Anda di halaman 1dari 29

HIPERTENSI DAN HIPERLIPIDEMIA

STUDI KASUS
APOTEK KELUARGA 7

Oleh :
Dilla Aprilananda, S.Farm (20020
Dinia Fitriani, S.Farm (2002029)
Firda Fitri,S.Farm (20020

Preseptor :
apt. Yohandita Suci Oktariani, S.Farm

Dosen Pembimbing :
apt. Fina Aryani, M.Sc

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg

dan atau tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi adalah penyakit

kardiovaskuler yang paling banyak di dunia. Satu dari delapan seluruh kematian

disebabkan oleh hipertensi dan menjadi urutan ketiga penyebab mortalitas di

dunia (Dipiro et al., 2015).

Hipertensi merupakan masalah yang sering dihadapi oleh penderita

geriatri, dengan prevalensi mencapai sekitar 60-80%, dengan bertambahnya usia

maka tekanan darah sistolik cenderung naik, sedangkan diastolik cenderung turun

sehingga tidak mengherankan bahwa hipertensi sistolik terisolasi sering terjadi

pada geriatri. Hipertensi menyebabkan meningkatnya angka morbiditas dan

mortalitas pada geriatri (Martono, 2015).

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Pembagian derajat keparahan hipertensi berdasarkan American Society of

Hypertension and the International Society of Hypertension 2013 adalah :

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Derajat Keparahan (Anonimb, 2015)

No Klasifikasi Sistolik Diastolik (mmHg)


. (mmHg)
1. Optimal  120  80
2. Normal 120-129 80-84
3. Normal tinggi 130-139 84-89
4. Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
5. Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
6. Hipertensi derajat 3  180 110
7. Hipertensi sistolik terisolasi  140  90
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah, Faktor
Resiko Kardiovaskular, HMOD atau Komorbiditas

CVD : Cardiovascular Disease


DM : Diabetes Melitus
HMOD : Hypertension-Mediated Organ Damage
PGK : Penyakit Ginjal Kronik
TDD : Tekanan Darah Diastolik
TDS : Tekanan Darah Sistolik
Dikutip dari 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines.
2.1.3 Keluhan dan Tanda Hipertensi (Anonim, 2006)

Keluhan-keluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain:

1. Sakit kepala

2. Gelisah

3. Jantung berdebar-debar

4. Pusing
5. Penglihatan kabur

6. Rasa sakit di dada

7. Mudah lelah, dan lain-lain

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai sebagai berikut:

1. Gangguan penglihatan

2. Gangguan saraf

3. Gangguan jantung

4. Gangguan fungsi ginjal

5. Gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan

pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan

kesadaran hingga koma.

2.1.4 Etiologi Hipertensi

1. Hipertensi Primer

Penyebab hipertensi primer tidak diketahui. Faktor yang mempengaruhi

hipertensi primer adalah faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan

meliputi kelebihan asupan garam, obesitas, dan gaya hidup. Sekitar 95% dari

orang dewasa dengan tekanan darah tinggi memiliki hipertensi primer

(hipertensi esensial). Faktor lingkungan meliputi kelebihan asupan garam,

obesitas, dan gaya hidup. Beberapa faktor yang berhubungan secara genetik

dapat mencakup aktivitas yang berlebihan dari Renin Angiotensin Aldosterone

System (RAAS), sistem saraf simpatik dan kerentanan tekanan darah terhadap

efek dari diet garam. Penyebab umum lainnya dari hipertensi adalah kekakuan

pada aorta yang dipengaruhi oleh pertambahan usia. Hal ini menyebabkan

hipertensi yang disebut hipertensi terisolasi atau hipertensi sistolik predominan


yang ditandai dengan tekanan sistolik yang tinggi (sering dengan tekanan

diastolik normal), yang ditemukan terutama pada geriatri (Weber et al., 2014).

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder berkaitan dengan jumlah kasus hipertensi yang

relatif kecil yaitu sekitar 5% dari semua hipertensi, dimana penyebab

peningkatan tekanan darah dapat di identifikasi dan di obati. Penyebab dari

hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal kronis, stenosis arteri ginjal, sekresi

aldosteron yang berlebihan dan feokromositoma (Weber et al., 2014).

2.1.5 Komorbid Hipertensi

Penyakit hipertensi dapat disertai dengan sejumlah kondisi komorbid.

Adapun komorbid pada penyakit hipertensi meliputi:

1. Stroke dan TIA

Penyakit serebrovaskular akibat stroke atau TIA (Transient Ischaemic

Attack) merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada pasien.

Pencegahan primer menjadi strategi yang paling efektif untuk mengurangi

kejadian penyakit ini. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk stroke

primer dan stroke berulang. Manajemen yang optimal terhadap tekanan darah

pada pasien dengan riwayat stroke atau TIA sangat penting untuk mencegah

stroke berulang bersamaan dengan kejadian kardiovaskular lainnya (Anonim b,

2016). Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit ini adalah Tissue

Plasminogen Activator (t-PA), antiplatelet (aspirin dan klopidogrel), warfarin,

statin, Angiotensin II Reseptor Blockers (ARB), diuretik dan Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) (Dipiro et al., 2009).

2. Chronic Kidney Disease (CKD)


Chronic Kidney Disease (CKD) umumnya didefinisikan sebagai

penurunan GFR dan / atau proteinuria (termasuk albuminuria). Hipertensi

merupakan faktor risiko utama dan konsekuensi dari CKD. Kontrol tekanan

darah merupakan dasar untuk perawatan pasien dengan penyakit CKD pada

semua tahap terlepas dari penyebab yang mendasarinya. Pasien dengan penyakit

CKD awal dengan atau tanpa hipertensi dapat mengalami peningkatan risiko

kejadian kardiovaskular. Dengan demikian, menurunkan tekanan darah adalah

strategi yang efektif dalam mencegah kejadian kardiovaskular pada pasien

dengan GFR moderat dan pasien dengan CKD stadium akhir yang menjalani

dialisis (Anonimb, 2016). Obat yang digunakan pada penyakit ini seperti ACEI,

ARB, Calcium Channel Blockers (CCB), diuretik, dan beta bloker (Dipiro et al.,

2009).

3. Diabetes Melitus

Peningkatan tekanan darah umum terjadi pada pasien dengan diabetes

melitus. Kombinasi diabetes melitus dan hipertensi menyebabkan pasien

mengalami peningkatan signifikan risiko CVD (Cardiovascular Disease)

(Anonimb, 2016). Obat yang digunakan pada penyakit ini antara lain: insulin,

sulfonilurea (seperti glibenklamid), glinid (repaglinid, nateglinid), metformin,

tiazolidindion (seperti pioglitazon), penghambat alfa glukosidase (akarbose),

dan penghambat DPP-4 (sitagliptin, linagliptin) (Dipiro et al., 2009). Pada

pasien dengan hipertensi disertai diabetes melitus, dapat diberikan obat-obatan

seperti ACEI, ARB, diuretik, CCB, dan beta bloker (Priyanto, 2009).

4. Infark Miokard
Peningkatan tekanan darah terutama tekanan sistolik merupakan faktor

yang signifikan berkontribusi pada infark miokard (Anonimb, 2016). Obat yang

digunakan untuk mengobati penyakit ini antara lain diuretik, agen inotropik

positif (dobutamin, milrinon, dopamin), vasodilator (nitroprusid, nitrogliserin,

nesiritid), beta bloker, antagonis aldosteron, dan ACEI (Dipiro et al., 2009).

5. Congestive Heart Failure (CHF)

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan jalur akhir yang umum

untuk berbagai penyakit jantung dan merupakan masalah kesehatan utama

diseluruh dunia. Hipertensi adalah faktor risiko utama yang menyebabkan CHF.

Pencegahan CHF dengan menurunkan tekanan darah akan memberikan manfaat

yang besar (Anonimb, 2016). Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit

ini adalah diuretik (diuretik tiazid, diuretik loop), ACEI, beta bloker, ARB,

digoksin, antagonis aldosteron, nitrat, dan hidralazin (Dipiro et al., 2009).

6. Penyakit Arteri Perifer

Penyakit arteri perifer menggambarkan penyempitan dan melemahnya

arteri pusat dan perifer (termasuk aorta dan cabang perifer). Penyakit arteri

perifer umum mempengaruhi kaki saat berolahraga dimana darah yang kaya

oksigen pada kaki sangat kurang dan menyebabkan rasa sakit. Selain sakit pada

kaki, gejala lain yang mungkin adalah luka pada kaki yang tidak kunjung

sembuh. Penyakit arteri perifer menyebabkan pasien harus melakukan

perawatan di rumah sakit dan berhubungan secara signifikan dengan morbiditas

dan mortalitas. Pasien dengan penyakit arteri perifer memiliki hampir tiga

kalirisiko kejadian kardiovaskular dan kematian. Hipertensi merupakan faktor

risiko umum dan penting untuk penyakit arteri perifer (Anonim b, 2016). Obat
yang digunakan untuk penyakit ini adalah aspirin, aspirin+dipiridamol lepas

lambat, klopidogrel, dan tiklopidin (Dipiro et al., 2009).

7. Coronary Artery Disease (CAD)

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab terjadinya

penyakit CAD. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat

perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus

yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media diikuti

dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan

akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling

berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri

koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Peningkatan tekanan darah

merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertrofi

ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini

tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Tujuan utama terapi untuk

penyakit CAD adalah mencegah terjadinya infark miokard dan menurunkan

mortalitas, menurunkan gejala dan insiden iskemik miokard, serta menjamin

kualitas hidup yang lebih baik (Djohan, 2004). Terapi farmakologi yang

diberikan meliputi aspirin, klopidogrel, tiklopidin, dipiridamol, warfarin, statin,

fibrat, ACEI, ARB, beta bloker, diuretik, CCB, trimetazidin, dan ivabradin

(Cesar et al., 2014).

8. Atrial Fibrilasi

Pasien dengan hipertensi akan mengalami peningkatan risiko atrial

fibrilasi. Kesadaran akan peningkatan risiko atrial fibrilasi pada pasien

hipertensi mungkin memerlukan tindak lanjut yang lebih dekat karena fibrilasi
atrium memiliki efek signifikan pada kardiovaskular. Atrial fibrilasi biasanya

merupakan penyakit progresif yang sering memburuk dan pemburukan ini

didorong oleh perubahan elektrik, kontraktil dan struktural atrium, yang dikenal

sebagai remodelling atrium. Atrium fibrilasi menyebabkan berkurangnya fungsi

jantung dan meningkatnya risiko tromboemboli. Salah satu mekanisme

terjadinya atrial fibrilasi yaitu melalui jalur RAAS (Renin Angiotensin

Aldosterone System). Komponen dari RAAS (termasuk angiotensin II,

Angiotensin Converting Enzyme (ACE), dan aldosteron) disintesi secara lokal

pada atrial miokardium dan akan meningkat sepanjang atrial fibrilasi. Varian

dari gen ACE meningkatkan konsentrasi plasma angiotensin II dan dapat

meningkatkan risiko atrial fibrilasi (Manolis et al., 2012).

Prinsip terapi fibrilasi atrium yaitu anti-trombotik untuk pencegahan

stroke, pengendalian laju jantung, pengendalian ritme jantung, dan terapi

tambahan (upstream therapy). Anti-trombotik direkomendasikan untuk pasien

fibrilasi atrium dengan riwayat stroke, Transient Ischemic Attack (TIA) yang

dapat digunakan adalah warfarin, dabigatran, rivaroxaban, atau apixaban.

Pengendalian laju jantung menggunakan obat golongan beta bloker atau CCB

golongan non dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien fibrilasi atriumjenis

paroksismal, persisten, ataupun permanen. Digoksin, amiodaron dan drondaron

juga digunakan untuk pengendalian laju jantung. Terapi tambahan untuk atrial

fibrilasi adalah ACEI dan ARB (Effendi, 2017).

2.1.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi.

Mortalitas dan morbiditas berhubungan dengan kerusakan target (misal: kejadian


kardiovaskuler dan serebrovaskuler, gagal jantung, dan penyakit ginjal).

Mengurangi risiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi dan pilihan terapi

obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan

risiko (Anonim, 2006).

1. Terapi Non Farmakologi (Sukandar et al., 2008)

Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya dianjurkan

untukmemodifikasi gaya hidup, termasuk :

a. Penurunan berat badan jika kelebihan berat badan.

b. Melakukan diet makan yang diambil DASH (Dietary Approaches toStop

Hypertension).

c. Mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4 g/hari (6

g/hari NaCl).

d. Melakukan aktivitas fisik seperti aerobik.

e. Mengurangi konsumsi alkohol dan

f. Menghentikan kebiasaan merokok.

Penderita yang didiagnosis hipertensi tahap 1 atau 2 sebaiknya di tempatkan

padaterapi modifikasi gaya hidup dan terapi obat secara bersamaan.

2. Terapi Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien

hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6

bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan

hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu

diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,

yaitu :
 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat
mengurangi biaya
Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun )
seperti pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor
komorbid
Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai
guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by the
American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013;
Penggolongan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut

(Sukandar et al., 2008):

a. Pengobatan hipertensi sekunder (non essensial) lebih mendahulukan

pengobatan penyebab hipertensinya.

b. Pengobatan hipertensi primer (essensial) ditujukan untuk menurunkan

tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi

timbulnya komplikasi.

c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat

antihipertensi.

d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan

kemungkinan seumur hidup.

Penggolongan obat antihipertensi (Gunawan et al., 2007) :


Antihipertensi lini pertama (first line drug) adalah : diuretik, penyekat

reseptor beta adrenergik (β blocker), penghambat angiotensin-convenverting

enzyme (ACE- inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (angiotensin

receptor blocker, ARB) dan antagonis kalsium.

Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker) tidak

dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC

sebelumnya termasuk lini pertama. Antihipertensi lini kedua adalah :

penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral, dan vasodilator.

A. Diuretik

Diuretik akan meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida,

sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler, kemudian

terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Beberapa diuretik juga

menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.

Terjadinya penurunan natrium diruang interstisial dan didalam sel otot

polos pembuluh darah yang akan menghambat influks kalsium. Efek

proteksi kardiovaskular diuretik belum terkalahkan oleh obat lain sehingga

diuretik di anjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan

sedang, bahkan bila menggunakan kombinasi dua atau tiga anti hipertensi,

maka salah satunya dianjurkan diuretik.

1) Golongan Thiazid

Obat-obat antihipertensi golongan thiazid bekerja dengan

menghambat transport bersama (symport) NaCl di tubulus distal ginjal,

sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat. Beberapa obat golongan

thiazid: hidroklorthiazid (HCT), bendroflumetiazid, klorotiazid ,dan


diuretik lain yang memilki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan

klortalidon).

2) Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)

Diuretik kuat bekerja di ansa henle asenden bagian epitel tebal

dengan cara menghambat ko-transport Na+, K+, Cl-, serta menghambat

resorpsi air dan elektrolit. Mula kerja diuretik ini lebih cepat dan lebih

kuat jarang digunakan pada pasien hipertensi kecuali pasien dengan

gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >2,5 mg/dL) atau gagal

jantung. Beberapa obat golongan diuretik kuat: furosemid, torasemid,

bumetanid, asam etakrinat.

3) Diuretik Hemat Kalium

Beberapa obat gologan diuretik hemat kalium: amilorid,

triametren, dan spironolakton. Diuretik hemat kalium merupakan

diuretik lemah. Penggunaanya terutama dalam kombinasi dengan

diuretik lain untuk mencegah hipokalemia. Diuretik hemat kalium

dapat menyebabkan hiperkalemia bila diberikan pada pasien gagal

ginjal atau apabila dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, β

blocker, AINS, atau dengan suplemen kalium, penggunaan diuretik

hemat kalium harus dihindari bila kreatinin serum lebih dari 2,5

mg/dL.

B. Penghambat Sistem Adrenergik

1) Penghambat Adrenoseptor Beta (β blocker)

Mekanisme efek penurunan tekanan darah dapat dikaitkan dengan

hambatan reseptor β1, anatara lain: penurunan frekuensi denyut


jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah

jantung, hambatan sekresi renin di sel-sel glomeruler ginjal dengan

akibat penurunan produksi angiotensin II, efek sentral yang

mempengaruhi aktifitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas

baroreseptor, perubahan aktivitas neurologik perifer dan peningktan

biosintesis prostasiklin.

Penggunaan β blocker sebagai obat tahap pertama pada hipertensi

ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung

koroner (khususnya sesudah infark miokard akut), pasien dengan

aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konsuksi, pada

pasien muda dengan sirkulasi hiperdinamik dan pada pasien yang

memerlukan antidepresan trisiklik atau anti psikotik. β blocker lebih

efektif pada pasien usia muda dan kurang efektif pada pasien usia

lanjut. Beberapa obat anti hipertensi golongan β blocker:

Kardioselektif: metoprolol, bisoprolol, atenolol, dan asebutolol.

Nonselektif : labetalol, karteolol, dan timolol.

2) Penghambat Adrenoreseptor Alfa (α Bloker)

Hambatan antagonis α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan

venula sehingga menurunkan resistensi perifer, vasodilatasi

menyebabkan aliran balik vena berkurang kemudian akan menurunkan

curah jantung. Efek ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik pada

dosis awal, namun pada pemakaian jangka panjang refleks kompensasi

ini akan hilang, sedangkan efek antihipertensinya akan tetap bertahan.

Obat ini juga dapat memperbaiki insuviensi vaskular perifer, tidak


menganggu fungsi jantung, tidak mengganggu aliran darah ginjal dan

tidak berinteraksi dengan AINS. Beberapa obat anti hipertensi

golongan α bloker: prazosin, terazosin, bunazosin, dan doksazosin.

3) Adrenolitik Sentral

Metildopa, klonidin, guanfasin, dan guanabenz menurunkan

tekanan darah dengan menstimulasi reseptor α2-adrenergik di otak.

Stimulasi ini mengurangi aktivitas saraf simpatik dan secara

bersamaan terjadi peningkatan aktivitas parasimpatik sehingga terjadi

penurunan denyut jantung, curah jantung, resistensi perifer total,

aktivitas sistem plasma dan reflek baroreseptor. Metildopa merupakan

lini pertama pengobatan hipertensi pada kehamilan. Efek samping

yang sering terjadi adalah sedasi dan mulut kering.

4) Penghambat Saraf Adrenergik

Reserpin digunakan sebagai lini ketiga dalam pengobatan

hipertensi. Reserpin menurunkan tekanan darah dengan menurunkan

norepinefrin diakhir saraf simpatik dan mengeblok transport

norepinefrin ke dalam granul penyimpanan. Reserpin dapat

menyebabkan retensi air dan natrium secara signifikan, jadi harus

diberikan secara kombinasi dengan diuretik, terutama tiazid.

C. Vasodilator

Efek antihipertensi dari hidralazin dan minoksidil disebabkan oleh

relaksasi otot polos arteri secara langsung dengan menurunkan tekanan

darah arteri dan kontraktilitas otot jantung. Efek antihipertensi dari

hidralazin adalah demam, dermatitis, neuropati perifer, hepatitis, dan sakit


kepala. Minoksidil merupakan vasodilator yang lebih poten dibandingkan

hidralazin. Efek samping dari minoksidil ini adalah hipertrikosis dan

hirsautisme.

D. Penghambat Sistem Renin Angiotensin

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (SRAA) berperan dalam

pengaturan tekanan darah dan volume cairan tubuh. Renin adalah enzim

proteolitik yang disintesis oleh sel-sel jukstaglomeruler yang merupakan

penentu aktifitas SRAA. Angiotensin adalah suatu α globulin yang

disintesis dalam hati dan beredar dalam darah. Renin akan mengubah

angiotensin I yang merupakan hormon belum aktif untuk berubah menjadi

angiotensin II oleh ACE (Angiotensin Converting Enzyme). Angiotensin II

memiliki efek vasokontriksi yang sangat kuat dan merangsang sekresi

aldosteron dari korteks adrenal. ACE juga berperan dalam degradasi

bradikinin menjadi kinin non aktif, dimana bradikinin merupakan

vasodilator yang poten dengan bekerja meningkatkan sintesis endothelium

derived relaxing factor.

E. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inibitor)

ACE-inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi

aldosteron. Beberapa obat yang termasuk dalam golongan ACE-inhibitor

antara lain kaptopril, lisinopril, enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril,

dan silazapril.

F. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker, ARB)

1. Losartan.
2. Valsartan.

3. Irbesartan.

4. Telmisartan.

5. Candesartan.

Antagonis reseptor angiotensin bekerja selektif pada reseptor

angiotensin I, yang kemudian akan menghambat semua efek angiotensin II

seperti: vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, efek

sentra angiotensin I, stimulasi jantung, efek renal, serta efek jangka

panjang berupa hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard.


G. Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium menghambat influx kalsium pada sel otot polos

pembuluh darah miokard. Antagonis kalsium akan memberikan efek

relaksasi arteriol, punurunan resistensi perifer ini biasanya diikuti oleh

reflek takikardia dan vasokontriksi, yang termasuk golongan antagonis

kalsium yaitu: Nifedipin, verapamil, amlodipin, nikarpidin, dan felopidin.


BAB III STUDI KASUS
3.1 Skrining Resep
1. No.Resep : -
2. Nama Dokter : Ada
3. SIP Dokter : Ada
4. Paraf Dokter : Ada
5. Tanggal Penulisan R/ : Ada
6. Nama Pasien : Ada
7. Usia : Ada
8. Jenis Kelamin : Ada
9. Berat Badan : -
10. Tinggi Badan : -
11. Alamat : Ada
12. Nama dan Jumlah Obat: Ada
13. Dosis Obat : Ada
14. Signa Obat : Ada

3.2 Analisis Kasus

1. Data Subjective
Nama Pasien : Junini

Usia : 59 tahun 10 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Mustafa sari No.09

Riwayat Pengobatan :
 Candesartan 16 mg (0-0-1)
 Atorvastatin 20 mg (0-0-1)
 Miniaspi 80 mg (1-0-0)
 Clopidogrel 75 mg (0-0-1)
 Lasix 40 mg (1-0-0)
 Alprazolam 1 mg (1-0-1)
 Concor 2,5 mg (1-0-0)
2. Assessment
Berdasarkan obat-obatan yang diterima pasien, dapat dikatakan
bahwa pasien mengalami hipertensi, hiperlipidemia, sedang atau
pernah mengalami stroke dan gangguan pada jantung (aritmia)
Nama Obat Indikasi Mekanisme Kontra Efek samping Ket
Kerja Indikasi
Candesartan Menurun Candesartan Kehamilan Hiperkalemia, Te
kan termasuk ke Hiperkalemia hipotensi pat
tekanan dalam obat (kalium >5,5 oab
darah golongan angio meq/L) at
(hiperten tensin receptor Stenosis
si) Gagal blockers (ARB) arteri renalis
jantung yang bekerja bilatera
dengan cara
menghambat
reseptor
angiotensin
II. Saat
angiotensin II
dihambat,
pembuluh darah
akan lemas dan
melebar
sehingga aliran
darah menjadi
lebih lancar dan
tekanan darah
turun.
Atorvastatin Menurun Menghambat pasien sakit kepala, Te
kan enzim HMG- dengan perubahan uji pat
kolestero CoA reduktase, penyakit hati fungsi hati oba
l sehingga yang aktif (hepatitis t
menghambat dan pada namun jarang
sintesis kehamilan terjadi),
kolesterol dari (karena itu parestesia, dan
jalur de novo diperlukan efek pada
kontrasepsi saluran cerna
yang meliputi nyeri
memadai abdomen,
selama flatulens,
pengobatan konstipasi,
dan selama 1 diare, mual
bulan dan muntah.
setelahnya) Ruam kulit
dan dan reaksi
menyusui hipersensitivit
(PIONAS) as (meliputi
angioedema
dan
anafilaksis)
telah
dilaporkan
namun jarang
terjadi.
insomnia,
angio udema,
anoreksia,
asthenia,
neuropati
perifer
(PIONAS)
Miniaspi Anti Penghambatan anak di Peptic ulcer Te
(Acetylsalic platelet sintesis bawah 16 pat
ylic Acid) prostaglandin tahun dan oba
E2 dan yang t
tromboksan menyusui
A2.Akibat (sindrom
penghambatan Reye). tukak
ini,maka ada peptik yang
tiga aksi utama aktif;
dari aspirin, hemofilia
yaitu:(1)anti dan
inflamasi,karen gangguan
a penurunan perdarahan
sintesis lain
prostaglandin
proinflamasi,
(2)analgesik,
karena
penurunan
prostaglandin
E2 akan
menyebabkan
penurunan
sensitisasi
akhiran saraf
nosiseptif
terhadap
mediator
proinflamasi,da
n (3)
antipiretik,
karena
penurunan
prostaglandin
E2 yang
bertanggung
jawab terhadap
peningkatan set
point
pengaturan
suhu di
hipotalamus
(Roy,2007).
Clopidogrel Anti Selektif - Dispepsia, Te
platelet menghambat Hipersensitif nyeri perut, pat
( mengur ikatan terhadap diare; oba
angi Adenosine Di- Clopidogrel. perdarahan t
kejadian Phosphate - Perdarahan
ateroskle (ADP) pada patologis
rosis reseptor ADP aktif seperti
seperti di platelet. tukak
infark Sehingga lambung atau
miokard, menghambat perdarahan
stroke aktivasi intrakranial
dan kompleks
kematian glikoprotein
vaskular) GPIIb/IIIa yang
pada dimediasi ADP,
pasien sehingga
dengan menimbulkan
ateroskle penghambatan
rosis terhadap
yang agregasi
ditandai platelet dan
dengan pembentukan
stroke trombus.
yang
belum
lama,
terjadi
infark
miokard
atau
penyakit
arteri
lain)

Lasix Diuretik Menghambat Hipersensitifi Hiperuresimia, Te


(Furosemid) rebsorpsi Na tas terhadap hipokalemi, pat
dan Cl di furosemid gangguan Ob
tubulus pendengaran,h at
proximal dan ipoelektrolit,
distal, serta intoleransi
menghambat glukosa
reabsorpsi Na,
Cl,K, Ca, Mg,
dan air di
lengkung henle
Alprazolam Mengata Alprazolam Hindari Mengantuk, Te
si bekerja di penggunaan kelemahan pat
ganggua dalam saraf Alprazolam otot, ataksia, Ob
n otak untuk pada pasien amnesia, at
kecemas menghasilkan dengan depresi, sakit
an dan efek gangguan kepala,
ganggua menenangkan hati berat. insomnia,
n panik dengan reaksi
meningkatkan Insufisiensi paradoksikal,
aktivitas zat pernapasan tremor,
kimia alami berat (paru- hipotensi,
dalam tubuh paru tidak gangguan
yang disebut dapat gastrointestina
asam gamma- berfungsi l, ruam
aminobutirat dengan baik).
(GABA)
Penggunaan
bersamaa
dengan
ketoconazole
dan
itraconazole
Concor anti Bisoprolol - Lemas, Te
(Bisoprolol) hipertens merupakan Hipersensitif bronkospasme pat
i golongan obat terhadap , oba
golongan beta-blocker Bisoprolol. hiperglikemia, t
Beta- yang bekerja - Gagal disfungsi
Blocker dengan cara jantung akut seksual
Kardiose menghambat Kardiogenik
lektif kerja sistem - Hipotensi
saraf simpatis (tekanan
pada jantung darah sistolik
dengan kurang dari
menghambat 100 mmHg)
reseptor beta- - Asma
adrenergik bronkial
jantung. Obat parah atau
penghambat penyakit
beta-adrenergik paru
seperti obstruktif
Bisoprolol kronik yang
menurunkan parah
kecepatan - Asidosis
denyut jantung metabolik
dan bermanfaat
dalam terapi
irama jantung
yang cepat
secara tidak
normal.
Bisoprolol juga
menurunkan
kekuatan
kontraksi dari
jantung dan
menurunkan
tekanan darah.
Dengan
menurunkan
kecepatan
denyut jantung
dan kekuatan
kontraksi otot,
obat
penghambat
beta-adrenergik
akan
menurunkan
kebutuhan
jantung
terhadap
oksigen

3. Plan
Peran Apoteker :
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai