Dampak Omnibus Law Terhadap Umkm
Dampak Omnibus Law Terhadap Umkm
3. Kemudahan berusaha;
Sesuai dengan arahan presiden RI Joko Widodo bahwa akan ada 3 (tiga)
undangundang yang dibuat sebagai bentuk omnibus law yaitu undang-undang perpajakan,
undang-undang cipta lapangan kerja dan undang-undang pemberdayaan UMKM. Ketiga
undang-undang tersebut nantinya akan menggantikan peraturanperaturan terkait yang amat
beragam dan lintas sektoral.(Oktaviani.J 2018) Latar belakang munculnya ide omnibus law
adalah kerumitan untuk berinvestasi di Indonesia. Kerumitan tersebut muncul dalam
beberapa hal yaitu perijinan, perpajakan, pengadaan tanah, dan aspek lainnya yang terkait
dengan investasi. Kehadiran omnibus law tersebut diharapkan dapat memudahkan investor
untuk berinvestasi. Di samping itu, menurut kementerian koordinator perekonomian, UU
Cipta Kerja didisain untuk menjawab lima tantangan ekonomi Indonesia di masa yang akan
datang, yaitu mengakomodir tantangan bonus demografi Indonesia, penyerderhanaan
regulasi, penyerdehanaan birokrasi, penciptaan lapangan kerja baru, perlindungan sektor
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan peningkatan investasi (Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, 2020). Ciptaker. Kemudian, urgensi lainnya dalam
penyusunan UU Ciptaker adalah untuk menjawab tantangan terbesar untuk
mempertahankan dan menyediakan lapangan kerja yang disaat pandemi mengalami
kenaikan sebesar 49% dari jumlah pengangguran di tahun 2019 (Fauzan, 2020). Lebih
lanjut, regulasi dan birokrasi di Indonesia yang sangat rumit yang menyebabkan tersedianya
regulasi yang melebihi kebutuhan (hyper regulation) dan tumpang tindih (overlap) sehingga
hal tersebut menjadi hambatan dalam pembangunan ekonomi Indonesia, oleh karena itu
keberadaan Omnibus Law UU Ciptaker sangat penting untuk menyederhanakan berbagai
undang-undang dengan satu undang-undang (Mayasari, 2020). Kemudian, UU Ciptaker
juga ditujukan untuk mengakomodir kebutuhan sektor yang berkontribusi besar terhadap
GDP yaitu sektor UMKM, dimana UU Ciptaker ini mendukung sektor ini untuk mencapai
level yang lebih baik (Aziz & Febriananingsih, 2020).
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMK-M) memiliki andil besar dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia. Sebanyak 99,99% unit usaha yang ada di Indonesia
merupakan UMK-M. Pada 2018, UMK-M berkontribusi separuh lebih (54.9%) dari PDB
Riil Indonesia1 dan mampu menyerap 116 juta lebih tenaga kerja atau setara dengan 94%
dari total tenaga kerja2. Peran UMK-M meluas dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, serta memastikan berjalannya
pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan. (Sarfiah, Atmaja, and Verawati 2019)UMK-
M sendiri terbagi menjadi tiga yaitu usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Dari
ketiga usaha ini, pelaku usaha mikro adalah yang terbanyak. Karakteristik dari setiap jenis
usaha berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMK-M, dijelaskan dalam beberapa
poin berikut:
1) Usaha Mikro adalah usaha yang memiliki aset maksimal 50 juta rupiah, omset
maksimal 300 juta rupiah, dan tenaga kerja antara 1 – 4 orang (pada sektor industri
pengolahan).
2) Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset maksimal 500 juta rupiah, omset
maksimal 2,5 milyar, dan tenaga kerja antara 5 – 19 orang (pada sektor industry
pengolahan).
3) Usaha Menengah adalah usaha yang memiliki aset maksimal 10 milyar rupiah,
omset maksimal 50 milyar, dan tenaga kerja antara 20 – 99 orang (pada sektor
industri pengolahan).
4) Terlepas dari kontribusi UMK-M yang luar biasa, UMK-M sendiri masih
mengalami beberapa permasalahan mendasar. Permasalahan baik secara internal
dan eksternal meliputi akses permodalan, aspek hukum dan akuntabilitas, akses
pasar, keterbatasan akses teknologi dan inovasi, serta rendahnya mutu sumber daya
manusia. Permasalahan ini mendorong pemerintah untuk menciptakan regulasi yang
mendorong dan mendobrak UMK-M untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat
melalui Undang – Undang Cipta Kerja. Telaah terhadap UU Cipta Kerja yang
disinyalir berpihak pada UMK-M perlu dilakukan dalam memastikan janji-janji
yang mempermudah UMK-M dalam beleid ini bukanlah omong kosong belaka.
Khusus bagi sektor UMKM, manfaat yang diharapkan dapat diterima dari
pengesahan UU ini adalah: pertama, kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan
melalui Online Single Submission (OSS). Kedua, kepastian legalitas bagi pelaku usaha
UMKM melalui kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI),
kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan, dan kemudahan
persyaratan legalitas lainnya dengan biaya yang murah. Ketiga, menjamin percepatan dan
kepastian dalam proses sertifikasi halal, bahkan khusus untuk usaha mikro dan kecil
(UMK) biaya sertifikasi ditanggung oleh pemerintah (cnbcindonesia.com, 4 Oktober 2020).
Naditya, Rochyani, Agus Suryono, and Mochamad Rozikin. 2013. “Pengembangan Usaha
Mikro, Kecil, Dan Menengah (Umkm) Melalui Fasilitasi Pihak Eksternal Dan Potensi
Internal.” Universitas Brawijaya, Malang 1 (6): 1086–95.
Prabowo, Adhi Setyo, Andhika Nugraha Triputra, and Yoyok Junaidi. 2020. “Politik
Hukum Omnibus Law Di Indonesia.” Pamator Journal 13 (1): 1–6.
https://doi.org/10.21107/pamator.v13i1.6923.
Putra, Antoni. 2020. “Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi.” Jurnal
Legislasi Indonesia Vol 17 (12): 1–10.
Sarfiah, Sudati Nur, Hanung Eka Atmaja, and Dian Marlina Verawati. 2019. “Umkm
Sebagai Pilar Membangun Ekonomi Bangsa Msmes the Pillar for Economy.” Jurnal
REP (Riset Ekonomi Pembangunan) 4 (2): 137–46.