Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PASANGAN BARU

MENIKAH DAN KELUARGA DENGAN ANAK


BARU LAHIR (CHILDBEARING)

Disusun oleh

Kelompok I

Nilgia Viny armeliza


Yiyi nanda resfi Deslani khairun nisak
Ari rahmat aziz Susiana jansen
Setia rini Poppy yuliana
Ida anggraini Yana triani
Rahmatika ammelda Yumiati
Andi ebiet krisandi Yulius nuryani
Nurhayati Ririn wulandari

PROGRAM STUI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS RIAU
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan keluarga  yaitu suatu rangkaian kegiatan yang diberikan
melalui praktek keperawatan pada keluarga. Asuhan keperawatan keluarga  digunakan
untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga  dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan. Agar pelayanan kesehatan yang diberikan dapat
diterima oleh keluarga, maka perawat harus mengerti, memahami tipe dan struktur
keluarga, mengetahui tingkat pencapaian keluarga  dalam melakukan fungsinya.
Memerlukan pemahaman setiap tahap perkembangan keluarga dan tugas
perkembangannya. Pengkajian asuhan keperawatan keluarga  dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana keluarga  memenuhi tugas perkembangannya. Pasangan baru
(keluarga  baru menikah) ialah ketika masing-masing individu laki-laki dan perempuan
membentuk keluarga  melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga nya
masing-masing.
Mempersiapkan keluarga  yang baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi
sehari-hari diantaranya belajar hidup bersama, beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya. Masing-masing menghadapi perpisahan dengan keluarga  sendiri dan
orang tuanya, mulai membina hubungan baru dengan keluarga  dan kelompok sosial
lainnya.

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui tentang asuhan keperawatan keluarga baru menikah.
2. Mengetahui tugas perkembangan dan masalah-masalah yang terjadi pada
keluarga  baru menikah.
3. Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga baru menikah.

C. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. Agar dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan keluarga  baru menikah.
2. Agar dapat mengetahui tugas perkembangan dan masalah-masalah yang terjadi pada
keluarga  baru menikah.
3. Agar dapat mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga baru
menikah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keluarga
Keluarga  adalah unit terkecil masyarakat, terdiri dari suami istri dan anaknya atau
ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. (UU. No 10, 1992). Keluarga  adalah kumpulan
dua orang/lebih hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional, dan setiap
individu punya peran masing-masing (Friedman 1998).
Whall (1986) dalam analisis konsep tentang keluarga sebagai unit yang perlu
dirawat, ia mendefinisikan keluarga  sebagai kelompok yang mengidentifikasikan diri
dengan anggotanya yang terdiri dari dua individu atau lebih yang asosiasinya dicirikan
oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum,
tapi yang berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai
sebuah keluarga.
Family Service America (1984) mendefinisikan keluarga  dalam suatu cara yang
komprehensif, yaitu sebagai ”dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan
kebersamaan dan keintiman”. Hariyanto, (2005) menjelaskan bahwa keluarga  menunjuk
kepada dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan
emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Dapat
disimpulkan bahwa keluarga  adalah unit terkecil dari masyarakat dua orang/lebih,
memiliki ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga,
berinteraksi, punya peran masing-masing dan mempertahankan suatu budaya.

1. Ciri-ciri keluarga
a. Diikat tali perkawinan,
b. ada hubungan darah,
c. ada ikatan batin,
d. tanggung jawab masing–masing,
e. ada pengambil keputusan,
f. kerjasama diantara anggota keluarga,
g. interaksi, dan
h. tinggal dalam suatu rumah.
2. Ciri-ciri struktur keluarga
a. Terorganisasi,
b. bergantung satu sama lain,
c. ada keterbatasan,
d. perbedaan dan kekhususan,
e. peran dan fungsi masing-masing.

3. Struktur keluarga (ikatan darah):


a. Patrilineal, yaitu keluarga  sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu berasal dari jalur ayah.
b. Matrilineal, yaitu keluarga  sedarah yang terdiri sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu berasal dari jalur ibu.
c. Matrilokal, yaitu suami istri yang tinggal pada keluarga  sedarah istri.
d. Patrilokal, yaitu suami istri yang tinggal pada keluarga  sedarah suami.
e. Keluarga  kawinan (hubungan), yaitu suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga dan sanak saudara baik dari pihak suami dan istri.

4. Kelompok keluarga  di Indonesia berdasarkan social ekonomi dan kebutuhan


dasar:
a. Prasejahtera, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimal: pengajaran agama, sandang, papan, pangan, kesehatan, atau
keluarga belum dapat memenuhi salah satu /lebih indikator KS tahap I.
b. Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I), yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat sosial psikologis, pendidikan,
KB, interaksi lingkungan.
Indikator KS I:
1) Ibadah sesuai agama,
2) makan 2 kali sehari,
3) pakaian berbeda tiap keperluan,
4) lantai bukan tanah,
5) kesehatan: anak sakit,
6) ber-KB,
7) dibawa kesarana kesehatan.

c. Keluarga Sejahtera Tahap II (KS II)


Indikator:
1) Belum dapat menabung,
2) ibadah (anggota keluarga ) sesuai agama,  
3) makan 2 kali sehari,  
4) pakaian berbeda,  
5) lantai bukan tanah, 
6) kesehatan (idem), 
7) daging/ telur minimal 1 kali seminggu,  
8) pakaian baru setahun sekali,  
9) luas lantai 8m2 per orang,  
10) sehat 3 bulan terakhir, 
11) anggota yang berumur 15 tahun keatas punya penghasilan tetap,  
12) umur 10,  60 tahun dapat baca tulis,  
13) umur 7-15 tahun bersekolah,  
14) anak hidup 2 /lebih, dan
15) keluarga PUS saat ini berkontrasepsi.

d. Keluarga Sejahtera Tahap III (KS III)


Indikator:  
1) Belum berkontribusi pada masyarakat,  
2) ibadah sesuai agama, 
3) pakaian berbeda tiap keperluan,  
4) lantai bukan tanah,  
5) kesehatan idem, 
6) anggota melaksanakan ibadah,  
7) daging/telur seminggu sekali, 
8) memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir,  
9) luas lantai 8 m2 /orang,  
10) anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir.
e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus (KS III+), yaitu keluarga yang dapat memenuhi
seluruh kebutuhannya: dasar, sosial, pengembangan, kontribusi pada masyarakat,
ditambah memberikan sumbangan kepada masyarakat.
5. Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif dan koping, keluarga  memberikan kenyamanan emosional anggota,
membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi
stress.
b. Fungsi sosialisasi, keluarga  sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap,
dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam
pemecahan masalah.
c. Fungsi reproduksi, keluarga  melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan
meneruskan keturunan.
d. Fungsi ekonomi, keluarga  memberikan finansial untuk anggota keluarga nya dan
kepentingan di masyarakat.
e. Fungsi fisik, keluarga  memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk
penyembuhan dari sakit.

B. Keluarga Baru Menikah


Keluarga pasangan baru menikah yang disebut juga keluarga pemula adalah keluarga
yang baru menikah, keluarga baru, dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang
kehubungan baru yang intim (Ali, 2009).

1. Tugas perkembangan keluarga  baru menikah menurut Duval (Sociological


Perspective):
a. Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
b. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
c. Membina hubungan dengan keluarga  lain: teman dan kelompok sosial.
d. Merencanakan penambahan anggota baru (mempersiapkan menjadi orangtua),
mendiskusikan rencana punya anak.

2. Masalah-masalah yang timbul pada keluarga baru menikah:


a. Penyesuaian seksual dan peran perkawinan, aspek luas tentang KB, penyakit
kelamin baik sebelum ataupun setelah menikah.
b. Konsep perkawinan tradisional: dijodohkan, hukum adat.
c. Kecemasan terhadap perbedaan nilai dan norma.
d. Kurang pengetahuan tentang kehamilan.
e. Risiko timbulnya penyakit anemia pada ibu hamil, infeksi saluran kelamin, dan
lain-lain.
3. Masalah keperawatan kesehatan keluarga
a. Komunikasi keluarga  disfungsional.
b. Potensial peningkatan menjadi orangtua, perubahan(krisis) menjadi orangtua,
konflik peran orangtua.
c. Perubahan penampilan peran.
d. Gangguan citra tubuh.
e. Koping keluarga  tidak efektif (menurun, ketidakmampuan), potensial peningka-
tan koping keluarga.
f. Risiko terhadap tindak kekerasan.
g. Perilaku mencari bantuan kesehatan.
h. Gangguan tumbuh kembang.
i. Risiko penularan penyakit.

C. Proses Keperawatan Keluarga


Menurut Friedman (1998:54), Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua
tindakan keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka
referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah. Friedman dalam Proses
Keperawatan Keluarga  juga membagi dalam lima tahap proses keperawatan yang terdiri
dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga  dan individu atau
diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana pengerahan sumber-
sumber dan evaluasi perawatan.
Dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga  menurut Effendi
(2004) dengan melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga  yaitu
dengan mengadakan kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta
minat untuk membantu keluarga  dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga,
menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan – kebutuhan kesehatan
yang dirasakan keluarga  dan membina komunikasi dua arah dengan keluarga.
Friedman (1998) menjelaskan proses asuhan keperawatan keluarga terdiri dari lima
langkah dasar meliputi:
1. Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004:29) pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang
perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga  yang
dibinanya. Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan
keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan
sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno, 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan informasi
dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian keluarga,
diklasifikasikan dan dianalisa (Friedman, 1998).
a. Pengumpulan data
1) Identitas  keluarga  yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan 
tipe keluarga.
2) Riwayat dan tahap perkembangan  keluarga.
3) Tahap perkembangan keluarga  saat ini.
Tahap perkembangan keluarga  ditentukan dengan anak tertua dari
keluarga  inti.
4) Tahap perkembangan keluarga  yang belum terpenuhi.
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh
keluarga  serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.
5) Riwayat keluarga  inti.
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga  inti, yang meliputi
riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota
keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi),
sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga  serta
pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
6) Riwayat keluarga  sebelumnya.
Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga  dari pihak suami
dan istri.
7) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
a) Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh
keluarga.
b) Pemanfaatan fasilitas kesehatan.
Perilaku keluarga  didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit.
c) Pengobatan tradisional.
Merupakan pilihan bagi keluarga  untuk menentukan pengobatan yang
diinginkan ataupun alternative pilihan yang dipilih yaitu pengobatan
tradisional.
8) Status sosial ekonomi
a) Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga  mempengaruhi keluarga  dalam
mengenal suatu penyakit dan pengelolaannya. Berpengaruh pula
terhadap pola pikir  dan kemampuan untuk mengambil keputusan
dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
b) Pekerjaan dan penghasilan
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap
keluarga  dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota
keluarga  yang sakit salah satunya disebabkan karena suatu penyakit.
Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan
keluarga  dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya
disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada
keluarga.
9) Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga.
Menurut Freidmen (1998), riwayat keluarga  mulai lahir hingga saat ini
termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan
yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan
keluarga  yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang
yang dapat mengakibatkan kecemasan.
10) Aktivitas
Pola aktifitas yang dipilih oleh suatu keluarga  dapat berpengaruh terhadap
terjadinya suatu penyakit dan gaya hidup suatu keluarga.
11) Data Lingkungan
a) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, type
rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan
sumber air, sumber air minum yang digunakan serta denah rumah.
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah,
penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab
terjadinya suatu penyakit.
b) Karakteristik lingkungan
Menurut (Friedman,1998) derajad kesehatan dipengaruhi oleh
lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat
kesehatan.
c) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas setempat
yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan/kesepakatan
penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan.
d) Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga  ditentukan dengan kebiasaan
keluarga berpindah tempat serta lama keluarga berdomisili di tempat
tinggal sekarang.
e) Perkumpulan keluarga  dan interaksi dengan masyarakat.
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga  untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga  yang ada dan sejauh mana
interaksi keluarga  dengan masyarakat.
f) Sistem pendukung keluarga
Yang termasuk dalam sistem pendukung keluarga  adalah jumlah
anggota keluarga  yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki
keluarga  untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas
fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota keluarga  dan
fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.
12) Struktur keluarga
a) Pola komunikasi
Menurut (Friedman, 1998) Semua interaksi perawat dengan pasien
adalah berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik
merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan
keluarga  untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut
mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan
rasa kepedulian yang tinggi.

b) Struktur kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga  mempengaruhi dalam kondisi kesehatan,
kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik.
c) Struktur peran
Menurut Friedman (1998), anggota keluarga  menerima dan konsisten
terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota
keluarga  puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila
peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan
mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.
13) Fungsi keluarga
a) Fungsi afektif
Keluarga  harus saling menghargai satu dengan yang lainnya agar tidak
menimbulkan suatu permasalahan maupun stressor tertentu bagi
anggota keluarga  itu sendiri.
b) Fungsi sosialisasi
Keluarga  memberikan kebebasan bagi anggota keluarga  dalam
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga  tidak
memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan
anggota keluarga  menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi
menjadi labil dan mudah stress.
c) Fungsi kesehatan
Menurut Suprajitno (2004) fungsi mengembangkan dan melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
Hal-hal yang perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana
keluarga melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga  adalah:
 Untuk mengetahui kemampuan keluarga  mengenal masalah
kesehatan, yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga
memahami fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi:
pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab, dan yang
mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.
 Untuk mengetahui kemampuan keluarga  mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji
adalah:
o Sejauhmana kemampuan keluarga  mengerti mengenai sifat dan
luasnya masalah?
o Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga?
o Apakah keluarga  merasa menyerah terhadap masalah yang
dialami?
o Apakah keluarga  merasa takut akan akibat dari penyakit?
o Apakah keluarga  mempunyai sikap negatif terhadap masalah
kesehatan?
o Apakah keluarga  dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang
ada?
o Apakah keluarga  kurang percaya terhadap tenaga kesehatan?
o Apakah keluarga  mendapat informasi yang salah terhadap
tindakan dalam mengatasi masalah?
 Mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga  merawat anggota
keluarga yang sakit, termasuk kemampuan memelihara lingkungan
dan menggunakan sumber/fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat, yang perlu dikaji adalah:
o Apakah keluarga  mengetahui sifat dan perkembangnan
perawatan yang dibutuhkan untuk menanggulangi masalah
kesehatan/ penyakit?
o Apakah keluarga  mempunyai sumber daya dan fasilitas yang
diperlukan untuk perawatan?
o Apakah keterampilan keluarga  mengenai macam perawatan
yang diperlukan memadai?
o Apakah keluarga  mempunyai pandangan negatif terhadap
perawatan yang diperlukan?
o Adakah konflik individu dan perilaku mementingkan diri
sendiri dalam keluarga?
o Apakah keluarga  kurang dapat memelihara keuntungan dalam
memelihara lingkungan dimasa mendatang?
o Apakah keluarga  mempunyai upaya penuingkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit?
o Apakah keluarga  sadar akan pentingnya fasilitas kesehatan dan
bagaimana pandangan keluarga  akan fasilitas tersebut?
o Apakah keluarga  merasa takut akan akibat dari tindakan
(diagnostik, pengobatan dan rehabilitasi)?
o Bagaimana falsafah hidup keluarga  berkaitan dengan upaya
perawatan dan pencegahan?
d) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga  adalah:
 Berapa jumlah anak?
 Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga?
 Metode apa yang digunakan keluarga  dalam upaya mengendalikan
jumlah anggota keluarga?
e) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga  adalah:
 Sejauhmana keluarga  memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papan?
 Sejauhmana keluarga  memanfaatkan sumber yang ada di
masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga?
14) Stress dan Koping keluarga
a) Stressor jangka pendek dan panjang
Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga  yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 6 bulan.
Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga  yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
b) Kemampuan keluarga  berespon terhadap situasi/stressor.
Hal yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga  berespon terhadap
situasi/stressor.
c) Strategi koping yang digunakan.
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping
keluarga  tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota
keluarga  yang berkepanjangan.
d) Strategi adaptasi disfungsional
Strategi adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga  bila
menghadapi permasalahan.
15) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap semua anggota keluarga. Metode
yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan
pemeriksaan fisik di klinik. Sebagaimana prosedur pengkajian yang
komprehensif, pemeriksaan fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung
rambut sampai kuku untuk semua anggota keluarga. Setelah ditemukan
masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih terfokuskan.
16) Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga  terhadap
petugas kesehatan yang ada.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa  keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon
manusia atas perubahan pola interaksi potensial atau aktual individu. Perawat secara
legal dapat mengidentifikasi dan menyusun intervensi masalah keperawatan.
Kolaborasi dan koordinasi dengan anggota tim lain merupakan keharusan untuk
menghindari kebingungan anggota akan kurangnya pelayanan kesehatan.
Diagnosa keperawatan keluarga  dirumuskan berdasarkan data yang didapat
pada pengkajian yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan berhubungan
dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan keluarga. Diagnosa
keperawatan mengacu pada PES dimana untuk problem dapat digunakan rumusan
NANDA.

Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga  terdiri dari:


a. Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan)
b. Resiko (ancaman kesehatan)
c. Potensial/keadaan sejahtera (wellness)

Contoh diagnosa keperawatan keluarga:


a. Diagnosa keperawatan keluarga  aktual
1) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan pada balita (Anak M),
keluarga Bapak R berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga  mengenal
masalah kekurangan nutrisi.
2) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan pada balita (Anak M),
keluarga Bapak R berhubungan dengan ketidakmauan keluarga  mengambil
keputusan/tindakan untuk mengatasi masalah kekurangan nutrisi.
3) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan pada balita (Anak M),
keluarga Bapak R berhubungandengan ketidakmampuan keluarga  merawat
anggota keluarga  dangan masalah kekurangan nutrisi.
Pada contoh diatas, yang menjadi etiologi (tugas keluarga ) mengandung 3
unsur yaitu ketidaktahuan (tidak mengenal masalah), ketidakmauan
mengambil keputusan dan ketidak mampuan merawat, maka dari 3
diagnosa tersebut cukup hanya menentukan 1 (satu) diagnosa  yaitu
diagnosa yang ketiga, akan tetapi dalam merumuskan tujuan dan intervensi
harus melibatkan ketiga etiologi tersebut.
4) Perubahan peran dalam keluarga  (bapak S) berhubungan dengan ketidak
mampuan keluarga  mengenal masalah peran suami.
5) Keterbatasan pergerakan pada lanjut usia (ibu A) keluarga  bapak B
berhubungan dengan ketidakmampuan merawat anggota keluarga  dengan
keterbatasan gerak (rematik).
b. Diagnosa keperawatan keluarga  risiko (ancaman)
Sudah ada data yang menunjang tapi belum terjadi gangguan, misalnya
lingkungan rumah kurang bersih, pola makan yang tidak adekuat, stimulasi
tumbuh kembang yang tidak adekuat, dan sebagainya.
1) Resiko terjadi konflik pada keluarga  bapak B berhubungan dengan
ketidaktahuan keluarga  mengenal masalah komunikasi.
2) Resiko gangguan perkembangan pada Balita (Anak S) keluarga  bapak B
berhubungan dengan ketidakmauan keluarga  melakukan stimulasi terhadap
balita.

c. Diagnosa keperawatan keluarga  sejahtera/potensial


Suatu keadaan dimana keluarga  dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan
keluarga  dapat ditingkatkan. Khusus untuk diagnosa keperawatan potensial
(sejahtera) boleh tidak menggunakan etiologi.
1) Potensial terjadinya kesejahteraan pada ibu hamil (Ibu M) keluarga  bapak
R.
2) Potensial peningkatan status kesehatan pada bayi (Anak L) keluarga bapak
R.
3) Potensial peningkatan status kesehatan pada pasangan baru menikah
keluarga  bapak R.

3. Menyusun prioritas (Scorring)


Friedman (1998), menjelaskan perencanaan perawatan meliputi seleksi bersama
yang dirancang untuk mencapai tujuan. Faktor penetapan prioritas perasaan peka
terhadap klien dan efek terpeutik terhadap tindakan dimasa mendatang.
Cara membuat skor penentuan prioritas masalah keperawatan keluarga:
NO. KRITERIA SKOR BOBOT
1. Sifat masalah
 Aktual (Tidak/kurang sehat) 3
 Ancaman kesehatan 2 1

 Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah
 Mudah 2
 Sebagian 1 2

 Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk dicegah
 Tinggi 3
 Sedang 2 1

 Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
 Masalah berat, harus segera ditangani 2
 Ada masalah, tetapi tidak perlu segera 1 1
ditangani
 Masalah tidak dirasakan 0

Skoring:
   Skor   x  Bobot
        Angka tertinggi 

Catatan: Skor dihitung bersama dengan keluarga


a. Faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas:
1) Kriteria 1
Sifat masalah: bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat
karena yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan
dirasakan oleh keluarga.
2) Kriteria 2
Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu memperhatikan
terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut:
a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk
menangani masalah.
b) Sumber daya keluarga  dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga
c) Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan
waktu.
d) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fadsilitas, organisasi dalam
masyarakat dan dukungan masyarakat.
3) Kriteria 3
Potensi masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a) Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau
masalah.
b) Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu
ada.
c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang tepat 
dalam memperbaiki masalah.
d) Adanya kelompok ‘high risk” atau kelompok yang sangat peka
menambah potensi untuk mencegah masalah.
4) Kriteria 4
Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana
keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai skor tertinggi yang
terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan keluarga.

4. Menyusun tujuan
Friedman (1998:64) menjelaskan perencanaan meliputi perumusan tujuan
yang berorientasi kepada klien kemungkinan sumber-sumber penggambaran
pendekatan alternatif untuk memenuhi tujuan dan operasional perencanaan.
Ada 3 kegiatan menurut Friedman (1998) yaitu:
a. Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur langsung dan spesifik.
b. Tujuan jangka menengah.
c. Tujuan akhir atau jangka panjang yang sifatnya umum dan mempunyai tujuan.

5. Perencanaan keperawatan keluarga


Perencanaan keperawatan keluarga  terdiri dari penetapan tujuan, yang
mencakup tujuan umum dan tujuan khusus serta dilengkapi dengan kriteria dan
standar. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang
diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang
ditetapkan.

6. Implementasi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga  berdasarkan
perencanaan mengenai diagnosa yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan
keperawatan terhadap keluarga  mencakup hal-hal dibawah ini:
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga  mengenai masalah dan
kebutuhan kesehatan dengan cara:
1) Memberikan informasi.
2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.
3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
b. Menstimulasi keluarga  untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan
cara:
1) Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan.
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.
3) Mendiskusikan tentang konsekwensi tiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga  yang sakit
dengan cara:
1) Mendemonstrasikan cara perawatan.
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah.
3) Mengawasi keluarga  melakukan perawatan.
d. Membantu keluarga  untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan
menjadi sehat, dengan cara:
1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.
2) Melakukan perubahan lingkungan dengan seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga  untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan
cara:
1) Memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.
2) Membantu keluarga  menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

7. Evaluasi
Sesuai rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk
menilai keberhasilannya. Bila tidak / belum berhasil perlu disusun rencana baruyang
sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali
kunjungan ke keluarga. Unyuk itu dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan
waktu dan kesediaan keluarga. Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara
operasional.
S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga  secara subjektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.  Misal: keluarga  mengatakan nyerinya berkurang.
O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Misal: BB naik 1 kg dalam 1 bulan.
A      : Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan terkait
dengan diagnosa keperawatan.
P       : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada
tahap evaluasi.

Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi


formatif dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi akhir.
C. KELUARGA DENGAN ANAK BARU LAHIR (CHILDBEARING)

1. Definisi

Tahap keluarga dengan anak baru lahir (chilbearing) dimulai dengan kelahiran anak
pertama hingga bayi berusia 3 bulan. Menurut Duvall dan Miller (1985) keluarga
chilbearing adalah keluarga yang dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut
sampai bayi berusia 30 bulan. Menurut Rodgers dalam Friedman (2002), keluarga
childbearing adalah keluarga yang menantikan kelahiran dimulai sampai kelahiran anak
pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun).

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan secara umum bahwa
keluarga childbearing adalah keluarga yang berada pada tahap perkembangan ke II mulai
dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama berlanjut sampai anak pertama berusia 30
bulan. Periode childbearing adalah waktu transisi fisik dan psikologis bagi ibu dan
seluruh anggota keluarga. Keluarga harus beradaptasi terhadap perubahan struktur karena
adanya anggota baru dalam keluarga, yaitu bayi. Dengan kehadiran bayi maka sistem
dalam keluarga akan berubah serta pola pikir keluarga harus dikembangkan.

Tahap ini merupakan tahap yang penuh stressor karena merupakan tahap transisi
menjadi orang tua. Sebuah ketidakseimbangan dapat terjadi sehingga bisa menimbulkan
krisis keluarga yang dapat menyebabkan gangguan dalam hubungan pernikahan.
Pada tahap ini keluarga berada pada periode transisi sehingga keluarga
membutuhkan adaptasi yang cepat. Kondisi ini menempatkan keluarga menjadi sangat
rentan dan mereka memerlukan bantuan untuk beradaptasi dengan peran yang baru.
Stress dari berbagai sumber dapat berefek negatif pada fungsi dan interaksi ibu dengan
bayi dan keluarga, yang berdampak pada kesehatan fisik ibu dan bayi. Misalnya,
keluarga khususnya ibu yang sering terbangun tengah malam oleh bayi, yang
berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu akan merasa letih secara psikologis dan fisiologis.
Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan barangkali juga bekerja
selain merawat bayi. Hal ini dirasa bertambah sulit jika ibu menderita sakit atau
mengalami persalinan yang lama dan sulit atau sectio Caesar. 
Dalam masa ini, peran perawat sangat dibutuhkan. Perawat dapat berperan sebagai
fasilitator proses adaptasi dalam fase perkembangan keluarga pada masa childbearing
agar keluarga mampu beradaptasi secara positif dengan peran barunya.

2. Tugas perkembangan keluarga


Setelah anak pertama lahir, keluarga mempunyai tugas perkembangan keluarga yang
penting menurut Carter dan Mc. Goldrik (1998), Duva dan Miller (1985) dalam
Friedman (2002), yaitu:
a. membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan
bayi baru ke dalam keluarga).
Kelahiran seorang anak membuat perubahan-perubahan yang radikal dalam
organisasi keluarga. Fungsi-fungsi pasangan suami isitri harus dibedakan untuk
memenuhi tuntutan-tuntutan baru perawatan dan pengasuhan. Sementara
pemenuhan tanggung jawab ini bervariasi menurut posisi sosial budaya suami
istri, sebuah pola yang umumnya adalah orang tua agar menerima peran-peran
tradisional atau pembagian tanggung jawab (La Rossa dan La Rossa, 1981:
Friedman 2002).
Hubungan dengan keluarga besar perlu disusun kembali dalam tahap ini.
Peran-peran baru perlu dibuat kembali berkenaan dengan menjadi kakek-nenek
dan hubungan antara orang tua dan kakek-nenek. (Bradt, 1988; Friedman 2002).
Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila bekerja dengan
keluarga yang mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai peran orang tua
bagaimana kedua orang tua berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya dan
bagaimana respon bayi bersebut. Klaus dan Kendall (1976), Kendall (1974),
Rubbin (1967) dan yang lainnya menguji dampak penting dari sentuhan dan
kehangatan awal setelah melahirkan, hubungan positif antara orang tua-anak
pada hubungan orang tua anak di masa mendatang. Sikap orang tua tentang
mereka sendiri sebagai orang tua, sikap mereka terhadap bayi mereka,
karakteristik komunikasi orang tua dan stimulasi bayi (Davis, 1978) adalah
bidang-bidang terkait yang perlu dikaji. 
b. Rekonsiliasi tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota
keluarga,
Tahap kedua dari perkembangan orang tua adalah belajar untuk menerima
pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain,
khusunya orang tua yang baru memiliki anak pertama membutuhkan bimbingan
dan dukungan. Orang tua harus memahami tugas-tugas yang harus dikuasai oleh
anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan dan latihan buang air
(toilet training). Mereka perlu mamahami konsep kesiapan perkembangan,
konsep tentang "saat yang tepat untuk mengajar mereka". Pada saat yang sama
orang tua juga perlu bimbingan dalam memenuhi tugas yang harus mereka
kuasai selama tahap ini.
c. Mempertahankan pernikahan yang memuaskan
Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk
masalah dan perasaan pribadi, perkawinan dan orang tua adalah sangat penting.
Pasangan harus terus memenuhi kebutuahan-kebutuhan psikologis maupun
seksual dan juga berbagi dan berinteraksi satu sama lain dalam hal tanggung
jawab sebagai orang tua.
Hubungan seksual suami istri umunya menurun selama kehamilan dan
selama 6 minggu massa post partum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa
berikutnya umum terjadi, yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggelam
dalam peran barunya, keletihan, perasaan menurunnya daya tarik seksual dan
juga perasaan suami bahwa ia tersingkir oleh bayinya.
d. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran
orang tua, kakek, dan nenek (Ali, 2009)
Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam
keluarga besar dan dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain
mendukung dan membantu orang tua baru ini, ketegangan bisa muncul.
Misalnya kakek-nenek dapat memberikan pertolongan yang besar bagi orang tua
baru, namun kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-nilai dan
harapan-harapn yang ada antara genarasi tersebut.
Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau system pendukung
sosial untuk mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan
keluarga, keluarga muda perlu mengetahui bahwa kapan mereka butuh bantuan
dan dari siapa mereka harus menerima bantuan tersebut dan juga kapan mereka
harus menggantungkan diri kepada sumber-sumber dan kekuatan mereka sendiri
(Duvall,1977; Frieman 2002).

Sedangkan menurut Duval (1997) dalam Friedman tahun 2002 tugas perkembangan
keluarga pada fase Child bearing meliputi:
a. Menyiapkan anggota keluarga baru (bayi dalam keluarga)
b. Membagi waktu untuk individu, pasangan dan keluarga.

3. Masalah kesehatan
Masalah kesehatan utama keluarga dalam tahap ini adalah
a. Pendidikan maternitas yang berpusat pada keluarga
b. Perawatan bayi yang baik
c. Pengenalan dan penanganan masalah kesehatan fisik secara dini
d. Imunisasi
e. Konseling perkembangan anak
f. Keluarga berencana
g. Interaksi keluarga
h. Peningkatan kesehatan (gaya hidup)
Masalah utama tersebut dipengaruhi oleh ketidakmampuan dan ketidakadekuatan
fasilitas perawatan anak untuk ibu yang berkerja, hubungan antar orang tua,
masalah pengasuhan anak, termasuk penyalahgunaan dan kelalaian terrhadap
anak, masalah transisi peran orang tua (Ali, 2009).
4. Asuhan keperawatan keluarga dengan anak baru lahir (childbearing)
Fokus utama asuhan keperawatan keluarga childbearing menurut Friedman (2002)
adalah:
a. Persiapan untuk pengalaman melahirkan
b. Transisi menjadi orang tua
c. Perawatan bayi yang sehat
d. Mengenali secara dini dan menangani masalah-masalah kesehatan fisik anak
dengan tepat
e. Imunisasi
f. Pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

Asuhan keperawatan keluarga

1. Pengkajian

a. Proses pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan. Pengumpulan


data merupakan syarat utama untuk pengidentifikasian masalah. Data dikumpulkan
selama pelayanan, bersifat dinamis, interaktif, dan fleksibel.

Hal yang perlu dikaji dalam tahap perkembangan keluarga dengan anak baru lahir
adalah peran orang tua bagaimana kedua orang tua berinteraksi dengan bayi baru dan
merawatnya dan bagaimana respon bayi bersebut. Klaus dan Kendall (1976), Kendall
(1974), Rubbin (1967) dan yang lainnya menguji dampak penting dari sentuhan dan
kehangatan awal setelah melahirkan, hubungan positif antara orang tua-anak pada
hubungan orang tua anak di masa mendatang. Sikap orang tua tentang mereka sendiri
sebagai orang tua, sikap mereka terhadap bayi mereka, karakteristik komunikasi orang
tua dan stimulasi bayi (Davis, 1978) adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji. 

Selain itu juga perlu dikaji konsep perkembangan pada masa kehamilan, hal-hal
yang perlu dikaji adalah:

1) Perkembangan / Perubahan Fisik


a) Perubahan pada kulit
Terjadi hiperpigmentasi yaitu kelebihan pigmen di tempat tertentu. Pada
wajah, pipi, dan hidung mengalami hiperpigmentasi sehingga menyerupai
topeng (topeng kehamilan atau kloasma gravidarum). Pada areola mamae
dan Puting susu, daerah yang berwarna hitam di sekitar puting susu akan
menghitam. Sekitar areola yang biasanya tidak berwarna akan berwarna
hitam. Hal ini disebut areola mamae sekunder. Puting susu menghitam
dan membesar sehingga lebih menonjol. Pada areola suprapubis, terdapat
garis hitam yang memanjang dari atas simfisis sampai pusat. Warnanya
lebih hitam dibandingkan  sebelumnya, muncul garis baru yang
memanjang ditengah atas pusat (linea nigra). Pada perut, selain
hiperpigmentasi terjadi stria gravidarum yang merupakan garis pada kulit.
Terdapat 2 jenis stria gravidarum yaitu stria livida (garis berwarna biru)
dan stria albikan (garis berwarna putih). Hal ini terjadi karena pengaruh
melanophore stimulating hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh
kelenjar suprarenalis.
b) Perubahan kelenjar
Kelenjar gondok membesar sehingga leher ibu berbentuk seperti leher
pria. Perubahan ini tidak selalu terjadi pada wanita hamil.
c) Perubahan payudara  
Perubahan ini pasti terjadi pada wanita hamil karena dengan semakin
dekatnya persalinan, payudara menyiapkan diri untuk memproduksi
makanan pokok untuk bayi setelah lahir. Perubahan yang terlihat pada
payudara adalah sebagai berikut.
 Payudara membesar, tegang dan sakit
 Vena di bawah kulit payudara membesar dan terlihat jelas
 Hiperpigmentasi pada areola mamae dan puting susu serta muncul
areola mamae sekunder
 Kelenjar Montgomery yang terletak di dalam areola mamae
membesar dan kelihatan dari luar. Kelenjar Montgomery
mengeluarkan lebih banyak cairan agar puting susu selalu lembab
dan lemas sehingga tidak menjadi tempat berkembang biak
bakteri.
 Payudara ibu mengeluarkan cairan apabila dipijat. Mulai
kehamilan 16 minggu, cairan yang dikeluarkan jernih. Pada
kehamilan 16 minggu sampai 32 minggu, warna cairan agak putih
seperti air susu yang sangat encer. Dari kehamilan 32 minggu
sampai anak lahir, cairan yang dikeluarkan lebih kental, berwarna
kuning, dan banyak mengandung lemak. Cairan ini disebut
kolostrum.
d) Perubahan perut
Semakin mendekati masa persalinan, perut semakin besar. Biasanya
hingga kehamilan 4 bulan, pembesaran perut belum kelihatan. Setelah
kehamilan 5 bulan, perut mulai kelihatan membesar. Saat hamil tua, perut
menjadi tegang dan pusat menonjol ke luar. Timbul stria gravidarum dan
hiperpigmentasi pada linea alba serta linea nigra.
e) Perubahan alat kelamin luar  
Alat kelamin luar ini tampak hitam kebiruan karena adanya kongesti pada
peredaran darah. Kongesti terjadi karena pembuluh darah membesar,
darah yang menuju uterus sangat banyak, sesuai dengan kebutuhan uterus
untuk membesarkan dan memberi makan janin. Gambaran mukosa vagina
yang mengalami kongesti berwarna hitam kebiruan tersebut disebut tanda
Chadwick.
f) Perubahan pada tungkai
Timbul varises pada sebelah atau kedua belah tungkai. Pada hamil tua,
sering terjadi edema pada salah satu tungkai. Edema terjadi karena
tekanan uterus yang membesar pada vena femoralis sebelah kanan atau
kiri.
g) Perubahan pada sikap tubuh
Sikap tumbuh ibu menjadi lordosis karena perut yang membesar.
Perkembangan / Perubahan Psikologis. Menurut teori Rubin, perubahan
psikologis yang terjadi pada:
 Trimester I meliputi: ambivalen, takut, fantasi, dan khawatir.
 Trimester II meliputi: perasaan lebih nyaman serta kebutuhan
mempelajari perkembangan dan pertumbuhan janin meningkat.
Kadang tampak egosentris dan berpusat pada diri sendiri.
 Trimester III meliputi: memiliki perasaan aneh, sembrono, lebih
introvert, dan merefleksikan pengalaman masa lalu.
2) Masalah yang sering terjadi pada masa kehamilan
a) Respon terhadap perubahan citra tubuh
Perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan bentuk tubuh
yang cepat dan nyata. Selama trimester I bentuk tubuh sedikit berubah,
tetapi pada trimester II pembesaran abdomen yang nyata, penebalan
pinggang dan pembesaran payudara memastikan status kehamilan. Wanita
merasa seluruh tubuhnya bertambah besar dan menyita ruang yang lebih
luas. Perasaan ini semakin kuat seiring bertambahnya usia kehamilan.
Secara bertahap terjadi kehilangan batasan–batasan fisik secara pasti,
yang berfungsi memisahkan diri sendiri dari orang lain dan memberi rasa
aman. Sikap wanita terhadap tubuhnya diduga dipengaruhi oleh nilai–nilai
yang diyakininya dan sifat pribadinya. Sikap ini sering berubah seiring
kemajuan kehamilan. Sikap positif terhadap tubuh biasanya terlihat
selama trimester I. Namun, seiring kemajuan kehamilan, perasaan tersebut
menjadi lebih negatif. Pada kebanyakan wanita perasaan suka atau tidak
suka terhadap tubuh mereka dalam keadaan hamil bersifat sementara dan
tidak menyebabkan perubahan persepsi yang permanen tentang diri
mereka.

b) Ambivalensi selama masa hamil


Ambivalensi didefinisikan sebagai konflik perasaan yang simultan, seperti
cinta dan benci terhadap seseorang, sesuatu, atau suatu keadaan.
Ambivalensi adalah respon normal yang dialami individu yang
mempersiapkan diri untuk suatu peran baru. Kebanyakan wanita memiliki
sedikit perasaan ambivalen selama hamil. Bahkan wanita yang bahagia
dengan kehamilannya, dari waktu ke waktu dapat memiliki sikap
bermusuhan terhadap kehamilan atau janin. Pernyataan pasangan tentang
kecantikan seorang wanita yang tidak hamil atau peristiwa promosi
seorang kolega ketika keputusan untuk memiliki seorang anak berarti
melepaskan pekerjaan dapat meningkatkan rasa ambivalen. Sensasi tubuh,
perasaan bergantung, dan kenyataan tanggung jawab dalam merawat anak
dapat memicu perasaan tersebut. Perasaan ambivalen berat yang menetap
sampai trimester III dapat mengindikasikan bahwa konflik peran sebagai
ibu belum diatasi (Lederman, 1984). Setelah kelahiran seorang bayi yang
sehat, kenangan akan perasaan ambivalen ini biasanya lenyap. Apabila
bayi yang lahir cacat, seorang wanita kemungkinan akan mengingat
kembali saat–saat ia tidak menginginkan anak tersebut dan merasa sangat
bersalah. Tanpa penyuluhan dan dukungan yang memadai, ia dapat
menjadi yakin bahwa perasaan ambivalennya telah menyebabkan anaknya
cacat.
c) Hubungan seksual
Ekspresi seksual selama masa hamil bersifat individual. Beberapa
pasangan menyatakan puas dengan hubungan seksual mereka, sedangkan
yang lain mengatakan sebaliknya. Perasaan yang berbeda–beda ini
dipengaruhi oleh faktor–faktor fisik, emosi, dan interaksi, termasuk
takhayul tentang seks selama masa hamil, masalah disfungsi seksual, dan
perubahan fisik pada wanita. Dengan berlanjutnya kehamilan, perubahan
bentuk tubuh, citra tubuh, dan rasa tidak nyaman mempengaruhi
keinginan kedua belah pihak untuk menyatakan seksualitas mereka.
Selama trimester I seringkali keinginan seksual wanita menurun, terutama
jika ia merasa mual, letih, dan mengantuk. Saat memasuki trimester II
kombinasi antara perasaan sejahteranya dan kongesti pelvis yang
meningkat dapat sangat meningkatkan keinginannya untuk melampiaskan
seksualitasnya. Pada trimester III peningkatan keluhan somatik (tubuh)
dan ukuran tubuh dapat menyebabkan kenikmatan dan rasa tertarik
terhadap seks menurun (Rynerson, Lowdermilk, 1993). Pasangan tersebut
perlu merasa bebas untuk membahas hubungan seksual mereka selama
masa hamil. Kepekaan individu yang satu terhadap yang lain dan
keinginan untuk berbagi masalah dapat menguatkan hubungan seksual
mereka. Komunikasi antara pasangan merupakan hal yang penting.
Pasangan yang tidak memahami perubahan fisiologis dan emosi, yang
terjadi dengan cepat selama masa hamil, dapat menjadi bingung saat
melihat perilaku pasangannya. Dengan membicarakan perubahan–
perubahan yang mereka alami, pasangan dapat mendefinisikan masalah
mereka dan menawarkan dukungan yang diperlukan. Perawat dapat
memperlancar komunikasi antar pasangan dengan berbicara kepada
pasangan tentang perubahan perasaan dan perilaku yang mungkin dialami
wanita selama masa hamil.
d) Kekhawatiran tentang janin
Kekhawatiran orang tua terhadap kesehatan anak berbeda–beda selama
masa hamil (Gaffney, 1988). Kekhawatiran pertama timbul pada trimester
I dan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya keguguran. Banyak
wanita yang sengaja tidak mau memberitahukan kehamilannya kepada
orang lain sampai periode ini berlalu. Ketika janin menjadi semakin jelas,
yang terlihat dengan adanya gerakan dan denyut jantung, Kecemasan
orang tua yang terutama ialah kemungkinan cacat pada anaknya. Orang
tua mungkin akan membicarakan rasa cemasnya ini secara terbuka dan
berusaha untuk memperoleh kepastian bahwa anaknya dalam keadaan
sempurna. Pada tahap lanjut kehamilan, rasa takut bahwa anaknya dapat
meninggal semakin melemah. Kemungkinan kematian ini terbukti
semakin tidak dipikirkan orang tua.

3) Perubahan Ibu dalam periode Child Bearing


Masa nifas adalah masa setelah melahirkan hingga pulihnya rahim dan
organ kewanitaan yang umumnya diiringi dengan keluarnya darah nifas,
berlangsung selama kurang lebih 6 minggu.
Pada masa nifas ini ibu akan mendapati beberapa perubahan pada
tubuh maupun emosi. Bagi yang belum mengetahui hal ini khususnya pada
ibu primigravida tentu akan merasa khawatir akan perubahan yang terjadi,
oleh sebab itu penting bagi ibu memahami apa saja perubahan yang terjadi
agar dapat menangani dan mengenali tanda bahaya secara dini.
a) Rahim
Setelah melahirkan rahim akan berkontraksi (gerakan meremas)
untuk merapatkan dinding rahim sehingga tidak terjadi perdarahan,
kontraksi inilah yang menimbulkan rasa mulas pada perut ibu.
Berangsur angsur rahim akan mengecil seperti sebelum hamil,
sesaat setelah melahirkan normalnya rahim teraba keras setinggi 2
jari dibawah pusar, 2 minggu setelah melahirkan rahim sudah tak
teraba, 6 minggu akan pulih seperti semula. Akan tetapi biasanya
perut ibu masih terlihat buncit dan muncul garis-garis putih atau
coklat berkelok, hal ini dikarenakan peregangan kulit perut yang
berlebihan selama hamil, sehingga perlu waktu untuk
memulihkannya, senam nifas akan sangat membantu
mengencangkan kembali otot perut.
b) Jalan lahir (servik,vulva dan vagina)
Jalan lahir mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, sehingga penyebabkan
mengendurnya organ ini bahkan robekan yang memerlukan
penjahitan, namun akan pulih setelah 2-3 minggu (tergantung
elastis tidak atau seberapa sering melahirkan), walaupun tetap lebih
kendur dibanding sebelum melahirkan. Pada masa ini ibu perlu
menjaga kebersihan daerah kewanitaan agar tidak timbul infeksi.
c) Lokea
Lokea adalah cairan yang keluar dari vagina pada masa nifas.
Cairan ini dapat berupa darah atau sisa lapisan rahim. Urutan
pengeluaran lokea ini terjadi dimulai oleh keluarnya lokea rubra,
berupa darah, agak gelap, mungkin ada gumpalan darah terjadi
antara2 sampai 5 hari.
Macam- macam lokea:
 Lokea rubra (hari 1-4): Jumlahnya sedang, berwarna merah,
dan terutama darah.
 Lokea serosa (hari 4-8): Jumlahnya berkurang dan berwarna
merah muda (hemoserosa).
 Lokea alba (hari 8-14): Jumlahnya sedikit, berwarna putih
atau hampir tidak berwarna.
d) Payudara
Payudara menjadi besar, keras dan menghitam di sekitar puting
susu, ini menandakan dimulainya proses menyusui. Segera
menyusui bayi sesaat setelah lahir (walaupun ASI belum keluar)
dapat mencegah perdarahan dan merangsang produksi ASI. Pada
hari ke 2 hingga ke 3 akan diproduksi kolostrum yang kaya akan
antibody, dan protein, sebagian ibu membuangnya karena dianggap
kotor, sebaliknya justru ASI ini sangat bagus untuk bayi.
e) Sistem perkemihan
Hari pertama biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil,
selain khawatir nyeri jahitan juga karena penyempitan saluran
kencing akibat penekanan kepala bayi saat proses melahirkan.
Anjurkan ibu untuk tetap kencing secara teratur, buang rasa takut
dan khawatir, karena kandung kencing yang terlalu penuh dapat
menghambat kontraksi rahim yang berakibat terjadi perdarahan.
f) Sistem pencernaan
Perubahan kadar hormon dan gerak tubuh yang kurang
menyebabkan menurunnya fungsi usus, sehingga ibu tidak merasa
ingin atau sulit BAB. Terkadang muncul hemoroid pada ibu setelah
melahirkan, ini kemungkinan karena kesalahan cara mengejan saat
bersalin juga karena konstipasi berkepanjangan sebelum dan setelah
melahirkan. Dengan memperbanyak asupan serat dan senam nifas
akan mengurangi bahkan menghilangkan keluhan hemoroid ini.
g) Peredaran darah
Sel darah putih akan meningkat dan sel darah merah serta
hemoglobin akan berkurang, ini akan normal kembali setelah 1
minggu. Tekanan darah dan jumlah darah ke jantung akan lebih
tinggi dan kembali normal hingga 2 minggu.
h) Penurunan berat badan
Setelah melahirkan ibu akan kehilangan 5-6 kg berat badannya
yang berasal dari bayi, plasenta, air ketuban dan perdarahan
persalinan, 2-3 kg lagi melalui urine sebagai usaha tubuh untuk
mengeluarkan timbunan cairan waktu hamil. Rata-rata ibu kembali
keberat idealnya setelah 6 bulan, walaupun sebagian besar tetap
akan lebih berat daripada sebelumnya.
i) Suhu badan
Suhu badan setelah melahirkan biasanya sedikit meningkat dan
setelah 12 jam akan kembali normal. Perlu diwaspadai jika sampai
terjadi panas tinggi, karena dikhawatirkan sebagai salah satu tanda
infeksi atau tanda bahaya lain.
j) Perubahan emosi
Emosi yang berubah-ubah (mudah sedih, khawatir, tiba-tiba
bahagia) disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya
perubahan hormon, keletihan ibu, kurangnya perhatian keluarga,
kurangnya pengetahuan akan cara merawat bayi serta konflik dalam
rumah tangga. Perubahan ini memiliki berbagai bentuk dan variasi
dan akan berangsur-angsur normal sampai pada minggu ke 12
setelah melahirkan. Yang perlu diingat, masa nifas bukan berarti
ibu terlepas dari nilai-nilai ibadah, dzikir adalah salah satu ibadah
lisan dan hati yang cukup efektif untuk membuat ibu merasa
tenang, sabar dan tegar menjalani masa nifas ini.

b. Sumber-sumber pengkajian data

Pengumpulan data tentang keluarga didapatkan dari berbagai sumber, seperti


wawancara, temuan-temuan objektif (mis observasi terhadap rumah dan fasilitasnya),
informasi-informasi tertulis maupun lisan dari rujukan, berbagai lembaga yang
menangani keluarga, dan anggota kesehatan lain.

Alat pengumpulan data yang dapat digunakan seperi daftar cek, inventaris, dan
kuesioner. Daftar cek dapat digunakan mencatat data jika seorang perawat
mengamati seorang pasien dalam jangka waktu yang lama. Inventasris digunakan
untuk penilaian terhadap rumah, situasi dan kelayakan rumah tersebut bagi klien.

c. Membangun hubungan saling percaya

Menciptakan hubungan saling percaya, saling terbuka dan saling menghormati dapat
membentuk perawatan keluarga yang efektif. Saling percaya dikembangkan oleh
perawat dengan menyampaikan dan menerima keluarga, dan mengakui hak-hak
keluarga pada perasaan dan keyakian mereka sendiri, tanpa keluar dari tujuan, nila-
nilai dan harapan perawat.

d. Persiapan untuk kunjungan keluarga

Aspek persiapan kunjungan ke rumah merupakan hal penting bagi keberhasilan.


Antara lain dengan mendiskusikan dengan para anggota tim perawatan yang
mengenal keluarga dengan baik, dan mengantisipasi kebutuhan yang mungkin
keluarga miliki dan kebutuhaan tak terduga.

Setelah mengumpulkan data dengan alat pengkajian keluarga yang sistematis,


langkah berikutnya adalah menganalisa data. Data perlu diringkas dan disusun,
kelompokkan data-data yang sama dan susun dalam bentuk yang teratur sehingga
dapat dibuat kesimpulan yang akurat dan masalah dapat teridentifikasi.

4) Diagnosa keperawatan keluarga

Diagnosa keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan


terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian. Diagnosa ini harus
ditujukan pada individu maupun keluarga. Komponen diagnosa berupa problem dan
etiologi. Tipologi diagnosa keperawatan keluarga ada yang aktual, risiko dan potensial.

Diagnosa keperawatan dari NANDA yang cocok untuk praktik keperawatan keluarga
dengan childbearing adalah:

1. Konflik peran orang tua


2. Perubahan dalam proses keluarga
3. Perubahan penampilan peran
4. Potensial perubahan dalam menjadi orang tua
5. Perubahan menjadi orang tua
6. Koping keluarga takefektif: Kecacatan

5) Intervensi

Intervensi adalah suatu proses merumuskan tujuan yang diharapkan sesuai prioritas
masalah keperawatan keluarga, memilih strategi keperawatan yang tepat, dan
mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga sesuai dengan kebutuhan klien.
Tahap ini diawali dengan penyususnan perencanaan perawatan. Wright dan Leahey
(1984) menggolongkan intervensi keluarga dalam tiga tingkatan fungsi keluarga, yaitu:

a. Kognitif

Intervensi diarahkan pada fungsi keluarga tingkat kognitif yang terdiri dari tindakan-
tindakan perawat dimana informasi dan gagasan baru tentang suatu keadaan atau
pengalaman dikemukakan. Pengajaran dan membuat kembali strategi-strategi
termasuk dalam klasifikasi intervensi tingkat kogiitif ini.

b. Afektif

Tindakan keperawatan yang diarahkan kepada aspek-aspek afektif fungsi keluarga


adalah tindakan yang dirancang untuk mengubah emosi dari anggota keluarga,
sehingga mereka dapat memecahkan masalah secara lebih efektif. Contohnya
Orangtua membantu mengurangi ansietas mereka terhadap perawatan anak mereka
yang sakit.

c. Perilaku

Strategi-strategi perawatan yang diarahkan untuk membantu anggota keluarga


berinteraksi/bertingkah laku satu sama lain secara berbeda-beda dengan anggota lain
di luar keluarga. Contohnya mengajar keluarga berkomunikasi secarsioa lebih
fungsional, seperti mendengarkan satu sama lain tanpa menginterupsi.

Contoh intervensi yang dapat diberikan pada keluarga dengan childbearing:


a. Diskusikan tentang tugas keluarga
b. Diskusikan penyebab ketidakharmonisan yang terjadi dalam keluarga
c. Identifikasi sumber dukungan yang ada
d. Ajarkan cara merawat anak baru lahir
e. Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka
f. Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga
6) Implementasi

Tindakan keperawatan membantu klien/pasien untuk berpartisipasi dalam peningkatan


dan pemeliharaan kesehatannya. Intervensi keperawatan keluarga adalah suatu proses
aktualisasi rencana intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber didalam keluarga
dan memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga dididik untuk dapat
menilai potensi yang dimiliki mereka dan mengembangkannya melalui implementasi
yang bersifat memampukan keluarga untuk : mengenal masalah kesehatannya,
mengambil keputusan berkaitan dengan persoalan keluarga yang dihadapi, merawat dan
membina anggota keluarga sesuai kondisi kesehtannya, memodifikasi lingkungan yang
sehat bagi setiap anggota keluarga, serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan
terdekat ( Sudiharto, 2007).

Implementasi keperawatan mencakup kegiatan yang bertujuan menstimulasi kesadaran


atau penerimaan keluarga mengenal masalah dan kebutuhan kesehatan, menstimulasi
keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, memberikan kepercayaan diri
dalam merawat anggota keluarga yang sakit, membantu keluarga untuk menemukan cara
bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, dan memotivasi keluarga auntuk
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.

7) Evaluasi

Evaluasi keperawatan keluarga adalah proses untuk menilai keberhasilan keluarga


dalam melaksanakan tugas kesehatannya sehingga memiliki produktifitas yang tinggi
dalam mengembangkan setiap anggota keluarga. Evaluasi adalah tahap yang menentukan
apa tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan sudah tercapai.

Evaluasi didasarkan bagaimana efektifnya intervensi yang dilakukan oleh keluarga,


perawat, dan yang lainnya. Keefektifan ditentukan dengan melihat respon keluarga dan
hasil. Sesuai rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk menilai
keberhasilannya. Bila tidak / belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai.
Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan
ke keluarga. Untuk itu dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan waktu dan
kesediaan keluarga. Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional.

S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga  secara subjektif setelah dilakukan


intervensi keperawatan.  Misal: keluarga  mengatakan nyerinya berkurang.
O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Misal: BB naik 1 kg dalam 1 bulan.
A      : Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan terkait
dengan diagnosa keperawatan.
P       : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada
tahap evaluasi.

Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi


formatif dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi akhir.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiansyah, Tri A. 2009. Asuhan Keperawatan keluarga  Pasangan Baru Menikah dengan


Masalah KB. http://ners86.wordpress.com/2009/03/30/asuhan-keperawatan- keluarga /
Ali, Zaidin. 2009. Pengantar Perawatan Keluarga. Jakarta: EGC

Friedman, Marylin M. 2002. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Edisis 3. Jakarta:
EGC.

Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan


Transkultural. Jakarta: EGC.

http://lensaprofesi.blogspot.com/2009/01/konsep- keluarga.html
http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan- keluarga -dengan-stroke.html
http://www.scribd.com/doc/88813733/Asuhan-Keperawatan-Pasien-Persalinan-Normal

Anda mungkin juga menyukai