Anda di halaman 1dari 12

A.

Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang


Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan
berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara
berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan
atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta peran
orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa
didapatkan informasi yang benar dan akurat.
1.  Usia Bayi (0-1 tahun)
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan
melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang
efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal.
Perkembangan komunikasipada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi
untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan
berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada
bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah
mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas
sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai
menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun
pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan
lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap
namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir
tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara
dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang
efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan
tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain.

2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)


Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan
perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami
kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan
masih terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa,
kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris,
rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai
meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap
komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu
diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman,
1996). Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka
untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada
suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan
pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti
kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan
mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya
kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang
terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan
penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui
dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan
perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan
dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.
3. Usia Sekolah (5-11 tahun)
Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan
kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar
dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan
kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah
mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata
sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada
anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek
fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti,
fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara
jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak
mampu berkomunikasi secara efektif.

4. Usia Remaja (11-18 tahun)


Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan
kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual,
sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung
kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia
ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi
konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah
pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat
menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal
terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap
dewasa.

5. Usia (LANSIA)
Menurut WHO, batasan umur seseorang yang tergolong lanjut usia (lansia) adalah
sebagai berikut :
Middle age                              : 45 – 59 tahun
Elderly (lansia)                        : 60 – 70 tahun
Old (lansia tua)                       : 75 – 90 tahun
Very Old (lansia sangat tua)   : >90 tahun
 Prinsip Komunikasi untuk Lansia

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalam Brunner dan
Siddarth, 1996) adalah :
 Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
 Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol
 Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
 Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
 Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan
telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
 Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
 Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
 Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan
orang tua, kegiatan rohani
 Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai
kebutuhan.
 Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
 Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau
keahlian.
 Komuikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk berkomunikasi
dengan lansia antara lain :
1.      Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan sapaan
hormat dan nama panggilan lengkap.
2.      Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasikan non
verbal.
3.      Menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusikan hanya satu topik.
4.      Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan gunakan bahasa yang
sering digunakan oleh klien secara singkat dan terstruktur.
5.      Gunakan pertanyaan terbuka – tertutup dan ciptakan suasana yang nyaman.
6.      Klarifikasi pesan secara periodik, validasikan apakah klien sudah mengerti
dengan maksud perawat.
7.      Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan mendorong untuk
memberi informasi yang jelas.
8.      Bersikaplah empati, jaga selalu privasi klien.
9.      Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori dan kemampuan
yang lain.
10.  Tuliskan perintah atau hal – hal penting untuk diingat.
 Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun
Mental
1.      Lansia dengan Gangguan Pendengaran :
a.       Berdiri dekat menghadap klien.
b.      Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
c.       Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
d.      Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
e.       Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung
pada klien.
f.       Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
g.      Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.
h.      Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata – kata yeng
berbeda.
i.        Membatasi kegaduhan lingkungan.
j.        Gunakan tekanan suara yang sesuai.
k.      Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
l.        Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.
m.    Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.

2.      Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :


Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi
ditambah dengan beberapa teknik, yaitu :
a.       Menulis pesan jika klien dapat membaca.
b.      Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c.       Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d.      Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh :
body language.
e.       Sempatkanlah waktu bersama klien.

3.      Lansia dengan gangguan penglihatan :


a.       Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b.      Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c.       Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
d.      Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
e.       Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu,
membacakan.
f.       Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa
yang sedang saudara kerjakan.
g.      Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
h.      Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.

4.      Lansia dengan Afasia


Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau
penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan
menulis dengan baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar,
berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana
penyebab afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddart, 2001).
Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a.       Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b.      Sabar dan meluangkan waktu.
c.       Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap
tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk
menjawab keinginannya.
d.      Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
e.       Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
f.       Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
g.      Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa
aman.

5.      Lansia dengan penyakit Alzheimer :


Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif
primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit
neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba – tiba dan
ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku
dan efek (Brunner dan Siddart, 2001).
Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer diantaranya
terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat
kehilangan kemampuannya mengenal wajah, tempat, dan objek yang sudah
dikenalnya serta kehilangan suasana kekeluargaannya. Perubahan
kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif, curiga,
paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Kemampuan berbicara buruk sampai
pembentukan suku kata yang tidak masuk akal. Perawatan diri memerlukan
bantuan, termasuk makan dan toileting.
Teknik komunikasi yang digunakan adalah :
a.       Selalu berkomunikasi dari depan lansia.
b.      Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c.       Bertatap muka.
d.      Mnimalkan gerakan tangan.
e.       Menghargai dan pertahankan jarak.
f.       Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
g.      Pertahankan kontak mata dengan senyum.
h.      Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i.        Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j.        Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya.

6.      Lansia yang menunnjukkan kemarahan :


a.       Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b.      Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c.       Gunakan pertanyaan terbuka.
d.      Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e.       Puji dan dukung setiap usaha dari klien.

7.      Lansia yang mengalami kecemasan :


a.       Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
b.      Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
c.       Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang menyebabkan ketegangan
atau keemasan.
d.      Libatkan staf dan anggota keluarga.

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
8.      Lansia yang menunjukkan penolakan :
a.       Kemukakan kenyataan perlahan lahan.
b.      Jangan menyokong penolakan klien.
c.       Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya.
d.      Libatkan keluaraga
.
9.      Lansia yang mengalami depresi :
a.       Lakukan kontak sesering mungkin.
b.      Beri perhatian terus – menerus.
c.       Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d.      Gunakan pertanyaan terbuka.
e.       Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.

d)     Hambatan Komunikasi dangan Lansia


Saat perawat berkomunikasi dengan lansia tidak sedikit hambatan yang terjadi
saat melakukan komunikasi. Apanila hal ini dibiarkan terus akan menghambat
kemajuan komunikasi. Hambatan tersebut antara lain :
1. Internal Distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan omunikasi misalnya
lansia mengantuk, menguap atau mengatakan lapar saat
melakukan kmunikasi dengan perawat.
2. Sensory Overload.
3. Gangguan neurologi.
4. Defisit pengetahuan.
5. Hambatan Verbal.
6. Setting yang tidak tepat
7. Perbedaan budaya.

6. Usia dewasa

A.Komunikasi pada masa dewasa awal


Komunikasi pada dewasa awal mengalami puncaknya pada kematangan fisik,
mental dan kemampuan social mencapai optimal. Peran dan tanggung jawab serta
tuntutan social telah membentuk orang dewasa.
melakukan komunikasi dengan orang lain, baik pada setting professional ketika
mereka bekerja atau pada saat mereka berada di lingkungan keluarga dan
masyarakat umum.
Teknik komunikasi yang dikembangkan pada masa dewasa telah mencapai
tahap optimal, baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Kemampuan untuk

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
mengembangkan komunikasi (sebagai media transfer informasi). Dalam
menguasai pesan yang diterima, individu dewasa tidak hanya melihat isi pesan,
tetapi juga mempersiapkan pesan tersebut dengan lebih baik serta menciptakan
hubungan antar pesan yang di terima dengan konteks atau situasi pesan tersebut
disampaikan. Pesan yang diterima individu dewasa kadang kala di persepsikan
bukan hanya dari konteks isi pesan, tetapi lebih kompleks lagi disesuaikan dengan
situasi dan keadaan yang menyertai. Contoh: “sayang…” dari sepenggal kata
tersebut ketika di ungkapkan dengan nada datar, akan memberi kesan yang
menyesalkan. Kesan ini semakin kuat bila penyampai pesan menunjukkan rasa
penyesalan dari gerakan bibir, raur wajah, kepala menunduk. Namun, bila
ungkapan tersebut di ucapkan dengan menggunakan bahasa yang halus dan
mendesah serta menyampaikan pesan dengan menunjukkan ekspresi mata
bersinar, wajah cerah atau normal, persepsi individu dewasa tersebut adalah
bahwa makna kata “sayang” tersebut adalah perasaan suka atau cinta.
Kemampuan untuk menilai respon verbal dan nonverbal yang disampaikan
lingkungan member keuntungan karena pesan yang kompleks dapat disampaikan
secara sederhana. Namun, kadang kala kemampuan kompleks untuk menangkap
pesan ini menimbulkan kerugian pada manusia karena kesalahan dalam menerima
pesan menjadi lebih besar, akibat pengguna persepsi dan lingkungan yang lebih
kompleks. Contoh : seseorang yang meludah didepan atau didekat orang
seseorang kadang kala di persepsikan sebagai rasa tidak suka atau benci terhadap
orang tersebut, atau orang yang meludah tersebut tidak bermaksud sebagaimana
dipersepsikan orang lain. Situasi diatas selanjutnya menimbulkan konflik antar
individu atau kelompok.
B.Suasana Komunikasi
Agar komunikasi dengan klien dewasa efektif perlu memperhatikan
terciptanya suasana komunikasi yang mendukung tercapainya tujuan komunikasi
seperti saling menghormati, percaya dan terbuka.
C.Suasana saling menghormati
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa, lawan
komunikasi (perawat/tenaga kesehatan) harus dapat menghormati pendapat

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
pribadinya. Klien dewasa akan merasa lebih senang apabila ia diperbolehkan
untuk menyampaikan pemikiran atau pendapat, ide, dan sistem nilai yang
dianutnya. Apabila hal-hal tersebut diabaikan akan menjadi kendala bagi
keberlangsungan komunikasi.
D. Suasana saling percaya
Komunikasi dengan klien dewasa perlu memperhati- kan rasa saling percaya
akan kebenaran informasi yang dikomunikasikan. Apabila hal ini dapat
diwujudkan maka tujuan komunikasi akan lebih mudah tercapai.
E.Suasana saling terbuka
Keterbukaan untuk menerima hasil komunikasi dua arah, antara perawat atau
tenaga kesehatan dan klien dewasa akan memudahkan tercapainya tujuan
komunikasi.
Klien dewasa yang menjalani perawatan di rumah sakit dapat merasa tidak
berdaya, dan tidak aman ketika berada di hadapan pribadi-pribadi yang mengatur
sikap dan perilakunya. Status kemandirian mereka berubah menjadi bergantung
pada aturan dan ketetapan pihak lain. Hal ini dapat menjadi suasanya yang
dirasanya sebagai ancaman. Akumulasi perasaan ini dapat terungkap dalam
bentuk sikap emosional dan agresif.

Model Komunikasi dan Implententasinya pada Klien Dewasa:

Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa dapat


diterapkan beberapa model konsep komunikasi sebagai berikut:

Model Shanon & Weaver


Model Shanon & Weaver memperhatikan problem pada penyampaian pesan
informasi berdasarkan tingkat kecermatan. Model ini mengilustrasikan sumber
dalam bentuk sandi. Diasumsikan bahwa sumber informasi menyampaikan
sinyalyang sesuai dengan saluran informasi yang digunakan. Gangguan yang
timbul dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Model ini dapat
diterapkan pada konsep komunikasi antarpribadi. Faktor yang menguntungkan
dari implementasi model ini ialah pesan yang disampaikan dapat diterima

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
langsung oleh pihak penerima. Meskipun demikian, pada model ini pun ter dapat
kelemahan yang berupa hubungan antara sumber dan penerima pesan tidak kasat
mata. Karena itu klien dewasa lebih memilih komunikasi secara langsung karena
penerapan komunikasi melalui perantara dapat mengurangi kejelasan pesan yang
dikomunikasikan.

Model Komunikasi Leary


Model komunikasi Leary menekankan pengaruh hubungan interaksi di antara
dua pihak yang berkomunikasi. Model ini mengamati perilaku klien yang
dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Model komunikasi Leary diterapkan
dalam bidang kesehatan berdasarkan keseimbangan informasi yang terjadi
dalamkomunikasi antara profesional dan klien. Dalam pesan komunikasi pada
model ini ada dua dimensi yang perlu diperhatikan dalam penerapannya, yakni
dimensi: penentu vs ditentukan, dan suka vs tidak suka.
Dalam jangka waktu tertentu pasien diposisikan sebagai penerima pesan yang
ditentukan dan harus dipatuhi di bawah dominasi profesional kesehatan. Dalam
komunikasi seharusnya terdapat keseimbangan kepercayaan di antara pengirim
danpenerima pesan.
Apabila model komunikasi ini diterapkan pada klien dewasa hanya dapat
dilakukan pada kondisi darurat untuk menyelamatkan hidup klien karena dalam
kondisi darurat klien harus mentaati pesan yang disampaikan oleh
perawat/profesional kesehatan. Tetapi pada klien/pasien dalam kondisi kronik
model komunikasi ini tidak tepat untuk diterapkan karena klien dewasa
mempunyai komitmen berdasarkan sikap dan pengetahuannya yang tidak mudah
dipengaruhi oleh perawat.

Pada kasus ini lebih tepat apabila diterapkan dimensi suka (hue) dalam kadar
tertentu, sebatas untuk sarana penyampaian pesan profesional. Model ini
ditekankan pada pentingnya hubungan dalam membantu klien pada pelayanan
kesehatan secara langsung.

Model Interaksi King

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Model interaksi King menekankan arti proses komunikasi antara perawat dan
klien dengan mengutamakan penerapan system perspektif untuk mengilustrasikan
profesionalisme perawat dalam memberikan bantuan kepada klien.
Model inimenekankan arti penting interaksi berkesinambungan di antara
perawat dan klien dalam pengambilan keputusan mengenai kondisi klien
berdasarkan persepsi mereka terhadap situasi.
Interaksi merupakan proses dinamis yang melibatkan hubungan timbal balik
antara persepsi, keputusan, dan tindakan perawat-klien. Umpan balik pada model
ini nienunjuknya arti penting hubungan antara perawat dan klien.
Komunikasi berdasarkan model interaksi King lebih sesuai diterapkan pada
klien dewasa karena model ini mempertimbangkan faktor intrinsik-ekstrinsik
klien dewasa yang bertujuan untuk menjalin transaksi. Umpan balik yang terjadi
bermanfaat untuk mengetahui hasil informasi yang disampaikan diterima dengan
baik oleh klien.

Prinsip dasar komunikasi terapeutik

a.    Hubungan perawat dengan kliein adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan.

b.   Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal devitoyaitu keterbukaan,


empati, sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan.

c.    Kualitas hubungan perawat dan klien ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefinisikan dirinya sebagai manusia

d.   Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang khusus untuk
memberi pengertian dan merubah prilaku klien.

e.    Perawat harus menghargai keunikan klien.

f.    Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri.

Keberhasilan komunikasi

Komunukasi yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu peristiwa


komunikasi tersebut yaitu komunikator, pesan dan komunikan. Untuk mencapai

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat dan klien, kredibilitas perawat
sebagai komunikatorakan menentukan keberhasilan hubungan yang terapeutik.
Karakteristik keberhasilan komunikasi yaitu :

1. memiliki kesadaran yang tinggi

2. mampu melaksanakan klarifikasi nilai

3. mampumengeksplorasikan perasaan

4. mampu untuk menjadi model peran

5. motifasi altruistic

6. rasa tanggung jawab dan etik.

Elemen pesan yang dapat menentukan keberhasilan komunikasi, juga harus


memenuhi syarat sebagai berikut :

1. pesan yang harus direncanakan

2. pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh kedua pihak

3. pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima

4. pesan harus berisi hal-hal yang dapat dipahami

5. pesan yang disampaikan tidak samar-samar

F. Faktor yang menghambat dalam proses terapeutik

1. kemampuan pemahaman yang berbeda

2. pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu

3. komunikasi satu arah

4. kepentingan yang berbeda

5. memberikan jaminan yang tidak mungkin

6. memberi tahu apa yang harus dilakukan kepada penderita

7. membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi

8. menurut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakan

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
9. menghentikan atau mengalihkan pembicaraan

10. memberikan kritik mengenai perasaan penderita

11. terlalu banyak bicara

12. memperlihatkan sifat jemu, bosan, dan pesimis.

G. Teknik-teknik Komunikasi Trapeutik


1. mendengarkan dengan penuh perhatian
2. menunjukkanpenarimaan
3. menanyakan pertanyaan yang berkaitan
4. pertanyaan terbuka
5. mengulang ucapan klien
6. mengklarifikasikan
7. memfokuskan
8. menyatakan hasil observasi
9. menawarkan informasi
10. diam atau memelihara ketenangan
11. meringkas
12. memberikan penghargaan
13. menawarkan diri
14. mengajukan untuk meneruskan pembicaraan
15. Menempatkan kejadian secara berurutan
16. memberikan nasehat
17. memberikan kesempatan
18. refleksi
19. assertive
20. humor

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Anda mungkin juga menyukai