Anda di halaman 1dari 2

Salsabila Ayunindya

XII IPA 3/26

Suasana kelas siang hari ini begitu santai, namun serius. Kami memusatkan perhatian pada
kepala sekolah yang tengah menjawab pertanyaan seorang teman kami tentang kehidupan.
Sebentar lagi kami tamat SMA, kelas hari ini merupakan salah satu kelas terakhir sebelum kami
terjun dalam masyarakat. "Ada pertanyaan lain?" tanya kepala sekolah setelah selesai menjawab.
"Bapak harap kalian masih punya pertanyaan berbobot." Murid teladan, murid berkacamata dengan
alis tebal, mengacungkan tangannya ke atas. Kepala sekolah memberi isyarat tngan menyuruhnya
berdiri. "Kenapa ketika kita mau melakukan sesuatu, kita terlalu banyak memikirkannya dan justru
mrmbust kita tidak jadi melakukannya?" "Pertanyaan bagus!" sahut kepala sekolah. Sementara
murid teladan kembali duduk, kepala sekolah meraih sebuah botol air plastik milik teman kami yang
duduk di bangku paling depan. Tidak ada yang special pada botol itu. Bening dan setengah berisi air.
"Berapa berat air dalam botol ini?" Kami semua terbengong. Pertanyaan macam apa itu? Tetapi
berbondong-bondong teman- temanku mulai menjawab. "100 gram!" "500 gram!" "Tak mungkin
500 gram! 200 gram!" timpal yang lain.
"Tak ada apa-apanya. Ringan saja, Pak!" dan sederet jawaban lain pun terdengar konyol
sekali. Aku tertawa terbahak-bahak selama sesi jawab itu. Kepala sekolah menelunjukkan satu jari,
membuat kami diam untuk memperhatikannya. "Kita tidak akan tahu sampai kita menimbangnya,
bukan?" Sebagian besar murid langsung ricuh dan tertawa terbahak-bahak akan kebodohan mereka
sendiri. Namun beberapa terdiam, seperti sadar akan sesuatu. Diriku tidak masuk di antara
keduanya, terlalu naif untuk mengerti apalagi menertawakan diri sendiri. "Jadi kenapa kau harus
takut melakukan sesuatu hal padahal kau belum tahu seberapa besar kesulitannya?" Pertanyaan
kepala sekolah seketika membuka pikiranku. "Anggap yang ingin kau lakukan adalah mengangkat
botol minum ini, tetapi karena berpikiran macam-macam seperti botol inimungkin beratnya 5 kg,
atau mungkin 1 ton atau juga 2 ton dan lain sebagainya, justru mengakibatkan kau tidak jadi
mengangkat botol minum ini. Kau belum tahu berat botol air minum ini, jadi kenapa kau
membiarkan dirimu terpengaruh pada hal-hal yang belum tentu benar? Apalagi itu datang dari
pikiran dan komentar rang-orang yang belum pernah mengangkat botol minum ini. Coba pikirkan."
Penjelasan kepala sekolah yang sederhana membuat seluruh kelas terhening. Murid-murid terdiam.
Satu per satu mengerti maksudnya, mengangguk atau sekedar tertunduk menatap meja.
"Bagaimana kalau yang kita pikirkan itu benar?" Murid teladan kembali bertanya. "Bukankah karena
ada resiko makanya kita takut?" "Semua yang kita lakukan ada resiko," jawab kepala sekolah sambil
mengelus dagu. “Kita hanya bisa memprediksi, tetapi beranilah mencoba." Lanjut kepala sekolah.
"Aku tidak setuju," cela murid teladan lagi. "Aku baru melakukan sesuatu hal kalau aku yakin
bias melakukannya." Kepala sekolah melempar senyum padanya. "Kau bisa bersepeda?" "Aku bisa,
Pak." "Apa kau langsung bisa bersepeda sekali coba?" "Aku jatuh berkali-kali baru bisa bersepeda,"
"Apakah kau dulu yakin bisa bersepeda baru bersepeda?" "Itu..." Murid teladan tidak berani
berkomentar. Dia harus mengakui bahwa dia pun dulu tidak yakin bisa bersepeda. Karena terus
mencoba, barulah dia bisa bersepeda. "Beranilah mencoba, tetapi jangan hal yang buruk." Kepala
sekolah melihat kami semua dengan alis terangkat cepat. "Jangan tiba-tiba bapak dengar kalian
mencoba merokok atau narkoba, itu tidak boleh. Itu artinya kalian cari mati!" Kami tertawa, tentu
saja kami akan mencoba hal yang baik. Berselang jam pulang berdering. Aku merasa berat hati harus
pulang padahal jam pelajaran terakhir begitu menarik. Tak mengapa, aku mendapat pelajaran
berharga dan mulai berani mencoba.

A. Tokoh dan Perwatakan


 Tokoh Aku  polos, lugu (perilaku tokoh)
 Tokoh Bapak Kepala Sekolah  bijaksana, pintar (perilaku tokoh)
 Murid teladan  teladan (disampaikan langsung oleh pengarang)
B. Latar Waktu : Siang hari
Latar Tempat : Ruang Kelas
Latar suasana : santai namun serius
C. Konflik : Adanya pertanyaan yang dilontarkan oleh Murid Teladan tentang terlalu banyak
memikirkan hal yang ingin dilakukan menyebabkan takut untuk melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai