Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peritonitis

1. Definisi

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi

aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis

dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi

peritonitis bisa terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik.8

Peritonitis juga menjadi salah satu penyebab tersering dari akut abdomen.

Akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena

masalah bedah dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah penyebab

kegawatan abdomen yang disebabkan oleh bedah. Peritonitis tersebut disebabkan

akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya

karena suatu trauma, sedangkan proses dari dalam misal karena apendisitis

perforasi.8

Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai

dengan bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan

perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi

pada intraabdominal, peritonitis dikategorikan sebagai primary peritonitis. 8

2. Klasifikasi

Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis

sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran

5
infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum dan sering

dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh

infeksi pada peritoneum yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan

jenis peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis

yang disebabkan oleh iritan langsung yang sering terjadi pada pasien

immunocompromised dan orang-orang dengan kondisi komorbid. 8

Tabel 2.1. Kasus Peritonitis Berdasarkan Klasifikasi. 8

Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut disebabkan oleh berbagai

penyebab. Infeksi traktus gastrointestinal, infeksi traktus urinarius, benda asing

seperti yang berasal dari perforasi apendiks, asam lambung dari perforasi

6
lambung, cairan empedu dari perforasi kandung empedu serta laserasi hepar

akibat trauma. 8

Tabel 2.2. Tempat Perforasi.1

3. Epidemiologi

Menurut survei World Health Organization (WHO), kasus peritonitis di

dunia adalah 5,9 juta kasus. Di Republik Demokrasi Kongo, antara 1 Oktober dan

10 Desember 2004, telah terjadi 615 kasus peritonitis berat (dengan atau tanpa

perforasi), termasuk 134 kematian (tingkat fatalitas kasus, 21,8%), yang

merupakan komplikasi dari demam tifoid. 8

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Hamburg-Altona Jerman,

ditemukan 73% penyebab tersering peritonitis adalah perforasi dan 27% terjadi

pasca operasi. Terdapat 897 pasien peritonitis dari 11.000 pasien yang ada. Angka

kejadian peritonitis di Inggris selama tahun 2002-2003 sebesar 0,0036% (4562

orang). 8

Peritonitis dapat mengenai semua umur dan terjadi pada pria dan wanita.

Penyebab peritonitis sekunder yang bersifat akut tersering pada anak-anak adalah

perforasi apendiks, pada orangtua komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus

peptikum. Komplikasi peritonitis berupa gangguan pembekuan darah, respiratory

7
distress syndrome, dan sepsis yang dapat menyebabkan syok dan kegagalan

banyak organ. 8

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi utama peritonitis adalah nyeri perut akut, nyeri tersebut

diperparah dengan menggerakkan peritoneum misal. Batuk (batuk paksa bisa

digunakan sebagai tes), melenturkan pinggul seseorang, atau memunculkan tanda

Blumberg. Adanya tanda-tanda ini pada pasien kadang-kadang disebut sebagai

peritonisme. Pelokalan manifestasi ini bergantung pada apakah peritonitis

dilokalisasi (misalnya radang usus buntu atau divertikulitis sebelum perforasi),

atau generalisasi ke seluruh perut. Dalam kedua kasus tersebut, nyeri biasanya

dimulai sebagai nyeri abdomen umum (dengan keterlibatan intervensi peritoneal

viseral yang tidak terlokalisasi dengan baik), dan dapat terlokalisir kemudian

(dengan keterlibatan lapisan peritoneal parietal yang diinervasi secara alami).2

Penting untuk mengenali peritonitis bakteri spontan di awal masa infeksi

karena seringkali ada kesempatan yang sangat pendek untuk diintervensi untuk

memastikan hasil yang baik. Jika kesempatan itu terlewatkan, terjadi penurunan

kondisi diikuti kegagalan multi organ secara cepat. Kelangsungan hidup tidak

mungkin terjadi pada pasien yang mengalami syok sebelum memulai antibiotik

empiris. Satu laporan memperkirakan bahwa kelangsungan hidup menurun sekitar

8 persen untuk setiap penundaan dalam memulai antibiotik pada pasien dengan

syok septik. 2

8
Tabel 2.3. Keluhan Utama Pasien Peritonitis.1

5. Diagnosis

Peritonitis primer didiagnosis dengan mengesampingkan sumber infeksi

intra-abdomen primer. Computed Tomography (CT) dengan bahan kontras oral

dan intravena sangat meningkatkan pendeteksian sumber peritonitis intra-

abdominal. Pembedahan sering dapat diarahkan pada sumber infeksi potensial

yang diidentifikasi berdasarkan temuan CT, dan bukan dengan pendekatan

laparotomi eksplorasi penuh, yang lebih sering digunakan pada setting ini

sebelum tersedianya CT dan dikaitkan dengan tingkat mortalitas yang tinggi.

