Anda di halaman 1dari 55

2013

Pedoman
Penyusunan Standar
Pemasyarakatan
Daftar Isi
Daftar Isi........................................................................................................................ i
I. Pendahuluan .............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Maksud dan Tujuan ....................................................................................... 1
1.3. Daftar Istilah .................................................................................................. 2
1.4. Dasar Hukum ................................................................................................. 6
1.5. Prinsip Dasar ................................................................................................. 6
II. Dasar Teori .............................................................................................................. 7
2.1 Formulasi Kebijakan Publik .......................................................................... 7
2.2 Monitoring Kebijakan Publik ........................................................................ 9
2.3 Evaluasi Kebijakan Publik .......................................................................... 10
2.4 Penyusunan Kuesioner untuk Monitoring dan Evaluasi Kebijakan ............ 15
2.4.1 Instrumen Penilaian Mandiri oleh UPT Pemasyarakatan ........................ 15
2.4.2 Instrumen Kepuasan WBP terhadap Pelayanan Pemasyarakatan............ 16
III. Prosedur Penyusunan ........................................................................................... 18
3.1 Prosedur Penyusunan Standar Pemasyarakatan .......................................... 18
3.2 Prosedur Legalisasi Standar Pemasyarakatan ............................................. 20
3.3 Prosedur Implementasi Standar Pemasyarakatan ........................................ 22
3.4 Prosedur Monitoring dan Evaluasi Standar Pemasyarakatan ...................... 22
3.4.1 Contoh Hasil Evaluasi Implementasi Standar Pemasyarakatan .............. 23
3.4.2 Contoh Penghitungan Skor Implementasi Standar Pemasyarakatan ....... 26
IV. Komponen Standar............................................................................................... 32
4.1 Norma dan Dasar Hukum ............................................................................ 32
4.2 Definisi Global dan Detil Standar ............................................................... 32
4.3 Maksud dan Tujuan Standar ........................................................................ 33
4.4 Prosedur Operasional Baku (SOP) .............................................................. 33
4.5 Kriteria Keberhasilan Pelaksanaan Standar................................................. 37
4.6 Kebutuhan Sarana dan Prasarana ................................................................ 44
4.6.1 Definisi Sarana dan Prasarana ................................................................. 44
4.6.2 Perencanaan Sarana dan Prasarana .......................................................... 44
4.6.3 Pengelolaan Sarana dan Prasarana ........................................................... 46
4.7 Kebutuhan Sumber Daya Manusia .............................................................. 48
4.7.1 Definisi Sumber Daya Manusia ............................................................... 48
4.7.2 Definisi Kompetensi ................................................................................ 49
4.8 Kebutuhan Biaya Pelaksanaan Standar ....................................................... 49
LAMPIRAN: FORMAT DOKUMEN STANDAR ............................................... 53
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan – Ditjen Pemasyarakatan Hal i
I. Pendahuluan

1
1.1. Latar Belakang
Tujuan kebijakan Reformasi Birokrasi di Indonesia adalah untuk membangun profil dan
perilaku aparatur negara yang memiliki integritas, produktivitas, dan bertanggungjawab
Pendahuluan serta memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang
prima melalui perubahan pola pikir (mind set) dan
budaya kerja (culture set) dalam sistem manajemen
 Latar Belakang
pemerintahan.
 Maksud dan Tujuan
Reformasi Birokrasi mencakup delapan area perubahan
 Daftar Istilah utama pada instansi pemerintah di pusat dan daerah,
 Prinsip Penyusunan Standar meliputi: organisasi, tata laksana, peraturan perundang-
Pemasyarakatan undangan, sumber daya manusia aparatur, pengawasan,
akuntabilitas, pelayanan publik, mind set dan culture set
aparatur. Pada hakekatnya perubahan ketatalaksanaan diarahkan untuk melakukan
penataan tata laksana instansi pemerintah yang efektif dan efisien.

Salah satu upaya penataan tata laksana pemasyarakatan diwujudkan dalam bentuk
penyusunan dan implementasi Standar Operasional Prosedur Pelayanan Pemasyarakatan
(selanjutnya disebut dengan Standar Pemasyarakatan) dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi pemasyarakatan.

Saat ini, praktek penyusunan Standar Pemasyarakatan di Ditjen Pemasyarakatan sangat


beragam dari segi isi maupun variasi format dokumen yang dihasilkan. Dalam kaitan
tersebut, maka perlu disusun pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan untuk
dijadikan acuan penyusunan Standar Pemasyarakatan bagi direktorat teknis di Ditjen
Pemasyarakatan. Selain itu, selama ini Standar Pemasyarakatan yang telah disusun
belum dilengkapi dengan alat pengukuran keberhasilan yang bisa digunakan untuk alat
monitoring dan evaluasi keberhasilan pelaksanaan standar yang telah disusun.
Instrumen monitoring dan evaluasi ini bisa digunakan untuk mendapatkan potret
pelaksanaan Standar Pemasyarakatan oleh UPT Pemasyarakatan.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari pedoman penyusunan standar ini adalah untuk memberikan
panduan bagi seluruh instansi di bawah Ditjen Pemasyarakatan dalam mengidentifikasi,
menyusun, mendokumentasikan, mengembangkan, memonitor serta mengevaluasi
Standar Pemasyarakatan sesuai dengan tugas dan fungsi aparatur pemerintah.
Sasaran yang diharapkan dapat dicapai melalui pedoman ini adalah:
1) Setiap pelayanan pemasyarakatan yang sudah teridentifikasi di dalam Rencana
Strategis Ditjen Pemasyarakatan memiliki Standar Pemasyarakatan masing-
masing sehingga memudahkan di dalam pelaksanaan standard dan memudahkan
di dalam memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut oleh UPT
Pemasyarakatan;
2) Penyempurnaan proses penyelenggaraan pelayanan pemasyarakatan;
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 1
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
3) Peningkatan ketertiban dalam penyelenggaraan pelayanan pemasyarakatan;
4) Peningkatan kualitas pemasyarakatan
1.3. Daftar Istilah
Berikut ini adalah definisi dari istilah yang digunakan di dalam pedoman penyusunan
standar pemasyarakatan ini:
1) Standar Pemasyarakatan adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan
mengenai berbagai proses penyelenggaraan pelayanan pemasyarakatan,
bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan; Selain
itu di dalam Standar Pemasyarakatan juga terdapat instrument monitoring dan
evaluasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengukuran keberhasilan
pelaksanaan Standar Pemasyarakatan. Komponen dasar dari Standar
Pemasyarakatan adalah: Prosedur Operasional Baku (Standard Operating
Procedure), spesifikasi minimal sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
keberhasilan pelaksanaan standar, jumlah petugas pelayanan pemasyarakatan
yang dibutuhkan untuk melaksanakan Standar Pemasyarakatan beserta
spesifikasi kompetensi petugasnya.
Berikut ini adalah rekapitulasi standar pemasyarakatan yang menjadi tugas
pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan:

No Standar Pemasyarakatan
Standar registrasi dan identifikasi basan baran (penerimaan dan penelitian
1
dan penilaian basan)
2 Standar klasifikasi dan penempatan basan baran
3 Standar pengamanan basan baran
4 Standar pemeliharaan basan baran
5 Standar mutasi fisik dan administrasi
6 Standar penghapusan/ pengeluaran
7 Standar pengawasan basan baran
8 Standar registrasi, penempatan, mutasi dan pengeluaran anak
9 Standar assessment dan klasifikasi anak
10 Standar registrasi, mutasi dan pengakhiran bimbingan klien
11 Standar assessment dan klasifikasi klien
12 Standar pendidikan formal dan pendidikan kejuruan
13 Standar pendidikan kesetaraan
Standar pendidikan ketrampilan khusus (kepramukaan, kesenian,
14
keagamaan, olahraga, rekreasi, dan karakter)
15 Standar pembimbingan dan pengentasan anak (reintegrasi anak)
Standar Pendampingan proses peradilan, pendampingan diversi dan
16
mediasi
17 Standar pengasuhan dan konseling anak
18 Standar bimbingan klien dewasa (di luar bimbingan kemandirian)
19 Standar pengawasan dan penindakan klien
20 Standar pengajuan ijin luar negeri
21 Standar bimbingan kemandirian dan penyaluran kerja klien dewasa
22 Standar penelitian kemasyarakatan klien anak
23 Standar penelitian kemasyarakatan klien dewasa
24 Standar pengusulan, pengangkatan, pemberhentian, pendataan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 2
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
No Standar Pemasyarakatan
Pembimbing Kemasyarakatan
25 Standar bimbingan kepribadian
26 Standar pembinaan napi terorisme

Standar Pembinaan Narapidana Narkotika Dan Transnasional, narapidana


27
illegal logging, pelanggaran HAM berat

28 Standar Pembinaan Narapidana khusus Korupsi di Lapas / Rutan

Standar bimbingan latker dan keterampilan bidang Industri/ manufaktur,


29
jasa dan agribisnis
Standar bimbingan bakat, bimbingan keterampilan dan pengelolaan hasil
30
karya tahanan

31 Standar pembinaan produksi bidang industri/ manufaktur

32 Standar pembinaan kegiatan sektor jasa


33 Standar pembinaan produksi bidang agribisnis
Standar promosi dan pemasaran serta pengelolaan dana pengembangan
34
produksi

35 Standar bentuk usaha yang bisa diterapkan di UPT Pemasyarakatan

Standar registrasi, klasifikasi, penempatan, mutasi, pengeluaran dan


36
kegiatan admisi orientasi tahanan
Standar registrasi, klasifikasi, penempatan, mutasi, pengeluaran dan
37
kegiatan admisi orientasi narapidana

38 Standar pelaksanaan kegiatan TPP tingkat pusat, kanwil dan UPT PAS

Standar pelayanan pemberian CB, CMB dan PB Narapidana Tindak


39
Pidana Umum
Standar pelayanan pemberian CB, CMB dan PB Narapidana Tindak
40
Pidana Khusus
41 Standar pelayanan asimilasi dan CMK

