Terdapat pembesaran kontralateral/biltral dan masih dapat di
N2
gerakan
Terdapat pembesaran baik, homolateral, kontralateral, bilateral
N3
yang sudah melekat pada jaringan sekitar

1. Metatase Jauh(M)

M0 Tidak ada metatese jauh


M1 Metatase jauh

1. Stadium Tumor Nasofaring

1. Stadium I             : T1 N0 dan M0


2. Stadium II             : T2 N0 dan M0
3. Stadium III           : T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau T3 dan N0 dan M0

4. Stadium IVa          : T4 dan N0/N1 dan M0 atau T1/T2/T3/T4 dan N2 /N3 dan M0 atau
T1/T2/T3.T4 dan N0/N1/N2/N3/N4 dan M1
o Epidemiologi

Para ahli palaentologi melakukan penelitian dan pemeriksaan sisi tulang manusia purba dan
menemukan kemungkinan karsinoma nasofaring pada zaman itu. Hasil pemeriksaan tersebut
menunjukkan tengkorak dijumpai destruksi tulang yang dicurigai akibat komplikasi karsinoma
nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas karnisoma yang berasal dari epitel
nasofaring, biasanya tumbuh dari fossa Rosenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok dan
telinga. Tumor ganas ini paling banyak mengenai etnik China terutama yang berada di China
Selatan.

Penemuan kasus baru KNF setiap tahun diberbagai dunia cukup bervariasi. Penelitian di 17
negara Eropa menemukan rata-rata 187 kasus baru. Di Rio de Janeiro ditemukan 16 kasus baru
dan di Nigeria 12 kasus baru, sedangkan di Israel yang mempunyai insiden KNF sedang, hanya
ditemukan 3 kasus baru pada tiap tahun. Kasus baru yang sangat banyak ditemukan di Hongkong
1146 kasus KNF. Sebagian besar penderita KNF berumur diatas 20 tahun dengan umur paling
banyak antara 50-70 tahun. Penelitian di Taipe menjumpai umur rata-rata penderita lebih muda
yaitu 25 tahun. Insiden KNF meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan
insiden setelah umur 60 tahun.

KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah usia 20
tahun dan usia terbanyak antara 45-54 tahun. Laki-laki lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 2-3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan
dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika Serikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000
(Nasional Cancer Institute, 2009).

Di sebagian provinsi di Cina, dijumpai kasus KNF yang cukup tinggi yaitu 15-30 per 100.000
penduduk. Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong dan Guangzhou,dilaporkan
sebanyak 10-150 kasus per 100.000 orang per tahun.Insiden tetap tinggi untuk keturunan yang
berasal Cina Selatan yang hidup di negara-negara lain. Hal ini menunjukkan sebuah
kecenderungan untuk penyakit ini apabila dikombinasikan dengan lingkungan pemicu (Nasional
Cancer Institute, 2009).

2.3  Etiologi

Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup


banyak tahap.  Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:

1. Kerentanan Genetik

Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca


Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi
familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen pengode
enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca
Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian
menunjukkan  bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan, sehingga
lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.

1. Virus EB (Eipstein-Barr)

Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik  seperti antigen
kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA), antigen nuklir ( EBNA ) , dll.
Virus EB  memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :

1. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB (termasuk


VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer
geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker
lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor. Selain itu titer antibodi dapat
menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila
penyakitnya rekuren atau memburuk.
2. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi  zat petanda  virus EB seperti DNA virus dan
EBNA.
3. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB,
ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti
juga banyak.
4. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan
karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.

Ada beberapa mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah:

1. Zat Nitrosamin.

Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator penting. Nitrosamin
juga ditemukan dalam ikan atau makanan yang diawetkan di Greenland juga pada ” Quadid ”
yaitu daging kambing yang dikeringkan di Tunisia, dan sayuran yang difermentasi (asinan) serta
taoco di Cina.

2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina,
Indonesia dan Kenya, meningkatkan jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa
rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF.

3. Kontak dengan zat karsinogenik.

Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat karsinogen yaitu zat yang dapat menyebabkan
kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene (sejenis dalam arang batubara), gas kimia, asap
industri, asap kayu dan beberapa ekstrak tumbuhan-tumbuhan.

4. Ras dan keturunan.

Kejadian KNF lebih tinggi ditemukan pada keturunan Mongoloid dibandingkan ras lainnya.Di
Asia terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan.Ras
Melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang banyak terkena.

5. Radang Kronis di daerah nasofaring.

Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap
karsinogen lingkungan.
6. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut
berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :

1. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring ,


kandungan 3,4 benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih
tinggi dari keluarga di area insiden rendah.
2. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses timbulnya kanker
nasofaring.
3. Golongan nitrosamin :  banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan
kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil
yang berefek mutagenik.

2.4  Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring  adalah :

 Gejala Dini

Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang
sedini mungkin sangat diperlukan..

1. Gejala telinga:

 Sumbatan tuba eustachius atau kataralis.

Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan
gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.

 Radang telinga tengah sampai perforasi membran timpani.

Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana
rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak,
sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani dengan akibat gangguan pendengaran.

1. Gejala Hidung :

 Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi perdarahan
hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan
seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.

 Sumbatan hidung

Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan
menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan
penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang
khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis
dan lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang. Hal ini
menyebabkan keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada stadium dini (Roezin & Anida,
2007 dan National Cancer Institute, 2009).

2.4.2 Gejala Lanjut

1. Pembesaran kelenjar limfe leher

Tidak semua benjolan leher menandakan kekhasan penyakit ini jika timbulnya di daerah samping
leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan biasanya berada di level II-III dan
tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang
terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot
dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran kelenjar limfe
leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.

1. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar

Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang, maka
gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi, seperti penjalaran tumor melalui foramen laserum
akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat juga mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat
terjadi penglihatan ganda (diplopia). Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai
saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat
yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson.Bila
sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral.Dapat juga disertai dengan
destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya prognosisnya buruk.

1. Gejala akibat metastasis

Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya
jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh.Yang sering ialah pada tulang, hati dan
paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Nutrisno ,
Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009).

2.5  Patofisiologi

Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang
terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi
dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan
sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1
adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut
mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen
yang  menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi
differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel
kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.

 Komplikasi dan Prognosis


o Komplikasi

Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan
hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan
tulang diradiasi. Komplikasi ini terjadi selama atau beberapa hari setelah dilakukannya
radioterapi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar
hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran
sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.Toksisitas ginjal
dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko
untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka
radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat (Maqbook, 2000 dan Nasir,
2009).

 Prognosis

Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan
metastasenya.Karsinoma skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif daripada yang non
keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada
ke-2 tipe yang disebutkan terakhir.Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut,
tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi. Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor
seperti stadium yang lebih lanjut,usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan dan ras
Cina daripada ras kulit putih (Arima, 2006) .
 

 Penatalaksanaan

Untuk penyakit tumor nasofaring, ada beberapa terapi yang perlu dilakukan untuk mendukung
pemulihan kondisi pasien diantaranya:

 Radioterapi

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
KNF.Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan sinar peng-ion,
bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat
disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat
radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk
keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy. Dosis radiasi pada
limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang
tidak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm
diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi
5,5 minggu

Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat tergantung
pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya.Untuk stadium I
dan II, diperoleh respons komplit 80% – 100% dengan terapi radiasi.Sedangkan stadium III dan
IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% –
80%.Angka ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa factor diantaranya yang
terpenting adalah stadium penyakit.

Terdapat 3 cara utama pemberian radioterapi, yaitu:

 Radiasi Eksterna / Teleterapi


 Radiasi Interna / Brakhiterapi
 Intravena

Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon
dinilai dari pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan criteria
WHO, antara lain:

 Complete Response: menghilangnya seluruh kelenjar getah bening yang besar.


 Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
 No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
 Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
o Kemoterapi

Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan
kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kanker dapat digunakan sebagian
terapi tunggal (active single agents), tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap
salah satu obat mungkin sensitive terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi
sehingga efek samping menurun.

Beberapa regimen kemoterapi yang antara lain cisplatin, 5-Fluorouracil, methotrexate, paclitaxel
dan docetaxel. Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganas.
Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel
tumor apabila ada metastasis jauh.Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori :

1. Kemoterapi adjuvan

Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi. Tujuannya untuk


mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak
dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya
yang maksimal ternyata:

1. Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.


2. Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.
3. Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi terjadi karena tingginya resiko kekambuhan
dan metastasis jauh.
4. Kemoterapi neoadjuvant

Pemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud adalah pemberian sitostatika lebih awal yang
dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk
mengecilkan tumor yang sensitif sehingga setelah tumor mengecil akan lebih mudah ditangani
dengan radiasi.

Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker kepala dan leher.
Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada awal perjalanan penyakit adalah untuk
menurunkan beban sel tumor sistemik pada saat terdapat sel tumor yang resisten.Vaskularisasi
intak sehingga perjalanan ke daerah tumor lebih baik. Terapi bedah dan radioterapi sepertinya
akan memberi hasil yang lebih baik jika diberikan pada tumor berukuran lebih kecil.

 
3. Kemoterapi concurrent

Kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi. Umumnya dosis kemoterapi yang diberikan
lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer. Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada KNF
ternyata dapat meningkatkan hasil terapi terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan relaps.
Hasil penelitian menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker kepala dan leher
termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin dapat bertindak sebagai agen
sitotoksik dan radiation sensitizer. Jadwal optimal cisplatin masih belum dapat dipastikan,
namun pemakaian sehari-hari dengan dosis rendah, pemakaian 1 kali seminggu dengan dosis
menengah, atau 1 kali 3 minggu dengan dosis tinggi telah banyak digunakan.

 Operasi

Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
Disekresi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif
yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak
berhasil diterapi dengan cara lain.

 Imunoterapi

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka pada penderita
karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.

 Perawatan paliatif

Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi.Mulut terasa kering disebabkan oleh
kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Gangguan lain adalah
mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Perawatan paliatif diindikasikan langsung untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala dan
memperpanjang usia.

 
 Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi.
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara memasak makanan untuk
mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai
lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang
berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.Akhir sekali, melakukan tes
serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring
lebih dini (Tirtaamijaya, 2009).

Bab 3. Pathways

 Bab 4. Asuhan Keperawatan

4.1 Pengkajian

4.1.1 Identitas pasien

1. Nama

Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor nasofaring.

1. Jenis Kelamin

Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-laki daripada perempuan.

1. Usia

Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak antara 45-54 tahun.

1. Alamat

Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap dengan ventilasi rumah yang kurang
baik akan meningkatkan resiko terjadinya tumor nasofaring serta lingkungan yang sering
terpajan oleh gas kimia, asap industry, asap kayu, dan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan.
1. Agama

Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor nasofaring.

