1
1. Berdasarkan beratnya miopia terbagi menjadi :10
a. Miopia ringan/ Miop Levior : < 3.00 dioptri
b. Miopia sedang/ Miop Moderate : 3.00 – 6.00 dioptri
c. Miopia berat / Miop Gravior : > 6.00 dioptri
2. Berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi :10
a. Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior bola mata melebihi
normal, sehingga bertambah jarak antara kornea dan fokus bayangan di
retina. Biasanya terdapat pada pasien dengan makroftalmi, stafiloma polus
posterior.
b. Miopia Kurvatura, dimana kelengkungan kornea/lensa berubah. Terdapat
pada keratoglobus, keratoconus.
c. Miopia indeks, dimana indeks bias lebih tinggi dari normal, terdapat pada
sklerosis nucleus dari lensa, Diabetes Melitus yang tidak terkontrol.
3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, terbagi menjadi :10
a. Miopia stasioner/miopia simpleks, cenderung menetap/ bertambah sedikit
setelah dewasa dan jarang melebihi 6 dioptri.
b. Miopia progresif yaitu miopia yang bertambah terus dengan cepat pada
usia dewasa akibat bertambahnya panjang bola mata.
c. Miopia maligna yaitu keadaan yang lebih berat dan dapat menimbulkan
ablasi retina dan kebutaan.
2
termasuk hobi dan pekerjaan dari pasien untuk mencari beberapa faktor
lingkungan yang terlibat. 17
b. Pemeriksaan Oftalmologis secara subjektif
Pada pemeriksaan oftalmologis secara subjektif dilakukan dengan adanya
kerja sama antara pemeriksa dan pasien. Dalam hal ini pemeriksaan
ketajaman penglihatan satu mata dilakukan dengan menggunakan
optoptipe Straub atau Snellendengan trial frame dan trial lens set.17
Pemeriksaan ini dilakukan dalam jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak
ini mata akan melihat benda dalam keadaan tanpa akomodasi (istirahat).10
3
membutuhkan tambahan sferis, begitupun sebaliknya ketika terkoreksi berlebihan
tulisan pada sisi hijau akan tampak lebih hitam, jelas dan lebih tajam.20
4
Adapun penatalaksanaan secara operatif terbagi menjadi dua yaitu cornea
based proceduredan lens based procedure.
Tatalaksana operatif cornea based procedure antara lain :
1. Keratotomi radial
Pada keratotomi radial pada prinsipnya membuat insisi kurang lebih 90%
dari ketebalan kornea di bagian perifer dan meninggalkan zona sentral
kurang lebih 4 mm.
5
Adapun teknik operasi dengan menggunakan lens based procedure terdiri
atas Refractive lens Exhange (Fucala’s Operation) dimana dilakukan
ekstraksi dari lensa di dilakukan implantasi lensa yang baru, dan prosedur
ini disarankan pada kelainan miopia lebih dari 12 dioptri. Selain itu,
prosedur kedua yang dapat dilakukan adalah Phakic Refractive Lens
(PRL), dimana dilakukan pemasangan lensa khusus pada bilik mata depan
atau belakang dari lensa kristalina, disarankan pada miopia lebih dari 8
dioptri.6
6
d. Strabismus konvergen. Dimana komplikasi ini disebabkan karena pada
pasien miopia memiliki punctum remotum yang dekat dengan mata
sehingga mata selalu berada dalam atau kedudukan kovergen, dan bila
keluhan ini menetap maka penderita akan terlihat julit kedalam/strabismus
konvergen/esotropia.6
e. Glaukoma. Sebenarnya bukan merupakan suatu komplikasi namun,
dilaporkan adanya beberapa hubungan.6
2.12. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap kejadian miopia yaitu mendeteksi secara dini
kelainan refraksi yang terjadi misalnya dengan melakukan skrining awal pada
bayi baru lahir terutama prematur dan pada usia anak sekolah, dengan demikian
dapat dilakukan koreksi yang lebih cepat dan menurunkan morbiditas. Adapun
jika pasien sudah menderita miopia , maka yang dapat dilakukan pencegahan agar
tidak memberat. Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan visual
hygiene yaitu mencegah terjadinya kebiasaan buruk (misalnya jarak membaca,
jam membaca, dan sebagainya), melatih pandangan jauh atau dekat secara
bergantian yang dapat mencegah miopia, dan pentingnya edukasi memeriksakan
mata anak sedini mungkin jika ada keluarga yang memakai kacamata.23
7
8
BAB III
KESIMPULAN
Ganggun refraksi yang tersering menyebabkan gangguan penglihatan
adalah miopia, yaitu suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar aksis visual
tanpa akomodasi difokuskan pada satu titik di depan retina. Miopia dapat terjadi
karena panjangnya diameter aksial antero-posterior bola mata, kurvatura lensa dan
kornea yang lebih melengkung, perubahan posisi dari media refrakta, ataupun
indeks refraksi yang meningkat, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh adanya
faktor genetik dan faktor lingkungan. Adapun diagnosis miopia ditentukan
berdasarkan anamnesis, dimana pasien mengeluhkan penglihatan kabur yang
dirasakan secara progresif terutama pada saat melihat jauh. Selain anamnesis,
pemeriksaan ketajaman penglihatan juga dilakukan baik subjektif (optotype
Snellen) dan objektif (retinoskopi dan autorefraksi). Penatalaksanaan miopia
terdiri atas tatalaksana non operatif yaitu penggunaan kacamata atau lensa kontak,
dan secara operatif. Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan meliputi ablasio
retina, perdarahan koroid dan vitreous, katarak, strabismus konvergen, glaukoma,
dimana dapat menyebabkan kehilangan penglihatan secara permanen. Prognosis
pasien dengan miopia umumnya memiliki prognosis yang baik dengan deteksi
dini sebagai suatu upaya pencegahan dan tatalaksana yang baik.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Nintyastuti IK, Geriputri NN, Prihatina LM, Syari MK, Wilmayani NK. Prevalensi
Gangguan Refraksi pada Mahasiswa Baru Universitas Mataram Angkatan 2014.
Jurnal Kedokteran; 2016. 5(4) : 1-3.
2. Fauzi L, Anggorowati L, Heriana C. Skrining Kelainan Refraksi Mata pada Siswa
Sekolah Dasar Menurut Tanda dan Gejala. Journal of Health Education; 2016.
1(1) ; 78-84.
3. Basri S. Etiopatogenesis dan Penatalaksanaan Miopia pada Anak Usia Sekolah.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala; 2014. 14(3) : 181-86.
4. Matsumura S, Ching-Yu C, Saw SM. Global Epidemiology of Myopia : Updates on
Myopia. Springer : Singapore; 2020. Pp. 27-51.
5. Foster PJ, Jiang Y. Epidemiology of Myopia. NIHL Biomedical Research Centre;
2014. 28 : 202-208.
6. Khurana AK. Comprehensive Opthalmology. 6th Ed. New Delhi : Jaypee Brothers
Medial Publishers; 2015. Pp. 38-42, 50-54.
7. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Edisi 8. Jakarta : ECG; 2014. Pp. 214-215.
8. Marieb E, and Hoehn K. Human Anatomy & Physiology. 7th ed. Pearson Benjamin
Cumings. 2007.
9. Bhardwaj V, Rajeshbhai GP. Axial Length, Anterior Chamber Depth-A Study in
Different Age Groups and Refractive Errors. J Clin Diagn Res; 2013. 7(10) : 2211-
2212.
10. Ilyas S, Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2017.
11. American Academy of Ophtalmology. Section 11 : Lens and Cataract. Dalam:
Basic and Clinical Science Course. USA: American Academy of Ophthalmology ;
2014.
12. Kalangi W, Rares L, Sumual V. Kelainan Refraski di Poliklinik Mata RSUP Prof.
DR. R.D. KAndou Manado Periode Juli 214 – Juli 2016. Jurnal Kedokteran Klinik;
2016. 1(1) : 83-91.
13. Cooper J, Tkatchenko AV. A Review of Current Concepts of the Etiology and
Treatment of Myopia. Eye Contact Lens; 2018. 44(4) : 231-247.
14. Nurwinda S, Sri A, Mulyaningrum U. Hubungan Antara Ketaatan Berkacamata
dengan Progresivitas Derajat Miopia pada Mahasiswa FK Universitas Islam
Indonesia. JKKI; 2013. 5(2) : 80-86.
10
15. Musiana, Nurhayati, Sunarsih. Faktor Resiko yang berhubungan dengan kejadian
Myopia pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik; 2019.
15(1) : 71-77.
16. Saw S, Katz J, Schein OD, Chew SJ, Chan TK. Epidemiology of Myopia. USA :
The John Hopkins University School of Hygiene and Public Health; 1996.
17. Michelle L Hennelly.How to detect myopia in the eye clinic.Community Eye
HealthJournal. 2019. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6688402/
18. Ismael C.Understanding and looking after a retinoscope and trial lens
set.Community Eye Health. 2017.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5646585/
19. Corina F, Elfia M. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Mata Menggunakan
Autorefrakto dan Trial Lens Set di Optik Citra Kota Padang. Menara Ilmu; 2018.
12(9) : 58-65.
20. Gantz L, Schrader S, Ruber R, Zivotofsky AZ. Can the Red-Green Duochrome
Test Be Used Prior to Correcting the Refractive Cylinder Component?. PLos
ONE ; 2015. 10(3) : 1-10.
21. Williams K, Hammod C. High Myopia and Its Risks. Community Eye Health;
2019. 32(105) : 5-6.
22. Widodo A. Prilia T. Miopia Patologi. Jurnal Oftalmologi Indonesia ; 2007. 5(1) :
19 - 26.
23. Willoughby, C. E., Ponzin, D., Ferrari, S., Lobo, A., Landau, K., & Omidi,
Y. Anatomy and physiology of the human eye: effects of mucopolysaccharidoses
disease on structure and function - a review. Clinical & Experimental
Ophthalmology. 2010.
24. American Optometric Association (AOA). Myopia (Nearshgtedness). 2012.
11