42 Standar pelayanan bimbingan dan penyuluhan hukum tahanan

Standar pelayanan bantuan hukum dan pendampingan peradilan bagi


43
tahanan
44 Standar pelayanan tahanan (overstaying)
45 Standar KIE, penyuluhan dan pencegahan

Standar penyelenggaraan makanan (gizi, kualitas bahan makanan serta


46
penerimaan, pengolahan, dan penyajian makanan)

Standar pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (pakaian, alat tidur dan


47
alat mandi napi/tahanan)

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 3


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
No Standar Pemasyarakatan
48 Standar perawatan sejak diagnosis paliatif dan pemulasaran jenazah

49 Standar rekomendasi medis


Standar perawatan medis dasar (standar perawatan di poliklinik
50
LP/Rutan)
Standar pengawasan napi/thnn yang dirawat di luar Lapas/rutan dan
51
perawatan pre post release
52 Standar rumah sakit pemasyarakatan
Standar kesehatan lingkungan (ventilasi, pencahayaan, penghijauan,
53
kebersihan, tata ruang)

54 Standar ketersediaan air bersih serta pengolahan limbah dan sampah

Standar pengendalian TB, Hepatitis, Skabies, Lepra dan penyakit


55
menular lainnya
56 Standar penanggulangan HIV AIDS
57 Standar terapi rehabilitasi medic
58 Standar terapi rehabilitasi social

Standar perawatan dasar bayi, anak (imunisasi) sampai 2 th dan napi


59
anak, wanita datang bulan, hamil, menyusui IMS, serta manula

Standar pendampingan psikolog dan psikiater, konseling, rujukan jiwa


60
dan penatalaksanaan gangguan jiwa

61 Standar pelaksanaan rujukan elektif dan gawat darurat

Standar keamanan UPT Pemasyarakatan (termasuk pengamanan


62
kunjungan, asimilasi dan pengawalan, keadaan darurat)

63 Standar penggunaan dan pemeliharaan sarana keamanan

64 Standar evaluasi hunian


65 Standar pencegahan gangguan kamtib
66 Standar intelijen PAS
67 Standar penindakan gangguan kamtib
68 Standar pemulihan kondisi keamanan

69 Standar pemantauan pengendalian internal dan eksternal

Standar Penyelenggaraan sidang kode etik dan pengelolaan majelis kode


70
etik
71 Standar kode etik petugas pemasyarakatan

72 Standar kompetensi Petugas Keamanan UPT Pemasyarakatan

73 Standar pelayanan pengaduan

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 4


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
No Standar Pemasyarakatan
74 Standar pelayanan pengelolaan sistem whistle blower
75 Standar penyusunan rencana dan anggaran
76 Standar bangunan UPT Pemasyarakatan

77 Standar penyusunan peraturan perundang-undangan dan ketatalaksanaan

78 Standar evaluasi dan pelaporan


Standar penempatan pegawai, pelayanan administrasi jabatan fungsional,
79
penggajian, Kepangkatan
Standar pemberian hukuman disiplin, pelayanan cuti, pensiun dan
80
pemberian tanda jasa
Standar pelayanan pembuatan kartu pegawai, pembuatan kartu
81
istri/suami, pembuatan kartu askes
82 Standar kompetensi petugas pemasyarakatan
83 Standar pelaksanaan anggaran

Standar pelayanan pemberian gaji pegawai , remunerasi, uang makan,


84
uang duka wafat, uang duka tewas, uang lembur

Standar proses registrasi hibah langsung dalam bentuk uang dan


85
pengelolaan penerimaan negara bukan pajak

86 Standar pengadaan barang persediaan dan barang modal

87 Standar inventarisasi, penghapusan dan pengelolaan mutasi BMN

Standar Pengelolaan persuratan (menerima, mengklasifikasi,


88
mengagendakan, mendistribusi)
89 Standar protokoler pimpinan
Standar Pemeliharaan dan pengamanan gedung, penggunaan sarana fisik
90
dan sarana kantor

91 Standar pengelolaan data dan informasi pemasyarakatan

92 Standar layanan informasi

Standar pengamanan dan pemeliharaan Teknologi Informasi (jaringan


93
(LAN dan WAN), PC, server, dll)

94 Standar pengolahan dan publikasi informasi


95 Standar kerjasama dalam negeri
96 Standar kerjasama luar negeri

2) Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan


Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
(Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan).

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 5


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
3) Pelayanan pemasyarakatan adalah pelayanan yang ditujukan untuk warga binaan
pemasyarakatan dan seluruh pihak yang terkait dan berkepentingan
(stakeholder).

1.4. Dasar Hukum


Berikut ini adalah dasar hukum yang digunakan di dalam penyusunan standar
pemasyarakatan:
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal
3) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional
Prosedur Administrasi Pemerintahan
4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 37/PMK.02/2012 tentang
Standar Biaya Tahun Anggaran 2013

1.5. Prinsip Dasar


Berikut ini adalah prinsip dasar yang digunakan di dalam penyusunan standar
pemasyarakatan:
1) Kemudahan dan kejelasan. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dapat
dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua aparatur bahkan bagi
seseorang yang sama sekali baru dalam pelaksanaan tugasnya;
2) Efisiensi dan efektivitas. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus
merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses pelaksanaan
tugas;
3) Keselarasan. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan
prosedur-prosedur standar lain yang terkait;
4) Keterukuran. Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung
standar kualitas atau mutu baku tertentu yang dapat diukur pencapaian
keberhasilannya;
5) Dinamis. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat
disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang berkembang
dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan;
6) Berorientasi pada pengguna atau pihak yang dilayani. Prosedur-prosedur
yang distandarkan harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna (customer’s
needs) sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pengguna;
7) Kepatuhan hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi
ketentuan dan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku;
8) Kepastian hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh
pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan menjadi
instrumen untuk melindungi aparatur atau pelaksana dari kemungkinan tuntutan
hukum.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 6


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
II. Dasar Teori

2
2.1 Formulasi Kebijakan Publik
Standar Pemasyarakatan adalah salah satu bentuk kebijakan publik yang dibuat sebagai
petunjuk pelaksanaan pelayanan pemasyarakatan dan petunjuk dalam melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan Standar
Dasar Teori Pemasyarakatan. Sebagai sebuah kebijakan publik, ada
beberapa pendekatan yang bisa dipakai di dalam
 Formulasi Kebijakan Publik formulasi Standar Pemasyarakatan:
 Monitoring Kebijakan
Publik 1) Pendekatan kepentingan negara (state interests
approach)
 Evaluasi Kebijakan Publik Pendekatan kepentingan negara menjelaskan bahwa
 Penyusunan Kuesioner kebijakan publik dibuat oleh para pejabat negara yang
memiliki independensi untuk membela kepentingan
negara, misalnya kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan pembangunan
bangsa dan negara.
2) Model kelembagaan (institutional)
Model kelembagaan menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah
yang memang dianggap memiliki tugas dan hak yang sah untuk itu.
Secara struktural, pemerintah adalah pihak yang telah diserahi kekuasaan oleh
rakyat untuk mengatur negara. Maka pemerintah memiliki kewenangan untuk
membuat keputusan.
3) Pendekatan politik birokratik (bureaucratic politics approach)
Pendekatan politik birokratik menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh para
pejabat negara dengan pertimbangan lebih karena untuk membela kepentingan
instansi pemerintahannya sendiri dalam kerangka bersaing dengan kepentingan
instansi pemerintah lainnya.
4) Model elit (elite)
Model elit menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang
mewakili kepentingan elit-elit pemegang kekuasaan negara. Dalam hal ini,
kebijakan publik dibuat secara top-down untuk mempertahankan status quo.
5) Model-model actor rasional (rational actor models)
Model-model aktor rasional menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh para
pejabat negara dengan mempertimbangkan semua sumberdaya, informasi, dan
alternatif demi tercapainya preferensi para pejabat negara itu sendiri.
6) Pendekatan-pendekatan analisis kelas (class analytic approaches)
Pedekatan analisis kelas menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal
oleh para pejabat negara, tetapi secara substansial mewakili kepentingan kelas
dominan (kaum kapitalis/borjuis) yang akan melanggengkan kekuasaannya (status
quo) (secara ekonomi dan politik) di atas (“mengeksploitasi”) kelas subordinasi
(kaum proletar dan buruh).
7) Model proses (process)
Model proses menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah setelah
menerima artikulasi dan agregasi kepentingan dari masyarakat.
8) Model sistem (system)
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 7
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Model sistem menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah melalui
tahap-tahap: input (berupa tuntutan dan dukungan), throughput (berupa pembuatan
keputusan), dan output (berupa peraturan perundang-undangan)
9) Model rasional (rational) (rasional komprehensif)
Model rasional atau model rasional komprehensif menjelaskan bahwa kebijakan
publik dibuat oleh pemerintah dengan berdasarkan pertimbangan cost-benefit
analysis (analisis perbandingan biaya-manfaat) dari segi efisiensi keuangan.
10) Model inkremental (incremental)
Model inkremental menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah
dengan pertimbangan praktis untuk melanjutkan kebijakan sebelumnya dengan
perubahan sedikit demi sedikit (prinsip evolusioner, bukan revolusioner)
11) Model pengamatan terpadu (mixed-scanning)
Model pengamatan terpadu menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh
pemerintah dengan pertimbangan berupa penggabungan antara model rasional dan
model inkremental.
12) Pendekatan-pendekatan pluralis (pluralist approaches)
Pendekatan-pendekatan pluralis menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara
formal oleh pemerintah, tetapi secara substansial mewakili formasi konflik, tawar-
menawar, dan koalisi di antara kelompok-kelompok sosial yang sangat beragam
dalam masyarakat guna melindungi dan memperjuangkan kepentingan-
kepentingan bersama dari para anggotanya.
Kepentingan-kepentingan ini pada umumnya menyangkut ekonomi, namun
demikian secara khusus ada kelompok-kelompok yang berkepentingan untuk
memperjuangkan kepentingan yang berkaitan dengan isu etnis, agama, daerah,
kekerabatan, dan lain-lain
13) Model kelompok (group)
Model kelompok menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal oleh
pemerintah, tetapi secara substansial oleh kelompok-kelompok kepentingan dalam
masyarakat. Peran pemerintah adalah mencari titik kompromi (keseimbangan) di
antara kelompok-kelompok itu. Pemerintah menjadi “wasit” dengan aturan mainnya.
14) Model pilihan publik (publik choice)
Model pilihan publik menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal oleh
pemerintah, tetapi secara substansial mewakili kepentingan-kepentingan individu-
individu dalam masyarakat dan pemerintahan dalam mengejar (memaksimalkan)
kepentingannya secara ekonomis.
15) Model teori permainan (game theory)
Model teori permainan menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal
oleh pemerintah, tetapi secara substansial mewakili kepentingan-kepentingan pihak-
pihak yang berkonflik.
Pihak-pihak yang berkonflik berusaha memperoleh dampak keputusan yang
mengamankan keuntungannya yang dimaksimalkan dari kelemahan lawan.
Hasil keputusannya lebih “transaksional” ketimbang “zero sum game”

16) Model perencanaan strategis (strategic planning)


Model perencanaan strategis menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara
formal oleh pemerintah, tetapi secara substansial mewakili organisasi-organisasi
yang terutama secara ekonomi berkepentingan untuk melangsungkan eksistensinya
dalam rangka beradaptasi dg perubahan lingkungan global.
17) Model demokrasi (democracy)
Model demokrasi menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal oleh
pemerintah, tetapi secara substansial melibatkan anggota-anggota dan kelompok-
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 8
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
kelompok dalam masyarakat secara sangat luas (partisipatif). Partisipasi masyarakat
yang substantif, bukan sekedar mobilitatif (formal atau prosedural)
18) Model pelayanan publik (publik service)
Model pelayanan publik menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal
oleh pemerintah, tetapi secara substansial dilakukan oleh warga masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan warga masyarakat.
Pemerintah bertindak memperantarai para warga dalam mengidentifikasi masalah-
masalah kebutuhan pelayanan publiknya, mendialogkan, dan
merumuskan solusinya, serta menjadikannya sebagai keputusan bersama.
Kebijakan publik dibuat secara formal oleh pemerintah, tetapi secara esensial
mewakili kepentingan warga masyarakat.

Berikut ini adalah proses fomulasi kebijakan publik seperti termuat di dalam Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/4/2007
tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja dan Revisi
Kebijakan Publik di lingkungan lembaga pemerintah pusat dan daerah

Gambar 1 Proses Fomulasi Kebijakan Publik

Dengan adanya peraturan tersebut mengisyaratkan bahwa proses formulasi kebijakan


publik harus mengikutsertakan masyarakat, terutama kelompok yang mendapatkan
keuntungan langsung dari sebuah kebijakan, maupun yang akan mendapatkan
dampaknya. Tak hanya itu, elemen-elemen swadaya masyarakat, layaknya LSM,
asosiasi masyarakat, dan kelompok lainnya juga mendapatkan porsi untuk
mempengaruhi sebuah kebijakan publik. Melalui peraturan ini, keterlibatan masyarakat
secara legal formal telah dijamin keberlangsungannya oleh pemerintah.

2.2 Monitoring Kebijakan Publik


Monitoring adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi Standar
Pemasyarakatan yang meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya (out-
comes) (Hogwood and Gunn, 1989). Monitoring secara umum dapat diartikan sebagai
fungsi manajemen yang dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung, yang
mencakup aspek-aspek antara lain: penelusuran pelaksanaan kegiatan dan keluarannya

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 9


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
(focus pada input, proses dan output), pelaporan tentang kemajuan dan identifikasi
masalah-masalah pengelolaan dan pelaksanaan.
William N. Dunn (1994), menjelaskan bahwa monitoring mempunyai beberapa tujuan,
yaitu :
1) Compliance (kesesuaian/kepatuhan)
Menentukan apakah implementasi Standar Pemasyarakatan tersebut sesuai
dengan standard dan prosedur yang telah ditentukan.
2) Auditing (pemeriksaan)
Menentukan apakah sumber-sumber/pelayanan kepada kelompok sasaran (target
groups) memang benar-benar sampai kepada mereka
3) Accounting (Akuntansi)
Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi setelah
implementasi sejumlah Standar Pemasyarakatan dari waktu ke waktu.
4) Explanation (Penjelasan)
Menjelaskan mengenai hasil-hasil Standar Pemasyarakatan berbeda dengan
tujuan kebijakan publik.

Perbedaan monitoring dan evaluasi:

2.3 Evaluasi Kebijakan Publik


Evaluasi Kebijakan Publik adalah pengkajian secara sistemik dan empiris terhadap
akibat-akibat dari suatu Kebijakan Publik yang sedang berjalan dan kesesuaiannya
dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh Kebijakan Publik tersebut. Kesulitan
dalam evaluasi Kebijakan Publik, antara lain adalah tujuan-tujuan dalam Kebijakan
Publik jarang dilakukan (ditulis) secara cukup jelas, dalam arti seberapa jauh tujuan-
tujuan Kebijakan Publik itu harus dicapai. Pengembangan ukuran-ukuran yang tepat dan
dapat diterima semua pihak sangat sulit dilakukan (Howlett dan Ramesh,1995)

Evaluasi Kebijakan Publik dalam perspektif alur proses/siklus Kebijakan Publik,


menempati posisi terakhir setelah implementasi Kebijakan Publik, sehingga sudah
sewajarnya jika Kebijakan Publik yang telah dibuat dan dilaksanakan lalu dievaluasi.
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 10
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan atau kegagalan sebuah Kebijakan Publik,
sehingga secara normatif akan diperoleh rekomendasi apakah Kebijakan Publik dapat
dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan harus dihentikan.
Evaluasi juga menilai keterkaitan antara teori (Kebijakan Publik) dengan prakteknya
(implementasi) dalam bentuk dampak Kebijakan Publik, apakah dampak tersebut sesuai
dengan yang diperkirakan atau tidak. Dari hasil evaluasi pula kita dapat menilai apakah
sebuah Kebijakan Publik memberikan manfaat atau tidak bagi WBP pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya. Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan
sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, terlebih di masa masyarakat yang makin
kritis menilai kinerja pemerintah.

Berikut ini adalah tujuan evaluasi Standar Pemasyarakatan:

1) Mengukur pemahaman UPT Pemasyarakatan terkait dengan Standar


Pemasyarakatan yang telah dibuat
2) Mengukur efek Standar Pemasyarakatan pada WBP pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya dengan membandingkan kondisi antara sebelum dan
sesudah adanya Standar Pemasyarakatan tersebut. Oleh karena itu perlu
dispesifikasikan kriteria untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan Standar
Pemasyarakatan.
3) Memperoleh informasi tentang kinerja implementasi Standar Pemasyarakatan
4) Memberikan umpan balik dalam rangka perbaikan/ penyempurnaan Standar
Pemasyarakatan
5) Memberikan rekomendasi pada pembuat Standar Pemasyarakatan untuk
pembuatan keputusan lebih lanjut mengenai program di masa datang
6) Sebagai bentuk pertanggung-jawaban publik/ memenuhi akuntabilitas publik.

Evaluasi Standar Pemasyarakatan berfungsi untuk memenuhi akuntabilitas publik,


karenanya sebuah kajian evaluasi harus mampu memenuhi esensi akuntabilitas
tersebut, yakni:
1) Memberikan Eksplanasi yang logis atas realitas pelaksanaan sebuah Standar
Pemasyarakatan. Untuk itu dalam studi evaluasi perlu dilakukan
penelitian/kajian tentang hubungan kausal atau sebab akibat
2) Mengukur Kepatuhan, yakni mampu melihat kesesuaian antara pelaksanaan
dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan
3) Melakukan Auditing untuk melihat apakah output Standar Pemasyarakatan
sampai pada sasaran yang dituju? Apakah ada kebocoran dan penyimpangan
pada penggunaan anggaran, apakah ada penyimpangan tujuan program, dan
pada pelaksanaan program
4) Mengukur dampak untuk melihat dan mengukur akibat dari kebijakan.
Misalnya seberapa jauh kebijakan mampu meningkatkan pelayanan kepada
WBP dan masyarakat, adakah dampak yang ditimbulkan telah sesuai dengan
yang diharapkan serta adakah dampak yang tak diharapkan.

Secara garis besar ada enam dimensi penting yang harus diperoleh informasinya dari
evaluasi Standar Pemasyarakatan, yaitu:
1) Evaluasi kinerja pencapaian tujuan Standar Pemasyarakatan, yakni
mengevaluasi kinerja orang-orang yang bertanggungjawab
mengimplementasikan Standar Pemasyarakatan. Darinya kita akan memperoleh
jawaban atau informasi mengenai kinerja implementasi, efektifitas dan efisiensi,
dlsb yang terkait. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai apakah program telah
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 11
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
dilaksanakan, kemudian diadakan perbandingan kesesuaian antara pelaksanaan
program dengan tujuan Standar Pemasyarakatan
Berikut ini adalah beberapa kategori yang bisa digunakan di dalam evaluasi
kinerja Standar Pemasyarakatan:
Katagori Pertanyaan Ilustrasi
Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah Unit Pelayanan
tercapai?
Efisiensi Seberapa banyak upaya yang Cost-benefit Ratio;
diperlukan untuk mencapai hasil yang Manfaat bersih; Unit
diinginkan? Biaya
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang BIaya tetap,
diinginkan untuk memecahkan Efektifitas tetap
masalah
Pemerataan Apakah biaya manfaat didistribusikan Criteria Pareto;
secara merata kepada kelompok- Kriteria Kaldor-
kelompok yang berbeda? Hicks: Kriteria Rawls
Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan Konsistensi dengan
kebutuhan/preferensi atau nilai-nilai survey warga Negara
kelompok tertentu?
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang Program publik harus
diinginkan benar-benar berguna atau merata dan eisien
bernilai

2) Evaluasi Standar Pemasyarakatan dan dampaknya, yakni mengevaluasi


Standar Pemasyarakatan itu sendiri serta kandungan programnya. Darinya kita
akan memperoleh informasi mengenai manfaat (efek) Standar Pemasyarakatan,
dampak (outcome) Standar Pemasyarakatan, kesesuaian Standar
Pemasyarakatan dengan tujuan yang ingin dicapainya (kesesuaian antara sarana
dan tujuan), dll
3) Evaluasi input Standar Pemasyarakatan bertujuan untuk mengukur kuantitas
inputs (masukan) program, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan. Inputs itu adalah personil, ruang kantor, komunikasi, transportasi,dan
lain-lain, yang dihitung berdasarkan biaya yang digunakan.
4) Evaluasi proses
Evaluasi Proses pembuatan Standar Pemasyarakatan atau sebelum Standar
Pemasyarakatan dilaksanakan. Pada tahap ini menurut Palumbo diperlukan dua
kali evaluasi, yakni
a) Evaluasi Desain Standar Pemasyarakatan, untuk menilai apakah
alternative-alternatif yang dipilih sudah merupakan alternative yang
paling hemat dengan mengukur hubungan antara biaya dengan manfaat
(cost-benefit analysis), dll yang bersifat rasional dan terukur.
b) Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajad penerimaan suatu
Standar Pemasyarakatan oleh UPT Pemasyarakatan/ WBP/ masyarakat /
stakeholder/ kelompok sasaran yang dituju oleh Standar Pemasyarakatan
tersebut. Metode evaluasi diperoleh melalui jajak pendapat (pooling),
survery, dll.

5) Evaluasi Formatif yang dilakukan pada saat proses implementasi Standar


Pemasyarakatan sedang berlangsung. Tujuan evaluasi formatif ini utamanya
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 12
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
adalah untuk mengetahui seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan
kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan
keberhasilannya. Dalam istilah manajemen, evaluasi formatif
adalah monitoring terhadap pengaplikasian Standar Pemasyarakatan. Evaluasi
Formatif banyak melibatkan ukuran-ukuran kuantitatif sebagai pengukuran
kinerja implementasi.

6) Evaluasi Sumatif yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan


dan memberikan dampak yang nyata pada problem yang ditangani.

Sebuah Standar Pemasyarakatan bisa saja gagal memperoleh dampak yang diharapkan
meski proses implementasi berhasil mewujudkan output sebagaimana yang dituntut oleh
Standar Pemasyarakatan tersebut, namun ternyata gagal mencapai outcomesnya; apalagi
jika proses implementasi gagal mewujudkan keduanya. Hal ini menurut Anderson bisa
saja disebabkan karena :
1) Sumber daya yang tidak memadai
2) Cara implementasi yang tidak tepat (misalkan pilihan-pilihan tindakan yang
kontra produktif seperti studi banding atau membeli mobil bagi pejabat yang
memakan banyak biaya dengan tujuan meningkatkan kapasitas layanan)
3) Masalah publik sering disebabkan banyak faktor tetapi Standar Pemasyarakatan
yang dibuat hanya mengatasi satu faktor saja
4) Cara menanggapi kebijakan yang justru dapat mengurangi dampak yang
diinginkan (misalkan karena takut dianggap melanggar prosedur, maka
implementers bertindak sesuai ‘textbook’ walau situasinya mungkin berbeda)
5) Tujuan-tujuan Standar Pemasyarakatan tak sebanding bahkan bertentangan satu
sama lain
6) Biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari masalahnya
7) Banyak masalah publik yang tak mungkin dapat diselesaikan
8) Timbulnya masalah baru sehingga mendorong pengalihan perhatian dan
tindakan
9) Sifat dari masalah yang akan dipecahkan (Anderson, 1996)

Untuk mengukur capaian riel sebuah Standar Pemasyarakatan, maka dari hasil kajian
evaluasi harus diperoleh jawaban-jawaban atas persoalan berikut ini:
1) Kelompok dan kepetingan mana yg memiliki akses dalam pembuatan Standar
Pemasyarakatan?
2) Apakah pembuatan Standar Pemasyarakatan dilakukan secara cukup rinci,
terbuka dan memenuhi prosedur?
3) Apakah program-program Standar Pemasyarakatan didesain secara logis?
4) Apakah sumber daya yg menjadi input Standar Pemasyarakatan telah memadai
untuk mencapai tujuan ?
5) Apa standar implementasi yang baik bagi Standar Pemasyarakatan tersebut?
6) Apakah Standar Pemasyarakatan dilaksanakan sesuai standar efisiensi ekonomi?
Apakah uang digunakan dengan tepat dan jujur?
7) Apakah kelompok sasaran memperoleh pelayanan seperti yg didesain dalam
Standar Pemasyarakatan?
8) Apakah Standar Pemasyarakatan juga memberikan dampak pada kelompok non
sasaran? Apa jenis dampaknya ?
9) Apa dampak yg diharapkan dan tak diharapakan pada masyarakat ?
10) Kapan tindakan Standar Pemasyarakatan dilaksanakan dan dampaknya diterima
oleh WBP pada khususnya dan masyarakat pada umumnya?
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 13
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
11) Apakah tindakan dan dampak telah sesuai dengan yang diharapkan ?

Hasil kajian evaluasi atas sebuah Standar Pemasyarakatan akan berimplikasi pada
keberlangsungan Standar Pemasyarakatan termaksud, yang menurut Weis (dalam
Shafritz and Hyde, 1987) adalah sebagai berikut:
1) Meneruskan atau mengakhiri Standar Pemasyarakatan
2) Memperbaiki praktek & prosedur administrasinya
3) Menambah atau mengurangi strategi dan tehnik implementasi
4) Melembagakan Standar Pemasyarakatan ke tempat lain
5) Mengalokasikan sumber daya ke Standar Pemasyarakatan lain
6) Menolak atau menerima pendekatan/teori yang digunakan oleh Standar
Pemasyarakatan sebagai asumsi

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 14


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
2.4 Penyusunan Kuesioner untuk Monitoring dan Evaluasi Kebijakan

2.4.1 Instrumen Penilaian Mandiri oleh UPT Pemasyarakatan

Kuesioner untuk instrument penilaian mandiri oleh UPT Pemasyarakatan bentuknya


mirip dengan kuesioner untuk monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Divisi PAS.
Perbedaannya ada pada jenis pertanyaannya. Berikut ini adalah beberapa komponen
instrument penilaian mandiri oleh UPT Pemasyarakatan:
1) Kecukupan Input Standar Pemasyarakatan untuk mendukung keberhasilan
implementasi Standar Pemasyarakatan
Apakah sumber daya yg menjadi input Standar Pemasyarakatan telah memadai
untuk mencapai tujuan ? Sumber daya yang dimaksud yaitu:
a. Kecukupan Sumber Daya Manusia
b. Kecukupan Sarana dan Prasarana
c. Kecukupan Anggaran
2) Pemahaman UPT Pemasyarakatan terkait dengan Standar Pemasyarakatan
yang telah dibuat
a. Apakah petugas pemasyarakatan memahami Standar Pemasyarakatan?
3) Implementasi Standar Pemasyarakatan oleh UPT Pemasyarakatan
a. Melihat kesesuaian antara pelaksanaan standar pemasyarakatan oleh
UPT Pemasyarakatan dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan
- Apakah prosedur dijalankan secara konsisten oleh seluruh
petugas pemasyarakatan?
b. Melihat apakah output Standar Pemasyarakatan sampai pada sasaran
yang dituju
4) Dampak Implementasi Standar Pemasyarakatan
a. Mengukur efek Standar Pemasyarakatan pada WBP pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya dengan membandingkan kondisi antara
sebelum dan sesudah adanya Standar Pemasyarakatan tersebut
- Melihat seberapa jauh kebijakan mampu meningkatkan pelayanan
kepada WBP dan masyarakat
- Melihat manfaat dari implementasi Standar Pemasyarakatan
- Melihat apakah dampak yang ditimbulkan telah sesuai dengan
yang diharapkan
- Melihat apabila ada dampak yang tak diharapkan karena
implementasi dari standar pemasyarakatan (misal: dampak dari
pembatasan jumlah pengunjung adalah ketidakpuasan
pengunjung terhadap pelayanan pemasyarakatan, atau timbulnya
kerusuhan yang disebabkan oleh ketidakpuasan pengunjung yang
tidak dapat mengunjungi WBP)
- Apakah Standar Pemasyarakatan juga memberikan dampak pada
kelompok non sasaran? Apa jenis dampaknya ?
- Apakah tindakan dan dampak telah sesuai dengan yang
diharapkan ?

b. Perlu dispesifikasikan kriteria keberhasilan pelaksanaan atau


implementasi Standar Pemasyarakatan.
Beberapa criteria yang bisa digunakan di dalam mengukur keberhasilan
pelaksanaan standar pemasyarakatan antara lain:
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 15
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
- Efektifitas pelaksanaan standar pemasyarakatan
Apakah tujuan dari pelaksanaan standar pemasyarakatan ini
tercapai?
- Efisiensi pelaksanaan standar pemasyarakatan
Apakah pelaksanaan standar dilakukan secara efisien? Apakah
Standar Pemasyarakatan dilaksanakan sesuai standar efisiensi
ekonomi? Apakah uang digunakan dengan tepat dan jujur?
- Kecukupan standar
Apakah Standar Pemasyarakatan memenuhi kebutuhan seluruh
pihak terkait dan berkepentingan?
- Pemerataan
Apakah Standar Pemasyarakatan dilakukan secara konsisten
kepada seluruh obyek penerima standar pemasyarakatan atau
hanya dilakukan kepada beberapa obyek saja?
- Responsifitas
Apakah Standar Pemasyarakatan mampu memenuhi kebutuhan
UPT Pemasyarakatan dalam standarisasi pelayanan
pemasyarakatan?
- Ketepatan
Apakah kelompok sasaran memperoleh pelayanan seperti yg
didesain dalam Standar Pemasyarakatan?

Instrumen lainnya yang bisa digunakan untuk mengukur keberhasilan


pelaksanaan Standar Pemasyarakatan adalah dengan cara melakukan
survey ke obyek penerima Standar Pemasyarakatan. Beberapa contoh
survey yang bisa dilakukan adalah:
- Survey Kepuasan WBP
- Survey Kepuasan Pengunjung
- Survey untuk melihat rata-rata waktu pelayanan yang dibutuhkan
untuk melaksanakan SOP

c. informasi tentang kinerja implementasi Standar Pemasyarakatan

5) Form untuk umpan balik dalam rangka perbaikan/ penyempurnaan Standar


Pemasyarakatan
a. Kendala yang ditemui pada saat implementasi standar pemasyarakatan di
UPT Pemasyarakatan
b. Lesson learned: berbagi pengalaman yang ditemui pada saat
implementasi standar pemasyarakatan yang bisa digunakan oleh UPT
Pemasyarakatan yang lain
c. Rekomendasi
 pembelajaran tentang hal-hal yang lebih baik yang bisa dilakukan
di masa akan datang
 saran perbaikan atau penyempurnaan standar pemasyarakatan
 Perbaikan praktek & prosedur administrasinya
 Menambah atau mengurangi strategi dan tehnik
implementasi
2.4.2 Instrumen Kepuasan WBP terhadap Pelayanan Pemasyarakatan

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 16


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi
(2006:182), yaitu:
a) Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksud bahwa penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dan pelayanan yang diberikan.
b) Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
c) Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas.
d) Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain
komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 17


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
III. Prosedur Penyusunan

3
3.1 Prosedur Penyusunan Standar Pemasyarakatan

Berikut ini adalah prosedur penyusunan standar pemasyarakatan yang bisa dijadikan
sebagai acuan di dalam proses penyusunan standar
Komponen Standar pemasyarakatan:

-Persiapan penyusunan standar pemasyarakatan


 Prosedur Penyusunan
o Pembentukan tim perumus penyusunan
Standar standar
 Prosedur Legalisasi Standar pemasyaraka
 Prosedur Implementasi tan
Standar o Identifikasi permasalahan
 Mekanisme Monitoring dan o Identifikasi dan penentuan tujuan
Evaluasi Standar penyusunan
standar pemasyarakatan
o Pembuatan telaaahan dan analisa terhadap permasalahan yang ditemui
- Studi literatur
o Pengumpulan bahan terkait standar pemasyarakatan
o Studi dasar hukum terkait standar pemasyarakatan
- Penyusunan draft awal standar pemasyarakatan
- FGD dengan pakar, instansi pemerintah dan stakeholder terkait standar
pemasyarakatan
- Konsinyering Penyusunan Draft 1 standar pemasyarakatan
- FGD dengan obyek yang terkena standar pemasyarakatan dan stakeholder (UPT
Pemasyarakatan, WBP). Dalam FGD ini dilakukan evaluasi terhadap Standar
Pemasyarakatan:
a) Evaluasi Desain Standar Pemasyarakatan, untuk menilai apakah
alternative-alternatif yang dipilih sudah merupakan alternative yang paling
hemat dengan mengukur hubungan antara biaya dengan manfaat (cost-
benefit analysis), dll yang bersifat rasional dan terukur.
Pertanyaan yang harus dijawab pada saat evaluasi desain standar
pemasyarakatan ini adalah:
i. Apakah pembuatan Standar Pemasyarakatan dilakukan secara
cukup rinci, terbuka dan memenuhi prosedur?
ii. Apakah program-program Standar Pemasyarakatan didesain
secara logis?

b) Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajad penerimaan suatu


Standar Pemasyarakatan oleh UPT Pemasyarakatan/ WBP/ masyarakat /
stakeholder/ kelompok sasaran yang dituju oleh Standar Pemasyarakatan
tersebut. Metode evaluasi diperoleh melalui jajak pendapat (pooling),
survery, dll.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 18


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
- Konsinyering Penyusunan Draft II standar pemasyarakatan berdasarkan
masukan pada saat FGD
- Uji Fungsi standar pemasyarakatan di beberapa lokasi yang dipilih sebagai pilot
project dalam jangka waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
standar pemasyarakatan.
- Setelah dilakukan uji fungsi, dilakukan Evaluasi Formatif yang bertujuan
untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi Standar Pemasyarakatan dan kondisi-
kondisi apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan keberhasilannya.
- Konsinyering Finalisasi standar pemasyarakatan

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 19


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
3.2 Prosedur Legalisasi Standar Pemasyarakatan
Berikut ini adalah prosedur untuk legalisasi standar pemasyarakatan menjadi Keputusan
Dirjen Pemasyarakatan:

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 20


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 21
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
3.3 Prosedur Implementasi Standar Pemasyarakatan
Berikut ini adalah prosedur implementasi standar pemasyarakatan
- Sosialisasi standar pemasyarakatan untuk UPT Pemasyarakatan
o via Website Ditjen Pemasyarakatan
o via Surat Edaran Ditjen Pemasyarakatan
- Alternatif Bimbingan Teknis Standar Pemasyarakatan dapat dilakukan melalui
(alternatif ini tidak mengikat, dalam arti tidak semua pilihan Bimtek dibawah ini
harus dilakukan. Perlu dipilih yang memang paling efektif dan efisien untuk
mensosialisasikan Standar Pemasyarakatan yang sudah dibuat):
o TOT ke Divisi Pemasyarakatan
o Bimtek ke Petugas Pemasyarakatan
o Bimtek online
o Supervisi pelaksanaan standar pemasyarakatan
- Penunjukan help desk di internal unit organisasi untuk menangkap permasalahan
yang ditemui pada saat implementasi standar pemasyarakatan

Catatan: Masing-masing unit organisasi penanggung jawab penyusunan standar


pemasyarakatan harus menyertakan road map implementasi standar pemasyarakatan
yang dijadikan acuan seluruh pihak yang terkait dalam implementasi standar
pemasyarakatan

3.4 Prosedur Monitoring dan Evaluasi Standar Pemasyarakatan

Berikut ini adalah mekanisme monitoring dan evaluasi standar pemasyarakatan:


- Penyebaran instrumen penilaian mandiri ke UPT Pemasyarakatan
- UPT mengisi instrument penilaian mandiri, untuk menilai pemenuhan dari setiap
fungsi pemasyarakatan
- Divisi kemudian memeriksa dan memverifikasi hasil pengisian dari UPT untuk
melihat kesesuaian dan kebenaran dari data dan fakta di lapangan dengan data
yang diisikan oleh UPT di dalam instrument penilaian mandiri.
- Dari hasil verifikasi ini, Divisi kemudian melaporkan jumlah UPT yang sudah
sesuai standar untuk wilayahnya berdasarkan hasil pengisian instrument
penilaian mandiri yang sudah diverifikasi oleh Divisi.
- Direktorat teknis di Dirjen Pemasyarakatan kemudian merekapitulasi laporan
dari Divisi untuk mendapatkan data jumlah UPT Pemasyarakatan yang sudah
melakukan pelayanan sesuai standar. Bila diperlukan, Direktorat Teknis
melakukan uji petik ke beberapa UPT Pemasyarakatan dan Divisi
Pemasyarakatan untuk memverifikasi laporan dari Divisi.
- Direktorat Teknis di Dirjen Pemasyarakatan kemudian melakukan analisa dan
evaluasi terhadap hasil laporan pengisian kuesioner oleh UPT Pemasyarakatan
Hasil dari pengisian kuesioner oleh UPT Pemasyarakatan yang sudah
diverifikasi oleh Divisi Pemasyarakatan kemudian dianalisa dan dievaluasi oleh
unit teknis di Ditjen Pemasyarakatan untuk menilai implementasi dari standar
pemasyarakatan oleh UPT Pemasyarakatan. Hasil evaluasi kemudian dilaporkan
oleh Kepala Seksi Evalap di masing-masing Direktorat untuk kemudian
direkapitulasi dan dikumpulkan ke Kasubag Evalap Setditjen PAS.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 22


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
3.4.1 Contoh Hasil Evaluasi Implementasi Standar Pemasyarakatan

Berikut ini adalah contoh hasil analisa terhadap form instrumen penilaian mandiri
standar pemasyarakatan yang sudah diisi oleh UPT Pemasyarakatan dan diverifikasi
oleh Divisi Pemasyarakatan yaitu:

Kecukupan Sarana dan Prasarana Pendukung Standar

Dari pie chart diatas, hanya 50% UPT Pemasyarakatan yang memiliki sarana prasarana
pendukung implementasi standar pelayanan pengaduan. 50% yang lain belum siap
untuk mengimplementasikan standar secara konsisten karena ketiadaan komputer yang
terhubung dengan internet.

Dari chart di atas, terlihat bahwa semua UPT pemasyarakatan memiliki kotak aduan
yang diletakkan di ruang kunjungan tetapi baru 50% UPR Pemasyarakatan yang
menempatkan kotak aduan di ruang WBP. Dari sini bisa terlihat bahwa implementasi
pelayanan pengaduan masih belum dilakukan secara konsisten oleh UPT
Pemasyarakatan, mengingat kotak aduan tidak ditempatkan di lokasi yang semestinya.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 23


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Semua UPT Pemasyarakatan sudah memiliki loket pengaduan, tetapi keberadaan
petugas pemasyarakatan yang mengawal loket pengaduan tersebut masih beragam.
Sebagian besar petugas hanya menjaga paruh waktu.