Pasien dengan peritonitis primer biasanya merespons dalam 48 sampai 72 jam

dengan terapi antimikroba yang sesuai.2

6. Penatalaksanaan

Sebuah penelitian merekomendasikan sefotaksim 2 g intravena setiap

delapan jam karena telah terbukti menghasilkan tingkat cairan yang sangat baik.

Selain terapi antibiotik, pasien dengan peritonitis primer yang memakai

penghambat beta nonselektif harus menghentikan pengobatan, dan memulai

tindakan suportif seperti rehidrasi dan koreksi gangguan elektrolit yang kuat. 2

Tabel 2.4. Penatalaksanaan Bedah pada Peritonitis.8

9
B. Kanker Kolon Sigmoid

1. Pengertian

Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,

terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan atau rektum (bagian

kecil terakhir dari usus besar sebelum anus).3

Kanker merupakan salah satu penyebab utama mortalitas di dunia (sekitar

13% dari seluruh penyebab mortalitas), diperkirakan angka mortalitas sekitar 7,9

juta kematian pada tahun 2007. Menurut WHO jenis kanker terbanyak penyebab

mortalitas tiap tahunnya adalah kanker paru (1,4 juta mortalitas/tahun),lambung

(866.000 mortalitas/tahun), kanker usus besar (677.000 mortalitas/tahun), liver

(653.000 mortalitas/tahun), dan payudara (548.000 mortalitas/tahun).9

Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah

kanker ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian kedua

terbanyak pada pria dan wanita di Amerika Serikat. Telah diprediksi bahwa pada

10
tahun 2014 ada 96.830 kasus baru kanker kolon dan 40.000 kasus baru kanker

rektum. 3

Di indonesia kanker menempati peringkat keenam penyebab kematian

sesudah infeksi, kardiovaskuler, kecelakaan lalu lintas, defisiensi nutrisi, dan

penyakit kongenital. Diperkirakan ada 170-190 kasus baru setiap 100.000

penduduk pertahun (Tjindarbudi, 2002). Sedangkan menurut Aziz (2006) kanker

usus besar menempati peringkat ke sembilan di Indonesia setelah kanker Rahim,

Payudara, Ovarium, Kulit, Tiroid, Rektum, dan Kelenjar getah bening.9

Secara keseluruhan risiko untuk mendapatkan kanker kolorektal adalah 1

dari 20 orang (5%). Risiko penyakit cenderung lebih sedikit pada wanita

dibandingkan pada pria. Banyak faktor lain yang dapat meningkatkan risiko

individu untuk terkena kanker kolorektal. Angka kematian kanker kolorektal telah

berkurang sejak 20 tahun terakhir. Ini berhubungan dengan meningkatnya deteksi

dini dan kemajuan pada penanganan kanker kolorektal. 3

2. Faktor Risiko

Perubahan gaya hidup dan modernisasi, terutama di kota besar

mengakibatkan pola penyakit di Indonesia berubah. Mengkonsumsi makanan

berlemak, kurang sehat, maupun yang telah diproses (seperti diawetkan,

diasinkan, dan diasap) dapat menyebabkan frekuensi penyakit kanker usus besar

terus meningkat dan kasusnya mendekati kejadian di negara maju.9

Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko

terjadinya kanker kolorektal; faktor risiko dibagi menjadi dua yaitu faktor yang

dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Termasuk di dalam faktor

11
risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat kanker kolorektal atau polip

adenoma individu dan keluarga, dan riwayat individu penyakit inflamasi kronis

pada usus. Yang termasuk di dalam faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah

inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok dan konsumsi

alkohol sedang-sering. 3

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis kanker kolorektal bergantung pada lokasi tumor di usus

besar, dan apakah telah menyebar ke tempat lain di tubuh (metastasis). Tanda

peringatan klasik meliputi: konstipasi, darah di tinja, penurunan kaliber tinja

(ketebalan), kehilangan nafsu makan, kehilangan berat badan, dan mual atau

muntah pada seseorang yang berusia di atas 50 tahun. Sementara pendarahan

rektum atau anemia merupakan fitur berisiko tinggi pada mereka yang berusia di

atas 50. Gejala umum lainnya termasuk penurunan berat badan dan perubahan

usus biasanya berhubungan dengan perdarahan.10

Kanker Kolorektal awal sering tidak memiliki gejala, oleh karena itu

skrining sangat penting. Sebagai tumor yang terus tumbuh, kemungkinan berdarah

atau menghalangi usus. Dalam beberapa kasus, kehilangan darah akibat kanker

menyebabkan anemia (jumlah sel darah merah rendah), menyebabkan gejala

seperti kelemahan, kelelahan berlebih, dan terkadang sesak napas. Tanda

peringatan tambahan meliputi:11

• Perdarahan dari rektum

• Darah di toilet setelah buang air besar

• Kotoran gelap atau hitam

12
• Perubahan kebiasaan buang air besar atau bentuk tinja (misalnya, lebih sempit

dari biasanya)

• Kram atau ketidaknyamanan di perut bagian bawah

• Suatu dorongan untuk buang air besar saat usus kosong

• Konstipasi atau diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari

• Menurunnya nafsu makan

• Penurunan berat badan yang tidak disengaja

4. Diagnosis

Deteksi dini (skrining) dan diagnosis pada pengelolaan kanker kolorektal

memiliki peranan penting di dalam memperoleh hasil yang optimal yaitu

meningkatnya ketahanan hidup, menurunnya tingkat morbiditas dan mortalitas

para pasien kanker kolorektal.3

Karena lebih dari 80% kanker kolorektal timbul dari polip adenomatosa,

skrining untuk kanker ini efektif tidak hanya untuk deteksi dini tetapi juga untuk

pencegahan. Diagnosis kasus kanker kolorektal melalui Skrining cenderung

terjadi 2-3 tahun sebelum diagnosis kasus dengan gejala. Rekomendasi pedoman

untuk surveilans kerabat tingkat pertama pasien dengan HNPCCis. Skrining yang

dianjurkan adalah sebagai berikut: 10

a) Colonoscopy pada usia 25 tahun

b) Ulangi setiap tiga tahun jika negatif,

c) Ulangi setiap satu tahun jika adenoma ditemukan,

d) Kolektomi subtotal jika ditemukan kanker,

e) Pada wanita biopsi endometrium dan USG ovarium dari usia 25 tahun.

13
Empat tes skrining utama adalah uji skrining DNA multitarget feses, tes

darah okultisme tinja, flexiblesigmoidoscopy, dan kolonoskopi. Dari tiga lainnya,

hanya sigmoidoskopi yang tidak bisa menyaring sisi kanan kolon di mana 42%

dari keganasan ditemukan. Kolonoskopi virtual melalui CT scan tampak sebagus

kolonoskopi standar untuk mendeteksi kanker dan adenoma besar namun mahal,

terkait dengan paparan radiasi, dan tidak dapat menghapus pertumbuhan abnormal

yang terdeteksi.10

Diagnosis kanker kolorektal adalah melalui pengambilan sampel daerah

kolon yang mencurigakan untuk kemungkinan perkembangan tumor, biasanya

dilakukan saat kolonoskopi atau sigmoidoskopi, tergantung lokasi lesi. Tingkat

penyakit ini biasanya ditentukan oleh CT scan pada dada, perut dan panggul. Uji

potensi imaging yang lain seperti PET (position imaging tomography) dan MRI

yang bisa digunakan pada kasus tertentu. Keparahan kanker usus besar dilakukan

selanjutnya dan berdasarkan TNM (T:primarytumor, N:kelenjar getah bening, dan

M:metastasis) yang ditentukan oleh seberapa besar tumor awal telah menyebar,

kapan dan dimana kelenjar getah bening terlibat, dan tingkat metastasis penyakit.10

Karakteristik seluler mikroskopis tumor biasanya dilaporkan dari analisis

jaringan yang diambil dari biopsi atau operasi. Laporan patologi biasanya berisi

deskripsi jenis dan kadar sel. Sel kanker usus besar yang paling umum adalah

adenokarsinoma yang menyumbang 98% kasus. Tipe lain yang jarang termasuk

limfoma dan karsinoma sel skuamosa.10

Tabel 2.5. Pemeriksaan yang Disarankan Sebelum Terapi Kanker.12

14
Berikut ini adalah gejala dan tanda yang menunjukkan nilai prediksi tinggi

akan adanya kanker kolorektal: 3

a. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis, yaitu: Perdarahan per-anal disertai

peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare selama minimal 6 minggu

(semua umur), perdarahan per-anal tanpa gejala anal (di atas 60 tahun),

peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minimal 6 minggu (di atas

60 tahun), massa teraba pada fossa iliaka dekstra (semua umur), massa intra-

luminal di dalam rektum, tanda-tanda obstruksi mekanik usus, dan setiap

pasien dengan anemia defisiensi Fe (Hb <11g% untuk laki-laki atau <10g%

untuk perempuan pasca menopause).

b. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala ano-

rektal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan

menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan

15
distal. Ada 2 gambaran khas pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan

penonjolan tepi, yang dapat berupa suatu pertumbuhan awal yang teraba

sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan

yang licin dan berbatas tegas, suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh,

biasanya lebih lunak, tetapi umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi,

suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol

dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering) dan suatu bentuk

kanker anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin.

c. Pemeriksaan penunjang

- Endoskopi

Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat dilakukan

dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau dengan

kolonoskopi total. Kolonoskopi memberikan keuntungan sebagai berikut, yaitu

tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal

adalah 95%, kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnostik (biopsi) dan terapi

(polipektomi), kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan melakukan reseksi

synchronous polyp dan tidak ada paparan radiasi. Sedangkan kelemahan

kolonoskopi adalah pada 5–30% pemeriksaan tidak dapat mencapai sekum, sedasi

intravena selalu diperlukan, lokalisasi tumor dapat tidak akurat dan tingkat

mortalitasnya adalah 1 : 5.000 kolonoskopi. 3

- Barium enema dengan kontras ganda

16
Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras ganda

karena memberikan keuntungan sebagai berikut, sensitivitasnya untuk

mendiagnosis KKR: 65-95%, aman, tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi,

tidak memerlukan sedasi dan telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit. 3

Sedangkan kelemahan pemeriksaan barium enema, yaitu lesi T1 sering tak

terdeteksi, rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid dengan

divertikulosis dan di sekum, rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar,

rendahnya sensitivitas (70-95%) untuk mendiagnosis polip <1 cm dan ada paparan

radiasi. 3

- CT colonography (Pneumocolon CT)

Pemeriksaan CT colonography dipengaruhi oleh spesifikasi alat CT scan

dan software yang tersedia serta memerlukan protokol pemeriksaan khusus.

Modalitas CT yang dapat melakukan CT colonography dengan baik adalah

modalitas CT scan yang memiliki kemampuan rekonstruksi multiplanar dan 3D

volume rendering. Kolonoskopi virtual juga memerlukan software khusus. 3

Keunggulan CT colonography adalah dapat digunakan sebagai skrining

setiap 5 tahun sekali (level of evidence 1C, sensitivitas tinggi di dalam

mendiagnosis KKR); toleransi pasien baik; dapat memberikan informasi keadaan

di luar kolon, dan termasuk untuk menentukan stadium melalui penilaian invasi

lokal, metastasis hepar, dan kelenjar getah bening. 3

Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat mendiagnosis polip <10 mm;

memerlukan radiasi yang lebih tinggi, tidak dapat menetapkan adanya metastasis

pada kelenjar getah bening apabila kelenjar getah bening tidak mengalami

17
pembesaran, jumlah spesialis radiologi yang berkompeten masih terbatas,

modalitas CT scan dengan software yang mumpuni masih terbatas; jika persiapan

pasien kurang baik, maka hasilnya sulit diinterpratasi; permintaan CT scan

abdomen dengan diagnosis klinis yang belum terarah ke keganasan kolorektal

akan membuat protokol CT scan abdomen tidak dikhususkan pada CT

colonography; dan tidak dapat dilakukan biopsi atau polipektomi. 3

Gambar 2.1. Struktur Anatomi dan Histologi Kolon.12

- Penetapan stadium pra-operasi

Penetapan stadium pra-operasi harus dilakukan, karena strategi terapi

untuk setiap stadium berbeda. Prosedur yang dilakukan untuk penetapan stadium

pra-operasi adalah deteksi perluasan tumor primer dan infiltrasinya; deteksi

kelenjar getah bening regional dan para-aorta; deteksi metastasis ke hepar dan

paru-paru; dan deteksi metastasis ke cairan intraperitoneal. 3

 Penetapan stadium pra-operasi pada kanker kolon

18
Deteksi perluasan tumor primer dan infiltrasinya pada kanker kolon secara

ultrasonografik endoskopi belum berkembang. Untuk menetapkan stadium tumor

primer (T), adanya metastasis ke kelenjar getah bening (N), dan adanya metastasis

