Pancasila
Pancasila
Pancasila
NPM : 190910145
Kelas : Y-210
2019/2020
1 Implementasi Pancasila
Pancasila mengandung makna yang amat penting bagi sejarah perjalanan Bangsa
Indonesia. Karena itulah Pancasila dijadikan sebagai dasar negara ini. Artinya
segala tindak tanduk dari orang-orang yang termaktub sebagai warga negara dari
republik yang bernama Indonesia, haruslah didasarkan pada nilai-nilai dan
semangat Pancasila. Apakah dia sebagai seorang politisi, birokrat, aktivis, buruh,
mahasiswa dan lain sebagainya. Pancasila dan UUD 1945 sudah final dan tidak
boleh lagi diganggu gugat sebagai landasan dan falsafah yang mengatur dan
mengikat kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila pun terbukti sangat
ampuh sebagai pedoman kehidupan bersama, termasuk kehidupan dalam
berpolitik. Tidak ada yang lain. Ideologi Pancasila dan UUD 1945 tidak perlu lagi
diperdebatkan lagi. Itu sudah menjadi kesepakatan masyarakat Indonesia ketika
negara ini didirikan. Bahkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut
adalah hasil dari penggalian karakter dan budaya masyarakat Indonesia.
Sejarah kesaktian Pancasila adalah sejarah yang sangat berharga. Peringatan Hari
Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus dijadikan sebagai kesempatan
untuk merefleksikan tentang pemaknaan nilai-nilai dan kesaktian Pancasila itu
sendiri. Pancasila adalah dasar negara. Pancasila adalah asal tunggal dan menjadi
sumber dari segala sumber hukum yang mengatur masyarakat Indonesia, termasuk
kehidupan berpolitik. Karena itu, partai politik sebagai salah satu infrastruktur
politik dan segala sesuatu yang hadir dan lahir di negara ini, harus tunduk dan taat
pada Pancasila.Indoktrinasi Pancasila yang dilakukan pemerintahan Orde Baru
selama 32 tahun ternyata tidak banyak menyentuh pemahaman publik atas dasar
negara Indonesia itu. Pancasila lebih banyak dimaknai sebagai konsepsi dan alat
politik penguasa. Memang rezim Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil mengatasi paham komunis di
Indonesia.Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan kita
semua. Sadar atau tidak sadar, rezim Orde Baru kian lama kian menggeser
hakekat perjuangan mempertahankan Pancasila menjadi perjuangan untuk
mempertahankan kekuasaan. Acapkali kiat yang digunakan rezim Orde Baru
dalam menghadapi sikap yang berseberangan dengan pemerintah ialah dengan
membenturkannya dengan persoalan ideologi. Ideologi yang sebenarnya bersifat
sistemik tidak boleh bertentangan dengan ideologi yang resmi yaitu Pancasila
yang sudah direduksi oleh ideologi negara/Orde Baru.
Produk hukum Orde Lama, yaitu UU No. 11/PNPS/ 1963 tentang Anti Subversi
merupakan salah satu alat yang dipakai penguasa Orde Baru untuk menjerat pi
hak-pihak yang dianggap berseberangan dengan pemerintah dengan dalih GPK,
PKI, OTB, dan sebagainya. Penguasa Orde Baru bukan lagi memberantas
kejahatan terhadap negara tetapi justru mereka telah melakukan berbagai bentuk
kejahatan politik dan melanggar HAM. Dengan subjektivitasnya, penguasa ORBA
bertindak sebagai "wasit" yang menilai warganya, apakah perbuatan seseorang itu
tergolong subversif atau bukan. Dalam hal ini hanya masyarakat pembangkang
saja yang diposisikan sebagai obyek UU Subversi itu. Sedangkan pihak-pihak
yang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi bahagian dari
sistem pemerintahan Orde Baru. Ditinjau dari segi demokrasi sebagai wujud
pelaksanaan Sila IV, rezim Orde Baru justru menghambat proses demokratisasi
itu sendiri. Antara lain; dengan proses departaisasi atau pembatasan jumlah partai,
pengekangan kebebasan pers, penahanan dan penculikan para aktivis demokrasi,
rekayasa politik, kecurangan dalam pemilu, dan sebagainya. Di bidang hukum,
penyelesaian kasus yang berkaitan dengan penguasa tidak mencerminkan rasa
keadilan, misalnya; kasus Marsinah, kasus Kedung Ombo, kasus Ohee (Irian
Jaya), kasus Udin, kasus Jamsostek yang melibatkan pejabat negara, dan lain-lain.