1. Suku Bangsa

Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun Oseania,
insidennya umumnya kurang dari 1/100.000 penduduk.Insiden di beberapa negara Afrika agak
tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk.Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia
Tenggara dan China. Di RRC, walaupun karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan
daripada berbagai daerah lain di dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya 1,88/100.000, pada
pria 2,49/100.000, dan pada wanita 1,27/100.000. Sebesar 2% dari kasus.karsinoma nasofaring
adalah penderita anak dan di Guangzhou ditemukan 1% karsinoma nasofaring dibawah 14 tahun.
Pada penelitian yang dilakukan di

medan (2008), kelompok umur penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah 50-59 tahun
(29,1%). Umur penderita yang paling muda adalah 21- tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-
rata umur penderita pada penelitian ini adalah 48,8 tahun.

1. Pekerjaan

Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko terkena tumor nasofaring, karena akan
sering terpajan gas kimia, asap industry, dan asap kayu.

1. Diagnosa Medis

Diagnosa medis yang ditegakkan adalah tumor nasofaring.

4.1.2 Status Kesehatan

1. Keluhan Utama

Biasanya di dapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi penurunan
dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok.Pasien mengeluh
rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan
pendengaran.Terjadi pendarahan dihidung yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan
bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan
keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit samapi timbulnya keluhan, faktor
apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa
yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST. Penderita
tumor nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga peradangan
dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher di bawah daun telinga, gangguan
pendengaran, perdarahan hidung,  dan bisa juga menimbulkan komplikasi apabila terjadi dalam
tahap yang lebih lanjut

1. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan
penyait keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.

1. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor nasofaring maka akan
meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring pula.

4.1.3 Pemeriksaan Fisik

1. Sistem Penglihatan

Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola mata klien simetris, kelompak mata
klien normal, pergerakan bola mata klien normal namun konjungtiva klien anemis, kornea
normal, sclera anikterik, pupil mata klien isokor, otot mata klien tidak ada kelainan, namun
fungsi penglihatan kabur, tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+). Hal
ini terjadi karena pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu yang mengalami beberapa
gejala yang tidak normal seperti konjungtiva klien yang anemis disebabkan klien memiliki
kekurangan nutrisi dan fungsi penglihatan kabur.

1. Sistem pendengaran

Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan pasien normal dan simetris,
terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga. Hal ini terjadi akibat adanya
nyeri saat menelan makanan oleh pasien dengan tumor nasofaring sehingga terdengar suara
berdengung pada telinga.

1. Sistem pernafasan
Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan, klien tampak sesak, tidak menggunakan otot bantu nafas
dengan frekuensi pernafasan 26 x/ menit, irama nafas klien teratur, jenis pernafasan spontan,
nafas dalam, klien mengalami batuk produktif dengan sputum kental berwarna kuning, tidak
terdapat darah, palpasi dada klien simetris, perkusi dada bunyi sonor, suara nafas klien ronkhi,
namun tidak mengalami nyeri dada dan menggunakan alat bantu nafas. Pada sistem ini akan
sangat terganggu karena akan mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas terdapat sputum
maka pasien akan kesulitan dalam bernafas yang bisa mengakibatkan pasien mengalami sesak
nafas. Gangguan lain muncul seperti ronkhi karena suara nafas ini menandakan adanya gangguan
pada saat ekspirasi.

1. Sistem kardiovaskular

Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit dengan irama teratur, tidak
mengalami distensi vena jugularis, temperature kulit hangat suhu tubuh klien 360C, warna kulit
tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan tidak ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung,
kecepatan denyut apical 82 x/ menit dengan irama teratur tidak ada kelainan bunyi jantung dan
tidak ada nyeri dada. Tumor nasofaring tidak menyerang peredaran darah pasien sehingga tidak
akan mengganggu peredaran darah tersebut.

1. Sistem saraf pusat

Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat kesadaran pasien kompos mentis
dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK,
tidak ada gangguan sitem persyarafan dan pada pemeriksaan refleks fisiologis klien normal.
Tumor nasofaring juga bisa menyerang saraf otak karena ada lubang penghubung di rongga
tengkorak yang bisa menyebabkan beberapa gangguan pada beberapa saraf otak. Jika terdapat
gangguan pada otak tersebut maka pasien akan memiliki prognosis yang buruk.

1. Sistem pencernaan

Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah klien tidak kotor, saliva
normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada diare, konsistensi feses lunak, bising usus
klien 8 x/menit, tidak terjadi konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen lembek.  Tumor tidak
menyerang di saluran pencernaan sehingga tidak ada gangguan dalam sistem percernaan pasien.

1. Sistem endoktrin

Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien tidak berbau keton, dan tidak ada
luka ganggren. Hal ini terjadi karena tumor nasofaring tidak menyerang kalenjar tiroid pasien
sehingga tidak menganggu kerja sistem endoktrin.

1. Sistem urogenital
Balance cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml, tidak ada perubahan pola kemih
(retensi urgency, disuria, tidak lampias, nokturia, inkontinensia, anunia), warna BAK klien
kuning jernih, tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada keluhan sakit pinggang. Tumor
nasofaring tidak sampai melebar sampai daerah urogenital sehingga tidak mengganggu sistem
tersebut.

1. Sistem integumen

Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit baik,
tidak ada luka, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah pemasangan infuse baik, tekstur
kulit baik, kebersihan rambut bersih. Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya
sumbatan yang ada di dalam tenggorokan sehingga pasien terlihat pucat.

1. Sistem musculoskeletal

Saat ini klien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada tulang, sendi dan kulit 
serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan pada bentuk tulang sendi dan tidak ada kelainan
struktur tulang belakang, dan keadaan otot baik. Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka
sehingga tidak ada kelainan yang mengganggu sistem musculoskeletal.

4.1.4 Pemeriksaan Penunjang

1. pemeriksan kelenjar limfe leher

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan
rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat pembesaran (Desen, 2008).

1. pemeriksaan nasofaring

Nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior, dengan atau tanpa menggunakan kateter
(American Cancer Society, dan Soetjipto, 1989).

 Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter

Nasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring dan
area yang dekat sekitarnya.Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat
dilakukan. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat tampak dengan
mudah.

 Rinoskop posterior menggunakan kateter


Nasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic scope ( lentur, menerangi,
tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara langsung
lapisan nasofaring.

Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah
tampak di orofaring, uung katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya
disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.

1. Pemeriksaan saraf cranial

Ditujukan pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu
diperiksa berulang kali barulah ditemukan hasil positif (Desen, 2008).

1. CT Scan

Pemeriksaan tomografi, CT Scan nasofaring merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya


untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat asimetri dari
resessus lateralis, torus tubarius dan dinding posterior nasofaring

1. X-ray dada

Jika pasien telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray dada mungkin dilakukan
untuk menilai penyebaran kanker ke paru (American Cancer Society, 2011 dan Soetjipto, 1989).

1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan

MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat potongan
melintang, sagital koronal, sehingga lebih baik dari CT. MRI selain dengan jelas memperlihatkan
lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke
tulang. Dalam membedakan antara pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor, MRI
juga lebih bermanfaat (Desen, 2008 dan American Cancer Society, 2011) .

1. Foto Thoraks

Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta adanya metastasis jauh
(Soetjipto, 1989).

1. Biopsi

Penghapusan sel atau jaringan  sehingga dapat dilihat dibawah mikroskop oleh patologi untuk
memastikan tanda-tanda kanker. Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara dari hidung
atau dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyulusuri konka media ke nasofaring
kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi melalui mulut dengan
memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung keteter yang
berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung keteter yang di
hidung.Demikian juga dengan keteter yang dihidung disebelahnya, sehingga palatum mole
tertarik ke atas.Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan
melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui
mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan
dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%.

1. Pemeriksaan darah

Untuk mengetahui adanya metastasis jauh.

Analisa data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


sesak nafasBersihan jalan
DS: -DO: 1. Suara pasien nafas tidak
ronkhi2. pasien sulit efektifPenumpukan lendir
Bersihan jalan nafas tidak
menelan makanan3.
efektif
Adanya pembengkakan tumor
pada leher 
 
Kesulitan bernafas

Ketidakefektifan pola nafas


DS: -DO: 1. Adanya
bengkak pada leher2.
Ketidakefektifan pola nafas
Pemeriksaan cuping hidung
positif  Penyumbatan saluran nafas

tumor
DS: -DO: 1. Adanya Gangguan menelan
perilaku ekspresif dari nyeri akut
Nyeri akut
pasien2.  Kesulitan penekanan syaraf
beraktivitas3. sianosis tumor
DS: -DO: 1. Penurunan Penurunan berat badan Ketidakseimbangan nutrisi
berat badan pasien2. pasien kurang dari kebutuhan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
kesulitan menelan
tubuh
makanan3. pasien tampak tubuh
Anoreksia
lemah

infeksi

4.2 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan lendir yang ditandai
dengan terdengarnya suara ronchi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan nafas oleh tumor yang
ditandai dengan cuping hidung positif
3. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan jaringan saraf oleh tumor yang ditandai
dengan adanya perilaku ekspresif
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
yang ditandai dengan penurunan berat badan.

4.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan


No Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1.  Posisikan klien dengan 1.    Posisi
nafas tidak tindakan semifowler untuk membantu
efektif keperawatan 2 x 24 memaksimalkan memaksimalkan
berhubungan jam  jalan nafas ventilasi2.      Kaji ekspansi paru dan
dengan bersih   dengan keefektifan pengobatan menurunkan
penumpukan kriteria:1.      Jalan yang diresepkan.3.Atur upaya
lendir yang nafas bersih dan pemberian O24.Lakukan pernafasan.2.   
ditandai efektif2.      pengisapan endotrakea atau Mengetahui
dengan Mengeluarkan nasotrakrea, sesuai dengan pengobatan yang
terdengarnya sekesi secara kebutuhan5.Informasikan telah
suara ronchi efektif3.      kepada pasien dan keluarga dijalankan.3.   
Mempunyai irama sebelum memulai prosedur Untuk
dan frekuensi meningkatkan
pernafasan dalam 6.Konsultasikan dengan transport
rentang yang oksigen.4.   
Untuk
mengeluarkan
sputum5.   
Inform consent
kepada pasien dan
dokter tentang kebutuhan keluarga
normal
untuk perkusi atau peralatan
pendukung. 6.    Untuk
mengetahui
kebutuhan yang
diperlukan pasien
selama perawatan.
2. Pola  nafas Gsetelah dilakukan 1.       Pantau adanya pucat 1.  Untuk
tidak efektif tindakan dan sianosis2.       Pantau mengetahui tanda
berhubungan keperawatan kecepatan, irama, dan gejala yang
dengan selama 2×24 jam kedalaman dan upaya muncul akibat
penyempitan pola nafas kembali pernafasan3.       Perhatikan tumor
jalan nafas efektif, dengan pergerakan dada, amati nasofaring.2. 
oleh tumor kriteria:1.   Pasien kesimetrisan, dan Untuk mengetahui
yang ditandai tidak merasa sesak penggunaan otot bantu upaya pasien
dengan cuping lagi dengan RR pernafasan4.       Pantau dalam bernafas.3. 
hidung positif 20x/menit2.   bunyi pernafasan seperti Untuk mengetahui
Cuping hidung mendengkur5.       Anjurkan pola nafas yang
negative3.   Bunyi pasien untuk nafas dalam normal.4.  Untuk
nafas tambahan melihat adanya
tidak ada  6.       Ajarkan pasien bunyi nafas 
tentang teknik relaksasi tambahan.5. 
untuk memperbaiki pola Untuk mengetahui
pernafasan upaya pasien
dalam nafas
7.       Atur posisi pasien dalam.
semi fowler
6.  Untuk
  memberi
kenyamanan
 
7.    Posisi
membantu
memaksimalkan
ekspansi paru dan
menurunkan
upaya pernafasan.

 
1.  Meningkatkan
relaksasi dan
Setelah dilakukan
membantu
tindakan
menfokuskan
keperawatan
kembali
selama 3×24 jam
perhatian.2. 
Nyeri akut klien menunjukkan
Memungkinkan
berhubungan tingkat 1.    Berikan tindakan
pasien untuk
dengan kenyamanan, kenyamanan dan aktivitas
berpartisipasi
penekanan dengan kriteria:1.    hiburan.2.    Dorong
secara aktif dan
jaringan saraf klien melaporkan penggunaan keterampilan
meningkatkan
3. oleh tumor nyeri berkurang manajemen nyeri3.    Minta
rasa control.3. 
yang ditandai (skala nyeri 2- pasien untuk menilai nyeri
Untuk mengetahui
dengan 3)2.    Ekspresi pada skala 0 sampai 104.   
tingkatan nyeri
adanya wajah tenang, klien Kolaborasi dengan dokter
yang dialami oleh
perilaku mampu istirahat dalam terapi analgesic 
pasien4.  Nyeri
ekspresif dan tidur3.    Hasil
merupakan gejala
pemeriksaan fisik
yang sering
normal, TTV
terjadi terutama
dalam batas
dalam kanker,
normal 
meskipun respon
individu berbeda.
4. Ketidak Setelah dilakukan 1.  kaji pola makan klien2.  1.  Untuk
seimbangan tindakan Kaji makanan yang disukai mengetahui
nutrisi kurang keperawatan oleh klien.3.  Kolaborasi asupan nutrisi
dari salama 4  minggu dengan ahli gizi dalam yang masuk
kebutuhan klien akan:1.    menentukan kebutuhan dalam tubuh.2. 
tubuh menunjukan status protein untuk pasien dengan Untuk mengetahui
berhubungan nutrisi adekuat2.    ketidakadekuatan asupan kandungan nutrisi
dengan mempertahankan protein atau kehilangan dalam
anoreksia berat badan3.    protein4.  Berikan informasi makanan.3. 
yang ditandai nilai laboratorium tentang kebutuhan nutrisi Untuk memenuhi
dengan dalam batas dan pentingnya bagi tubuh kebutuhan
penurunan normal klien.5.  Berikan oral nutrisi4.  Untuk
berat badan hygiene menghindari salah
persepsi pasien
6.  Berikan makanan terhadap
bergizi, tinggi kalori, dan kebutuhan
nutrisinya.5. 
Meningkatkan
nafsu makan.

6.  Jenis makanan


ini akan
meningkatkan
pemenuhan nutrisi
bervariasi yang dapat
tanpa
dipilih.
meningkatkan
stimulus pada
7.  Ciptakan lingkungan
pencernaan.
yang menyenangkan untuk
makan
7.  Memberikan
pemandangan
8.  Timbang pasien pada
yang bagus
interval yang tepat
sehingga pasien
memiliki nafsu
makan yang baik

8.  Mengetahui
perubahan berat
badan pasien

4.4 Evaluasi

Diagnosa
Tujuan Tindakan Evaluasi
Keperawatan
Bersihan jalan nafas S: pasien mengatakan; “saya
tidak efektif Mengajarkan merasa lebih nyaman dengan
berhubungan dengan Jalan nafas batuk efektif posisi ini sus.”O: pasien
penumpukan lendir menjadi bersih dan terlihat lebih tenang dan
yang ditandai dengan dan efektif memposisikan bernafas normalA: masalah
terdengarnya suara semi fowler teratasi sebagianP: lanjutkan
ronchi intervensi
Pola  nafas tidak Pola nafas Mengajarkan S: pasien mengatakan bahwa
efektif berhubungan kembali efektif pasien nafas rasa sesaknya mulai
dengan penyempitan dalam dan berkurangO: pasien nampak
jalan nafas oleh
lebih tenangA: masalah
tumor yang ditandai
tehnik relaksasi teratasi sebagianP: lanjutkan
dengan cuping
intervensi
hidung positif
Nyeri akut S: pasien mengatakan
berhubungan dengan nyerinya berkurangO:
Pasien
penekanan jaringan ekspresi pasien nampak lebih
menunjukkan
saraf oleh tumor Guided imagery tenang, tidak gelisah dan
tingkat
yang ditandai dengan tidak meringis kesakitanA:
kenyamanan
adanya perilaku masalah teratasi sebagianP:
ekspresif lanjutkan intervensi
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari Memberikan
S: pasien mengatakan nafsu
kebutuhan tubuh makanan yang
makannya mulai
berhubungan dengan Intake nutrisi disukai pasien
meningkatO: berat badan
anoreksia yang adekuat dengan porsi
pasien meningkatA: masalah
ditandai dengan sedikit tapi
teratasiP: hentikan intervensi
penurunan berat sering
badan

BAB 5. PENUTUP

1. Kesimpulan

Tumor nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan menempati urutan
ke sepuluh dari seluruh tumor ganas di tubuh. Banyak faktor yang di duga berhubungan dengan
tumor nasofaring, yaitu: adanya infeksi EBV, faktor lingkungan, dan genetik. Tumor nasofaing
banyak ditemukan di Indonesia.Pada stadium dini yang diberikan adalah penyinaran dan hasilnya
baik.

2. Saran

Perawat sebaiknya mengetahui mengenai penyakit tumor nasofaring, sehingga apabila


menemunkan kasus secara dini dapat segera ditangani dengan sesuai dan dapat memberikan
asuhan layanan keperawatan yang tepat bagi penderita tumor nasofaring.
 

DAFTAR PUSTAKA

Arima,Aria,C, 2006. Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma Nasofaring. [diakses
melalui http://library.usu.ac.id/download/fk/ D0400193.pdf pada 17 Oktober 2014]

Asroel, H.A., 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma nasofaring

(KNF). Sumatra Utara: http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf.

p.1.

Fuda Cancer Hospital Guangzhou,2002. Nasopharynx Carcinoma Therapy After The Failure of
Coventional Therapy. China: Fuda Cancer Hospital Guangzhou. [diakses melalui http://
www.orienttumor.com/id/Kanker_ nasofaring. htm. pada17 Oktober 2014]

Herawati, Sri & Rukmini, Sri. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan
Untuk Mahasiswa Fakultar Kedokteran gigi. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.


Jakarta: EGC

Judith, M. Wilkinson. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kreteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Maqbook,M., 2000. Tumours Of Nasopharynx. In:Textbook Of Ear,Nose And Throat


Disease.Edition 9,Srinagar:Jay Pee Brothers,250-253

Nasir,N, 2009. Karsinoma Nasofaring Kedokteran Islam.[diakes melalui


http://www.nasriyadinasir.co.cc/2009/12/karsinomanasofaring_20.html 18 Oktober 2014]

National Cancer Institute, 2009. Nasopharyngeal Cancer Treatment. U.S.A [diakses pada 18
Oktober 2014 melalui
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/HealthProfessional/page9]

National Cancer Institute, 2013. Nasopharyngeal Cancer Treatment. [diakses pada 30 Oktober
2014 melalui http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/page2].
 

Roezin & Anida. 2007. Karsinoma Nasofaring Dalam:Buku Ajar Telinga Hidung,Tenggorok
Kepala Dan Leher.Edisi 6. Jakarta: FKUI

Universitas Sumatra Utara. 2010. Karnisoma Nasofaring. Medan: USU Press

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN CA NASOFARING
Juniartha Semara Putra
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CANASOFARING
DI RUANG KAMBOJA RSUP SANGLAH
TANGGAL 24-26 OKTOBER 2012
I.         PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2012 pukul 13.00 WITA di Ruang
Kamboja RSUP Sanglah. Pengkajian dilakukandengan teknik anamnesa, observasi, pemeriksaan
fisik dan Catatan Medis (CM) pasien.
Tanggal Masuk            : 24 Oktober 2012
Ruang/ Kelas   : Kamboja Selatan/ III A
No. Kamar      : 5
No. CM                       : 01.57.08.96
A.    Identitas Pasien                                                                    Penanggung Jawab
Nama                                      : ‘KR’                          : “MS”
Umur                                      : 60 Tahun                   : 30 Tahun
Jenis Kelamin                         : Laki-laki                    : Laki-laki
Pendidikan                             : Tamat SD                  : Tamat SMA
Pekerjaan                                : Petani                        : Pegawai swasta
Agama                                    : Hindu                        : Hindu
Status                                     : Sudah Menikah         : Sudah menikah
Alamat                                   : Br. Dangin Jelinjing Belalang,Kediri, Tabanan
Suku Bangsa                          : Indonesia                  : Indonesia
Hubungan dengan pasien       : –                                 : Anak
Diagnosa Medis                     : KNF                          : –
B.     Alasan Dirawat
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, nyeri dan muncul benjolan di sekitar
pipi dan leher bagian kiri.
.
C.    Riwayat Kesehatan
1.      Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh lemas, sulit menelan, nyeri, dan ada benjolan di sekitar pipi dan leher bagian
kiri, seta pasien mengeluh mual dan nafsu makan menurun. Leher terasa sulit untuk digerakan
dan suara menjadi serak. Pasien lalu berobat ke poli THT RSUP Sanglah lalu dinyatakan kanker
nasofaring. Pasien kemudian dirujuk untuk rawat  inap di RSUP Sanglah Ruang Kamboja
dengan terapi dari dokter:
a.       Ondasentron 3×4 pial
b.      NaCl 0,9%
c.       Paracetamol 3 x 500 g
d.      Vitamin B1 B6 B122X1 tablet, Vitamin C 1×1 tablet
e.       Codein 6 x 10 mg
2.      Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di rumah sakit sekitar 2 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama
3.      Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien dan
juga keluarga pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, dan lainnya.
D.    Pengkajian Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1.      Bernapas
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami kesulitan dalam bernapas baik sebelum masuk
rumah sakit maupun setelah masuk rumah sakit.
2.      Makan dan Minum
a.    Makan :            Sebelum masuk rumah sakit pasien biasa makan 2-3 x sehari dan habis 1 porsi.
Selama dirawat di rumah sakit pasien mengeluh tidak nafsu makan dan susah menelan disertai
mual dam muntah 3 kali ( + 1500 cc ), pasien hanya mampu menghabiskan 1/3 porsi makanan
setiap kali makan.
b.    Minum :           Sebelum masuk rumah sakit pasien biasa minum 5 gelas sehari. Selama di rumah
sakit pasien minum 2-3 gelas perhari dan minum air.
3.      Eliminasi
Pasien tidak mengalami gangguan pada eliminasinya baik sebelum dirawat di rumah sakit
maupun  setelah dirawat di rumah sakit.
4.      Gerak dan Aktivitas
Pasien mengatakan sedikit lemas, tetapi pasien mampu melakukan aktivitas sendiri seperti
makan,toileting, berpakaian walaupun kadang-kadang dibantu oleh keluarga.
5.      Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam tidurnya. Dengan jam tidur dari pukul 22.00-06.00
WITA.
6.      Kebersihan Diri
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan mandi 1 x sehari. Setelah di rumah sakit pasien
hanya dilap dengan air hangatoleh kelurganya 1 x sehari.
7.      Pengaturan Suhu Tubuh
Pada saat pengkajian pasien tidak ada keluhan panas,suhu tubuh pasien 36,5oC.
8.      Rasa Nyaman
Pada saat pengkajian pasien mengeluh nyeri pada bagian antara leher dan pipinya, nyeri hilang
timbul, nyeri yang dirasakan seperti ditusuk jarum dengan skala nyeri 6 dari skala 0-10. Pasien
tampak  meringis.
9.      Rasa Aman
Pasien terlihat tenang, tidak cemas dan gelisah.
10.  Sosialisasi dan Komunikasi
Pasien dapat berinteraksi dengan perawat, dokter, serta pasien tidak mengalami kesulitan dalam
bersosialisasi dengan keluarga ataupun lingkungan di rumah sakit walaupun dengan suara yang
sedikit serak.
11.  Prestasi dan Produktivitas
Sebelum sakit pasien bekerja sebagai petani
12.  Ibadah
Pasien beragama Hindu dan selama di rumah sakit pasien hanya diwakilkan oleh keluarganya
untuk sembahyang di Padmasana rumah sakit.
13.  Rekreasi
Sebelum masuk rumah sakit pasien biasa menghabiskan waktunya dengan bertani.
14.  Belajar
Pasien mengerti tentang tindakan pengobatan yang diberikan walaupun sesekali bertanya dengan
perawat.
E.     Pengkajian Fisik
1.      Keadaan Umum
a.       Kesan Umum : Lemah
b.      Kesadaran      : Compos Mentis
c.       Warna Kulit   : Sawo matang
d.      Turgor kulit    : Elastis
e.       BB: 50 kg
2.      Gejala Kardinal
Nadi                     : 80 x permenit
Suhu                     : 36,5oc
Pernapasan           : 20 x permenit
Tekanan darah      : 130/80 mmHg
3.      Pemeriksaan Fisik
a.       Kepala            : Simetris, bentuk lonjong, rambut hitam , rambut tersebar merata,tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada lesi.
b.      Mata               : Simetris, kornea normal, reflek pupil +/+, sklera putih, Telinga       : Simetris,
pendengaran kurang baik.
c.       Mulut             : Kebersihan gigi dan mulut cukup.
d.      Leher              : Ada benjolan di leher sebelah kiri.
e.       Thorax            : Simetris, tidak ada nyeri, gerakan teratur, tidak ada benjolan
f.       Abdomen       : Simetris. tidak ada lesi, tidak kembung
g.      Ekstremitas    : –    Atas         : Terpasang IVRL di tangan kiri, terdapat  lesi
–          Bawah     : Tidak terdapat varises
h.      Genetalia        : Tidak terkaji
F.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 24Oktober 2012
No Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Remarks
1 WBC 1,97 x10^3/uL 4,10-11,00 Rendah
2 NE% 80,10 % 47,00-80,00
3 LY% 12,70 % 13,00-40,00
4 MO% 3,30 % 2,00-11,00
5 EO% 1,10 % –
6 LUC% 0,50 % 0,60-4,00
7 NE# 2,40 x10^3/uL 0,00-4,00
8 LY# 1,58 x10^3/uL 2,50-7,50
9 MO# 0,25 x10^3/uL 1,00-4,00
10 EO# 0,07 x10^3/uL 0,10-1,20
11 BH# 0,02 x10^3/uL 0,00-1,10
12 LUC# 0,01 x10^3/uL 0,00-0,40
13 RBC 3,39 x10^6/uL 4,50-50,0 Rendah
14 HGB 13,00 g/dL 13,50-17,90 Rendah
15 MCT 30,50 % 41,00-53,00 Rendah
16 MCH 89,80 fL 80,00-100,00
17 MCHC 32,60 pq 31,00-36,00
II.           DIAGNOSA KEPERAWATAN
A.    Analisa Data
No Data Standar Normal Masalah Keperawatan
  Tidak ada keluhan nyeri
1 DS : pasien mengeluh Nyeri Kronis
  Tidak meringis
nyeri pada bagian antara
  Skala nyeri 0 dari
leher dan pipinya yang
dirasakan sejak 1 tahun skala0-10 yang
yang lalu, nyeri hilang diberikan
timbul, nyeri yang
dirasakan seperti ditusuk
jarum
DO   :
 Pasien terlihat meringis
 Skala nyeri 6 dari skala 0-
10 yang diberikan
2   Nafsu makan baik dan
DS : pasien mengeluh Perubahan Nutrisi:
tidak nafsu makan dan tidak ada keluhan susah Kurang dari kebutuhan
susah menelan disertai menelan tubuh
mual   Mual (-)
DO :   Mampu menghabiskan 1
 Pasien hanya mampu porsi makanan setiap
menghabiskan 1/3 porsi kali makan
makanan setiap   Muntah (-)
kali
makan.   BB tidak turun
 Pasien terlihat kurus
 Muntah(+) 3 kali ( + 1500
cc )
 BB: 50 kg (sebelumnya 60
kg)
3   Tidak ada keluhan kulit
DS : Pasien mengatakan Kerusakan integritas
kulit dibagian leher terasa kering kulit
kering dan kusam   Warna kulit sawo
DO : Kulit dibagian leher matang
  Kulit tidak kering
berwarna hitam dan kering
dan dengan luka   Tidak ada luka
4   Pasien tidak
DS : Pasien mengatakan malu Harga Diri Rendah
tidak percaya diri/malu terhadap
terhadap penampilannya penampilannya
karena efek   Pasien tidak Nampak
dari
radioterapi diam dan mau
DO : Pasien tampak diam bicara/berkomunikasi
di tempat tidur dan jarang
berbicara
B.     Analisa Masalah
1.    P               : Nyeri Kronis
E               : Pembengkakan jaringan
S               : Pasien mengeluh nyeri pada bagian antara leher dan pipinya, nyeri
hilang timbul, nyeri yang dirasakan seperti ditusuk jarum, pasien terlihat meringis, skala nyeri 6
dari skala 0-10 yang diberikan,
Proses terjadinya  : kanker yang menyerang nasofaring mengakibatkan penekanan
dan kerusakan syaraf di daerah kanker yang berkibat timbulnya nyeri
Akibat jika tidak ditanggulangi:  Terjadi syok neurogenik
2.    P               : Perubahan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
E               : Ketidakmampuan menelan
S               : Pasien mengeluh tidak nafsu makan dan susah menelan disertai mual,
pasien hanya mampu menghabiskan 1/3 porsi makanan setiap kali makan, pasien terlihat kurus,
muntah(+) 3 kali ( +1500 cc ), BB: 58 kg ( sebelumnya 60 kg )
Proses terjadinya  : Adanya kanker pada nasofaring menyebabkan sulitnya
menelan sehingga intake makanan berkurang yang mengakibatkan kurangnya nutrisi dari
kebutuhan tubuh.
Akibat jika tidak ditanggulangi   :Nutrisi pasien tidak akan terpenuhi sehingga
memperlambat proses penyembuhan
3.    P               : Kerusakan integritas kulit
E              : Efek dari radioterapi
S              : Pasien mengatakan kulit dibagian leher terasa kering dan kusam, kulit

dibagian leher berwarna hitam dan kering dan dengan luka

Proses terjadinya  : sinar yang dihasilkan oleh radioterapi tidak  hanya merusak

sel yang abnormal tetapi juga merusak sel yang sehat sehingga terjadi flek-flek hitam pada
daerah yang terkena radioterapi
Akibat jika tidak ditanggulangi   :Akan menyebabkan bekas luka atau lesi
4.      P              : Harga Diri Rendah
E               : Perubahan pada citra diri
S   : Pasien mengatakan tidak percaya diri/maluterhadap penampilannya karena
efek dari radioterapi, pasien tampak diam di tempat tidur danjarang berbicara
C.    Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri Kronis berhubungan dengan pembengkakan jaringan ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri pada bagian antara leher dan pipinya, nyeri hilang timbul, nyeri yang dirasakan seperti
ditusuk jarum, pasien terlihat meringis, skala nyeri 6 dari skala 0-10 yang diberikan,
2.      Perubahan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan ditandai dengan pasien mengeluh tidak nafsu makan dan susah menelan disertai mual,
pasien hanya mampu menghabiskan 1/3 porsi makanan setiap kali makan, pasien terlihat kurus,
muntah(+) 3 kali ( +1500 cc ), BB: 58 kg ( sebelumnya 60 kg )
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek dari radioterapi ditandai dengan pasien
mengatakan kulit dibagian leher terasa kering dan kusam, kulit dibagian leher berwarna hitam
dan kering dan dengan luka
4.      Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan pada citra diriditandai dengan pasien
mengatakan tidak percaya diri/maluterhadap penampilannya karenaefek dari radioterapi, pasien
tampak diam di tempat tidur danjarang berbicara
III.   RENCANA KEPERAWATAN
A.    Prioritas Diagnosa.
1.      Nyeri Kronis berhubungan dengan pembengkakan jaringan ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri pada bagian antara leher dan pipinya, nyeri hilang timbul, nyeri yang dirasakan seperti
ditusuk jarum, pasien terlihat meringis, skala nyeri 6 dari skala 0-10 yang diberikan,
2.      Perubahan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan ditandai dengan pasien mengeluh tidak nafsu makan dan susah menelan disertai mual,
pasien hanya mampu menghabiskan 1/3 porsi makanan setiap kali makan, pasien terlihat kurus,
muntah(+) 3 kali ( +1500 cc ), BB: 58 kg ( sebelumnya 60 kg )
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek dari radioterapi ditandai dengan pasien
mengatakan kulit dibagian leher terasa kering dan kusam, kulit dibagian leher berwarna hitam
dan kering dan dengan luka
4.      Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan pada citra diriditandai dengan pasien
mengatakan tidak percaya diri/maluterhadap penampilannya karenaefek dari radioterapi, pasien
tampak diam di tempat tidur danjarang berbicara
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri Kronis berhubungan Setelah diberikan asuhan Minimalkan aktivitas pasien
dengan pembengkakan keperawatan selama   2x 24 jam Pantau TTV
jaringan ditandai dengan diharapkan nyeri pasien Anjurkan teknik relaksasi
pasien mengeluh nyeri pada berkurang dengan outcome: progresif dan latihan nafas
bagian antara leher   Tidak ada keluhan nyeri
dan dalam
  Tidak meringis
pipinya, nyeri hilang timbul,  Kolaboratif dalam pemberian
  Skala nyeri berkurang
nyeri yang dirasakan seperti analgetik
ditusuk jarum, pasien terlihat
meringis, skala nyeri 6 dari
skala 0-10 yang diberikan,