ke dalam hepar dan paru-paru (M), diperlukan pemeriksaan Abdomino-pelvic CT

scanning, MRI, ultrasonografi transabdominal dan foto thoraks. 3

Untuk pemeriksaan metastasis hepar, pemeriksaan pra-operasi CT scan

atau MRI lebih sensitif dari pada ultrasonografi trans-abdominal. Metoda yang

paling sensitif untuk mendiagnosis adanya metastasis hepar adalah kombinasi

ultrasonografi intra-operasi dan palpasi pada saat pembedahan. 3

- Sistem pentahapan (Staging)

Klasifikasi TNM yang terbaru dibuat adalah klasifikasi AJCC edisi ke 8

tahun 2014, klasifikasi tersebut terdiri atas hal-hal berikut:13

Klasifikasi Klinis TNM: 13

T - Tumor Primer

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Tis Carcinoma in situ: invasi lamina propria

T1 Tumor menyerang submucosa

T2 Tumor menyerang muscularis propria

T3 Tumor menyerang subserosa atau ke jaringan nonperitoneal perikolik

atau perirectal

T4 Tumor langsung menyerang organ atau struktur lain, c, d dan / atau

perforasi visceral peritoneum

19
T4a Tumor perforata peritoneum visceral

T4B Tumor secara langsung menyerang organ atau struktur lain

N - Daerah kelenjar getah bening

NX Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional

N1 Metastasis pada 1 sampai 3 kelenjar getah bening regional

N1a Metastasis di 1 kelenjar getah bening regional

N1b Metastasis pada 2 sampai 3 kelenjar getah bening regional

N1c Deposit tumor (s), yaitu satelit, di subserosa, atau di non peritonealized

perikolik atau jaringan lunak perirectal tanpa metastasis kelenjar getah

bening regional

N2 Metastasis pada 4 atau lebih kelenjar getah bening regional

N2a Metastasis pada 4-6 kelenjar getah bening regional

N2b Metastasis di 7 atau lebih kelenjar getah bening regional

M - Metastasis Jauh

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 metastasis jauh

M1a Metastasis terbatas pada satu organ (hati, paru-paru, ovarium, limfoma

non regional, tanpa metastasis peritoneal

M1b Metastasis di lebih dari satu organ

M1c Metastasis ke peritoneum dengan atau tanpa keterlibatan organ lainnya

Stadium Kanker Kolorektal:13

Stage 0 Tis N0 M0

20
Stage I T1, T2 N0 M0

Stage II T3, T4 N0 M0

Stage IIA T3 N0 M0

Stage IIB T4a N0 M0

Stage IIC T4b N0 M0

Stage III Any T N1, N2 M0

Stage IIIA T1, T2 N1 M0; T1 N2a M0

Stage IIIB T1, T2 N2b M0; T2, T3 N2a M0; T3, T4a N1 M0

Stage IIIC T3, T4a N2b M0; T4a N2a M0; T4b N1, N2 M0

Stage IV Any T Any N M1

Stage IVA Any T Any N M1a

Stage IVB Any T Any N M1b

Stage IVC Any T Any N M1c

5. Penatalaksanaan

Pengobatan kanker kolorektal bisa ditujukan untuk penyembuhan.

Keputusan yang bertujuan tergantung pada berbagai faktor, termasuk kesehatan

dan preferensi orang, serta staging tumor. Bila kanker kolorektal tertangkap lebih

