Anda di halaman 1dari 16

MASA’IL FIQHIYAH: BUYU’

MULTI LEVEL MARKETING, SYARIAH?

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Mu’amalah

Disusun oleh
Siti Mudrikah (042014553006)
Muhammad Anis (042014553009)

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020/2021
A. PENDAHULUAN
Apa yang pertama kali terpikir oleh anda ketika mendengar istilah MLM atau
multi level marketing? Ya, sebagian atau bahkan banya orang beranggapan negatif
terhadap model bisnis ini. Bahkan tak jarang pula yang trauma dan sangat membenci
sistem pemasaran berjenjang ini.
Awal kemunculannya multi level marketing (MLM) merupakan salah satu strategi
pemasaran yang efektif. Dengan sistem ini produk dapat terjual dengan nyaris tanpa
biaya iklan dan tidak butuh promosi. Dengan jalur distribusinya yang berjenjang member
berperan sebagai sales sekaligus pengiklan (marketer), hanya dengan sedikit memberikan
motivasi berupa bonus. Sehingga efisinsi dapat dicapai.
Namun, seiring perkembangannya MLM yang tadinya strategi pemasaran berubah
menjadi komoditas bisnis yang menjual iming-iming, bahkan terkesan identik dengan
money game ataupun skema ponzi. Dengan sistem ini MLM dianggap tidak
mencerminkan keadilan bahkan eksploitasi orang-orang di piramida atas (​upline)​ kepada
orang yang berada di bawahnya (​downline​).
Lalu, bagaimana sebenarnya MLM itu? Apakah praktik MLM diperbolehkan?
Bagaimana syariah memandang hal tersebut? Adakah unsur ​maysir, gharar, riba atau
unsur lain yang dilarang? Makalah ini akan membahas hal tersebut dan fatwa
terhadapnya.

B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Multi Level Marketing
Secara Etimologi Multi Level Marketing (MLM) berasal dari bahasa inggris,
Multi berarti banyak dan Level berarti jenjang atau tingkat, sedangkan Marketing
memiliki arti pemasaran. Network Marketing atau Multi Level Marketing adalah suatu
sistem penjualan produk yang dilakukan oleh perusahaan dengan memanfaatkan pembeli
atau pemakai produk tersebut sebagai tenaga distributor untuk melakukan penjualan
langsung ke konsumen lagi.
Dalam sejarah industri ini ​direct selling muncul pertama kali dengan
beroperasinya the California perfume company di New York pada tahun 1886 yang
didirikan oleh Dave MC. Connel. Orang ini lah yang memiliki ide memperkerjakan Mrs.
Albee sebagai California Perfume Lady yang pertama dengan cara menjual lagsung
kepada konsumen dari rumah kerumah.
Dalam perkembangan berikutnya munculnya perusahaan Nutrilite tahun 1934 di
California dengan metode penjualan baru memberi komisi tambahan kepada distributor
independen yang berhasil merekrut, melatih, dan membantu anggota baru untuk ikut
menjual produk. Kemudian pada tahun 1956 berdiri Shaklee dan di tahun 1959 berdiri
Amway dengan metode penjualan yang sama dan kemudian lama kelamaan dikenal
dengan metode penjualan Multi Level Marketing (Wahyudi , 2014).
Menurut ​World federation of Direct Selling Association di Amerika Serikat
terdapat lebih dari 13 juta penduduk terlibat dalam bisnis ​network marketing ini.
Kemudian industri bisnis ini tidak hanya terjadi di Amerika saja melainkan di
negara-negara Asia termasuk Malaysia dan Indonesia. (Djalimin , 2016).

2. Konsep Dasar dan Cara Kerja ​Multi Level Marketing


Multi Level Marketing yang dalam Bahasa Indonesia disebut penjualan langsung
berjenjang adalah menjual barang atau produk secara langsung melalui ​member to
member atau ke konsumen. Dengan sistem ini MLM memiliki keunggulan dengan
mampu meminimalisasi biaya distribusi dan pemasaran
Lebih detail lagi Yusuf (2000: 3) mendefinisikan bahwa dikatakan “Multilevel”
karena organisasi distributor, dalam hal ini penjualnya berjenjang banyak. Organisasi
distributor bertingkat-tingkat. Tidak sekedar satu atau dua tingkat bahkan tanpa batas.
Dalam pengertian “marketing” sebenarnya tercakup menjual. Selain menjual, dalam
marketing banyak aspek yang berkaitan antara lain yaitu: produk, harga, promosi,
distribusi, dan sebagainya. Pengemasan produk, juga termasuk marketing, jadi marketing
adalah lebih luas dari menjual.
Dalam mekanismenya MLM mengajak orang lain untuk ikut bergabung dan
menjualkan produk atau barang yang ditawarkannya, kemudian orang lain tersebut dapat
mengajak orang lain lagi untuk ikut dan bergabung kedalamnya dan begitu seterusnya.
Semua yang diajak dan bergabung merupakan suatu kelompok distributor yang bebas
mengajak orang lain sampai level yang tidak terbatas.
Pada pendistribusian konvensional seorang agen mengajak beberapa orang
bergabung dalam kelompoknya menjadi penjual atau sales. Pada sistem ​single level ini
para penjual meskipun mengajak temannya, hanya sekedar pemberi referensi yang secara
organisasi tidak dibawah koordinasinya melainkan terlepas.
Dalam MLM terdapat unsur jasa, dimana distributor menjualkan barang yang
bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari presentase penjualan harga barang. Jika ia
mampu menjualkan barang tersebut sesuai dengan target perusahaan maka distributor
akan mendapatkan bonus yang ditetapkan oleh perusahaan.
Dalam situs APLI dikemukakan bahwa MLM/pemasaran berjenjang disebut
sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara
langsung. Dimana harga barang yang ditawarkan ditingkat konsumen adalah harga
produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung
telah membantu kelancaran distribusi.
Untuk lebih jelas terkait cara kerja multi level marketing, berikut kami sajikan
bagan pemasaran berjenjang pada multi level marketing.

3. MLM, ​Money Game ​dan Skema Ponzi


Pemasaran berjenjang merupakan sebuah distribusi barang, banyak-sedikitnyanya
komisi didapatkan dari omset penjualan yang didistribusikan melalui jaringannya.
Sebaliknya pada ​money game bonus didapatkan dari perekrutan, bukan omset penjualan.
Sistem ​money game cenderung menggunakan skema piramida sehingga orang terakhir
akan sulit untuk mengembangkan bisnisnya.
Dalam praktiknya MLM seringkali diidentikkan dengan ​money game,​ hal ini
bukan tanpa alasan, banyak diantara MLM yang menggunakan skema ini untuk
keuntungannya maupun untuk menarik member.
Jika mekanisme komisi multi level marketing disandarkan pada kinerja konsumen
(​member​) dalam membantu proses distribusi yang didasarkan atas omzet, maka pada
money game, bonus/komisi didasarkan pada perekrutan anggota baru (​member get
member)​ semakin banyak member yang terrekrut darinya maka akan semakin banyak
komisinya. Dalam sistem ini tak jarang keuntungan yang dibagikan kepada ​member
bukan berasal dari penjualan produk bahkan produk yang dijual pun tidak jelas,
melainkan dari pendaftaran keanggotaan baru.
Dalam praktiknya ​money game seringkali menggunakan mekanisme atau skema
ponzi. Skema ponzi adalah sebuah investasi dengan operasi mengandung tipuan yang
membayarkan return kepada investor dengan menggunakan uang dari para investor itu
sendiri atau uang yang berasal dari investor di bawahnya atauorang yang berinvestasi
setelahnya. Dalam hal ini return investasi tersebut bukanlah berasal dari keuntungan
perusahaan dari kegiatan operasinya melainkan dari uang yang dibayarkan/diinvestasikan
oleh para investor itu sendiri dan investor lain setelahnya. (Wikipedia, 2019)
Dalam praktiknya ​money game seringkali dikamuflasekan sebagai multi level
marketing atau MLM . Namun, sebenarnya multi level marketing dan ​money game
merupakan hal yang berbeda. Menurut (Wahyudi , 2014) terdapat perbedaan diantara
multi level marketing dan ​Money game.​ Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
Multi Level Marketing Money Game

Terdaftar pada APLI (Asosiasi Penjualan Perusahaan Money Game tidak tergabung
Langsung Indonesia) bahkan WFDSA dalam APLI dan WFDSA
(​World Federation of the Direct Selling
Associations​)

Meningkatkan penghasilan dan Hanya menguntungkan bagi orang yang


kesejahteraan para anggotanya dari level pertama atau yang lebih dulu bergabung
atas hingga bawah sebagai anggota.

Keuntungan atau keberhasilan mitra usaha Keuntungan anggota ditentukan


ditentukan dari hasil kerja dalam pentuk berdasarkan keberhasilan perekrutan orang
penjualan/ pembelian produk/ jasa yang yang menyetor sejumlah uang sampai
bernilai dan berguna untuk konsumen. terbentuk satu format piramida.

Setiap orang hanya berhak menjadi anggota Setiap orang berhak menjadi anggota
satu kali saja berkali-kali dalam satu waktu tertentu
menjadi anggota disebut dengan membeli
kavling, jadi satu orang boleh membeli
beberapa kavling.

Biaya pendaftaran menjadi anggota tidak Biaya pendaftaran anggota sangat tinggi.
terlalu mahal dan masuk akal. Imbalannya
adalah Stater Kit yang senilai.

Produk yang dijual jelas dan dijamin oleh Tidak mempunyai produk nyata, kalaupun
perusahaan, mudah dijual dipasaran karena ada biasanya bukan hal yang utama
harga yang rasional. biasanya produk tersebut susah dijual
karena kualitas kurang bagus atau harga
tidak rasional.

Jumlah orang yang direkrut jadi anggota Jumlah anggota yang direkrut dibatasi, jika
tidak dibatasi, tetapi dianjurkan sesuai ingin menambah anggota maka, ybs harus
kapasitas dan kemampuan masing-masing menjadi anggota kavling lagi.
anggota.

Setiap mitra usaha dilarang menumpuk Setiap anggota dianjurkan untuk menjadi
barang (Inventory Loading) karena dalam anggota berkali-kali dimana setiap kali
penjualan langsung yang terpenting adalah menjadi anggota harus membeli produk
produk yang dibeli bisa dipakai atau dengan harga yang tidak masuk akal. Hal
dirasakan manfaatnya oleh konsumen ini menyebabkan banyak sekali anggota
yang menimbun barang dan tidak dipakai.

Memiliki marketing plan yang jelas, Berlaku sistem binary ataupun piramid,
anggota MLM dapat terus menjalankan dimana upline pasti mendapatkan
bisnis dengan atau tanpa downline, ada keuntungan yang lebih besar. Bonus yang
aturan main yang jelas, bonus yang diperoleh adalah berasal dari biaya
diperoleh berasal dari omzet penjualan pendaftaran anggota baru. Artinya jika
anggota tersebut tidak mendapatkan
downline baru maka bisnis akan terhenti.

4. Tinjauan Syariah pada Multi Level Marketing


Sebagai agama yang paripurna, Islam memahami bahwa perkembangan budaya
bisnis berjalan begitu cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas, maka terlihat
bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan
inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan. Namun, Islam
mempunyai prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem bisnis yaitu harus terbebas dari
unsur bahaya (dharar), ketidakjelasan (jahalah) dan merugikan salah satu pihak (zhulm).
Sistem pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak hanya menguntungkan
orang yang di atas saja. (Hasanah, 2016)
Jika kita tarik benang merahnya, maka terdapat perbedaan pendapat terkait halal
atau tidaknya multi level marketing. Dalam hal ini setidaknya ada tiga pendapat menurut
para ulama mengenai hukum bisnis multi level marketing.
a. Pendapat yang mengharamkan.
Pendapat ini menganggap bisnis multi level marketing tidak sesuai dengan syariat
Islam. Hal ini dikarenakan menurut pendapat ini anggota MLM menjual produk yang
bukan miliknya, melainkan milik perusahaan suplier atau perusahaan penyetok produk.
Dalam hal ini ​Up line ​menjual kepada ​down line barang yang belum mereka miliki secara
penuh (​milkul tam)​, dimana produk tersebut belum mereka miliki dan tidak mereka beli.
Selain pendapat itu, pada sistem MLM terdapat dua akad (​hybrid contract​), yaitu akad
jual beli sekaligus akad makelar atau perekrutan (​simsarah​).
b. Pendapat yang memperbolehkan dengan syarat.
Menurut pendapat ini ada dua point besar yang perlu diperhatikan, yaitu
produknya dan sistemnya. dalam hal ini apabila keduanya tidak memiliki unsur yang
bertentangan dengan syariah maka diperbolehkan.
c. Pendapat antara halal dan haram (​syubhat​)
Menurut pendapat ini dikarenakan terdapat perbedaan pendapat dan terlebih
melihat dampak negatif yang terjadi pada beberapa kasus multi level marketing, maka
bisnis ini dianggap syubhat. Selain itu MLM dianggap dapat memberikan obsesi yang
berlebihan terhadap harta dan seringkali membuat membernya lupa daratan. (Hasanah,
2016).
Terkait hal ini Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) dalam fatwanya
mengeluarkan poin-poin mengenai pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah
(PLBS) (Dwyanita & Zaki , 2014) sebagai berikut:
1. Adanya objek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa.
2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan
atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram.
3. Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, riba,
dzarar,dzulm, dan maksiat.
4. Tidak ada harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan
konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh.
5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun
bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan
volume atau hasil penjualan.
6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota harus jelas jumlahnya ketika
dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk
jasa yang ditetapkan oleh perusahaan.
7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa
melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota tim tidak
menimbulkan ighra’.
9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota
pertama dan anggota berikutnya.
10. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang tidak
dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah, dan
akhlak mulia.
11. Setiap Mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan
pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut.
12. Tidak melakukan ​money game.​ (DSN-MUI Fatwa Nomer 75)

5. Sharia Multi Level Marketing


Hadirnya MLM Syari’ah dilatarbelakangi oleh kepedulian akan kondisi
perekonomian umat Islam Indonesia yang masih terpuruk. Di samping itu juga
dilatarbelakangi oleh realitas bahwa produk-produk makanan, minuman, kosmetika dan
jutaan jenis-jenis barang lainnya, akan semakin banyak masuk ke Indonesia secara bebas
yang status halal dan haramnya pun tidak jelas. Pemasaran produk tersebut tidak saja
melalui ritel dan eceran, tetapi juga melalui sistem Multi Level Marketing konvensional,
yang dipasarkan melalui jaringan keanggotaan. (Arum, 2013)
Dalam perkembangannya, seiring fatwa DSN MUI terkiat Penjualan Langsung
Berjenjang Syariah (PLBS), bisnis multi level marketing memiliki pedoman terkait
kesyariahan produknya, sehingga saat ini ditemukan beberapa perusahaan MLM
memiliki sertifikasi dari MUI.
Terkait hal ini ada dua aspek untuk menilai apakah bisnis MLM itu sesuai dengan
syariah atau tidak, yaitu: aspek produk atau jasa yang dijual dan sistem dari MLM itu
sendiri.
Dari aspek produk yang dijual, harus merupakan produk-produk yang halal, dan
suci sehingga pengguna merasa aman untuk menggunakan atau mengkonsumsi produk
yang ditawarkan. Selain itu produk tersebut haruslah produk yang bermanfaat dan dapat
diserah terimakan serta mempunyai harga yang jelas. MLM yang dikelola oleh seorang
muslim, jika objeknya tidak memenuhi diatas, hukumnya tidak sah.
Adapun dari aspek sistem, pada dasarnya MLM yang berbasis syariah tidak jauh
berbeda dengan MLM konvensional. Yang membedakan adalah bentuk usaha atau jasa
harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: ​pertama, produk yang dipasarkan harus halal,
baik dan menjauhi syubhat. ​Kedua, sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun
jual beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam. ​Ketiga,​ Operasional, kebijakan,
budaya oraganisasi, maupun sistem akuntansinya harus sesuai syari’ah. ​Keempat​, tidak
ada mark up harga produk yang berlebihan, sehingga anggota terzalimi dengan harga
yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh. ​Kelima​,
dalam struktur organisasinya, perlu ada Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri
dari para ulama yang memahami permasalahannya. (Hasanah, 2016)
Selanjutnya, formula insentif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak
menempatkan up line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, ​up line tidak boleh
menerima income dari hasil jerih payah ​down linen​ ya. Pembagian bonus harus
mencerminkan usaha masing-masing anggota. Tidak ada eksploitasi dalam aturan
pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir. Oleh
karena itu pembagian bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal. Cara
pemberian penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak hura-hura dan pesta pora.
Produk yang dijual tidak menitik beratkan barang-barang tertier, terutama ketika ummat
masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer. Disamping itu, perusahaan MLM
harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat. (Hasanah, 2016)
Selain aspek produk atau jasa dalam pandangan MLM syariah juga terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya yaitu:
1. Sistem distribusi pendapatan haruslah dilakukan secara profesional dan seimbang.
Dengan kata lain tidak ada eksploitasi antarsesama.
2. Apresiasi distributor, haruslah apresiasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip islam,
misalnya tidak melakukan pemaksaan, tidak berdusta, tidak berdusta, jujur, dan
tidak merugikan pihak lain, serta memiliki komitmen jiwa yang bagus (akhlakul
karimah).
3. Penetapan harga keuntungan (bonus dan komisi) yang akan diberikan kepada
anggota berasal dari keuntungan penjualan barang, bukan berarti harga yang
dipasarkan harus tinggi. Ketika semakin besar jumlah anggota distributor maka
tingkat harga akan semakin menurun.

6. Studi Kasus MLM di Indonesia (Kasus Q-Net dan KK Indonesia)


Berdasarkan penjelasan di atas berikut penulis tampilkan dua contoh praktik multi
level marketing di Indonesia. Dalam hal ini penulis mengambil contoh Q-Net Indonesia
dan KK Indonesia yang akan penulis bedah dengan fatwa DSN MUI terkait dan akan
penulis komparasikan diantara keduanya.
PT. QN Internasional Indonesia (PT. QNII) atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Q-net merupakan salah satu perusahaan MLM yang sempat ramai di Indonesia.
Dalam kerjanya Q-Net memiliki support system yang bertugas dalam membantu
mengembangkan jaringannya dalam hal ini PT. Amoeba Internasional. Dalam praktiknya
seringkali dijumpai bahwa PT. Amoeba Internasional melakukan perekrutan dengan cara
menyebarkan lowongan kerja dengan gaji yang lumayan, namun setibanya di lokasi
bukannya mendapat pekerjaan mereka justru diikutkan presentasi yang dilakukan oleh
leader-leader mereka untuk bergabung ke Q-net. (Janet, Murwadji, & Suwandono, 2020).
Sedangkan KK Indonesia, dalam menjalankan bisnis MLMnya mereka memiliki
6 (enam) tingkatan yang menjadi acuan para member dalam mengembangkan
jaringannya dan memperoleh jenjang karirnya, yaitu ​star manager, ruby star manager,
pearl star manager, emerald star director, diamond star diirector, ​dan crown star
director.​ Selain itu mereka memiliki beberapa segmentasi, dan memiliki 5 jenis produk
yaitu produk kecantikan, produk kesehatan alami, produk kesehatan umum, makanan dan
minuman sehat, serta produk perawatan diri dan keluarga.
Dalam melakukan analisis atau tinjauan syariah ini, penulis menggunakan 12
poin yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI, sebagai berikut:

No Fatwa DSN Qnet Indonesia KK Indonesia

produk kecantikan, produk


Produk kesehatan, kesehatan alami, produk
perawatan diri, jam kesehatan umum,

1. Adanya objek transaksi riil tangan dan perhiasan, makanan dan minuman
rumah dan kehidupan, sehat, serta produk
teknologi perawatan diri dan
keluarga

Produk yang dipergunakan


Terdaftar di BPOM dan
2. bukan sesuatu yang Terdaftar di BPOM
Sertifikasi halal
diharamkan

Dalam praktiknya,
terdapat perekrutan
dengan cara
menyebarkan lowongan
kerja dengan gaji yang Tidak ditemukan praktik
Transaksi tidak mengandung
lumayan, namun gharar, maysir, riba,
3. unsur gharar, maysir, riba,
setibanya di lokasi bukan dharar, dzulm dan maksiat
dharar, dzulm, maksiat
mendapat pekerjaan (Dwyanita & Zaki , 2014)
mereka justru diikutkan
presentasi Q-Net (Janet,
Murwadji, &
Suwandono, 2020)
Terdapat​ mark up​ bahkan
10 kali lipat. Pada produk
sejenis produk utama
Terdapat ​mark up​ pada
Tidak ada kenaikan harga yang Q-Net di toko online
4 produk (tidak semua
berlebihan (​excessive mark up)​ harga sekitar 1,5 juta, di
produk)
Q-Net harga 7,5 juta
(Harahap & SIregar,
2020)

Untuk mendapat komisi


Komisi yang diberikan oleh minimalharus menjual 2 Perhitungan didasarkan
perusahaan kepada anggota unit dengan pengaturan pada kerja masing-masing
baik besaran maupun kiri kanan (​binary).​ Jika individu dan kelompoknya
5 bentuknya harus berdasarkan hanya menjual 1 unit saja jika bergabung menjadi
pada prestasi kerja nyata yang bonus hanya $37, 5 distributor dimana bonus
terkait langsung dengan sedangkan jika 2 unit berdasarkan usaha dan
volume atau hasil penjualan bonus $225 (Harahap & performanya
SIregar, 2020)

Terdapat bonus
pasangan, dimana
Tidak ada jaminan dari
member yang berada di
KK Indonesia apabila
atas mendapat
seorang distributor lebih
6 Poin 6-9 keuntungan berterusan
dahulu bergabung akan
meskipun tidak ada
memiliki penghasilan
pembinaan dan penjualan
yang lebih besar.
secara langsung (Harahap
& SIregar, 2020)

Sistem perekrutan Metode penyampaian Hal yang disyaratkan


7. keanggotaan, bentuk dalam rekrutmen kepada terpenuhi (Dwyanita &
penghargaan dan acara calon anggota terdapat Zaki , 2014)
seremonial yang tidak hal-hal yang dilebihkan,
dilakukan tidak mengandung trik bohong, bagi-bagi
unsur yang bertentangan uang, bahkan
dengan aqidah, syariah, dan menganjurkan utang,
akhlak mulia gadai, ataupun jual aset
untuk mendapat modal
(Harahap & SIregar,
2020)

KK Indonesia mewajibkan
Setiap Mitra usaha yang Member yang berada di
anggotanya untuk
melakukan perekrutan atas mendapat
melakukan sponsoring
keanggotaan berkewajiban keuntungan berterusan
8 kepada anggota baru,
melakukan pembinaan dan meskipun tidak ada
harus membina dengan
pengawasan kepada anggota pembinaan dan penjualan
benar sehingga target
yang direkrutnya tersebut secara langsung
tercapai

Dari sisi harga jual


produk, dapat
disimpulkan bahwa
penjualan produk pada
KK Indonesia tidak
Qnet merupakan kedok
melakukan money game
9 Tidak melakukan ​money game skema ponzi dan
dan terdaftar di APLI
menyebabkan banyaknya
(Dwyanita & Zaki , 2014)
uang member yang
tertanam di perusahaan
(Harahap & SIregar,
2020)

C. KESIMPULAN
Dalam sejarah industri ini ​direct selling muncul pertama kali dengan
beroperasinya the California perfume company di New York pada tahun 1886 yang
didirikan oleh Dave MC. Connel.
Dalam mekanismenya MLM mengajak orang lain untuk ikut bergabung dan
menjualkan produk atau barang yang ditawarkannya, kemudian orang lain tersebut dapat
mengajak orang lain lagi untuk ikut dan bergabung kedalamnya dan begitu seterusnya.
Semua yang diajak dan bergabung merupakan suatu kelompok distributor yang bebas
mengajak orang lain sampai level yang tidak terbatas.
Dalam praktiknya MLM seringkali diidentikkan dengan ​money game,​ hal ini
bukan tanpa alasan, banyak diantara MLM yang menggunakan skema ini untuk
keuntungannya maupun untuk menarik member. Namun, sebenarnya multi level
marketing dan ​money game ​merupakan hal yang berbeda.
Dari sudut ekonomi Islam setidaknya ada tiga pendapat menurut para ulama
mengenai hukum bisnis multi level marketing yaitu haram secara mutlak, boleh dengan
syarat dan syubhat.
Dalam perkembangannya, seiring fatwa DSN MUI terkiat Penjualan Langsung
Berjenjang Syariah (PLBS), bisnis multi level marketing memiliki pedoman terkait
kesyariahan produknya, sehingga saat ini ditemukan beberapa perusahaan MLM
memiliki sertifikasi dari MUI.
Terkait hal ini ada dua aspek untuk menilai apakah bisnis MLM itu sesuai dengan
syariah atau tidak, yaitu: aspek produk atau jasa yang dijual dan sistem dari MLM itu
sendiri.

Daftar Pustaka
Wikipedia​. (2019). Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Skema_Ponzi

Arum, I. M. (2013). Multi Level Marketing Syariah: Solusi Praktis Menekan Praktik Bisnis Riba Money
Game. ​Maqashid,​ 39.

Djalimin , J. (2016). ​Sudah lama di MLM, kenapa belum sukses?​ Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dwyanita , A., & Zaki , I. (2014). ANALISIS KESESUAIAN SYARIAH PADA SISTEM OPERASI BISNIS MULTI
LEVEL MARKETING (MLM) KK INDONESIA DENGAN FATWA DSN MUI NO: 75/DSN MUI/VII/2009.
JESTT, Vol. 1, No. 4​, 265-277.

Hasanah, M. d. (2016). Multi Lavel Marketing Perspektif Ekonomi Islam. ​FALAH Jurnal Ekonomi Islam​, 33.

Wahyudi , F. (2014). Multi Level Marketing dalam Kajian Fikih Muamalah . ​AL-Banjari, Vol 13, No. 2​,
163-177.

Anda mungkin juga menyukai