Tugas Logika - Bayu Rahman 20105030118
Tugas Logika - Bayu Rahman 20105030118
Nim :20105030118
Kelas :IAT C
Telaah Kritis Terhadap “The Logical Structure Of Islamic Theology” Josef Van Ess
Van Ess merupakan sarjana terkemuka dalam bidang Kalam, khususnya dalam Struktur
Logika Mutakalimin. Penelitian Van Ess dilatarbelakangi adanya pemahaman yang berasal dari
Al Baghdadi mengenai ketidakadaannya satupun dari Fuqaha terdahulu yang menggunakan
logika dalam perumusan hukum – hukum Islam kecuali Al Mawardi, pengarang kitab Al Ahkam
As Sultaniya. logika yang berkembang diantara Mutakalimin pada awalnya merupakan struktur
logika Aristoteles, namun setelah Van Ess melontarkan argumentasinya, ditemukan bahwa
adanya pengaruh Logika Stoic dalam beberapa pemikiran Mutakalimin. Struktur logika kaum
Mutakalimin berimplikasi langsung dalam hal perumusan hukum Islam, misalnya dalam ranah
fiqih ataupun muamalah. Struktur logika tersebut memainkan peranan strategis dalam
perumusannya, sehingga apabila dalam perumusan tersebut ada sesuatu yang janggal, akan
berimplikasi langsung terhadap hokum yang dihasilkan.
Ada tiga rumusan masalah yang mau diketengahkan dan dielaborasikan lebih lanjut:
keilmuan Islam tradisional yang membahas segi ketuhanan dan berbagai derivasinya.
Ilmu ini sering juga disebut Teologi Islam, meskipun sebagian ahli menilai penyebutan semacam
itu tidak sepenuhnya tepat. Dari segi kebahasaan, katakalâm berarti perkataan, pembicaraan, atau
kata-kata. Kata takallama fî berarti membicarakan atau mendiskusikan suatu masalah atau topik.
Ketika kalâm tersusun menjadi sebuah disiplin keilmuan tersendiri, berbagai definisi pun
diajukan untuk menjelaskan struktur dan rancang bangun keilmuan ini. penulis menggaris
bawahi empat hal berikut.: Pertama, Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang persoalan
ketuhanan dalam Islam, terutama yang berkenaan dengan masalah kepercayaan (akidah).
Sebagaimana diketahui, persoalan akidah merupakan jantung ajaran Islam. Oleh karena itu dapat
dipastikan betapa pentingnya peran ilmu ini dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang pondasi dan dasar-dasar keislaman yang berupa akidah dan keimanan kepada seorang
Muslim, serta bagaimana mengimplementasikan keimanan tersebut dalam kehidupan sehari-
hari.Kedua, ilmu ini dibangun dan didasarkan atas dalil-dalil yang meyakinkan (nash; naqlî).
Dengan kata lain, ilmu ini bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah dan dimulai dari pemahaman
terhadap prinsip-prinsip akidah yang terkandung di dalam kedua sumber itu. Ketiga, tujuan ilmu
ini adalah untuk meneguhkan akidah dan menyangkal atau menolak kepercayaan dan keyakinan
yang bertentangan dengannya. Keempat, tujuan tersebut dicapai dengan menggunakan
argumentasi, bukti-bukti rasional, cara, dan metode lainnya yang bisa mewujudkan maksud
tersebut. Konteks penemuan Ilmu Kalam berkenaan dengan dua aspek, yaitu: pertama, aspek
penyusunan rumusan-rumusan akidah keislaman yang digali, disarikan, dan didasarkan pada
kajian yang mendalam terhadap prinsip-prinsip dan norma-norma yang terdapat dalam al-Quran
dan as-Sunnah. Kedua, penyusunan rumusan-rumusan akidah keislaman tersebut tidak bisa
dilepaskan dari kondisi dan situasi historis, sosial, budaya, dan politik yang mengitari,
mempengaruhi, dan ikut mewarnainya. Ada dua sumber yang menjadi sandaran pembahasan
dalam Ilmu Kalam, yaitu sumber yang bersifat tekstual-naqliyyah (al-Quran dan as-Sunnah) dan
sumber yang bersifat argumentasi logis-‘aqliyyah (rasio). Berkenaan dengan sumber yang
pertama, Pada aspek yang kedua, Ilmu Kalam sungguhpun digali dan didasarkan pada wahyu
Pertama, Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang akidah keislaman dengan didasarkan
pada al-Quran dan as-Sunnah. Ilmu ini berguna untuk membela dan mempertahankan keimanan
dan menolak keyakinan yang menyimpang darinya. Kedua, sebagai sebuah ilmu, kalâm bisa
dicermati dari perspektif filsafat ilmu kontemporer, terutama dari distingsi teoritis tentang
konteks penemuan (the context of discovery) dan konteks justifikasi (the context of justification)
sebuah ilmu. Ketiga, tujuan dari tinjauan filsafat ilmu kontemporer terhadap Ilmu Kalam dengan
menggunakan distingsi teoritis di atas adalah untuk menemukan logika keilmuan kalâm tersebut
Keempat, konteks penemuan (the context of discovery) Ilmu Kalam meliputi masalah perumusan
kalâm berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah serta residuresidu historisitas yang melekat pada
ilmu ini. Beberapa sarjana kontemporer berusaha menjelaskan dua pokok masalah ini guna
menunjukkan dimensi subyektif yang terkandung dalam Ilmu Kalam, yang bagi mayoritas
Muslim justru dianggap obyektif danmutlak. Anggapan inilah yang disinyalir menjadi penyebab
utama bagi kegagalan Ilmu Kalam dalam merespon persoalan kemanusiaan dan peradaban yang
semakin berkembang dan kompleks. Kelima, konteks justifikasi (the context of justification)
Ilmu Kalam dapat dicermati dalam kecenderungan mutakallimûn untuk melakukan
penyangkalan dan penolakan terhadap kepercayaan yang berbeda dengan mereka. Penolakan dan
penyangkalan tersebut mereka lakukan dengan menggunakan metode dialektika (al-manhaj al-
jadalî; jadaliyyah). Konteks justifikasi ilmu ini juga diperkuat melalui model pembuktian
rasional dengan menggunakan metode demonstratif (al-manhaj al-bahtsî; bahtsiyyah). Ada dua
bentuk manifestasi dari metode demonstratif yang biasa digunakan oleh mutakallimûn, yaitu
qiyâs (analogi) dan silogisme.