2 Perubahan Nutrisi: Kurang dari Setelah diberikan   Pantau masukan makanan setiap
asuhan
kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama 2×24 jam hari
dengan ketidakmampuan diharapkan kebutuhan   Anjurkan makan porsi kecil tetapi
nutrisi
menelan ditandai dengan adekuat dengan outcome: sering
  Nafsu makan baik dan tidak ada
pasien mengeluh tidak nafsu   Jelaskan pentingnya nutrisi yang
makan dan susah menelan keluhan susah menelan adekuat
  Mual (-)
disertai mual, pasien hanya
mampu menghabiskan   Mampu menghabiskan 1 porsi
1/3
porsi makanan setiap kali makanan setiap kali makan
  Muntah (-)
makan, pasien terlihat kurus,
muntah(+) 3 kali ( + 1500 cc ),
BB: 58 kg ( sebelumnya 60
kg )
3 Kerusakan integritas kulit Setelah diberikan 
asuhan Anjurkan mandi dengan
berhubungan dengan efek dari keperawatan selama 2×24 jam
menggunakan air hangat atau
radioterapi ditandai dengan diharapkan kebutuhan nutrisi
sabun
pasien mengatakan kulit adekuat dengan outcome:
  Tidak ada keluhan kulit kering 
dibagian leher terasa kering Anjurkan pasien untuk
  Warna kulit sawo matang
dan kusam, kulit dibagian leher
menghindari krim kulit apapun,
  Kulit tidak kering
berwarna hitam dan kering dan
bedak, salep kecuali diijinkan
dengan luka   Tidak ada luka
oleh dokter

 Anjurkan untuk menghindari

pakaian yang ketat pada daerah

tersebut
4 Harga Diri Rendah Setelah diberikan   Beri kesempatan pasien untuk
asuhan
berhubungan dengan keperawatan selama 2×24 jam mengekspresikan perasaan
perubahan pada citra diharapkan kebutuhan nutrisi khususnya tentang keadaan
diriditandai dengan pasien adekuat dengan outcome: penyakitnya.
mengatakan tidak   Pasien tidak malu terhadap
percaya   Beri privasi dan lingkungan yang
diri/malu terhadap penampilannya nyaman
penampilannya karena   Pasien tidak nampak diam dan
efek
dari radioterapi, pasien tampak mau bicara /berkomunikasi
diam di tempat tidur dan jarang
berbicara
IV.   IMPLEMENTASI
Hari/Tgl/Jam No. Dx Implementasi Evaluasi Formatif Paraf
Rabu, 24 1 –    Kolaboratif pemberian–     Obat berhasil masuk,
Oktober 2012 2 analgetik 3×1 ampul tidak ada alergi
15.00 3 –    Menjelaskan–     Pasien mau
16.00 1 pentingnya nutrisi yang mendengarkan
17.00 2 adekuat –     Pasien mau menurut,
21.30 2 –    Menganjurkan mandi–     Tekanan darah =
1 dengan menggunakan 110/80 mmHg, suhu=
1 air hangat atau sabun 36,5oC, nadi= 72x
–    Memantau TTV permenit,
–    Memantau masukan–     Pasien mampu
makanan setiap hari menghabiskan 1/3 porsi
–    Menganjurkan makan setiap kali makan
porsi kecil tetapi sering –     Pasien mau mengikuti
–    Minimalkan aktivitas–     Pasien mau menurut
pasien –     Pasien mau melakukan
–    Menganjurkan teknik nafas dalam
relaksasi progresif dan
latihan nafas dalam
Kamis, 25 1 –    Kolaboratif pemberian–     Obat berhasil masuk,
Oktober 2012 2 analgetik 3×1 ampul tidak ada alergi
08.00 1 –    Menjelaskan–     Pasien mau
11.00 2 pentingnya nutrisi yang mendengarkan
12.30 2 adekuat –     Tekanan darah =
14.00 3 –    Memantau TTV 110/70 mmHg, suhu=
15.00 3 –    Memantau masukan 36oC, nadi= 68x
20.00 1 makanan setiap hari permenit,
21.30 1 –    Menganjurkan makan–     Pasien mampu
1 porsi kecil tetapi sering menghabiskan ½ porsi
2 –    Menganjurkan pasien setiap kali makan
1 untuk menghindari–     Pasien mau mengikuti
2 krim kulit apapun,–     Pasien mau mematuhi
2 bedak, salep kecuali – pasien mau mengikuti
1
diijinkan oleh dokter –     Pasien mau menurut
1
–    Menganjurkan untuk–     Pasien mau melakukan
menghindari pakaian nafas dalam
yang ketat pada daerah–     Obat berhasi masuk,
tersebut tidak ada alergi
–    Minimalkan aktivitas–     Pasien mau
pasien mendengarkan
–    Menganjurkan teknik–     Tekanan darah =
relaksasi progresif dan 110/80 mmHg, suhu=
latihan nafas dalam 36,3oC, nadi= 72x
–    Kolaboratif pemberian permenit,
analgetik 3×1 ampul –     Pasien mampu
–    Menjelaskan menghabiskan 1/3  porsi
pentingnya nutrisi yang setiap kali makan
adekuat –     Pasien mau mengikuti
–    Memantau TTV –     Pasien mau menurut
–    Memantau masukan–     Pasien mau melakukan
makanan setiap hari nafas dalam
–    Menganjurkan makan
porsi kecil tetapi sering
–    Minimalkan aktivitas
pasien
–    Menganjurkan teknik
relaksasi progresif dan
latihan nafas dalam
Jumat, 26 1 –    Kolaboratif pemberian–     Obat berhasi masuk,
Oktober 2012 1 analgetik 3×1 ampul tidak ada alergi
08.00 2 –    Memantau TTV –     Tekanan darah =
11.00 2 –    Memantau masukan 120/70 mmHg, suhu=
12.30 4 makanan setiap hari 36,5oC, nadi= 72x
14.00 4 –    Menganjurkan makan permenit,
1 porsi kecil tetapi sering –     Pasien mampu
1 –    Memberikan menghabiskan ½ porsi
kesempatan pasien setiap kali makan
untuk mengekspresikan–     Pasien mau mengikuti
perasaan khususnya–     Pasien mau menurut
tentang keadaan–     Pasien mau melakukan
penyakitnya. nafas dalam
–    Beri privasi dan
lingkungan yang
nyaman
–    Minimalkan aktivitas
pasien
–    Menganjurkan teknik
relaksasi progresif dan
latihan nafas dalam
V.      EVALUASI
No. Hari/Tgl/Jam No. Dx Evaluasi Sumatif Paraf
1. Kamis, 26 1 S: Pasien sedikit mengeluh nyeri
Oktober 2012 O: pasien tampak tenang, skala nyeri 4 dari
Pk. 15.00 skala 0-10 yang diberikan
WITA A: Tujuan tercapai sebagian
P: Lanjutkan Intervensi
2 Kamis, 26 2  S : Pasien masih mengeluh susah menelan
Oktober 2012 dan tidak nafsu makan
Pk. 15.00 O : Muntah (-), pasien mampu menghabiskan ½
WITA porsi makanan
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
3 Kamis, 26 3 S: Pasien masih mengeluh kulitnya kering
Oktober 2012 dibagian leher
Pk. 15.00 O: kulit leher terlihat kering dan kusam
WITA A: Tujuan Belum Tercapai
P: Lanjutkan Intervensi
4 Kamis, 26 4 S:  Pasien sudah tidak merasa malu
Oktober 2012 terhadap kondisinya
Pk. 15.00 P: Pasien sudah mau terbuka dan sudah mau
WITA beraktivitas dan mau berbicara dengan
pasien disebelahnya
A: Tujuan Tercapai
P: –