awal, operasi bisa bersifat kuratif. Namun, saat terdeteksi adanya metastasis

pengobatan sering diarahkan pada paliatif, untuk meringankan gejala yang

disebabkan oleh tumor dan menjaga orang senyaman mungkin.3

Apabila ditemukan pada stadium dini maka biaya pengobatan penyakit

kanker menjadi lebih murah dengan hasil lebih baik. Di Indonesia, sekitar 80%

21
penderita penyakit kanker usus besar ditemukan pada stadium lanjut sehingga

pengobatan tidak memuaskan, bahkan cenderung mempercepat mortalitas.9

Hal ini dikarenakan banyak problem yang membuat penderita kanker usus

besar untuk tidak melakukan pemeriksaan awal dan kurangnya informasi tentang

penatalaksanaan kanker usus besar. Fenomena yang terjadi di masyarakat

terhadap tindakan medis seperti operasi, kemoterapi masih belum menjadi

alternatif utama untuk mengatasi permasalahannya. Besarnya biaya untuk

melakukan tindakan medis di Pusat Pelayanan Kesehatan membuat pasien kanker

usus besar tidak mau mengatasi permasalahannya. 9

Tabel 2.6. Penatalaksanaan Kanker Kolon.3

a. Intervensi Bedah

22
Jika kanker ditemukan pada tahap awal, mungkin akan hilang selama

kolonoskopi. Bagi orang dengan kanker lokal, perlakuan yang lebih disukai

dilakukan dengan menghilangkan margin yang cukup, dengan usaha mencapai

penyembuhan Hal ini dapat dilakukan dengan laparotomi terbuka atau kadang

laparoskopi. Kolon mungkin kemudian dihubungkan kembali atau bisa dilakukan

kolostomi. Jika hanya ada sedikit metastasis di hati atau paru-paru, mungkin akan

menghilang. Terkadang kemoterapi digunakan sebelum operasi untuk

mengecilkan kanker sebelum mencoba terapi bedah. Dua tempat paling umum

dari kekambuhan kanker kolorektal adalah hati dan paru-paru. 10

b. Kemoterapi

Pada stadium 1 kanker usus besar, tidak ada kemoterapi yang diberikan,

dan operasi adalah pengobatan definitif. Peran dari kemoterapi pada stadium II

kanker usus besar yang tidak dapat diatasi, dan biasanya tidak ditawarkan kecuali

faktor risiko seperti tumor T4 atau pengambilan sampel kelenjar getah bening

tidak memadai diidentifikasi. Juga diketahui bahwa pasien yang melakukan

kelainan pada gen perbaikan yang tidak sesuai tidak mendapat manfaat dari

kemoterapi. Untuk stadium III dan stadium IV kanker usus besar kemoterapi

adalah bagian integral dari pengobatan. Jika kanker telah menyebar ke kelenjar

getah bening atau organ jauh, yang terjadi pada stadium III dan stadium IV kanker

usus masing-masing, menambahkan agen kemoterapi flurorourasil, capecitabine

atau oxaliplatin meningkatkan harapan hidup. Jika kelenjar getah bening tidak

mengandung kanker, maka dapat digunakan kemoterapi kontroversial. Jika

metastasis kanker luas atau tidak dapat diobati, pengobatannya bersifat paliatif.

23
Biasanya dalam setting ini, sejumlah obat kemoterapi yang berbeda mungkin

digunakan. Kemoterapi untuk kondisi ini dapat meliputi capecitabine,

fluotouracil, irinotecan, oxaliplatin dan UFT. 10

Tabel 2.7. Tipe Kemoterapi.12

c. Radiasi

Sementara kombinasi radiasi dan kemoterapi mungkin berguna untuk

kanker dubur, penggunaannya dalam kanker usus besar tidak rutin karena

sensitivitas usus terhadap radiasi. Sama seperti untuk kemoterapi, radioterapi bisa

digunakan dalam pengaturan neoadjuvant dan adjuvant untuk beberapa tahap

kanker rektum.10

6. Prognosis

24
Penyakit kambuh (kekambuhan lokal dan / atau metastasis jauh) setelah

operasi adalah masalah utama dan menjadi penyebab kematian tertinggi.

Prognosis kanker usus besar jelas terkait dengan tingkat penetrasi tumor melalui

dinding usus dan ada tidaknya keterlibatan nodal. Parameter penting lainnya

adalah grading, limfatik atau invasi vena atau perineural, respon inflamasi limfoid

dan keterlibatan margin reseksi. Banyak faktor berpotensi mempengaruhi

prognostik seperti p53, ekspresi k-ras dan bcl-2, TGF-a, EGF, proliferasi indeks

dan aneuploidi sedang dalam evaluasi untuk single mereka atau nilai gabungan

dalam kondisi berisiko tinggi. Obstruksi usus dan perforasi adalah indikator klinis

dari prognosis yang buruk. Tingkat serum CEA yang tinggi dan / atau antigen

karbohidrat pretreatment 19-9 (CA19-9) memiliki signifikansi prognostik negatif.

Beberapa studi retrospektif telah menyarankan bahwa transfusi darah perioperatif

bisa mengganggu prognosis.14

Tabel 2.8. Follow Up Pasien dengan Kanker Kolorektal.12

25

Anda mungkin juga menyukai