Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap pelaku bisnis
yangingin memenangkan kompetisi dalam dunia industri akan memberikan perhatian penuh
padakualitas. Perhatian penuh kepada kualitas akan memberikan dampak positif kepada
bisnis melaluidua cara, yaitu dampak terhadap biaya produksi dan dampak terhadap
pendapatan (Gaspersz, 2001).

Sejarah menunjukkan bahwa kebangkitan Jepang dalam bidang industri setelah


kekalahannya dalam Perang Dunia II dimulai dengan sistem kualitas modern. Profesor W.E.
Deming dan J.M. Juran memperkenalkan kepada Jepang teknologi pengendalian mutu, yang
padahakekatnya merupakan suatu pengendalian mutu komprehensif secara statistik
(Paramita, 1989). DiJepang, QC (Quality Control) ini diperluas menjadi Total Quality
Control (pengendalian mututerpadu) yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan Quality
Control Circle atau Gugus KendaliMutu.(Musri,2001).

Menurut Musri (2001), Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah sekelompok pekerja kecil
daripada wilayah kerjanya yang secara sukarela dan berkala mengadakan kegiatan
pengendalianmutu dengan cara mengidentifikasikan, menganalisa dan mencari pemecahan
masalah. KarenaGKM berkembang di Jepang, maka beberapa pengamat (Broeckner & Hess;
Van Wassenhove;Defrank, Matteson, Schweiger, Ivanchevich, dalam Ariyoto, 1989)
menganggap bahwa GKMmenyandang sesuatu yang bersifat budaya, sehingga sulit
dikembangkan di negara dengan budayalain. Namun, beberapa peneliti lainnya (Lawlwer III
& Mohan, Ingle; Hutchins; Meyer & Scott;Schonberger; Wheelwright, dalam Ariyoto, 1989)
menganggapnya tidak demikian. Di dalamsituasi budaya barat pun GKM akan mampu hidup,
asalkan beberapa persyaratan dipenuhi.
BAB II
PENYAJIAN

2.1 PENGERTIAN GUGUS KENDALI MUTU

Gugus Kendali Mutu (GKM) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Quality
Control Circle (QCC)  adalah suatu kegiatan dimana sekelompok karyawan yang
bekerjasama dan melakukan pertemuan secara berkala dalam mengupayakan pengendalian
mutu (kualitas) dengan cara mengidentifikasikan, menganalisis dan melakukan tindakan
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pekerjaan dengan menggunakan alat-alat
pengendalian mutu (QC Tools).

Menurut Chandra et al. (1991), GKM adalah sekelompok orang dari wilayah kerja
yang sama, datang bersama secara sukarela untuk mengidentifikasi permasalahan dalam
wilayah kerja mereka, menganalisis, dan mencari solusinya. Gugus tersebut mengajukan
solusi pada manajemen dan melaksanakannya setelah disetujui. Tinjauan ulang dan tindakan
lanjut dari pelaksanaan solusi juga merupakan tanggung jawab dari Gugus.

Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu atau produksi
tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga diandaikan bahwa pekerja pabrik
mempunyai pengetahuan yang siap pakai, kreatif, dan dapat dilatih untuk menggunakan
kreativitas alamiah dalam pemecahan persoalan pekerjaan. Walaupun demikian, GKM
merupakan pendekatan yang membina manusia, bukannya pendekatan penggunaan manusia
(Crocker et al., 2004).

Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu (GKM) ini  pertama kali
diperkenalkan oleh seorang ahli pengendalian mutu (kualitas) yaitu Prof. Kaoru Ishikawa
pada tahun 1962 bersama dengan Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE).
Perusahaan pertama yang menjalankan konsep Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah Nippon
Wireless and Telegraph Company pada tahun 1962.

Anggota GKM (Gugus Kendali Mutu) pada umumnya adalah karyawan yang bekerja
pada unit yang sama dengan Jumlah anggota GKM yang ideal sekitar 7 sampai 8 orang yang
masing-masing terdiri dari Fasilitator, Pemimpin Tim (Team Leader) dan anggota.
Pembentukan GKM ini harus mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen dan
melaporkan tujuan GKM serta rencana tindakan pemecahan masalah yang akan diterapkan
kepada Manajemen perusahaan. Keputusan dan penerapan rencana tindakan pemecahan
masalah tersebut harus mendapatkan persetujuan dan dukungan penuh dari Pihak
Manajemen.

Tugas Fasilitator GKM diantaranya adalah memberikan pelatihan kepada pimpinan


tim (Team Leader) dan juga anggota Tim serta mengkordinasi jalannya kegiatan GKM
(Gugus Kendali Mutu) ini. Fasilitator juga berfungsi sebagai mediator antara GKM (Gugus
Kendali Mutu) dengan pimpinan Perusahaan (Manajemen). Sedangkan tugas Pimpinan Tim
(Team Leader) adalah memimpin GKM secara aktif, bertanggung jawab penuh terhadap
kegiatan GKM, Mendorong anggota untuk berperan aktif, menjadwalkan dan mengelola
jalannya pertemuan serta bersama dengan Fasilitator memberikan pelatihan kepada anggota
GKM.

Melalui Kegitan GKM (Gugus Kendali Mutu), perusahaan juga dapat memotivasi
karyawan, meningkatkan kemampuan karyawan dalam pemecahan masalah, meningkatkan
keterlibatan karyawan serta menanamkan kesadaran karyawan tentang pentingnya
pencegahan masalah.

Alat-alat pengendalian Mutu (QC Tools) tersebut biasanya disebut dengan QC 7


Tools yang diantaranya adalah terdiri dari :

1. Pareto Chart (Diagram Pareto)


2. Cause & Effect Diagram (Fishbone Diagram)
3. Scatter Diagram (Diagram Tebar)
4. Control Chart (Peta Kendali)
5. Check sheet (Lembar Periksa)
6. Histogram
7. Stratification (Stratifikasi)
1. Diagram Pareto (Pareto Chart)

Yaitu suatu alat untuk melihat permasalahan yang paling tinggi prioritasnya. Divisualisasikan
dalam sebuah diagram yang disusun mulai dari data terbesar/terbanyak.

Kegunaan dari Diagram Pareto :


 Menunjukkan dengan jelas dan mudah jenis data yang terbesar.
 Menunjukkan perbandingan masing-masing jenis terhadap keseluruhan

2. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)

 Merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara karakteristik mutu


dengan faktor penyebabnya.
 Dapat disebut juga Fishbone karena strukturnya yang mirip struktur tulang ikan.
 Dikembangkan pertama kali oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo
pada tahun 1950.
3. Diagram Tebar ( Scatter Diagram )

Scatter Diagram atau Diagram Pencar dipakai untuk melihat hubungan / korelasi dua variabel
yang berkaitan. Diagram ini dugunakan untuk melihat seberapa besar hubungan antara dua
variable yang ditunjukkan pada Sumbu X dan Y.

4. Control Chart (Peta Kendali)

Bagan pengendalian bentuk ini merupakan bagan yang paling umum untuk data yang
diukur.

Bagan pengendalian x – R merupakan bagan pengendalian yang sekaligus menyatakan


harga rata-rata (x) dan range ( R ).

Bagan x menunjukkan adanya perubahan pada harga rata-rata, sedang R menunjukkan


adanya perubahan pada dispersi.
5. Check sheet (Lembar Periksa)

Check Sheet biasanya berbentuk formulir kertas dengan item-item yang diperlukan sudah
dicantumkan dan disusun sedemikian rupa. Digunakan untuk mengumpulkan data hasil
pemeriksaan (pengecekan), karena itu ada pula yang menyebutnya dengan Lembar
Pengumpul Data.

Tujuan Penggunaan Check Sheet

 Check Sheet digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dan informasi
mengenai aspek dan kondisi tertentu yang diperlukan
 Check Sheet biasanya dipakai untuk memudahkan proses pengumpulan data, dan
memudahkan untuk menganalisa data 

6. Histogram

 Histogram adalah satu jenis grafik balok khusus yang menggambarkan penyebaran
data sebagai hasil satu macam pengukuran dari suatu kejadian atau proses, apakah
data tersebut keluar dari batas pengendalian atau tidak. Dalam keadaan normal, tinggi
balok-balok tersebut menampilkan bentuk lonceng.
 Histogram sangat membantu sebagai tindakan preventif terhadap masalah yang ada
dengan melakukan pencatatan data secara kontinyu, sehingga penyimpangan yang
terjadi dapat langsung diidentifikasi secara dini sebelum masalah menjadi berlarut-
larut.

5. Stratification (Stratifikasi)

Stratification atau Stratifikasi adalah Pembagian dan Pengelompokan Data ke


kategori-kategori yang lebih kecil dan mempunyai karakteristik yang sama. Tujuan dari
Stratification (Stratifikasi) adalah untuk mengidentifikasikan faktor-faktor penyebab pada
suatu permasalahan. Atau menguraikan dan mengelompokkan data menjadi ke kelompok
yang lebih homogen (tunggal). Tujuannya adalah untuk menhindari salah interpretasi dalam
membaca suatu data.
2.2 MANAJEMEN MUTU

A.   DEFINISI MANAJEMEN MUTU

Sebelum pembahasan secara spesifik mengenai manjemen mutu, terlebih dahulu akan
dijelaskan batasan mengenai manajemen dan mengenai mutu/kualitas. Berikut batasan para
ahli mengenai manajemen:

1.      Menurut G.R. Terry: Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang
melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-
tujuan organisasional atau maksud yang nyata.
2.     Menurut Ricky W. Griffin: Manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

Adapun batasan mengenai mutu/kualitas menurut Juran adalh kecocokan pengguna


produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. (Arya, 2013)
Sedangkan menurut Goetsch dan Davis (1994:4) yaitu mutu (quality) merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan denga produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenui atau melebihi harapan. Definisi ini didasarkan atas elemen sebagai berikut,
(Siswanto, 2005)

1.     Mutu meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.


2.    Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3.     Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap
merupakan mutu saat ini mungkin dianggap kurang bermutu pada masa yang akan
datang).

Adapun batasan manjemen mutu itu sendiri yaitu Menurut Ishikawa dalam  M.
N. Nasution (2001), manajemen mutu adalah gabungan semua fungsi manajemen, semua
bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan kepuasan pelanggan. Definisi
lainnya mengatakan bahwa manajemen mutu merupakan suatu tatanan yang menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran‐sasaran mutu yang direncanakan. Jadi sistem manajemen
mutu adalah tatanan yang menjamin kualitas output dan proses pelayanan/produksi.
Manajemen mutu juga diartikan sebagai sistem manajemen yang mengangkat kualitas
sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh
anggota organisasi. Manajemen mutu merupakan sistem manajemen yang berfokus pada pada
orang/ karyawan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen mutu merupakan semua
aktifitas dari keseluruhan fungsi manajemen yang menetapkan kebijakan mutu, tujuan dan
tanggung jawab perusahaan, serta melaksanakannya dengan cara seperti perencanaan mutu,
pengendalian mutu, pemastian mutu dan peningkatan mutu di dalam sistem mutu.
Manajemen mutu merupakan gabungan dari semua fungsi manajemen yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas dan berorientasi pada kepuasan pelanggan. Manajemen mutu
sendiri mempunyai tiga unsur utama, seperti yang dinyatakan oleh M. N. Nasution (2001)
yaitu sebagai berikut:

1.         Strategi nilai pelanggan


Nilai pelanggan adalah manfaat yang dapat diperoleh pelanggan atas penggunaan
barang/jasa yang dihasilkan perusahaan dan pengorbanan pelanggan untuk
memperolehnya. Strategi ini merupakan perencanaan bisnis untuk memberikan nilai bagi
pelanggan termasuk karakteristik produk, cara penyampaian, pelayanan, dan sebagainya.
2.        Sistem organisasional
Sistem organisasional berfokus pada penyediaan nilai bagi pelanggan. Sistem ini
mencakup tenaga kerja, material, mesin, metode operasi dan pelaksanaan kerja, aliran
proses kerja, arus informasi, dan pembuatan keputusan.
3.        Perbaikan kualitas berkelanjutan
Perbaikan kualitas diperlukan untuk menghadapi lingkungan eksternal yang selalu
berubah, terutama perubahan selera pelanggan. Konsep ini menuntut adanya komitmen
untuk melakukan pengujian kualitas produk secara kontinu, akan dapat memuaskan
pelanggan.
B.   SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MANAJEMEN MUTU

Secara historis, mutu sebenarnya sebagai suatu konsep yang sudah lama dikenal,
Garvin dalam Lovelock (1994: 101-107) membagi pendekatan modern terhadap mutu ke
dalam 5 tahapan, yaitu inspeksi, pengendalian mutu secara statistis, jaminan mutu,
manajemen mutu strategis, dan obsesi mutu menyeluruh (Siswanto, 2005)
Era Tanpa mutu. Masa ini dimulai sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat
tidak diperhatikan mutunya. Hal seperti ini mungkin terjadi karena pada saat itu belum ada
persaingan (monopoli) Dalam era modern saat ini, praktik seperti ini masih bisa dijumpai.
Pengadaan listrik misalnya, hingga saat ini masih dikuasai oleh PLN  sehingga masyarakat
tidak bisa pindah meskipun pelayanan listriknya sering mati. Dahulu Telkom menjadi satu-
satunya operator telepon sehingga masyarakat tidak bisa berpaling meskipun harganya mahal
dan sulit untuk mendapatkan sambungan telepon ke rumah.
Era Inspeksi. Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan
produk akhir dilakukan dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke konsumen.
Tanggung-jawab mutu produk diserahkan sepenuhnya ke departemen inspeksi (QC).
Departemen QC akhirnya selalu jadi sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen.
Di sisi lain, biaya mutu menjadi membengkak karena produk seharusnya sudah bisa dicegah
masuk ke proses berikutnya pada saat departemen terkait menemukan adanya cacat di
bagiannya masing-masing sebelum diperiksa oleh petugas inspeksi.
Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu secara Statistik). Era ini dimulai
tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories. Departemen Inspeksi
dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi
pada produk yang dihasilkan departemen produksi. Departemen Produksi menggunakan data
tersebut untuk melakukan perbaikan terhadap sistem dan proses.
Quality Assurance Era. Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas
dari sebatas tahap produksi (hilir) ke tahap desain (hulu) dan berkoordinasi dengan
departemen jasa (Maintenance,PPIC,Gudang,dll). Manajemen mulai terlibat dalam penentuan
pemasok (supplier). Konsep biaya mutu mulai dikenal, bahwa aktivitas pencegahan akan
mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang sudah terjadi. Desain yang
salah misalnya akan mengakibatkan kesalahan produksi atau instalasi. Oleh sebab itu sangat
ketelitian desain untuk mengurangi biaya. Contoh dari era ini adalah penggunaan ISO 9000
versi 1994.
Strategic Quality Management /Total Quality Management. Dalam era ini keterlibatan
manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai modal untuk
menempatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefenisikan sebagai
sistem manajemen strategis dan integratif yang melibatkan  semua manajer dan karyawan
serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-
proses organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan
pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan Sistem manajemen Mutu ISO 9000 versi 2000
dan 2008.

C.   PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN MUTU

Manajemen mutu adalah aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan
melaksanakan kebijakan mutu. Pencapaian mutu yang diinginkan memerlukan kesepakatan
dan partisipasi seluruh anggota organisasi, sedangkan tanggung jawab manajemen mutu ada
pada pimpinan puncak. Untuk melaksanakan manajemen mutu dengan baik dan menuju
keberhasilan, diperlukan prinsip-prinsip dasar yang kuat. Prinsip dasar manajemen mutu
terdiri dari 8 butir, sebagai berikut: (Manfaati, 2013).

1.      Fokus Pada Pelanggan (Customer Focus)


Organisasi bergantung pada pelanggan mereka, karena itu manajemen organisasi harus
memahami kebutuhan pelanggan sekarang & yang akan datang. Organisasi harus memenuhi
kebutuhan pelanggan dan giat berusaha melebihi ekspektasi pelanggan.

2.     Kepemimpinan (Leadership)
Pemimpin organisasi harus menetapkan kesatuan tujuan dan arah dari organisasi.
Mereka harus menciptakan dan memelihara lingkungan internal agar orang- orang dapat
menjadi terlibat secara penuh dalam pencapaian tujuan- tujuan organisasi.

3.       Keterlibatan Orang (Involvement of people)


Orang/ karyawan pada semua tingkatan merupakan faktor yang sangat penting dari
suatu organisasi dan keterlibatan mereka secara penuh akan memungkinkan kemampuan
mereka digunakan untuk manfaat organisasi.
4.     Pendekatan Proses (Process Orientation).
Suatu hasil yang diinginkan akan tercapai secara efisien, apabila aktivitas dan sumber-
sumber daya yang berkaitan dikelola sebagai suatu proses.

5.     Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen (System Approach to Management).


Pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan, dari proses- proses yang saling
berkaitan sebagai suatu sistem, akan memberikan kontribusi pada efektifitas dan efisiensi
organisasi dalam mencapai tujuan- tujuannya.

6.     Peningkatan Terus Menerus (Continual Improvement)


Peningkatan terus- menerus dari kinerja organisasi secara keseluruhan harus menjadi
tujuan tetap dari organisasi. Peningkatan terus- menerus didefinisikan sebagai suatu proses
sebagai suatu proses  yang berfokus pada upaya terus- menerus meningkatkan efektifitas dan
atau efisiensi organisasi untuk memenuhi kebijakan dan tujuan dari organisasi itu.
Peningkatan terus- menerus mambutuhkan langkah- langkah konsolodasi progresif,
menanggapi perkembangan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, dan akan menjamin suatu
evolusi dinamik dari sistem manajemen mutu.

7.     Pendekatan Fakta Dalam Pembuatan Keputusan (Factual Approach to Decision


Making).
Keputusan yang efektif adalah keputusan yang berdasarkan pada analisis data dan
informasi untuk menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga masalah- masalah kualitas
dapat terselesaikan secara efektif dan efisien.

8. Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan (Mutually Beneficial Supplier


Relationship).
Suatu organisasi dan pemasok adalah saling tergantung, dan suatu hubungan yang
saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai
tambah.
D.  MANFAAT MANAJEMEN MUTU

Manfaat dari mutu dapat dilihat dari 3 (tiga) sisi yaitu


1.      Manajemen meliputi efektif dan efisiensi
2.     Karyawan meliputi Kebanggan, kendali terhadap waktu, karyawan dapat
mengerjakan pekerjaan dengan benar dan mengurahi terjadinya kesalahan
3.     Pasien meliputi kepuasan, kesembuhan, ketepatan, keamanan dan kenyamanan.

Manfaat lain yang diberikan oleh mutu yaitu: (Manfaati, 2013)


1.      Dokumentasi mutu yang lebih baik.
Sistem manajemen mutu memberikan pedoman dalam mengelola sistem dokumentasi
agar dokumen-dokumen yang dibuat oleh suatu perusahaan bersifat efektif dan efisien. Setiap
organisasi menentukan tingkat dokumentasi yang dibutuhkan dan media yang digunakan. Hal
tersebut tergantung pada faktor-faktor seperti; jenis dan ukuran organisasi, kompleksitas dan
interaksi proses-proses, kompleksitas produk, persyaratan pelanggan, persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, demonstrasi kemampuan personel, dan faktor-faktor
lainnya yang dibutuhkan untuk mendemonstrasikan pemenuhan dari persyaratan-persyaratan
sistem manajemen mutu.

2.     Pengendalian mutu secara sistematik.


Menurut pengertian ISO, mutu (quality) adalah kadar/tingkat yang dimiliki oleh
sekumpulan karakteristik yang melekat (yang menjadi sifat) pada suatu produk atau
pelayanan dalam memenuhi persyaratan. Kadar/tingkat tersebut berdasarkan sifatnya dapat
dibagi menjadi buruk (poor), baik (good) atau baik sekali (excellent). Sedangkan yang
dimaksud dengan persyaratan (requirement) adalah kebutuhan atau harapan (pelanggan) yang
ditetapkan, yang secara umum wajib dipenuhi.

Dalam ISO 9001 pengendalian mutu harus dimulai dari masing-masing proses yang
terdapat dalam perusahaan. Setiap proses adalah input bagi proses sesudahnya dan sekaligus
merupakan output dari proses sebelumnya. Karena proses-proses tersebut saling berinteraksi
satu sama lain dalam satu sistem, maka pengendalian mutu yang baik pada setiap proses
tentunya secara keseluruhan akan menghasilkan suatu pengendalian mutu secara sistematik.
3.     Koordinasi yang lebih baik.
Adanya kesamaan persepsi untuk menghasilkan output yang memenuhi persyaratan dan
kebutuhan akan adanya satu sistem yang mendukung pencapaian hal tersebut, mendorong
terjadinya kegiatan koordinasi antar proses dalam sistem tersebut. ISO 9001 merancang suatu
sistem manajemen mutu yang mengarahkan proses-proses dalam suatu perusahaan agar
melakukan koordinasi yang lebih baik.

4.     Deteksi awal ketidaksesuaian.


Ketidaksesuaian (non conformity) adalah ketidakmampuan untuk memenuhi
persyaratan, sedangkan cacat (defect) adalah ketidaksesuaian yang berhubungan dengan
kegunaan yang ditetapkan atau dimaksudkan. Dengan adanya sistem pengendalian mutu yang
baik dan didukung oleh koordinasi antar proses, maka setiap ketidaksesuaian akan dapat
dideteksi lebih dini. Karena setiap proses selalu melakukan pemeriksaan terhadap output dari
proses lain (sebelumnya), maka diharapkan setiap ketidaksesuaian yang terjadi dapat segera
dikenali, diperbaiki dan dicegah agar tidak berulang kembali.

5.     Konsistensi mutu yang lebih baik.


Jika semua unsur yang membentuk sistem manajemen mutu melakukan upaya terus
menerus untuk memperbaiki kinerja dengan berdasar kepada pedoman dan prosedur yang
telah didokumentasikan, maka akan dihasilkan konsistensi pengendalian mutu yang lebih
baik.

6.     Kepercayaan pelanggan bertambah.


Suatu perusahaan yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 dengan baik,
akan memberikan rasa aman terhadap pelanggan produk/pelayanannya, dan pada akhirnya
meningkatkan kepercayaan (reliability). Kepercayaan tersebut timbul karena pelanggan
melihat bahwa kegiatan pemenuhan persyaratan-persyaratannya dikelola secara baik dan
memadai. Rasa aman dan kepercayaan ini kemudian akan berkembang menjadi hubungan
bisnis yang saling menguntungkan satu sama lain dan berlangsung lama.
Sebagai contoh; jika kita ingin membeli suatu produk elektronik (seperti televisi) maka
kita tentu lebih memilih untuk membeli produk dari perusahaan yang bisa memberikan
jaminan mutu terhadap produk yang dihasilkannya. Jaminan mutu tersebut bisa berupa
garansi terhadap produk yang dijual. Perusahaan yang berani memberikan garansi terhadap
produk-produk yang dijualnya adalah perusahaan yang yakin bahwa s sistem manajemen
mutunya telah dikelola dengan baik. Dengan demikian kepercayaan pelanggan terhadap
produk-produk yang dijual oleh perusahaan tersebut, akan semakin bertambah.

7.     Disiplin dalam pencatatan mutu bertambah.


ISO 9001 mensyaratkan adanya pengelolaan sistem pencatatan mutu yang baik. Setiap
catatan harus jelas, mudah dibaca, dapat diidentifikasi dan diperoleh kembali dengan mudah.
Dengan adanya persyaratan tersebut maka perusahaan yang menerapkan ISO 9001 akan
membuat suatu prosedur pencatatan mutu termasuk pengendaliannya, yang menciptakan
kedisiplinan dalam pencatatan mutu.

8.     Lebih banyak kesempatan untuk peningkatan.


Pada akhirnya penerapan ISO 9001 akan memberikan peluang-peluang bagi
peningkatan kinerja perusahaan yang diperoleh dari sistem dokumentasi yang baik,
pengendalian mutu secara sistematik, koordinasi antar proses dalam sistem dan disiplin dalam
pencatatan. Sehingga setiap ketidaksesuaian dapat dideteksi lebih awal untuk diperbaiki dan
dicegah agar tidak berulang kembali. Sedangkan potensi-potensi munculnya ketidaksesuaian
yang belum terjadi akan dapat dikenali, kemudian dicegah agar tidak terjadi.

E.   TEORI MANAJEME MUTU


Manajemen mutu menurut J. M. Juran dirangkum dalan Trilogy Juran yang mencakup
Perencanaan Mutu (Quality Planning), Pengendalian Mutu (Quality Control)
dan  Peningkatan Mutu (Quality Improvement) sebagai berikut

1.      Perencanaan Mutu
Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan
menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer
pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan.
a)     Menetapkan (Identifikasi) siapa pelanggan
b)    Menetapkan (identifikasi) kebutuhan pelanggan
c)      mengembangkan keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan.
d)     mengembangkan proses yang mampu menghasilkan keistimewaan produk
e)      Mengarahkan perencanaan ke kegiatan operasioanal
2.     Pengendalian Mutu
Suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan
dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui
kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak segera diperbaiki.
Langkah Kegiatan yang dikerjakan, antara lain :
a)      Evaluasi kinerja dan kontrol produk
b)     Membandingkan kinerja aktual terhadap tujuan produk.
c)      Bertindak terhadap perbedaan atau penyimpangan mutu yang ada.

