Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dinda Mulkia Hikma

NIM : 180701014
Mata kuliah : Arsitektur Berkelanjutan
Dosen pembimbing : Maysarah binti Bakri, S.T,M.Arch

RESUME JURNAL
Judul : The role of culture in implementing the concept of sustainability

Nama jurnal : Earth and Environmental Science


Volume : volume 126 nomor 1
Tahun : 2018
Penulis : M. Bakri
Publisher : IOP Publishing Ltd

1. Perkenalan

Kondisi lingkungan yang semakin parah mendesak masyarakat untuk menerapkan konsep
berkelanjutan baik produksi maupun konsumsi serta mencakup segala bidang, termasuk
arsitektur. Gedung baru atau lingkungan binaan didesain dengan teknologi terkini sehingga
mengabaikan budaya yang dapat menghilangkan identitas lokal dan penolakan masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan dapat dilaksanaakan dengan landasam budaya dan pemilihan
metode bottom-up atau dikaitkan dengan kearifan lokal, cara hidup atau aktivitas sehari-hari
yang muncul dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlu dikaji dan ditingkatkan dalam
melestarikan budaya yang dapat diterima dan dirasakan manaatnya oleh masyarakat dengan
sepenuhnya. Penelitian ini juga mengkaji peran budaya dalam menerapkan konsep berkelanjutan
melalui studi kasus di wilayah di Banda Aceh, Indonesia, dan Gozo, Kepulauan Maltese.
kearifan lokal sebagai bagian dari budaya dapat dilestarikan sepanjang waktu. Dalam kajian ini
budaya berperan sebagai landasan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dengan
menggunakannya sebagai dasar implementasi, memberi keuntungan pada budaya itu sendiri dan
tiga aspek lainnya. Gagasan implementasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut karena
menghadapi masalah “kebutuhan modern”.
2. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penekanan pada situasi alamiah. Data
dikumpulkan dengan interaksi interaktif dan non-interaktif data dianalisis dengan teori
pembangunan berkelanjtan.

3. pembahasan

Penduduk Gozo menggunakan batu kapur sebagai bahan bangunan. Sebagian besar penduduk
Gozo, memiliki kebun dapur baik dalam skala besar untuk tujuan komersial maupun kecil
untuk kebutuhani rumah tangga. Dulu, produksi dan konsumsi taman dapur di Gozo adalah
untuk pribadi. Lokasi, aksesibilitas, dan batas ruang mengedepankan privasi. Namun saat ini,
warga mulai memanfaatkan kebun dapur secara kolektif sebagai ruang semi publik. Meskipun
hal ini dapat menurunkan kualitas privasi namun juga akan memperkuat ikatan sosial
masyarakat. Penduduk Gozo juga menanam sayur-sayuran dan buah buahan sebagai persediaan
makanan sendiri sehingga menghasilkan banyak ruang produktif dan menghadirkan alam dalam
kehidupan sehari-hari Gozitan. Bagi penduduk gozo, produksi ruang yang berbasis budaya
berupa taman dapur yang memberi dampak positif seperti akar tanaman yang dapat melindungi
tanah dari erosi, menyediakan ekosistem buatan bagi organisme kecil, fotosintesis dan
mengurangi polusi udara, menghasilkan udara segar dan juga menutupi kekurangan tanaman
hijau di sisi publik. Dampak positif dari perekonomian adalah meningkatkan pendapatan
penduduk, sebagai persediaan dapur sehingga lebih hemat, nilai tanah juga meningkat karena
menjadi ruang produktif. Selain itu, aspek sosial juga memperkuat perilaku sosial terhadap
orang lain seperti menghormati, bekerja bersama, saling membantu, berbagi tanggung jawab dan
dapat saling bersosialisasi dan bertukar ilmu. Oleh sebab itu taman dapur memiliki nilai yang
berkelanjutan yang dianggap sebagai salah satu dasar penerapan konsep keberlanjutan.

Banda aceh memiliki mayoritas penduduk yang beragama islam yang mempengaruhi budaya
terutama nilai-nilai keislaman. Dari segi arsitektur salah satu ciptaan budayanya adalah rumah
adat warisan nenek monyang yang mampu menampung aktivitas manusia dan adaptasinya yang
tinggi terhadap iklim dan geografi, mencapai standar kenyamanan hidup dari sisi ekologis dan
merupakan produk berkelanjutan yang perlu dilestarikan. Unsur utama rumah adat di Aceh
adalah serambi depan, serambi belakang, dan serambi induk juga beberapa tambahan seperti
dapur. Dibangun tanpa paku sehingga tahan gempa dan rumbia sebagai material atap sehingga
tidak membahayakan alam, tidak beracun. Rumah adat ini berbentuk persegi panjang dengan
orientasi bangunan barat-timur untuk menghindari angin barat yang kencang yang terjadi di
Aceh. fasad bangunan yang menghadap ke barat berukuran kecil. Sehingga beban angin gedung
tidak terlalu besar. Tinggi tiang bangunan sekitar 2,5-3 meter agar terhindar dari banjir, serangan
hewan buas yang dahulunya dikelilingi oleh hutan. Bahan lantai terbuat dari bilah bambu dengan
celah agar sirkulasi udara lancar sehingga menciptakan bangunan yang sehat dan berkurangnya
konsumsi energy dalam bangunan. Dari segi ekonomi, menghemat biaya kontruksi dengan
memanfaatkan ruang bawah sebagai ruang multifungsi seperti aktivitas menganyam, acara adat,
dan lain lain. Sedangkan dari aspek sosial kegiatan diruang bawah juga melibatkan interaksi dan
komunikasi antar penghuni sehingga dapat memperkuat kohesi sosial dan kualitas hidup
bermasyarakat lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai