Anda di halaman 1dari 10

Farmaka

Volume 16 Nomor 1 93

ARTIKEL TINJAUAN: DISPERSI PADAT


Danintya Fairuz Trianggani, Sulistiyaningsih
Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Jatinangor 45636
danintyafairuz@gmail.com

ABSTRAK

Kelarutan merupakan faktor yang penting dalam penghantaran obat secara oral. Untuk obat dengan
kelarutan yang rendah tetapi permeabilitasnya tinggi, tahap penentu absorpsi obat ditentukan oleh
proses disolusi. Sehingga, diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan disolusi dengan
meningkatkan kelarutannya sehingga mempercepat proses absorpsi dan onset kerja obat. Salah satu
metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat adalah menggunakan metode
dispersi padat yaitu produk solid yang umumnya terdiri dari obat hidrofobik dan matriks hidrofilik.
Penggunaan metode dispersi padat yang tepat dapat meningkatkan kelarutan obat sehingga
meningkatkan mutu produk. Sehingga, artikel ini berisi ulasan mengenai dispersi padat termasuk
klasifikasi, keuntungan, kerugian, mekanisme pelepasan, dan metode pembuatan, serta metode
evaluasi dari dispersi padat dengan tujuan agar penggunaan dispersi padat menjadi tepat dan dapat
menjamin mutu produk obat tersebut.

Kata kunci : kelarutan, obat, dispersi padat

ABSTRACT

Solubility is an important factor in the drug delivery orally. For drugs with low solubility but high
permeability, the rate limiting step in absorption is determined by a dissolution process. Thus, a
necessary effort to improve the dissolution is by increasing solubility thus speeding up the process
of absorption and onset of action of the drugs. One method that can be used to increase the
solubility of drugs is using solid dispersion that is a solid product which generally consists of a
hydrophobic drug and the hydrophilic matrix. Using solid dispersion appropriately can improve
the solubility of drugs so that improve the quality of the product. So, this article contains a review
of solid dispersions including classification, advantages, disadvantages, the release mechanism,
manufacturing methods and evaluation methods of solid dispersions in order to use the right solid
dispersion and can guarantee the quality of the drug product.

Keywords: solubility, drug, solid dispersion


Diserahkan: 8 Mei 2018, Diterima 23 Juni 2018

Pendahuluan
Biopharmaceutical Classification dan permeabilitas tinggi, kelas II untuk
System (BCS) merupakan pengklasifikasian kelarutan rendah tetapi permeabilitas tinggi,
zat obat berdasarkan permeabilitas pada usus kelas III untuk kelarutan tinggi tetapi
dan kelarutannya dengan air. BCS terbagi permeabilitas rendah, dan kelas IV untuk
dalam 4 kelas, yaitu kelas I untuk kelarutan kelarutan dan permeabilitas rendah (Martin et
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 94

al., 2011). Untuk obat yang termasuk sehingga dapat meningkatkan kecepatan
kedalam BCS kelas II, proses disolusi disolusi (Dhirendra et al., 2009). Dispersi
menjadi tahap penentu absorbsi obat (Sutriyo padat juga merupakan metode yang
dkk., 2008). Sehingga diperlukan suatu usaha prospektif karena mudah dalam persiapan,
untuk meningkatkan disolusi yang dapat optimasi, dan reproduksibilitas
dilakukan dengan meningkatkan kelarutan pembuatannya (Saffoon et al., 2011).
obat untuk mempercepat proses absorbsi dan Metode
onset kerja obat. Dalam review ini peneliti
Secara kuantitatif, kelarutan menggunakan sumber berupa data primer
merupakan konsentrasi zat terlarut dalam yang dikumpulkan oleh peneliti. Pencarian
larutan jenuh pada suhu tertentu. Sedangkan sumber data primer menggunakan sistem
secara kualitatif, kelarutan didefinisikan pencarian online melalui berbagai jurnal
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih internasional maupun nasional. Sumber data
zat sehingga membentuk dispersi molekuler primer didapat dari database elektronik
homogen. Kelarutan sangat dipengaruhi oleh seperti Elsevier Journal, Pubmed, Google
sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, Scholar, dan Research Gate.
serta faktor-faktor lain seperti suhu, tekanan, Hasil
atau pH larutan (Martin et al., 2011).
Dispersi padat merupakan produk
Beberapa metode dapat digunakan untuk
yang terdiri paling sedikit dua komponen
meningkatkan kelarutan suatu obat dengan
berbeda yaitu bahan aktif hidrofobik dan
kelarutan yang rendah sehingga dapat
matriks hidrofilik dimana bahan aktif akan
meningkatkan bioavaibilitas obat tersebut
berubah menjadi kristalin, terlarut, atau
(Lestari dan Zaelani, 2014). Beberapa metode
amorf (Chiou & Riegelman, 1971).
tersebut adalah dengan memodifikasi secara
Penggunaan dispersi padat ini dapat
kimia, kosolven, kompleksasi, solubilisasi
membantu meningkatkan absorpsi dari obat
misel, dan dispersi padat.
yang sukar larut dalam air. Selain itu juga
Menurut Choiu & Riegelman (1971),
dapat meningkatkan kecepatan disolusi
dispersi padat merupakan produk solid yang
dengan mengubat bentuk obat menjadi amorf
terdiri paling sedikit dua komponen yang
(Agoes, 2012). Secara garis besar, tahapan
berbeda, yaitu matriks hidrofilik yang dapat
yang terjadi antara obat dan polimer pada
berupa kristal atau amorf dan obat hidrofobik
dispersi padat yaitu (Margaret, 2008):
yang akan terdispersi secara molekuer pada
partikel matriks baik amorf ataupun kristal
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 95

a. Obat dan polimer berubah bentuk dari dengan campuran eutektik sederhana
padat menjadi cair. (Kumar dan Singh, 2013).
b. Semua komponen bercampur dalam fase 3. Larutan dan Suspensi Gelas
cair. Larutan gelas merupakan keadaan dimana
c. Larutan campuran berubah menjadi padat solut terlarut dalam sistem gelas yang
melalui proses pembekuan, penghilangan homogen. Suspensi gelas sendiri adalah
pelarut, dan kondensasi campuran antara partikel yang
mengendap dan tersuspensi dalam sistem
Klasifikasi Dispersi Padat gelas. Contoh dari pembawa yang dapat
Dispersi padat dapat terbagi dalam 6 membentuk larutan dan suspensi gelas
tipe, yaitu campuran eutektik sederhana, adalah asam sitrat, dekstrosa, sukrosa,
larutan padat, larutan dan suspensi gelas, dan galaktosa (Kumar dan Singh, 2013).
endapan amorf dalam pembawa kristal, 4. Endapan amorf dalam Pembawa Kristal
gabungan senyawa atau bentuk kompleks,
Endapan amorf dalam pembawa kristalin
dan kombinasi dari kelima tipe sebelumnya
merupakan obat yang awalnya berbentuk
(Singh et al., 2011).
kristalin, tetapi pada pembawa kristalin
1. Campuran Eutektik Sederhana
mengendap dalam bentuk amorf. Hal ini
Campuran eutektik sederhana dilakukan
terjadi karena obat tersebut memiliki
melalui proses pemadatan dengan cepat
kecenderungan mengendap lebih cepat
antara dua senyawa yang dileburkan.
dalam bentuk amorf jika terdapat
Campuran ini secara termodinamika
pembawa (Kumar dan Singh, 2013).
mirip dengan campuran fisik komponen-
5. Gabungan Senyawa atau Bentuk
komponen kristalnya. Sehingga, pola
Kompleks
difraksi sinar X merupakan penjumlahan
Gabungan senyawa atau bentuk kompleks
dari kedua komponennya (Kumar dan
ditandai dengan adanya kompleksasi dari
Singh, 2013).
dua komponen selama pembuatan
2. Larutan Padat
dispersi padat. Yang mempengaruhi
Larutan padat merupakan dua komponen
dalam pembentukan kompleks adalah
kristal yang berada dalam satu fase
kelarutan, disosiasi konstan, dan tingkat
homogen. Ukuran dari partikel obat dapat
penyerapan instrinsik kompleks (Kumar
berkurang sampai tingkat molekular
dan Singh, 2013).
sehingga kecepatan disolusi dari larutan
6. Kombinasi dari kelima tipe sebelumnya
padat lebih tinggi jika dibandingkan
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 96

Tipe dispersi padat yang termasuk polimer alami seperti HPMC, etil
kategori kombinasi adalah jika selulosa, dan hidroksipropilselulosa atau
merupakan gabungan dari dua atau lebih dengan polimer sintetis seperti PVP,
dari lima tipe sebelumnya. PEG, dan polymethacrylates.
3. Generasi Ketiga, dimana dibuat
Pemilihan Pembawa
menggunakan pembawa yang memiliki
Pembawa memiliki pengaruh besar
sifat pengemulsi sendiri seperti
terhadap karakteristik disolusi dari dispersi
obat. Kriteria yang harus dipenuhi agar dapat penggunaan surfaktan inulin, compritol
meningkatkan disolusi obat adalah (Tiwari et
888 ATO, atau poloxamer 407.
al., 2009):
Keuntungan Dispersi Padat
a. Mudah larut dalam air dengan sifat
Dispersi padat banyak digunakan
disolusi yaitu intrinsik cepat.
dengan tujuan untuk mengurangi ukuran
b. Nontoksik dan inert secara farmakologi
partikel, meningkatkan pembasahan,
c. Stabil pada panas dengan suhu peleburan
mengurangi struktur kristal obat dalam
rendah
bentuk amorf, meningkatkan porositas obat,
d. Larut pada berbagai macam pelarut
meningkatkan kelarutan obat, menutupi rasa
e. Kompatibel dengan obat dan ikatan
obat, menstabilkan obat yang tidak stabil, dan
kompleks yang terbentuk dengan obat
mempersiapkan tablet oral dengan
tidak kuat.
disintegrasi yang cepat. Keuntungan dari
f. Mampu meningkatkan daya kelarutan air
penggunaan dispersi padat adalah (Pankaj
pada obat.
dan Prakash, 2013):
Dispersi padat dapat diklasifikasikan
1. Ukuran Partikel Berkurang
berdasarkan penggunaan basis pembawanya,
Dispersi padat merupakan cara untuk
yaitu (Kumari et al., 2013):
mengurangi ukuran partikel dimana obat
1. Generasi Pertama, dimana dibuat
akan terdispersi secara molekular dalam
menggunakan pembawa pertama yang
medium disolusi. Ukuran partikel yang
digunakan dalam dispersi padat yaitu
berkurang akan menyebabkan tingginya
pembawa kristal seperti urea dan gula.
luas permukaan, sehingga laju disolusi
2. Generasi Kedua, dimana dibuat
meningkat dan dapat meningkatkan
menggunakan pembawa amorf seperti
bioavaibilitas obat.
polimer dan bukan pembawa krisral.
2. Peningkatan Kemampuan Obat Terbasahi
Polimer yang dapat digunakan adalah
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 97

Selama pembuatan dispersi padat, 1. Penggunaan tidak secara luas pada


kemampuan obat untuk terbasahi juga produk komersial karena pada proses
akan meningkat sehingga akan penyimpanan memungkinkan terjadinya
meningkatkan kelarutan obat. Bahan kristalisasi akibat pengaruh suhu dan
pembawa dapat meningkatkan kelembapan. Menurut Tian, et al (2014),
pembasahan dari partikel obat sehingga dispersi padat yang disimpan pada suhu
dapat mempengaruhi profil disolusi obat. ruang (±25⁰C) pada waktu lebih dari 2
3. Obat dalam Bentuk Amorf bulan dapat menyebabkan terjadinya
Penggunaan dispersi padat dapat proses penuaan fisik (physical aging
menurunkan kristalinitas suatu obat process). Pada proses ini, obat cenderung
dimana obat kristal yang sukar larut, mengalami aglomerasi untuk mengurangi
kelarutannya cenderung meningkat ketika luas permukaan total. Meningkatnya
dalam keadaan amorf. Hal ini disebabkan ukuran molekul obat dapat menjadi
karena tidak ada energi yang dibutuhkan penyebab menurunnya laju disolusi
untuk memecah kristal obat selama (Florence dan Attwood, 2006).
proses disolusi sehingga peningkatan 2. Sebagian besar polimer yang digunakan
pelepasan obat dapat dicapai dengan menyerap kelembapan, sehingga terjadi
penggunaan obat dalam bentuk amorf. pemisahan fasa dan perubahan bentuk
4. Porositas Lebih Tinggi dari amorf menjadi kristal. Hal ini
Dispersi padat dapat menghasilkan berdampak pada penurunan kelarutan dan
partikel dengan porositas lebih tinggi laju disolusi.
tergantung pada sifat pembawanya. 3. Memiliki beberapa keterbatasan seperti
Porositas pada partikel yang dihasilkan mahal, tidak stabil, dan sulit digabungkan
akan meningkat sehingga juga akan dengan formulasi sediaan obat.
mempercepat pelepasan obat.

Kerugian Dispersi Padat


Kelemahan utama dari penggunaan
dispersi padat adalah ketidakstabilannya.
Beberapa kerugian yang menjadi
pertimbangan dalam pemilihan penggunaan
dispersi padat adalah (Sridhar dkk., 2013):
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 98

Gambar 1. Mekanisme Pelepasan Obat dari Sistem Dispersi Padat (Craig, 2002)
Keterangan : (a) carrier-controlled dissolution dimana obat larut ke lapisan difusi polimer
sebelum dilepas dan (b) drug-controlled dissolution dimana obat dilepas secara utuh ke
medium pelarut. Lingkaran besar adalah obat yang belum terlarut, lingkaran kecil adalah
obat yang terlarut secara parsial, lapisan abu-abu adalah lapisan difusi polimer dan garis
putus-putus adalah medium pelarut.

Mekanisme Pelepasan Dispersi Padat ukuran partikelnya akan menurun karena


Mekanisme pelepasan obat dari terdispersi secara molekular dalam lapisan
polimer pada dispersi padat tergantung pada difusi polimer dan akan terlepas ke medium
kelarutan obat dalam lapisan difusi polimer pelarut (Craig, 2002).
yang nantinya juga akan mempengaruhi laju Sedangkan pada pelepasan dengan
disolusi obat tersebut. Terdapat dua mekanisme drug controlled dissolution, laju
mekanisme pelepasan obat pada dispersi disolusi tergantung dari obat itu sendiri
padat yaitu carried controlled dissolution dan dimana obat larut dengan lambat pada lapisan
drug controlled dissolution. Pada pelepasan difusi polimer sehingga terlepas ke medium
dengan mekanisme carried controlled pelarut dalam bentuk partikel padat. Tetapi
dissolution, laju disolusi bergantung pada pelepasan obat pada mekanisme drug
polimer pembawa dimana obat yang larut controlled dissolution tetap dapat
dengan cepat pada lapisan difusi polimer, meningkatkan disolusi obat jika
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 99

dibandingkan obat konvensional karena luas kestabilan kimia obar sehingga sulit
permukaan yang lebih tinggi, penurunan dihasilkan bentuk kristal (Marison, 2015).
aglomerasi, dan peningkatan pembasahan. 2. Metode Melting
Namun pelepasan dengan mekanisme carried Cara pembuatan dengan metode
controlled dissolution dapat meningkatkan melting dilakukan dengan menimbang
laju disolusi yang lebih baik jika masing-masing obat dan pembawa,
dibandingkan dengan mekanisme drug kemudian dicampur menggunakan mortir
controlled release (Craig, 2002). Skema dan stamper. Campuran dipanaskan
pelepasan obat pada sistem dispersi padat langsung hingga melebur dan membentuk
ditunjukkan pada gambar 1. dispersi yang homogen. Leburan dispersi
ini kemudian didinginkan hingga
Metode Pembuatan Dispersi Padat memadat untuk mendapatkan massa yang
Pembuatan dispersi padat dapat beku. Massa padat yang terbentuk
dilakukan dengan menggunakan 3 metode ditumbuk dan diayak (Kumari et al.,
yaitu metode solvent evaporation, metode 2013). Keuntungan dari metode ini adalah
melting, dan metode campuran. sederhana dan ekonomis. Tetapi
1. Metode Solvent Evaporation kerugiannya yaitu tidak cocok digunakan
Cara pembuatan dengan metode untuk bahan-bahan yang tidak tahan
solvent evaporation dilakukan dengan terhadap pemanasan (Marison, 2015).
melarutkan obat dan pembawa dalam 3. Metode Campuran
pelarut organik. Setelah terdisolusi, Metode campuran merupakan
pelarut diuapkan dengan cara campuran metode solvent evaporation
pengeringan. Pengeringan yang banyak dan metode melting. Cara pembuatannya
digunakan dalam metode ini adalah yaitu obat ditimbang dan dilarutkan
pengeringan dengan vakum, spray dring, dalam pelarut organik yang sesuai.
dan freeze drying. Keuntungan dari Kemudian larutan dimasukkan ke dalam
metode ini adalah dapat mencegah lelehan pembawa dengan menuangkan ke
peruraian bahan obat ataupun pembawa dalamnya. Campuran ini didinginkan dan
karena penguapan dilakukan pada suhu dikeringkan hingga membentuk massa
yang rendah. Sedangkan kerugian dari padat. Lalu massa padat dihancurkan,
metode ini adalah tidak ekonomis, pelarut ditumbuk, dan diayak (Kumari et al.,
sulit menguap secara sempurna, dan 2013). Keuntungan metode ini adalah
adanya pengaruh pelarut terhadap dapat digunakan untuk obat yang
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 100

termolabil dengan titik lebur tinggi. kesetimbangan fase sampel murni atau
Tetapi kerugiannya yaitu hanya dapat campuran. Sedangkan metode daerah
digunakan untuk obat dengan dosis peleburan digunakan dalam pembuatan
terapetik dibawah 50 mg (Marison, diagram fase untuk penentuan komposisi
2015). eutektik dan kelarutan padat-padat
(Lestasi dan Zaelani, 2014).
Metode Evaluasi Dispersi Padat 2. Difraksi Sinar X
Evaluasi dispersi padat dapat Difraksi sinar X merupakan
dilakukan dengan berbagai macam metode metode yang umum digunakan untuk
yaitu analisis termal, difraksi sinar X, mengetahui adanya interaksi antara
spektroskopi, mikroskopi, disolusi, dan komponen padat. Interaksi tersebut dapat
kromatografi (Lestari dan Zaelani, 2014). dilihat dari adanya fase amorf yang
1. Analisis Termal terbentuk akibat interaksi komponen-
Analisis termal merupakan komponen tersebut (Nurhadijah dkk.,
metode yang sangat umum digunakan 2015). Cara kerja dari analisis ini yaitu
untuk mengetahui interaksi fisikokimia bahan yang akan dianalisis digerus
dari komponen-komponen dalam sistem. sampai halus yang kemudian dipreparasi
Beberapa metode yang dapat digunakan lebih lanjut menjadi lebih padat dalam
dalam analisis termal adalah metode suatu holder yang akan diletakkan pada
kurva pendingin, metode lebur cair, alat uji dan diradiasi menggunakan sinar
metode termomikroskopik, DTA X. Data hasil penyinaran sinar X berupa
(Differential Thermal Analysis), DSC spektrum difraksi sinar X yang akan
(Differential Scanning Calorimeter), dan terdeteksi dan tercatat dalam bentuk
metode daerah peleburan. Metode kurva grafik peak intenstas, kemudian akan
pendingin digunakan untuk sampel yang dianalisis antara bidang kisi kristalnya
tidak stabil terhadap pemanasan untuk (Anwar, 2015).
pembuatan diagram fase. Metode lebur 3. Spektroskopi
cair digunakan untuk membedakan sistem Metode ini terdiri dari
larutan padat dan eutektik sederhana. spektroskopi ultraviolet dan inframerah.
Metode termomikroskopik digunakan Pada spektroskopi ultrabiolet, adanya
untuk mengamati bentuk diagram fase kompleks baru atau interaksi antara zat
menggunakan mikroskop polarisasi. DTA aktif dan pembawa dalam larutan ditandai
digunakan untuk mempelajari dengan bergesernya lamda/panjang
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 101

gelombang maksimum. Sedangkan pada pembentukan kompleks dan mengamati


spektroskopi inframerah, adanya adanya penguraian akibat pembuatan
kompleks baru atau interaksi antara zat dispersi padat (Lestari dan Zaelani,
aktif dan pembawa dalam larutan ditandai 2014).
dengan pergeseran puncak serapan atau
terbentuknya serapan yang baru (Lestari DAFTAR PUSTA
dan Zaelani, 2014). Martin, A., Sinko, P. dan Singh, Y., 2011.
4. Mikroskopi Physical Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 6th ed,
Metode mikroskopi digunakan Lippincott Williams & Wilkins,
untuk mempelajari polimorfisme dan Philadelphia.

morfologi dari dispersi padat baik dari Sutriyo, Rachmat H. dan Rosalina, M., 2008.
Pengembangan Sediaan dengan
ukuran ataupun bentuk kristal (Lestari Pelepasan dimodifikasi mengandung
dan Zaelani, 2014). Furosemid sebagai Model Zat Aktif
menggunakan Sistem Mukoadhesif.
5. Disolusi Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V,
Metode disolusi digunakan untuk No. 1, April, 01 – 08.

menguji dispersi padt jika dibandingkan Lestari, N. dan Zaelani, D., 2014. Kajian
Pustaka Peningkatan Kelarutan Obat
dengan campuran fisik komponennya Sukar Larut dalam Air dengan
(Lestari dan Zaelani, 2014). Uji disolusi Dispersi Padat, Penerbit ITFB,
Bandung.
dilakukan dengan tujuan untuk mengukur
Dhirendra, K., Lewis, S., Udupa, N. dan Atin,
laju pelepasan obat dari bentuk sediaan K. 2009. Solid Dispersions: A
tertentu secara in vitro (Lachman et al., Review. Pak. J. Pharm. Sci..
22(2):234-246.
1987). Disolusi adalah proses dimana zat
Saffoon, N., Jhanker, Y.M. dan Huda, N.H.
obat padat terlarut dalam pelarut. Laju 2011. Dissolution Profile of Ibuprofen
disolusi obat dengan kelarutan yang Solid Dispersion Prepared with
Cellulosic Polymers and Sugar by
rendah sering mengontrol tingkat Fusion Method. Stamford Journal of
penyerapan sistemik dari obat tersebut. Pharmaceutical Sciences, 1:31-37.
Sehingga, uji disolusi dapat digunakan Kumari, R., Chandel, P. dan Kapoor, A.
2013. Paramount Role of Solid
untuk memprediksi bioavaibilitas obat
Dispersion in Enhancement of
(Shargel et al., 2004). Solubility. Indo Global Journal of
Pharmaceutical Sciences. 3(1):78-89.
6. Kromatografi
Pankaj, S. dan Prakash, J. 2013. Solid
Metode kromatografi digunakan
Dispersion: An Overview.
untuk menentukan adanya interaksi antar International Journal of
komponen dispersi padat seperti
Farmaka
Volume 16 Nomor 1 102

Pharmaceutical Research and Bio- Penelitian Sivitas Akademika Unisba,


Science. 2(3): 114-43. p.316-322
Craig, D., 2002. The Mechanisms of Drug Chiou W.L. dan Riegelman S., 1971.
Release from Solid Dispersions in Pharmaceutical Applications of Solid
Water-Soluble Polymers. Dispersion Sistems. Journal of
Pharmaceutical Sciences,
International Journal of
60(9):1281-302
Pharmaceutics, 231, pp.131-44.
Agoes G., 2012. Sediaan Farmasi Padat 6,
Marison, E., 2015. Pengaruh Formulasi Intitut Teknologi Bandung, Bandung,
Dispersi Padat Terhadap p.46-176.
Peningkatan Disolusi Tablet
Meloksikam dengan Menggunakan Margaret. 2008. Peningkatan Kelarutan
Manitol Sebagai Polimer Hidrofilik. Ibuprofen Dengan Metode Dispersi
Tugas Akhir. Tidak diterbitkan, Padat Menggunakan Polietilenglikol
Program Studi Farmasi Fakultas 6000. Depok : FMIPA Universitas
Kedokteran Universitas Brawijaya, Indonesia
Malang. Kumar, P., Singh, C. (2013). A Study on
Anwar, S., 2015. Pemanfaatan Serat Batang Solubility Enhancement Methods for
Pohon Pisang dalam Sintesis Poorly Water Soluble Drugs.
Material Hibrida Berbasis American Journal of Pharmacological
Geopolimer Abu Layang Batubara. Sciences, 1(4), 67-73.
Tugas Akhir. Tidak diterbitkan, Tiwari, R., Tiwari, G., Srivastava, B., & Rai,
Fakultas Matematika dan Ilmu A.K. (2009). Solid Dispersions : An
Pengetahuan Alam Universitas Overview To Modify Bioavailability
Negeri Semarang, Semarang. Of Poorly Water Soluble Drugs.
Lachman, L., Lieberman, H. dan Kanig, J., International Journal of PharmTech
1987. The Theory and Practice of Research, 1(4), 1338-1349.
Industrial Pharmacy, Varghese Tian, B. et al., 2014. A Comparison of the
Publishing House, Dadar Bombay. Effect of Temperature and Moisture
Shargel, L., Wu-Pong, S. dan Yu, A., 2004. on the Solid Dispersions: Aging and
Applied Biopharmaceutics and Crystallization. International Journal
Pharmacokinetics, 5th ed, McGraw of Pharmaceutics, pp.1-8.
Hill, Boston. Florence, A. & Attwood, D., 2006.
Sridhar I., Doshi A., Joshi B., Wankhede., Physicochemical Principles of
and Doshi J., 2013. Solid Dispersions: Pharmacy Fourth Edition. London:
an Approach to Enhance Solubility of Pharmaceutical Press.
Poorly Water Soluble Drug, Journal
of Scientific and Innovative Research,
2(3): 685-694
Nurhadijah G., Darusman F., dan Priani S.E.,
2015. Peningkatan Kelarutan dan
Laju Disolusi Glimepirid dengan
Teknik Dispersi Padat Menggunakan
Polimer PVP K-30, Prosiding

Anda mungkin juga menyukai