3.     Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu atau quality improvement adalah suatu proses kegiatan yang
dilakukan  untuk meningkatkan mutu barang atau jasa.  Agar dapat sukses di setiap
perusahaan/institusi/lembaga harus melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan
perbaikan secara berkesinambungan untuk meningkatkan mutu.
Quality improvement juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana mekanisme
yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi
alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih
para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan suatu
struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai
sebelumnya.
a)     Mengadakan infrastruktur yang diperlukan bagi upaya peningkatan mutu.
b)    Identifikasi apa yang perlu ditingkatkan dan proyek peningkatan mutu.
c)     Menetapkan tim proyek
d)    Menyediakan tim dengan sumber daya, pelatihan, motivasi untuk mendiagnosa
penyebab, merangsang perbaikan mengadakan pengendalian agar tetap tercapai
perolehan.
Adapun 14 prinsip perbaikan mutu menurut Deming yaitu peningkatan mutu produk,
menerapkan filosofi mutu, mengurangi pengawasan, hentikan pendapat harga membawa
rupa, peningkatan berkesinambungan, diklat karyawan, kepemimpinan yg berkomitmen
terhadap mutu, menghilangkan rasa takut dlm iklim kerja, menghilangkan barier antar unit
kerja, membatasi slogan dan target, mengurangi penekanan pada angka, menghilangkan
hambatan dan kebanggaan kerja, melakukan perubahan, merencanakan dan melaksanakan
program diklat yang membangun.
Menurut Delming, terdapat 7 hambatan dalam perbaikan mutu meliputi
1.      Tidak ada tujuan yang konstan
2.     Penekanan pada keuntungan sesaat
3.     Evaluasi kinerja berdasarkan penilaian tahunan
4.     Mobilitas menejemen
5.     Melakukan tindakan apa yang dilihat
6.     Penggunaan biaya kesehatan yang berlebihan
7.     Penggunaan biaya untuk memberikan garansi yang berlebihan

F.    SASARAN DAN SIFAT MANAJEMEN MUTU


Metode Pembuatan Sasaran Mutu dalam ISO 9001 mempunyai prinsip SMART yaitu
harus Specific (Spesifik), Measurable (terukur), Achievable (dapat dicapai), Relevant
(relevan), Time-Bound (Batas waktu). (Konsultan ISO, 2013)
1.      Specific : target yang ditentukan haruslah spesifik/jelas, misal:
2.     Measurable : harus terukur
3.     Achievable: Target yang ditentukan haruslah yang masuk akal bisa dicapai,
4.     Relevant: Sasaran mutu yang ditetapkan harus relevan/sesuai dengan proses/fungsi
terkait.
5.     Time Bound : harus mempunyai batas waktu yang jelas

Adapun sifat dari mutu yaitu


1.      Mutu bersifat relatif;
2.     Tuntutan terhadap mutu selalu berubah (dinamis) dan makin tinggi;
3.     Mutu merupakan konsep sikap dan penilaian;
4.     Mutu sangat ditentukan oleh persepsi,interpretasi dan pengalaman
5.     Mutu mencakup:
a)     Mutu Input  (Mutu Petugas; Mutu bahan; alat; fasilitas; mutu   informasi);
b)    Mutu Proses (mutu kerja; proses pelayanan, proses pemberian informasi, proses
emphati);
c)     Mutu Produk (bahan yang dikonsumsi konsumen);
G.  MUTU PELAYANAN KESEHATAN
Mutu pelayanan kesehatan adalah hasil akhir (outcome) dari interaksi dari
ketergantungan antara berbagai aspek, komponen atau unsur organisasi pelayanan kesehatan
sebagai suatu sistem. Menurut Kemenkes RI, Mutu pelayanan kesehatan, pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar
dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

Menurut Prof. A. Donabedian, ada tiga pendekatan evaluasi (penilaian) mutu yaitu dari
aspek:
1.      Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, sumber daya manusia dan
sumber daya lainnya di fasilitas kesehatan.
2.     Proses adalah semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga
kesehatan dan interaksinya dengan pasien.
3.     Outcomes adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan
profesional  terhadapa pasien

Adapun beberapa dimensi mutu pelayanan kesehatan yaitu sebagai berikut


1.      Kompetensi Teknis: jika cara pemberi pelayanan mengikuti standar tidak terpenuhi
merupakan medical negligence/mal praktek,
2.     Keterjangkauan: Pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial
ekonomi, organisasi atau bahasa,
3.     Efektivitas: mampu mengatasi keluhan yang ada serta mencegah meluasnya penyakit,
4.     Efisiensi: mampu menggunakan sumberdaya secara optimal,
5.     Kesinambungan: pasien dilayani sesuai kebutuhan termasuk rujukan tanpa mengulang
prosedur & terapi yang tidak perlu,
6.     Keamanan: pelayanan kesehatan aman bagi pasien dan pemberi pelayanan (infeksi,
cedera, efek samping),
7.     Kenyamanan: mampu mempengaruhi kepuasan pasien sehingga mau berobat kembali ke
tempat tersebut,
8.     Informasi: mampu menjelaskan apa, siapa, kapan, dimana dan bagaimana pelayanan
tersebut dilaksanakan,
9.     Ketepatan: pelayanan kesehatan dilaksanakan pada waktu yang tepat, dengan cara yang
tepat, oleh orang yg tepat, menggunakan sarana & prasarana yang tepat serta sumber
daya yang tepat,
10. Hubungan Antar Manusia: mampu menimbulkan kepercayaan/kredibilitas dengan cara
saling menghargai dan saling menghormati.

2.3. ANALISIS GUGUS KENDALI MUTU

Menghadapi lingkungan bisnis yang secara terus-menerus berubah, perkembangan


teknologi dan penyebaran informasi yang semakin cepat menuntut, setiap perusahaan perlu
terus berusaha untuk meningkatkan kinerja agar dapat bersaing. Perbedaan kinerja yang
terjadi cukup besar diantara departemen dalam organisasi atau dengan pesaing, merupakan
salah satu pendorong bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan kinerja secara
berkelanjutan, bahkan diperlukan perbaikan yang cepat dan radikal. Salah satu cara
pengembangan manajemen yang partisipatif yaitu melalui pembentukan Gugus Kendali Mutu
di setiap unit kerja.

Pada dasarnya Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan suatu pendekatan


pengendalian mutu melalui penumbuhan partisipasi karyawan. GKM merupakan mekanisme
formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan
memberikan tekanan pada partisipasi dan kreatifitas di antara karyawan. Setiap gugus juga
bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dan dalam memantaw kesempatan. GKM bersifat proaktif, tidak
menunggu bergerak kalau persoalan timbul dan tidak menghentikan kegiatannya kalau suatu
persoalan telah ditemukan dan dipecahkan , artinya GKM harus bekerja terus menerus dan
tidak tergantung pada proses produksi. Pelaksanaan kegiatan dan pengemabangan GKM pada
dasarnya dapat diidentifikasikan ke dalam kegiatan yang terdiri dari 10 hal, yaitu :
pengembangan diri, kesukarelaan, kegiatan kelompok, partisipasi seluruh karyawan,
pemanfaatan teknik-teknik kendali mutu, kegiatan-kegiatan yang berhubungan erat dengan
tempat kerja, kesinambungan kegiatan kendali mutu, pengembangan bersama, kreativitas,
kesadaran akan pentingnya mutu, pengetahuan akan masalah-masalah dan perbaikan mutu.

Dengan menggunakan konsep total participations, GKM mengundang partisipasi seluruh


karyawan dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan erat dengan perusahaan
tempat bekerja. Perbaikan produktivitas merupakan pertimbangan yang sangat pnting untuk
tujuan perusahaan sehingga menjadikan pengukuran produktivitas sebagai sarana yang
penting. Pengukuran produktivitas dapat membantu usaha identifikasi berbagai bidang untuk
melakukan perbaikan terhadap perencanaan, pengalokasian sumberdaya dan pengendalian
manajemen. Di segala upaya untuk meningkatkan produktivitas harus memperhitungkan
reaksi kemanusiaan dari tenaga kerja, diantaranya kemampuan berfikir, perubahan emosi, dan
kemampuan inovatif dari waktu ke waktu serta bagaimana tenaga kerja berinteraksi dengan
yang lainnya.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah sekelompok pekerja kecil daripada wilayah
kerjanya yang secara sukarela dan berkala mengadakan kegiatan pengendalian mutu dengan
cara mengidentifikasikan, menganalisa dan mencari pemecahan masalah. Definisi lain GKM
adalah sejumlah karyawan dengan pekerjaan yang sejenis yang bertemu secara berkala untuk
membahas dan memecahkan masalah-masalah pekerjaan dan lingkungannya dengan tujuan
meningkatkan mutu usaha dengan menggunakan perangkat kendali mutu.

Mutu usaha secara keseluruhan meliputi :

1.      Produk, biaya, waktu dan penyediaan

2.      Keamanan, keselamatan dan kenyamanan kerja.

3.      Metodologi kerja, baik bagi kepentingan konsumen maupun kepentingan pemerintah


serta masyarakat pada umumnya.

Gugus kendali mutu menjadi satu hal yang perlu kita prioritaskan dalam rangka
mempertahankan kedudukan perusahaan. Karena masalah mutu secara keseluruhan akan
tercermin pada semua segi dari suatu usaha, maka tiap perbaikan usaha, betapapun kecilnya
akan merupakan sumbangan yang bermakna bagi upaya peningkatan mutu secara
keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.blogger.com/profile/04184615952967318294

https://ilmumanajemenindustri.com/author/dicksonkho/

https://veriyenpaone.blogspot.com/2012/11/makalah-anjak-piutang_18.html

https://sites.google.com/site/kelolakualitas/PDCA

Anda mungkin juga menyukai