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah
penyakit yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam
jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini
paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini
belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun
penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar
leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring
rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini
biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker
ini.
Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan)
merupakan kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan
kulit. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini,
karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak
dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian
selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India.
Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker
nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
Pelayanan keperawatan sangat bermanfaat bagi setiap individu untuk
memenuhi kebutuhan bio,psiko,sosial, dan spiritual. Namun, hal tersebut
belum terwujud sepenuhnya karena masih tingginya jumlah penderita
penyakit pada saluran pernapasan, salah satunya penderita karsinoma
nasofaring.
2
Sesuai dengan undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992,
dijelaskan bahwa keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang mempunyai otonomi dan kewenangan dalam melaksanakan
proses keperawatan sebagai metode pemecahan masalah di bidang
kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca
Nasofaring?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca
nasofaring
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi Ca nasofaring.
2. Mengetahui etiologi dari Ca nasofaring.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Ca nasofaring
4. Mengetahui patofisiologi Ca nasofaring.
5. Mengtahui WOC Ca Nasofaring
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca nasofaring.
7. Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca
nasofaring.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang
pembelajaran mata kuliah persepsi sensori.
1
3
2. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang benar
sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Ca Nasofaring
2.1.1 Definisi Ca Nasofaring
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di
daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap
nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah
kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty &
Nurbaiti, 2001 hal 146)
Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula
tumbuh pada sel epitelial-batas permukaan badan internal dan
external sel di daerah nasofaring. (American Cancer Society, 2011)
Karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan (kanker)
sel yang terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan bagian
atas pharynx(tengorokan), di belakang hidung. Pharynx merupakan
4
sebuah lembah yang berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi
dimulai dari belakang hidung dan berakhir di atas trakea dan
esofagus. Udara dan makanan melawati pharynx. Karsinoma
nasofaring paling sering bermula pada sel skuamos yang melapisi
nasofaring.(National Cancer Institute, 2011).
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal
dari epitel nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa
rosenmuller dan dapat meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar
tengkorak. (Munir, 2010)
2.1.2 Etiologi Ca Nasofaring
Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses
karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang
mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap Ca Nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agrregasi
familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA ( Human
luekocyte antigen ) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E
(CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca
Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar
Ca Nasofaring . Penelitian menunjukkan bahwa kromosom
pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan , sehingga
3
5
lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari
lingkungan dan timbul penyakit.
2. Virus EB (Virus Eipstein Barr)
Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen
yang spesifik seperti antigen kapsid virus ( VCA ), antigen
membran ( MA ), antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA ) ,
dll. Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring ,
alasannya adalah :
a. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi
terkait virus EB ( termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) ,
dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer geometriknya
jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita
jenis kanker lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban
tumor . Selain itu titer antibodi dapat menurun secara
bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali
meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk.
b. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda
virus EB seperti DNA virus dan EBNA.
c. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel
mengandung virus EB, ditemukan epitel yang terinfeksi
tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti juga
banyak.
d. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen
tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi
pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.
6
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir
ini menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca
Nasofaring :
a. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi
kanker nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap
gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari
keluarga di area insiden rendah.
b. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis
pada proses timbulnya kanker nasofaring .
c. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan
asin. Terkait dengan kebiasaan makan ikan asin waktu
kecil, di dalam
air seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek
mutagenik.
2.1.3 Manifestasi Klinis Ca Nasofaring
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring
adalah :
1. Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini,
diantaranya 23,2 % pasien datang berobat dengan gejala awal
ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret dari rongga
hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole
bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh
darah di permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis.
Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul
hemoragi nasal masif.
2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif
bertambah hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang
hidung posterior.
7
3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor
di resesus faringeus dan di dinding lateral nasofaring
menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana
negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media
transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi
tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya
kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya
disertai rasa penuh di dalam telinga.
4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio
temporo parietal atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan
desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial,
juga mungkin karena infeksi lokal atau iriasi pembuluh darah
yang menyebabkan sefalgia reflektif.
5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan
ekspansi direk ke superior , dapat mendestruksi silang basis
kranial, atau melalui saluran atau celah alami kranial masuk ke
area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk foramen
sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area
sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI
rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas,
paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf abduksi
tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal
akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila
terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut sindrom apeks
orbital atau petrosfenoid.
6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya
adalah kelenjar limfe kelompok profunda superior koli, tapi
karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya
tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri ,
maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang
8
metastasis kelenjar limfenya perama kali muncul di regio
untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.
7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke
tulang, paru, hati . metastasi tulang tersering ke pelvis,
vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis
tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi
tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah
hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto
sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis.
Metastasis hati , paru dapat sangat tersembunyi , kadang
ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen
thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG
2.1.4 Patofisiologi Ca Nasofaring
Infeksi virus Epstein Barr dapat menginfeksi sel epitel dan
berhubungan dengan transformasi ganas yangdapat menyebabkan
karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai
adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma
nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV akan
menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses
poliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel
host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai pertanda dalam
mendiagnosa karsinoma nasofaring. Karsinoma nasofaring
merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari
sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya
tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang
kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya.
Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian
terjadi perlahan. Jika terjadi Penyebarannya keatas tumor meluas
9
ke intracranial menjalar sepanjang fossa medialis disebut
penjalaran petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum,
kemudian ke sinus kavernosus dan fossa kraniimedia dan fossa
kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N.I-N.VI)
kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis
anterior akibat metastasis tumor ini disebut sindrom petrosfenoid.
Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia
trigeminal. Jika penyebaran ke belakang tumor meluas ke belakang
secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu
sepanjang fossa posterior dimana di dalamnya terdapat nervus
cranial IX-XII disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena
adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N.VII-N.XII.
Penggolongan Ca Nasofaring :
1. T1: Kanker terbatas di rongga nasofaring.
2. T2: Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di
celah parafaring di anterior dari garis SO ( garis penghubung
prosesus stiloideus dan margo posterior garis tengah foramen
magnum os oksipital ).
3. T3: Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau
mengenai basis kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat
rudapaksa tunggal syaraf kranial kelompok anterior atau
posterior.
4. T4: Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena
serentak, atau kanker mengenai sinus paranasal, sinus
spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.
5. N0: Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
6. N1: Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.
10
7. N2: Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
8. N3: Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter
>7 cm
9. M0: Tak ada metastasis jauh.
10. M1: Ada metastasis jauh.
Penggolongan stadium klinis, antara lain :
1. Stadium I: T1N0M0
2. Stadium II: T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0
3. Stadium III: T3N0 - 2M0, T0 – 3N2M0
4. Stadium IVa: T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0
5. Stadium IVb:T apapun, N Apapun, M1
11
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik Ca Nasofaring
1. Nasofaringoskopi
a. Tanpa menggunakan kateter
Menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai
nasofaring dan area yang dekat sekitarnya. Pada pasien
12
dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat
dilakukan.Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah
agakbesar akan dapat tampak dengan mudah.
b. Menggunakan kateter
Menggunakan sebuah fibreoptic scope (lentur, menerangi,
tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau
mulut) untuk menilai secara langsung lapisan
nasofaring. Dua buah kateter dimasukkan masing-masing
kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah tampak di
orofaring, ujung katater tersebut dijepit dengan pinset dan
ditarik keluar selanjutnya disatukan dengan masing-masing
ujung kateter yang lainnya.
2. Biopsi nasofaring yaitu Penghapusan sel atau jaringan
sehingga dapat dilihat dibawah mikroskop oleh patologi untuk
memastikan tanda-tanda kanker
3. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk
mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang
tersembunyi pun akan ditemukan. Memastikan luas
lesi,memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan
pemeriksaan tindak lanjut
4. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk
mengetahui infeksi virus EB.
2.1.7 Penatalaksanaan Ca Nasofaring
1. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik,
hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.
13
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran
atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya
sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik
dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon,
kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
2. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi
adjuvan dan kemoradioterapi konkomitan.
3. Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi
dengan derajat bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara
maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya.
a. Rehabilitas Psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa
penyakitnya berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan
agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.
b. Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain,
pasien biasanya merasakan kekuatan fisiknya menurun,
mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan
suplementasi nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama
yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat secara
bertahap.
4. Operasi pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika
masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan
14
kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan
bersih.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Ca Nasofaring
3.1.1 Pengkajian Keperawatan
1. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau
nenek dengan riwayat kanker.
2. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap
sejenis kayu tertentu.
3. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan
kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang
diawetkan ( daging dan ikan).
4. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut
keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti,
2001)
5. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat;
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas.
15
b. Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada,
penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
c. Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan,
menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan
kontrol, depresi, menarik diri, marah.
d. Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan
eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet),
anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi
makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan
kelembaban/turgor kulit.
f. Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
g. Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga
(otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan
akibat penyinaran
h. Pernapasan
14
16
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
merokok), pemajanan
i. Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari
lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
j. Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada
tingkat kepuasan.
k. Interaksi sosial
Ketidakadekuatan atau kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan
gangguan status organ sekunder metastase tumor
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.
3.1.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
Tujuan: Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
17
Kriteria hasil: Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan
relaksasi nyeri
Intervensi:
a. Mandiri
1) Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi.
2) Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok
punggung) dan aktivitas hiburan.
3) Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik
relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik,
sentuhan terapeutik.
4) Evaluasi penghilangan nyeri atau control
b. Kolaborasi
Berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon
atau campuran narkotik
Rasional:
a. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan/ keefektivan intervensi.
b. Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali
perhatian.
c. Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan
meningkatkan rasa kontrol.
d. Nyeri adalah komplikasi sering dari kanker, meskipun respon
individual berbeda. Saat perubahan penyakit atau pengobatan
terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan.
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan
gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan: mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.
18
Kriteria Hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap
perubahan
Intervensi:
a. Tentukan ketajaman pendengaran, apakah satu atau dua telinga
terlibat .
b. Orientasikan pasien terhadap lingkungan.
c. Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi.
Rasional:
a. Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien .
b. Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
proses penyembuhan.
c. Mengetahui faktor penyebab gangguan persepsi sensori yang
lain dialami dan dirasakan pasien
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
a. Berat badan dan tinggi badan ideal.
b. Pasien mematuhi dietnya.
c. Kadar gula darah dalam batas normal.
d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi:
a. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
b. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
diprogramkan.
c. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
d. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional:
19
a. Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet
yang adekuat.
b. Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
c. Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
d. Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yang ditetapkan.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan.
Tujuan: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar
tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
b. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit Ca.
Nasofaring
b. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang
mudah dimengerti.
20
d. Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi
pasien dan libatkan pasien didalamnya.
e. Gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada /
memungkinkan).
Rasional:
a. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
b. Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan
menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti
pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
c. Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat
sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
d. Agar pasien lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
e. Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang
telah diberikan.
5. Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.
Tujuan: Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima
keadaan dirinya
Kriteria Hasil :
a. Menjaga postur yang terbuka
b. Menjaga kontak mata
21
c. Komunikasi terbuka
d. Menghormati orang lain
e. Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam
kelompok.
f. Menerima kritik yang konstruktif
g. Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
c. Gunakan komunikasi terapeutik.
d. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim
kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang
terbaik dan seoptimal mungkin.
f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien
secara bergantian.
g. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional:
a. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan
tepat.
b. Dapat meringankan beban pikiran pasien.
22
c. Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga
pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
d. Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan
pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban
pikiran pasien.
e. Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan
kecemasan yang dirasakan pasien.
f. Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga
yang menunggu.
g. Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat membantu
mengurangi rasa cemas
3.1.4 Implementasi Keperawatan
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan perawat perlu memvalidasi dengan singkat: apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini.
Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual dan teknikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah
tindakan ini aman untuk pasien atau tidak. Setelah tidak ada hambatan
maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan
melaksanakan tindakan keperawtan perawat harus membuat kontrak
dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan
peran serta yang diharapkan dari klien. Dokumentasi semua tindakan
yang telah dilaksanakan beserta respon klien.
3.1.5 Evaluasi Keperawatan
23
Setelah tindakan keperawatan dilakukan segera lakukan evaluasi.
Evaluasi terhadap masalah keperawatan Ca nasofaring meliputi
kemampuan pasien dalam menghadapi penyakit dan kemampuan
perawat dalam merawat pasien Ca Nasofaring.
24
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ca nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Yang
disebabkan oleh Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam
tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam
jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu
mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus
mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat
mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut :
1. Pada Mahasiswa
25
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik komunikasi terapeutik dan
melakukan pengkajian agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik
sehingga dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan baik.
2. Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan
pengobatan dan diit yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.
Download
of 25

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CA NASOFARING

1.      Anatomi
Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung. Bagian atap
dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput dan ruas pertama tulang
belakang. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Orificium dari tuba
eustachian berada pada dinding samping dan pada bagian depan dan belakang terdapat ruangan
berbentuk koma yang disebut dengan torus tubarius. Bagian atas dan samping dari torus tubarius
merupakan reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa rosenmuller.
Nasofaring berhubungan dengan orofaring pada bagian soft palatum.

Gambar 1. Anatomi nasofaring (Dikutip dari : Anatomi Nasofaring [ cited 2010 Jan 5].
Available from: http://www.cliffsnotes.com/study_guide/Structure-of-the-Respiratory
System.topicArticleId-22032,articleId-21997.html.

Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena
dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Batas nasopharing:
 • Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
 • Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat
subjektif karena tergantung dari palatum durum.
• Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
 • Posterior : - vertebra cervicalis I dan II Fascia space = rongga yang berisi jaringan
longgar Mukosa lanjutan dari mukosa atas
Srtuktur Penting Pada Nasopharing
1.      Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva
2.      Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan karena
cartilago tuba auditiva
3.      Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan karena
musculus levator veli palatini.
4.      Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius
5.      Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari
musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba auditiva
terutama ketika menguap atau menelan.
6.      Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi
Nasopharingeal Carcinoma.
7.      Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada
pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.
8.      Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.
9.      Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing da oropharing karena
musculus sphincterpalatopharing
10.  Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei

2.      Definisi

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor
ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001
hal 146).
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar klien
datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
3.      Epidemiologi
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru
pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim
dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal146).

4.      Etiologi dan Faktor Resiko


Epstein-Barr Virus (EBV), Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-
protein laten pada penderita karsinoma nasofaring.
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana
tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :
        Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.
        Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
        Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti : benzopyrenen ,
        Benzoanthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu
        Ras dan keturunan, tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier
(Malaysia dan Indonesia)
        Dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
        Radang kronis daerah nasofaring
        Penggunaan tembakau, adalah salah satu faktor risiko terbesar kanker pada kepala dan leher,
        85% kanker kepala dan leher disebabkan oleh factor ini.
        Alcohol, konsumsi yang sering dan tinggi adalah faktor risiko kanker pada kepala dan leher.
        Jenis Kelamin, laki-laki 2 kali lebih berpotensi menderita penyakit ini dibandingkan wanita.
        Usia, karsinoma nasofaring lebih sering menyerang seseorang yang berusia diatas 30 tahun.
        Profil HLA

5.      Klasifikasi
Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring:
1.      Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat dilihat
dengan mikroskop cahaya.
2.      Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda
difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
3.      Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang menonjol dan
dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan
batubata.
6.      Penentuan Stadium
TUMOR SIZE (T)
T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas
pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang
tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
7.      Manifestasi Klinik
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii
dan dasar tengkorak
        Gejala Hidung :
     Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
     Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring
dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
        Gejala telinga
     Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor
dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan
pendengaran)
     Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran

        Gejala lanjut


Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe
dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar
membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan
kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.
8.      Patofisiologi
WOC terlampir

9.      Pemeriksaan Diagnostik


1.      Magnetic resonance imaging (MRI), menghasilkan secara detail gambaran tubuh, khususnya
jaringan lunak. MRI sensitivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan CT Scan dalam
mendeteksi tumor nasofaring dan kemungkinan penyebarannya yang menyusup ke jaringan atau
nodus limfe
2.      Bone scan. Prosedur ini menggunakan material radioaktif yang sangat kecil untuk menentukan
apakah kanker telah menyebar sampai ke tulang. Alat ini menggambarkan bila tulan sehat maka
pada kamera akan tampak berwarna abu-abu, dan bila ada kanker akan tampak gelap.
3.      Neurologic tests. Tes ini untuk mengetahui fungsi nervus, khususnya sensasi taktil wajah dan
fungsi gerak pada nervus tertentu di area leher dan kepala.
4.      Hearing test. Tes ini dilakukan bila diduga ada cairan pada telinga tengah.
5.      Positron emission tomography (PET) scan. A PET scan adalah alat yang digunakan untuk
menciptakan tampilan gambaran organ dan jaringan dalam tubuh. Substansi radioaktif yang
berukuran kecil diinjeksikan ke dalam tubuh pasien dan akan terdeteksi oleh sebuah scanner,
yang akan menghasilkan gambar.

10.  Pemeriksaan Penunjang


a.       Nasofaringoskopi
b.      Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
c.       Biopsi multiple
d.      Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai
metastase tulang)
e.       Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang
menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang
dikenai.

11.  Penatalaksanaan
a.       Radioterapi : hal yang perlu dipersiapkan adalah KU pasien baik, hygiene mulut, bila ada infeksi
mulut diperbaiki dulu.
b.      Kemoterapi, yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi
dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-
fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.
c.       Pembedahan

12.  Komplikasi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini
merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa
karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-
masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.  Komplikasi lain
yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan
kelumpuhan saraf kranial.

13.  Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1.      Pengkajian Berdasarkan 11 Fungsional Gordon
DATA KLINIS

a.       Data biografi

Berupa nama pasien, usia, TB,BB, tanggal masuk, TD, RR, Nadi dan suhu

b.      Keluhan utama

      Mengeluh ketajaman sumbatan hidung, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di
telinga.

c.       Riwayat perjalanan penyakit :

      Tanyakan sejak kapan pasien ketajaman sumbatan hidung, tuli, rasa tidak nyaman di telinga
sampai rasa nyeri di telinga.

d.      Riwayat kesehatan masa lalu

     Apakah klien ada riwayat penyakit ini sebelumnya

e.       Riwayat kesehatan keluarga

     Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya atau adakah keluarga yang
menderita kanker misalnya ibu atau nenek

a.       POLA PERSERPSI DAN PENANGANAN PENYAKIT

      Tanyakan apakah pasien pernah berobat ke dokter sebelumnya dan apa penyakitnya

      Kebiasaan minum – minuman keras atau alkohol, tembakau, alergi obat-obatan, makanan, dll.

b.      POLA NUTRISI/METABOLISME

      Kaji bagaimana kebiasaan klien dalam memenuhi nutrisi, frekuensi makan, jumlah, dan makanan
tambahan serta nafsu makan klien (adakah anoreksia, mual/muntah), adakah mulut rasa kering,
intoleransi makanan, perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
. Tanyakan pada pasien apakah pasien sering mengkonsumsi ikan asin dan memakan makanan
yang sering diawetkan

c.       POLA ELIMINASI


      Tanyakan bagaimana kebiasaan defekasi dan berkemih pasien, dan tanyakan apakah pasien
memakai alat bantu saat memenuhi pola eliminasi pasien.

d.      POLA AKTIVITAS/OLAHRAGA

      Tanyakan bagaimana kemampuan pasien dalam beraktifitas dan keluhan apa yang dirasakan saat
beraktifitas .

e.       POLA ISTIRAHAT/TIDUR

      Tanyakan bagaimana kebiasaan tidur pasien ( berapa lama, adakah kebiasaan sebelum tidur,
apakah terasa efektif).

f.        POLA  KOGNITIF/PERSEPSI

      Tanyakan kemampuan membaca dan menulis, ketajaman pandangan, pendengaran penggunaan
alat bantu pendengaran?

g.       POLA KONSEP DIRI

      Tanyakan apakah hal yang menjadi pikiran, apakah ada kejadian yang akhirnya mengubah
gambaran terhadap diri.

h.       POLA  HUBUNGAN PERAN

      Keluarga berperan dalam membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya dan bagaimana
aktivitas sosial antara klien dengan keluarga.

i.         POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI

      Tanyakan apakah pasien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks.

j.        POLA KOPING/PENANGANAN STRES

      Tanyakan apakah perubahan pasien dalam beberapa tahun terakhir. Bagaimana pasien dalam
menghadapi masalah dan adakah pasien menggunakan obat-obat tertentu

k.      POLA NILAI/AGAMA

      Bagaimana pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari


2.      Diagnosa Keperawatan (NANDA), Kriteria Hasil (NOC), dan Intervensi (NIC)
              NANDA, NOC, DAN NIC
No. NANDA NOC NIC
1. Nyeri 1 Tingkat Kenyamanan       Melakukan penilaian
        Melaporkan nyeri secara Indikator : nyeri secara
verbal dan nonverbal         Melaporkan keadaan fisik komprehensif dimulai
        Menunjukkan kerusakan membaik dari lokasi, karakteristik,
        Posisi untuk mengurangi        Melaporkan kepuasan durasi, kualitas, dan
nyeri terhadap kontra gejala penyebab.
        Gerakan untuk        Mengekspresikan kepuasan      Kaji ketidaknyamanan
melindungi terhadap kontrol nyeri secara nonverbal
        Tingkah laku berhati-
1.      Kontrol Nyeri       Gunakan komunikasi
hati Indikator: yang terpeutik agar
        Gangguan tidur (mata        Mengenali faktor penyebab pasien dapat menyatakan
sayu, tampak capek, sulit        Mengetahui serangan nyeri pengalamannya tehadap
atau gerakan kacau,        Menggunakan tindakan nyeri
menyeringai) preventif       Menyediakan analgesik
        Fokus menyempit         Mengenali gejala/tanda nyeri yang dibutuhkan dalam
        Tingkah laku ekspresif        Menggunakan tindakan non mengatasi nyeri
(gelisah, merintih, analgesik       Dorong klien untuk
menangis, waspada,
2.      Nyeri : efek dekstruktif mendiskusikan
iritabel, nafas panjang, Indikator: pengalamannya terhadap
mengeluh)         Hilangnya gangguan tidur nyeri
        Perubahan dalam nafsu        Hambatan eliminasi       Monitor kepuasan
makan         Hambatan mobilisasi fisik pasien terhadap
        Hambatan perawatan diri manejemen nyeri yang
3.      Tingkat Nyeri diberikan
Indikator:       Cek order medis
        Keluhan nyeri mengenai obat, dosis,
        Ekspresi wajah terhadap nyeri dan frekuensi analgesik
        Perubahan tekanan darah yang diberikan
        Perubahan denyut jantung       Cek riwayat alergi obat
        Perlindungan posisi tubuh       Pilih analgesik yang
        Frekuensi nyeri tepat atau kombinasi
analgesik ketika lebih
dari satu obat yang
diresepkan
      Pilih rute IV dari pada
IM untuk nyeri
      Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian obat
analgesik
      Dokumentasikan respon
analgesik dan dampak
negatif
2. Ketidakseimbangan 1. status nutrisi Manajemen Nutrisis
nutrisi kurang dari         Menanyakan apakah
kebutuhan tubuh  Intake nutrisi
pasien mempunyai alergi
Karakteristik:  Intake makanan dan terhadap makanan
        cairan
Pucatnya membrane         Menetukan makanan
 Energi
mukosa  Berat tubuh pilihan pasien
        Kelemahan otot yang 2. status nutrisi:intake         Menentukan jumlah
diperlukan saat menelan makanan dan cairan kalori dan jenis zat
atau mengunyah makanan yang
 Intake makanan di
        Kurang nafsu makan diperlukan untuk
mulut memenuhi nutrisi,
 Intake cairan         Tunjukkan intake kalori
 Intake cairan di mulut yang tepat sesuai tipe
 Intake di saluran tubuh dan gaya hidup
makanan         Menawarkan banyak
3. status nutrisi: intake nutrisi minum dan buah
segar/jus buah
o Intake kalori
        Memberi makanan yang
o Intake ptotein
sehat, bersih, dan lunak,
o Intake lemak
jika diperlukan
o Intake karbohidrat
        Memastikan bahwa
o Intake kalsium
makanan meliputi
o Intake mineral makanan tinggi serat
o Intake zat besi untuk mencegah
o Intake vitamin konstipasi
        Memberikan tanaman
obat dan rempah-rempah
sebagai alternative
pengganti garam
        Memberi pasien
makanan dan minuman
tinggi protein, tinggi
kalori, dan bernutrisi
yang siap dikonsumsi
        Memberi pilihan
makanan
        Menimbang berat badan
pasien pada jarak waktu
yang tepat
        Anjurkan pasien
memasang gigi palsu
dengan tepat dan/atau
memperoleh perwatan
gigi
        Memberi informasi yang
tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
        Ajarkan teknik
pengolahan dan
pemeliharaan makanan
yang aman
        Memantau kemampuan
pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
2. Terapi nutrisi
        Mengontrol penyerapan
makanan/cairan dan
menghitung intake kalori
harian, jika diperlukan
        Memantau ketepatan
urutan makanan untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi harian
        Menentukan jumlah
kalori dan jenis zat
makanan yang
diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi, ketika
        Menetukan makanan
pilihan dengan
mempertimbangkan
budaya dan agama
        Menetukan kebutuhan
makanan saluran
nasogastric
        Membantu pasien untuk
memilih makanan
lembut, lunak dan tidak
asam
        Mengatur pemasukan
makanan,
        Mengontrol cairan
pencernaan
        Memastikan keadaan
terapeutik terhadap
kemajuan makanan
        Memberi  pemeliharaan
yang diperlukan dalam
batas makanan yang
ditentukan
        Mengontrol keadaan
lingkungan untuk
membuat udara
menyenangkan dan
relaks
        Memberi makanan yang
punya daya tarik, dengan
cara yang
menyenangkan, memberi
penambahan warna,
tekstur, dan variasi
        Melakukan perawatan
mulut sebelum makan,
        Membantu pasien
membentuk posisi duduk
yang benar sebelum
makan
        Mengajarkan pasien dan
kelurga tentang memilih
makanan
        Memberi pasien dan
keluarga contoh tertulis
makanan pilihan
3. Penyuluhan Nutrisi
        Menerapkan hubungan
terapeutik berdasarkan
pada kepercayaan dan
kehormatan
        Menentukan pengenalan
perubahan perilaku
makan
        Menentukan tujuan
jangka pendek dan
jangka panjang bagi
perubahan status nutrisi
        Menggunakan standar
nilai gizi untuk
membantu klien
mengevaluasi kecukupan
intake makanan
        Memberi informasi
tentang kesehatan yang
diperlukan untuk
perubahan: kekurangan
berat badan,
penambahan berta
badan, penurunan
kolesterol, pembatasan
cairan
        Membantu pasien
mempertimbangkan
factor usia, tahap
pertumbuhan dan
perkembangan, melalui
pengalaman makan,
luka, penyakit, budaya,
dan keuangan dalam
rencana pemenuhan
nutrisi
        Memantau pengetahuan
pasien tentang dasar
empat kelompaok
makanan, persepsi yang
baik terhadap perubahan
makanan yang
diperlukan
        Mengetahui makanan
yang disukai dan tidak
disukai pasien
        Membantu pasien
mencaat kebiasaan
makan selama 24 jam
        Tinjau kembali dengan
pasien penukuran intake
dan output cairan,
jumlah hemoglobin,
tekanan darah, atau
penambahan atau
pengurangan berat, jika
diperlukan
        Mendiskusikan
pengertian makanan
dengan pasien
        Memantau aturan dan
keyakinan orang yang
terkait tentang makanan,
makan, dan perubahan
nutrisi yang diperlukan
pasien
        Membantu pasien
menyatakan perasaan
dan perhatikan
pencapaian tujuan
        Memuji usaha
pencapaian tujuan
        Konsultasi dengan
anggota tim pelayanan
kesehatan lainnya
4. Mengontrol nutrisi
        Menimbang berat badan
pasien
        Memantau gejala
kekuranagan dan
penambahan berat badan
        Memantau respon
emosional pasien ketika
ditempatkan pada situasi
yang melibatkan
makanan dan makan
        Mengontrol keadaan
lingkungan ketika makan
        Mengatur prosedur dan
pengobatan pada waktu
lainnya dari waktu
makan
        Memantau gusi saat
menelan, karang gigi,
dan penambahan luka
        Mengontrol mual dan
muntah
        Memantau pengukuran
lapisan kulit: lapisan
kulit trisep, lingkar otot
lengan, dan lingkar
lengan
        Mengontrol albumin,
jumlah protein,
hemoglobin, dan tingkat
hematocrit
        Mengontrol jumlah
limfosit dan elektrolit
        Mengontrol makanan
utama dan pilihan
        Memantau tingkat
energy, rasa tidak
nyaman, kelelahan, dan
kelemahan
        Memantau jaringan yang
pucat, memerah, dan
kering
        Mengontrol intake kalori
dan nutrisi
        Memantau kemerahan,
bengkak, dan retak pada
mulut/bibir
        Catat nyeri, edema, dan
hyperemic dan
hyperthropic papilla
lidah dan rongga mulut
        Catat perubahan utama
pada status nutrisi dan
mulai pengobatan, jika
diperlukan
        Menentukan apakah
pasien membutuhkan
makanan khusus
        Mengontrol kondisi
lingkungan dengan
optimal saat makan
3. Resiko Infeksi Pengetahuan: control infeksi Konrol infeksi :
        Pertahanan primer tidak        Mendeskripsikan mode         Bersihkan lingkungan
adekuat (kerusakan kulit, transmisi setelah dipakai pasien
trauma jaringan,         Mendeskripsikan factor-faktor lain.
penurunan aktivitas yang menyertai transmisi         Pertahankan teknik
badan siliar)         Mendeskripsikan aktivitas- isolasi.
        Peningkatan paparan aktivitas meningkatkan daya         Batasi pengunjung bila
lingkungan terhadap  tahan terhadap infeksi perlu.
pathogen         Mendeskripsikan cara         Intruksikan kepada
        Kurangnya pengetahuan pengobatan untuk diagnose keluarga untuk mencuci
untuk menghindari         Mendeskripsikan tanda-tanda tangan saat kontak dan
paparan pathogen dan gejala sesudahnya.
        Mendeskripsikan praktek         Gunakan sabun anti
pengurangan transmisi miroba untuk mencuci
Control resiko tangan.
        Mengetahui resiko         Lakukan cuci tangan
        Memperhatikan factor resiko sebelum dan sesudah
lingkungan tindakan keperawatan.
        Perhatikan factor resiko         Gunakan baju dan
perilaku individu sarung tangan sebagai
        Kembangkan strategi alat pelindung.
        Pertahankan lingkungan
pengawasan factor resiko yang
efektif yang aseptik selama
        Tentukan strategi kontrol pemasangan alat.
resiko yang dibutuhkan         Lakukan perawatan luka
        Mengikuti strategi yang dan dresing infus setiap
dipilih hari.
        Mengubah gaya hidup untuk         Tingkatkan intake
mengurangi resiko nutrisi.
        Hindari masalah kesehatan         berikan antibiotik sesuai
        Ikut serta dalam mengamati program.

masalah kesehatan yang Proteksi terhadap

berhubungan infeksi

        Ikut serta dalam         Monitor tanda dan gejala


mengidentifikasi resiko infeksi sistemik dan
Integritas jaringan kulit dan lokal.
selaput lendir         Monitor hitung
        Temperatur  jaringan granulosit dan WBC.
        Sensasi dari skala yang         Monitor kerentanan
diharapkan terhadap infeksi..
        Elastisitas dari skala yang         Pertahankan teknik
diharapkan aseptik untuk setiap
        Hidrasi dari skala yang tindakan.
diharapkan         Pertahankan teknik
        Tekstur dari skala yang isolasi bila perlu.
diharapkan         Inspeksi kulit dan
        Ketebalan dari skala yang mebran mukosa terhadap
diharapkan kemerahan, panas,
        Luka jaringan drainase.

        Perfusi jaringan         Inspeksi kondisi luka,


insisi bedah.
        Ambil kultur jika perlu
        Dorong masukan nutrisi
dan cairan yang adekuat.
        Dorong istirahat yang
cukup.
        Monitor perubahan
tingkat energi.
        Dorong peningkatan
mobilitas dan latihan.
        Instruksikan klien untuk
minum antibiotik sesuai
program.
        Ajarkan keluarga/klien
tentang tanda dan gejala
infeksi.
        Laporkan kecurigaan
infeksi.
        Laporkan jika kultur
positif.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Nanda. (2009) Nursing Diagnoses: Definitions and Classification (NANDA) 2009 – 2011. Willey-
Blackwell
IOWA OUTCOMES PROJECT. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). 2nd ed. Mosby. Inc
IOWA OUTCOMES PROJECT. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC). 2nd ed. Mosby. Inc
Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta
Iskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosis dan Penatalaksanaan, Fakultas
Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta
Arina, C. A., 2006, Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma Nasofaring, USU Digital Library,
diakses pada 19 September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/D0400193.pdf.
Asroel, H. A., 2002, Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring, USU Digital Library,
diakses pada 19 September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf
SOURCE: TUGAD KEPDEW3 KLP IX

Diposkan oleh Siska Poenya Blog

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Anda mungkin juga menyukai