Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK OMNIBUS LAW TERHADAP UMKM

Dengan adanya perubahan global yang semakin mendunia, pemerintahan Indonesia


menganggap perlu adanya tanggapan yang cepat dan tepat. Hal ini dilakukan tanpa adanya
reformasi kebijakan yang dianggap dapat membuat pertumbuhan ekonomi melambat. 
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja diawali dari visi Presiden Jokowi untuk membuka
lapangan kerja yang lebih luas lagi. Dengan adanya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja,
diharapkan dapat merubah struktur ekonomi yang akhirnya mampu membuat perubahan
terhadap semua sektor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini
dilakukan melalui sebagai berikut (Prabowo, Triputra, and Junaidi 2020): Penciptaan
Lapangan Kerja; Peningkatan Investasi; dan Peningkatan Produktivitas. Berdasarkan Pasal
3 RUU Cipta Lapangan Kerja, dikatakan bahwa tujuan dari dibuatnya RUU Cipta
Lapangan Kerja adalah untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat
Indonesia secara merata. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi penghidupan yang
layak melalui poin – poin sebagai berikut:

1. Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM serta Perkoperasian;

2. Peningkatan ekosistem investasi;

3. Kemudahan berusaha;

4. Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja; dan

5. Investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Omnibus law adalah undang-undang yang substansinya merevisi dan/atau mencabut


banyak undang-undang. Konsep ini berkembang di negaranegara common law dengan
sistem hukum anglo saxon seperti Amerika Serikat, Belgia, Inggris dan Kanada(Putra
2020). Konsep omnibus law menawarkan pembenahan permasalahan yang disebabkan
karena peraturan yang terlalu banyak (over regulasi) dan tumpang tindih (overlapping). Bila
permasalahan tersebut diselesaikan dengan cara biasa, maka akan memakan waktu yang
cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi proses perancangan dan pembentukan
peraturan perundang-undangan seringkali menimbulkan deadlock atau tidak sesuai
kepentingan. Omnibus Law dikenal di Indonesia setelah Presiden RI menyampaikannya
dalam pidato kenegaraan pada pelantikannya sebagai Presiden di hadapan sidang MPR
pada 20 Oktober 2019. Omnibus law menjadi fokus presiden dengan tujuan agar dapat
menyelesaikan permasalahan tumpang tindihnya regulasi dan birokrasi. Harapannya
dengan adanya omnibus law tersebut dapat memberikan pelayanan yang baik bagi
masyarakat dan menarik investor asing berinvestasi di Indonesia.

Sesuai dengan arahan presiden RI Joko Widodo bahwa akan ada 3 (tiga)
undangundang yang dibuat sebagai bentuk omnibus law yaitu undang-undang perpajakan,
undang-undang cipta lapangan kerja dan undang-undang pemberdayaan UMKM. Ketiga
undang-undang tersebut nantinya akan menggantikan peraturanperaturan terkait yang amat
beragam dan lintas sektoral.(Oktaviani.J 2018) Latar belakang munculnya ide omnibus law
adalah kerumitan untuk berinvestasi di Indonesia. Kerumitan tersebut muncul dalam
beberapa hal yaitu perijinan, perpajakan, pengadaan tanah, dan aspek lainnya yang terkait
dengan investasi. Kehadiran omnibus law tersebut diharapkan dapat memudahkan investor
untuk berinvestasi. Di samping itu, menurut kementerian koordinator perekonomian, UU
Cipta Kerja didisain untuk menjawab lima tantangan ekonomi Indonesia di masa yang akan
datang, yaitu mengakomodir tantangan bonus demografi Indonesia, penyerderhanaan
regulasi, penyerdehanaan birokrasi, penciptaan lapangan kerja baru, perlindungan sektor
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan peningkatan investasi (Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, 2020). Ciptaker. Kemudian, urgensi lainnya dalam
penyusunan UU Ciptaker adalah untuk menjawab tantangan terbesar untuk
mempertahankan dan menyediakan lapangan kerja yang disaat pandemi mengalami
kenaikan sebesar 49% dari jumlah pengangguran di tahun 2019 (Fauzan, 2020). Lebih
lanjut, regulasi dan birokrasi di Indonesia yang sangat rumit yang menyebabkan tersedianya
regulasi yang melebihi kebutuhan (hyper regulation) dan tumpang tindih (overlap) sehingga
hal tersebut menjadi hambatan dalam pembangunan ekonomi Indonesia, oleh karena itu
keberadaan Omnibus Law UU Ciptaker sangat penting untuk menyederhanakan berbagai
undang-undang dengan satu undang-undang (Mayasari, 2020). Kemudian, UU Ciptaker
juga ditujukan untuk mengakomodir kebutuhan sektor yang berkontribusi besar terhadap
GDP yaitu sektor UMKM, dimana UU Ciptaker ini mendukung sektor ini untuk mencapai
level yang lebih baik (Aziz & Febriananingsih, 2020).

Namun, dalam proses penyusunan hingga pengesahan UU Ciptaker 2020,


memunculkan banyak polemik dari berbagai pemangku kepentingan yang terdampak.
Maka, Policy Brief ini bertujuan untuk melakukan studi lebih lanjut secara objektif dan
berimbang mengenai implikasi dari pengesahaan UU Ciptaker terhadap sektor-sektor
terkait seperti para buruh dan pekerja rentan dan sektor UMKM(Permana 2021).

Implikasi UU Cipta Kerja Terhadap UMKM

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMK-M) memiliki andil besar dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia. Sebanyak 99,99% unit usaha yang ada di Indonesia
merupakan UMK-M. Pada 2018, UMK-M berkontribusi separuh lebih (54.9%) dari PDB
Riil Indonesia1 dan mampu menyerap 116 juta lebih tenaga kerja atau setara dengan 94%
dari total tenaga kerja2. Peran UMK-M meluas dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, serta memastikan berjalannya
pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan. (Sarfiah, Atmaja, and Verawati 2019)UMK-
M sendiri terbagi menjadi tiga yaitu usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Dari
ketiga usaha ini, pelaku usaha mikro adalah yang terbanyak. Karakteristik dari setiap jenis
usaha berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMK-M, dijelaskan dalam beberapa
poin berikut:
1) Usaha Mikro adalah usaha yang memiliki aset maksimal 50 juta rupiah, omset
maksimal 300 juta rupiah, dan tenaga kerja antara 1 – 4 orang (pada sektor industri
pengolahan).
2) Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset maksimal 500 juta rupiah, omset
maksimal 2,5 milyar, dan tenaga kerja antara 5 – 19 orang (pada sektor industry
pengolahan).
3) Usaha Menengah adalah usaha yang memiliki aset maksimal 10 milyar rupiah,
omset maksimal 50 milyar, dan tenaga kerja antara 20 – 99 orang (pada sektor
industri pengolahan).
4) Terlepas dari kontribusi UMK-M yang luar biasa, UMK-M sendiri masih
mengalami beberapa permasalahan mendasar. Permasalahan baik secara internal
dan eksternal meliputi akses permodalan, aspek hukum dan akuntabilitas, akses
pasar, keterbatasan akses teknologi dan inovasi, serta rendahnya mutu sumber daya
manusia. Permasalahan ini mendorong pemerintah untuk menciptakan regulasi yang
mendorong dan mendobrak UMK-M untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat
melalui Undang – Undang Cipta Kerja. Telaah terhadap UU Cipta Kerja yang
disinyalir berpihak pada UMK-M perlu dilakukan dalam memastikan janji-janji
yang mempermudah UMK-M dalam beleid ini bukanlah omong kosong belaka.

Khusus bagi sektor UMKM, manfaat yang diharapkan dapat diterima dari
pengesahan UU ini adalah: pertama, kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan
melalui Online Single Submission (OSS). Kedua, kepastian legalitas bagi pelaku usaha
UMKM melalui kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI),
kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan, dan kemudahan
persyaratan legalitas lainnya dengan biaya yang murah. Ketiga, menjamin percepatan dan
kepastian dalam proses sertifikasi halal, bahkan khusus untuk usaha mikro dan kecil
(UMK) biaya sertifikasi ditanggung oleh pemerintah (cnbcindonesia.com, 4 Oktober 2020).

Konsep penyederhanaan regulasi melalui omnibus law dilakukan dengan mencabut


beberapa regulasi dan menyusunnya kembali dalam satu UU secara menyeluruh,
komprehensif, dan sederhana. Dalam sistem pembentukan peraturan perundang-undangan
di Indonesia, dimungkinkan perubahan substansi dan pencabutan UU oleh UU baru.
Namun, pembaruan dan pencabutan UU secara terintegrasi sebagaimana konsep omnibus
law belum pernah dilakukan. Pada bidang pemberdayaan UMKM, pembentukan omnibus
law dapat menciptakan regulasi yang terintegrasi dan terpadu dalam satu UU.

UU Ciptaker berpengaruh positif terhadap penciptaan lapangan kerja pada jangka


panjang, karena memberikan kemudahan bagi perusahaan-perusahaan untuk beroperasi
dengan efektif dan efisien. Kemudian, UU Cipta Kerja memberikan dampak yang sangat
positif bagi penguatan sektor UMKM. Namun, pada jangka pendek, UU Ciptaker memiliki
implikasi yang negatif bagi buruh atau pekerja setidaknya pada enam aspek yaitu terkait
pengaturan tenaga kerja asing, pekerja waktu tertentu dan tidak tertentu, praktek
outsourcing, waktu kerja, pengaturan PHK dan pesangon.(Naditya, Suryono, and Rozikin
2013)

Saat ini Indonesia memasuki babak baru dengan disahkannya Undang-Undang


Cipta Kerja yang diharapkan akan mengakselerasi pemulihan ekonomi Indonesia dengan
mendorong masuknya investasi, terciptanya usaha baru, dan lapangan pekerjaan baru.
Sektor ekonomi yang akan mengalami dampak positif langsung seperti sektor konstruksi
dan perumahan, serta sektor UMKM. Akan tetapi proses penyusunannya mengalami
kontroversi dengan berbagai penolakan, khususnya dari buruh. Selain itu, UU ini dianggap
bertentangan dengan prinsip pelaksanaan otonomi daerah, di mana pemerintah pusat
diberikan kewenangan untuk melakukan intervensi terhadap kebijakan fiskal di daerah.
Untuk itu dibutuhkan kehati-hatian dalam merumuskan peraturan pelaksananya, termasuk
yang mengatur tarif pajak daerah dan retribusi daerah yang berlaku secara nasional,
mengingat karakteristik setiap daerah yang berbeda-beda. DPR perlu mendorong
pemerintah agar segera melakukan pembentukan peraturan pelaksana agar sesuai dengan
maksud awal dibentuknya UU ini. Selain itu DPR juga harus memastikan pelaksanaan UU
ini memberikan efek positif yang kuat bagi perekonomian nasional di masa datang dengan
melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, khususnya yang terkait dengan
aturan-aturan yang terdapat dalam UU ini.
DAFTAR PUSTAKA

Naditya, Rochyani, Agus Suryono, and Mochamad Rozikin. 2013. “Pengembangan Usaha
Mikro, Kecil, Dan Menengah (Umkm) Melalui Fasilitasi Pihak Eksternal Dan Potensi
Internal.” Universitas Brawijaya, Malang 1 (6): 1086–95.

Oktaviani.J. 2018. “Konseptualisasi Omnibus Law Sebagai Upaya Sinkronisasi Regulasi


Pergaraman Di Indonesia.” Sereal Untuk 51 (1): 51.

Permana, Sony Hendra. 2021. “PROYEKSI DAMPAK OMNIBUS LAW UNDANG-


UNDANG CIPTA KERJA.”

Prabowo, Adhi Setyo, Andhika Nugraha Triputra, and Yoyok Junaidi. 2020. “Politik
Hukum Omnibus Law Di Indonesia.” Pamator Journal 13 (1): 1–6.
https://doi.org/10.21107/pamator.v13i1.6923.

Putra, Antoni. 2020. “Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi.” Jurnal
Legislasi Indonesia Vol 17 (12): 1–10.

Sarfiah, Sudati Nur, Hanung Eka Atmaja, and Dian Marlina Verawati. 2019. “Umkm
Sebagai Pilar Membangun Ekonomi Bangsa Msmes the Pillar for Economy.” Jurnal
REP (Riset Ekonomi Pembangunan) 4 (2): 137–46.

Anda mungkin juga menyukai