Atas dasar tersebut, ketujuh karyawan dengan didampingi oleh Koordinator Daerah
Kalteng Serikat Buruh Federasi Kehutanan, Industri Umum, Perkayuan, pertanian dan
Perkebunan (Hukatan) Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI)
mendatangi Kantor Disnakertrans Kabupaten Murung Raya (Mura) untuk memohon
dilakukan mediasi.
RELATED POSTS
Banser Tiga Kabupaten Wilayah Barito Ikuti Diklatsar dan PKD di Barut
Puluhan Kader GP Ansor Mura Akan Ikuti Diklatsar Banser di Barito Utara
Mewakili para karywan yang di-PHK, Ketua Koordinator Daerah Kalteng Serikat Buruh
Federasi Hukatan KSBSI, M. Junaedi L. Gaol mengatakan, proses PHK yang dilakukan
oleh PT. HPU terhadap tujuh karyawannya tanpa adanya perundingan sesuai yang
diamanahkan undang-undang.
“Dari yang kami pelajari, alasan pemecatan berdasar tes urine dan positif menggunakan
Narkoba. Sedangkan dalam Permenaker No.11/Men/VI/2005 tidak ada ketentuan
perusahaan melakukan PHK hanya atas dasar tes urine,” ungkap Junaedi, Jumat
(24/1/2020).
“Atau misalnya tertangkap tangan dan ada bukti menggunakan Narkoba, dalam mem-
PHKnya pun harus dilakukan setelah adanya keputusan hakim yang mempunyai hukum
tetap,” tambah Junaedi.
Menurut Junaedi lagi, seharusnya dalam menggapi hasil tes urine tersebut, PT HPU
terlebih dahulu memperhatikan undang-undang tenaga kerja, yakni memberikan surat
peringatan 1 sampai 3. “Jelas PHK ini dikategorikan sebagai pelanggaran dan kami
anggap surat PHK terhadap tujuh orang tersebut tidak sah,” tuturnya lagi.
“Atau misalnya tertangkap tangan dan ada bukti menggunakan Narkoba, dalam mem-
PHKnya pun harus dilakukan setelah adanya keputusan hakim yang mempunyai hukum
tetap,” tambah Junaedi.
Menurut Junaedi lagi, seharusnya dalam menggapi hasil tes urine tersebut, PT HPU
terlebih dahulu memperhatikan undang-undang tenaga kerja, yakni memberikan surat
peringatan 1 sampai 3. “Jelas PHK ini dikategorikan sebagai pelanggaran dan kami
anggap surat PHK terhadap tujuh orang tersebut tidak sah,” tuturnya lagi.