Dari sisi sumber daya manusia, sebagian besar UPT Pemasyarakatan memiliki petugas
pengurus layanan pengaduan yang ditunjuk dengan menggunakan SK dari Kepala UPT
pemasyarakatan terkait pembentukan Unit Pelayanan Pengaduan

Sebagian besar UPT Pemasyarakatan belum mendapatkan pendidikan dan pelatihan


terkait layanan pengaduan baik yang diadakan oleh Ditjen PAS maupun oleh Divisi

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 24


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
PAS. Hal ini dapat berdampak pada kurangnya pemahaman UPT Pemasyarakatan
terhadap standar layanan pengaduan.

Hampir semua UPT Pemasyarakatan mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan


kegiatan Unit Pelayanan Pengaduan, tetapi jumlah anggarannya sangat beragam antar
satu unit Pemasyarakatan dengan unit Pemasyarakatan lainnya. Hal ini menunjukkan
tidak adanya keseragaman perlakuan UPT terhadap pentingnya Unit Pelayanan
Pengaduan di UPT Pemasyarakatan. Di dalam standar pemasyarakatan perlu
dispesifikasikan standar biaya untuk kegiatan pelayanan pengaduan di setiap UPT
Pemasyarakatan.

Tidak semua UPT pemasyarakatan menyampaikan output penangangan pengaduan


kepada pengadu. Hal ini tidak sesuai dengan standar pelayanan pengaduan yang
mengharuskan UPT Pemasyarakatan untuk memberitahu pengadu terkait hasil
penanganan pengaduan untuk mendapatkan feedback dari pengadu.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 25


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
3.4.2 Contoh Penghitungan Skor Implementasi Standar Pemasyarakatan

Untuk setiap pertanyaan yang kita masukkan di dalam kuesioner, kita memberikan nilai
terhadap setiap jawaban. Nilai untuk setiap jawaban tersebut kemudian kita ambil rata-
rata untuk mendapatkan skor % implementasi standar pemasyarakatan.

Google drive akan secara otomatis memberikan laporan hasil jawaban dari setiap
kuesioner yang diisi dalam bentuk tabel. Tabel ini kemudian bisa kita download ke
dalam bentuk excel dan bisa kita lakukan penghitungan menggunakan rumus sederhana
yang disediakan oleh excel.
Berikut ini contoh laporan hasil jawaban yang dihasilkan oleh Google Drive:

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 26


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Hasil jawaban itu kemudian kita beri nilai dengan menggunakan rumus penilaian yang
sudah dispesifikasikan seperti tabel di bawah ini menggunakan fungsionalitas dari
excel.
N
i
l
a
N
i
a
m
R
a
a
t
U
a
P
-
T
R
a
1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 t
1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 6 7 8 9 2 3 4 5 6 a
U 1 1 1 1 1 1 1
P 5 2 7 5 0 2 2 0 8 7 2 2 6 5 0 0 8 6 0 0 0 6
T 0 5 5 0 0 5 5 0 0 5 5 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7
1 % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % %
U 1 1 1 1 1 1
P 0 5 2 5 0 1 5 0 0 6 7 1 5 4
T 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 7
2 % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % %
U 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
P 0 0 5 7 0 0 1 8 0 0 8 6 1 0 0 6
T 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
3 % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % %
U 1 1 1 1 1 1
P 0 5 7 5 0 2 2 0 0 5 2 2 7 2 0 7 7 0 2 5
T 0 0 5 0 0 5 5 0 0 0 5 5 0 5 0 0 0 5 0 5 0 7
4 % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % %
5
9
Nilai rata-rata implementasi standar pelayanan pengaduan di UPT %

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 27


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Tabel Rumus Nilai:
Pertanyaan Jawaban Nilai
KECUKUPAN SARANA DAN PRASARANA
Tidak tersedia 0%
Tersedia tapi tidak bisa
25%
Ketersediaan komputer untuk dioperasikan
aplikasi/ fitur layanan Tersedia, bisa beroperasi, tidak
50%
pengaduan online tersambung internet
Tersedia, bisa beroperasi,
100%
tersambung ke internet
Tidak Tersedia Nilainya
Terpasang di ruang WBP kumulatif,
Terpasang di ruang tunggu untuk setiap
Terpasang di ruang kunjungan item kotak
Ketersediaan Kotak Aduan aduan nilainya
25%, jika
Terpasang tempat lain tersedia 4 kotak
aduan maka
nilainya 100%
Tidak Tersedia 0%
Tersedia tetapi tidak ada petugas
25%
jaga
Tersedia, ada petugas jaga 2 jam
50%
Ketersediaan Loket Pengaduan per hari
Tersedia, ada petugas jaga 4 jam
75%
per hari
Tersedia, ada petugas jaga 8 jam
100%
per hari
KECUKUPAN SUMBER DAYA MANUSIA
Tidak tersedia petugas pengurus
0%
layanan pengaduan
Tersedia petugas pengurus
25%
layanan pengaduan 2 jam per hari
Ketersediaan petugas pengurus Tersedia petugas pengurus
50%
layanan pengaduan layanan pengaduan 4 jam per hari
Tersedia petugas pengurus
75%
layanan pengaduan 6 jam per hari
Tersedia petugas pengurus
100%
layanan pengaduan 8 jam per hari
Apakah ada SK Kepala UPT Ada 100%
Pemasyarakatan terkait
pembentukan Unit Pelayanan
Tidak ada 0%
Pengaduan di UPT
Pemasyarakatan
Apakah UPT Pemasyarakatan Belum pernah mendapatkan diklat
0%
sudah mendapatkan pendidikan mengenai layanan pengaduan
dan pelatihan mengenai layanan 1 kali diklat mengenai layanan
25%
pengaduan yang pengaduan dalam satu tahun
diselenggarakan oleh Ditjen 2 kali diklat mengenai layanan
50%
PAS pengaduan dalam satu tahun
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 28
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pertanyaan Jawaban Nilai
3 kali diklat mengenai layanan
75%
pengaduan dalam satu tahun
>3 kali diklat mengenai layanan
100%
pengaduan dalam satu tahun
Belum pernah mendapatkan diklat
0%
mengenai layanan pengaduan
Apakah UPT Pemasyarakatan 1 kali diklat mengenai layanan
25%
sudah mendapatkan pendidikan pengaduan dalam satu tahun
dan pelatihan mengenai layanan 2 kali diklat mengenai layanan
50%
pengaduan yang pengaduan dalam satu tahun
diselenggarakan oleh Divisi 3 kali diklat mengenai layanan
75%
PAS pengaduan dalam satu tahun
>3 kali diklat mengenai layanan
100%
pengaduan dalam satu tahun
KECUKUPAN ANGGARAN
Apakah ada alokasi anggaran Ada 100%
untuk pelaksanaan kegiatan Unit
Pelayanan Pengaduan di UPT Tidak ada 0%
Pemasyarakatan?
PEMAHAMAN UPT PEMASYARAKATAN TERHADAP STANDAR
PELAYANAN PENGADUAN
Pemahaman petugas
pemasyarakatan terhadap tugas
Nilai/ 10 *
dan tanggung jawabnya di dalam nilai
100%
pelaksanaan Standar
Pemasyarakatan
Pemahaman Kepala Unit
Pelayanan Pengaduan di UPT
Pemasyarakatan terhadap tugas Nilai/ 10 *
nilai
dan tanggung jawabnya di dalam 100%
pelaksanaan standar
pemasyarakatan
Pemahaman Kepala UPT
Pemasyarakatan terhadap tugas
Nilai/ 10 *
dan tanggung jawabnya di dalam nilai
100%
pelaksanaan standar
pemasyarakatan
IMPLEMENTASI STANDAR PEMASYARAKATAN
Apakah prosedur penanganan
pengaduan dijalankan secara
Nilai/ 10 *
konsisten oleh Unit Pelayanan nilai
100%
Pengaduan di UPT
Pemasyarakatan?
Apakah ada penyimpangan pada Ya 0%
saat pelaksanaan pelayanan
pengaduan oleh Unit Pelayanan
Tidak 100%
Pengaduan di UPT
Pemasyarakatan

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 29


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pertanyaan Jawaban Nilai
Tidak (0% output penanganan
pengaduan disampaikan kepada 0%
pengadu)
Jarang (<25% output penanganan
pengaduan disampaikan kepada 25%
Apakah output penanganan
pengadu)
pengaduan disampaikan kepada
Sering (<50% output penanganan
pengadu?
pengaduan disampaikan kepada 50%
pengadu)
Selalu (100% output penanganan
pengaduan disampaikan kepada 100%
pengadu)
Apakah ada kebocoran dan Ya 0%
penyimpangan pada penggunaan
anggaran untuk pelaksanaan
pelayanan pengaduan oleh Unit Tidak ada 100%
Pelayanan Pengaduan di UPT
Pemasyarakatan
DAMPAK IMPLEMENTASI PELAYANAN PENGADUAN
Berikan nilai (Skala 1-10)
penanganan pengaduan yang
Nilai/ 10 *
dilakukan oleh Unit Pelayanan nilai
100%
Pengaduan di UPT
Pemasyarakatan
Apakah dampak dari Ya 100%
implementasi pelayanan
pengaduan sudah sesuai dengan Tidak 0%
yang diharapkan?
KRITERIA KEBERHASILAN PELAKSANAAN STANDAR
Efektifitas pelaksanaan standar Nilai/ 10 *
nilai
pelayanan pengaduan 100%
Tidak ada 100%
Jumlah kesalahan atau kelalaian
0% < x <= 5% 75%
dalam proses penanganan
5% < x <= 10% 60%
pengaduan yang dilakukan oleh
10% < x <= 20% 40%
Unit Pelayanan Pengaduan UPT
Pemasyarakatan > 20%
20%
Berapa lama waktu rata-rata 1 hari 120%
yang dibutuhkan oleh Unit 3 hari 110%
Pelayanan Pengaduan untuk 1 minggu 100%
menangani pengaduan (dimulai 7 hari 100%
dari registrasi pengaduan sampai 2 minggu 80%
dengan penyelesaian pengaduan) 1 bulan 50%
x = 0% 0%
Apakah Standar Pelayanan
0% < x <= 25% 25%
Pengaduan dilakukan secara
25% < x <= 50% 50%
konsisten kepada seluruh
50% < x <= 75% 75%
pengaduan
75% < x <= 100% 100%
KEPUASAN PELANGGAN
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 30
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pertanyaan Jawaban Nilai
Apakah UPT Anda pernah Ya 100%
melakukan survey yang
mengukur kepuasan pelanggan
terhadap pelayanan pengaduan
dalam waktu 1 tahun ke
Tidak 0%
belakang menggunakan form
survey kepuasan pelanggan yang
tersedia di dalam standar
layanan pengaduan?
Apakah laporan penanganan Tidak 0%
pengaduan disampaikan secara Sebulan sekali 100%
berkala kepada Divisi PAS dan Setengah tahun sekali 75%
Ditjen PAS Setahun sekali 50%

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 31


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
IV. Komponen Standar

4
4.1 Norma dan Dasar Hukum

Dasar hukum adalah norma hukum atau ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang menjadi landasan atau dasar bagi setiap
Komponen Standar penyelenggaraan atau tindakan hukum oleh subyek
hukum baik orang perorangan atau badan hukum. Selain
itu dasar hukum juga dapat berupa norma hukum atau
 Norma dan Dasar Hukum
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
 Definisi Global dan Detail menjadi landasan atau dasar bagi pembentukan
Standar peraturan perundang-undangan yang lebih baru dan atau
 Maksud dan Tujuan Standar yang lebih rendah derajatnya dalam hirarki atau tata
 Prosedur Operasional Baku urutan peraturan perundang-undangan. Bentuk yang
(SOP) disebut terakhir ini juga biasanya disebut sebagai
 Kriteria Keberhasilan landasan yuridis yang biasanya tercantum dalam
Pelaksanaan Standar considerans peraturan hukum atau surat keputusan yang
 Monitoring dan Evaluasi diterbitkan oleh lembaga-lembaga tertentu.
Pelaksanaan Standar
Dasar hukum dalam pembentukan Standar
 Kebutuhan Sarana Prasarana
Pemasyarakatan merupakan sesuatu yang penting
 Kebutuhan SDM karena menunjukkan darimana kewenangan seorang
 Kebutuhan Biaya
pejabat atau lembaga tertentu mendapatkan legitimasi untuk membuat Standar
Pemasyarakatan itu. Dasar hukum pada standar pelayanan pemasyarakaan yang
dimaksud adalah merujuk darimana perintah untuk membuat pengaturan tersebut
diperoleh dan atau darimana sumber kewenangan yang dimiliki oleh suatu lembaga
tertentu untuk membuat produk perundang-undangan yang sebagaimana dimaksud.

Setiap penyelenggaraan tugas, fungsi dan wewenang oleh lembaga-lembaga negara


harus memiliki dasar hukum atau paling tidak tindakan atau penyelenggaraan tersebut
tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika serta ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

4.2 Definisi Global dan Detil Standar


Pada bab ini dijabarkan mengenai definisi global dan detail dari Standar
Pemasyarakatan. Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan
yang di dalamnya terdiri antara lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-
kriteria yang akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi
tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang
telah dinyatakan.

Standardisasi pelayanan pemasyarakatan adalah suatu kenyataan yang diperlukan


supaya pelayanan pemasyarakatan yang diberikan oleh pihak terkait dan berkepentingan
harus memenuhi suatu standar yang telah dikenal. Standar seperti ini perlu disusun dari
kesepakatan-kesepakatan melalui konsensus dari semua pihak yang berperan dalam
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 32
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
sektor tersebut, terutama dari pihak Ditjen Pemasyarakatan, Divisi Pemasyarakatan,
UPT Pemasyarakatan, WBP seringkali juga pihak pemerintah. Mereka menyepakati
berbagai spesifikasi dan kriteria untuk diaplikasikan secara konsisten dalam memilih
dan mengklasifikasikan pelayanan pemasyarakatan yang ditawarkan.

4.3 Maksud dan Tujuan Standar


Maksud dan Tujuan penyusunan Standar Pemasyarakatan adalah untuk standarisasi
pelayanan pemasyarakatan oleh seluruh pihak yang terkait dan berkepentingan.
Beberapa tujuan yang bisa dipakai di dalam Standar Pemasyarakatan adalah:
 Peningkatan mutu dan kesesuaian pelayanan pemasyarakatan pada tingkat yang
layak
 Kesesuaian dan keandalan inter-operasi yang lebih baik dari berbagai komponen
untuk menghasilkan pelayanan pemasyarakatan yang lebih baik
 Penyederhanaan proses pelayanan pemasyarakatan untuk peningkatan keandalan
pemberian pelayanan pemasyarakatan
 Peningkatan efisiensi pemberian pelayanan pemasyarakatan

4.4 Prosedur Operasional Baku (SOP)


Prosedur Operasional Baku atau sering disebut Standard Operating Procedure (SOP)
pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur operasional baku yang ada dalam
suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi berjalan
secara efisien dan efektif, konsisten, standar dan sistematis. Dengan adanya instruksi
kerja yang terstandarisasi maka semua kegiatan layanan akan dapat dilakukan secara
konsisten oleh siapapun yang sedang bertugas melakukan layanan. Layanan-layanan
yang berbelit dan tidak jelas prosedur operasinya akan semakin terminimalisir. Dengan
prosedur yang terstandar setiap orang baik pengguna layanan maupun staf yang
memberi layanan akan dapat memanfaatkan ataupun melakukan layanan yang semakin
hari semakin baik dan semakin cepat karena terjadinya proses pembelajaran yang secara
terus menerus terjadi selama proses layanan. Dengan demikin dapat dipastikan melalui
SOP ini akan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja layanan.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 33


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Berikut ini adalah format SOP beradasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur
Negara:

NOMOR : (2)
STANDAR
TANGGAL : (3)
PEMBUATAN
TANGGAL REVISI : (4)
TANGGAL : (5)
EFEKTIF
DIREKTORAT JENDERAL DISAHKAN OLEH : (6)
PEMASYARAKATAN (1) NAMA SOP : (7)
DASAR HUKUM: KUALIFIKASI PELAKSANA:
(8) (11)
DOKUMEN TERKAIT: PERALATAN/ PERLENGKAPAN:
(9) (12)
PERINGATAN: PENCATATAN DAN PENDATAAN:
(10) (13)
BAGIAN DIAGRAM ALIR
(14)

1) Logo dan Nama Instansi/Satuan Kerja/Unit Kerja, nomenklatur satuan/unit


organisasi pembuat;
2) Nomor Standar, nomor standar sesuai dengan tata naskah dinas yang berlaku di
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
3) Tanggal Pembuatan, tanggal pertama kali Standar Pemasyarakatan dibuat berupa
tanggal selesainya standar dibuat bukan tanggal dimulainya pembuatannya;
4) Tanggal Revisi, tanggal Standar Pemasyarakatan direvisi atau tanggal rencana
ditinjauulangnya standar yang bersangkutan;
5) Tanggal Efektif, tanggal mulai diberlakukan Standar Pemasyarakatan atau sama
dengan tanggal ditandatanganinya Dokumen standar;
6) Pengesahan oleh pejabat yang berkompeten pada tingkat satuan kerja. Item
pengesahan berisi nomenklatur jabatan, tanda tangan, nama pejabat yang disertai
dengan NIP serta stempel/cap instansi;
7) Judul Standar, judul Standar Pemasyarakatan sesuai dengan kegiatan yang sesuai
dengan tugas dan fungsi yang dimiliki;
8) Dasar Hukum, berupa peraturan perundang-undangan yang mendasari Standar
Pemasyarakatan yang dibuat beserta aturan pelaksanaannya;
9) Dokumen Terkait, memberikan penjelasan mengenai keterkaitan Standar
Pemasyarakatan ini dengan standar lainnya atau dokumen lainnya bila ada (standar
lain yang terkait secara langsung dalam proses pelaksanaan kegiatan dan menjadi
bagian dari kegiatan tersebut).
10) Peringatan, memberikan penjelasan mengenai kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi ketika prosedur dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Peringatan
memberikan indikasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dan berada di
luar kendali pelaksana ketika prosedur dilaksanakan, serta berbagai dampak lain
yang ditimbulkan. Dalam hal ini dijelaskan pula bagaimana cara mengatasinya bila

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 34


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
diperlukan. Umumnya menggunakan kata peringatan, yaitu jika/apabila-maka (if-
then) atau batas waktu (dead line) kegiatan harus sudah dilaksanakan;
11) Kualifikasi Pelaksana, memberikan penjelasan mengenai kualifikasi pelaksana
yang dibutuhkan dalam melaksanakan Standar Pemasyarakatan berupa kompetensi
(keahlian dan ketrampilan) bersifat umum untuk semua pelaksana dan bukan
bersifat individu, yang diperlukan untuk dapat melaksanakan standar ini secara
optimal. Di sini juga apabila memungkinkan dispesifikasikan jumlah petugas
pemasyarakatan yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan Standar
Pemasyarakatan secara optimal.
12) Peralatan dan Perlengkapan, memberikan penjelasan mengenai daftar peralatan
utama (pokok) dan perlengkapan yang dibutuhkan agar Standar Pemasyarakatan ini
dapat dilaksanakan secara optimal. Masing-masing sarana dan prasarana spesifik/
khusus perlu juga dijelaskan mengenai detil spesifikasi yang dibutuhkan.
13) Pencatatan dan Pendataan, memuat berbagai hal yang perlu didata dan dicatat
oleh pejabat tertentu. Dalam kaitan ini, perlu dibuat formulir-formulir tertentu yang
akan diisi oleh setiap pelaksana yang terlibat dalam proses. (Misalnya formulir yang
menunjukkan perjalanan sebuah proses pengolahan dokumen pelayanan perizinan)
Berdasarkan formulir dasar ini, akan diketahui apakah prosedur sudah sesuai dengan
mutu baku yang ditetapkan dalam Standar Pemasyarakatan). Setiap pelaksana yang
ikut berperan dalam proses, diwajibkan untuk mencatat dan mendata apa yang sudah
dilakukannya, dan memberikan pengesahan bahwa langkah yang ditanganinya dapat
dilanjutkan pada langkah selanjutnya. Pendataan dan pencatatan akan menjadi
dokumen yang memberikan informasi penting mengenai “apakah prosedur telah
dijalankan dengan benar”.
14) Bagian diagram alir merupakan uraian mengenai langkah-langkah (prosedur)
kegiatan beserta mutu baku dan keterangan yang diperlukan. Bagian diagram alir ini
berupa flowcharts yang menjelaskan langkah-langkah kegiatan secara berurutan dan
sistematis dari prosedur yang distandarkan, yang berisi: Nomor kegiatan; Uraian
kegiatan yang berisi langkah-langkah (prosedur); Pelaksana yang merupakan pelaku
(aktor) kegiatan; Mutu Baku yang berisi kelengkapan, waktu, output dan
keterangan. Agar Standar Pemasyarakatan ini terkait dengan kinerja, maka setiap
aktivitas hendaknya mengidentifikasikan mutu baku tertentu, seperti: waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan persyaratan/kelengkapan yang diperlukan (standar
input) dan outputnya. Mutu baku ini akan menjadi alat kendali mutu sehingga
produk akhirnya (end product) dari sebuah proses benar-benar memenuhi kualitas
yang diharapkan, sebagaimana ditetapkan dalam standar pelayanan. Untuk
memudahkan dalam pendokumentasian dan implementasinya, sebaiknya SOP
memiliki kesamaan dalam unsur prosedur meskipun muatan dari unsur tersebut akan
berbeda sesuai dengan kebutuhan instansi masing-masing. Simbol yang digunakan
dalam SOP hanya terdiri dari 5 (lima) simbol, yaitu: 4 (empat) simbol dasar
flowcharts (Basic Symbol ofFlowcharts) dan 1 (satu) simbol penghubung ganti
halaman (Off-Page Conector). Kelima simbol yang dipergunakan tersebut adalah
sebagai berikut:

 Simbol Kapsul/Terminator untuk mendeskripsikan kegiatan mulai


dan berakhir;

 Simbol Kotak/Process untuk mendeskripsikan proses atau kegiatan


eksekusi;

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 35


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
 Simbol Belah Ketupat/Decision untuk mendeskripsikan kegiatan
pengambilan keputusan;

 Simbol Anak Panah/Panah/Arrow untuk mendeskripsikan arah


kegiatan (arah proses kegiatan);

 Simbol Segilima/Off-Page Connector untuk mendeskripsikan


hubungan antar halaman.

 Penulisan pelaksana dalam SOP ini dipisahkan dari kegiatan. Oleh karena itu
untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu dan tumpang-tindih
(overlapping) yang tidak efisien maka penulisan kegiatan tidak disertai
dengan pelaksana kegiatan (aktor) dan dipisahkan dalam kolom pelaksana
tersendiri. Dengan demikian penulisan kegiatan menggunakan kata kerja
aktif yang diikuti dengan obyek dan keterangan seperti: menulis
laporan;mendokumentasikan surat pengaduan. Penulisan pelaksana (aktor)
tidak diurutkan secara hierarki tetapi didasarkan pada sekuen kegiatan
sehingga kegiatan selalu dimulai dari sisi kiri dan tidak ada kegiatan yang
dimulai dari tengah maupun sisi kanan dari matriks flowcharts.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 36


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
4.5 Kriteria Keberhasilan Pelaksanaan Standar
Berikut ini adalah instrument yang digunakan dalam menilai keberhasilan pelaksanaan
standar oleh UPT Pemasyarakatan.
 Instrumen penilaian mandiri keberhasilan pelaksanaan standar yang diisi oleh UPT
Pemasyarakatan dan diverifikasi oleh Divisi Pemasyarakatan. Kriteria yang
digunakan di dalam penyusunan kuesioner untuk monitoring dan evaluasi kebijakan
dapat dilihat pada bab dasar teori, sub bab 2.4 penyusunan kuesioner untuk
monitoring dan evaluasi kebijakan.
Berikut ini adalah contoh instrument penilaian mandiri keberhasilan pelaksanaan
standar:

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 37


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 38
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 39
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 40
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
 Instrumen pengukuran keberhasilan pelaksanaan standar oleh obyek pelayanan
pemasyarakatan jika dimungkinkan untuk mendapatkan feedback dari pelanggan
yang dilayani oleh UPT pemasyarakatan. Instrumen ini diisi oleh obyek pelayanan
pemasyarakatan dan menjadi salah satu input dalam mengisi instrument mandiri
pelayanan pemasyarakatan.
Berikut ini contoh instrument kepuasan pelanggan:

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 41


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 42
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 43
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
4.6 Kebutuhan Sarana dan Prasarana

4.6.1 Definisi Sarana dan Prasarana

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan pelaksanaan
Standar Pemasyarakatan, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua
kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai
dengan rencana.

Moenir (1992 : 119) mengemukakan bahwa sarana adalah segala jenis peralatan,
perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam
pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan
dengan organisasi kerja. Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah
bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam
suatu proses kegiatan baik alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun
peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak
dicapai.

Berdasarkan pengertian di atas, maka sarana dan prasarana pada dasarnya memiliki
fungsi utama sebagai berikut :
1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu.
2) Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa.
3) Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin.
4) Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para pengguna/pelaku.
5) Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin.
6) Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan.
7) Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan yang
mempergunakannya.

Untuk lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana yang dimaksud di atas berikut ini
akan diuraikan istilah sarana kerja/fasilitas kerja yang ditinjau dari segi kegunaan
menurut Moenir membagi sarana dan prasarana sebagai berikut :
1) Peralatan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi langsung sebagai alat
produksi untuk menghasilkan barang atau berfungsi memproses suatu barang
yang berlainan fungsi dan gunanya.
2) Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi sebagai alat
pembantu tidak langsung dalam produksi, mempercepat proses, membangkit dan
menambah kenyamanan dalam pekerjaan.
3) Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda yang berfungsi
membantu kelancaran gerak dalam pekerjaan, misalnya mesin ketik, mesin
pendingin ruangan, mesin absensi, dan mesin pembangkit tenaga.

4.6.2 Perencanaan Sarana dan Prasarana


Perencanaan sarana prasarana pemasyarakatan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
proses perkiraan secara matang rancangan pembelian, pengadaan, rehabilitasi, distribusi
atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan UPT
Pemasyarakatan.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 44


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Pada dasarnya tujuan diadakannya perencanaan sarana prasarana pemasyarakatan
adalah: (1) Untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kegagalan yang tidak
diinginkan, (2) Untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi dalam pelaksanaannya.
Salah rencana dan penentuan kebutuhan merupakan kekeliruan dalam menetapkan
kebutuhan sarana dan prasarana yang kurang/tidak memandang kebutuhan ke depan,
dan kurang cermat dalam menganalisis kebutuhan sesuai dengan dana yang tersedia dan
tingkat kepentingan.

Agar maksud pemenuhan tuntutan sarana prasarana pemasyarakatan yang sesuai dengan
kebutuhan maka dalam kegiatan perencanaan perlu mengikut sertakan berbagai unsur
atau pihak yang terkait di dalam pengembangan sarana dan prasarana UPT
Pemasyarakatan. Tujuannya adalah agar unsur atau pihak yang terkait dapat
memberikan masukan sesuai dengan bidang keahliannya.

Prosedur Perencanaan Sarana prasarana pemasyarakatan.

Untuk perencanaan sarana prasarana pemasyarakatan dilakukan melalui tahapan sebagai


berikut:
1) Identifikasi dan Menganalisis Kebutuhan UPT Pemasyarakatan
Identifikasi adalah pencatatan dan pendaftaran secara tertib dan teratur terhadap
seluruh kebutuhan sarana dan prasarana UPT Pemasyarakatan yang dapat
menunjang kelancaran proses pelayanan pemasyarakatan, baik untuk kebutuhan
sekarang maupun yang akan datang. Hal-hal yang terkait dalam identifikasi dan
menganalisis kebutuhan sarana dan prasarana di UPT Pemasyarakatan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Adanya kebutuhan sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan
UPT Pemasyarakatan.
b. Adanya sarana dan prasarana yang rusak, dihapuskan, hilang atau
sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga memerlukan
penggantian.
c. Adanya kebutuhan sarana dan prasarana yang dirasakan pada jatah
perorangan jika terjadi mutasi petugas pemasyarakatan sehingga turut
mempengaruhi kebutuhan sarana dan prasarana.
d. Adanya persedian sarana dan prasarana untuk tahun anggaran
mendatang.

2) Inventarisasi Sarana dan Prasarana Yang Ada


Setelah identifikasi dan analisis kebutuhan dilakukan, selanjutnya diadakan
pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan dan pencatatan barang-barang milik
UPT Pemasyarakatan ke dalam suatu daftar inventaris secara teratur menurut
ketentuan yang berlaku.

3) Sumber Anggaran/Dana
Pendanaan untuk pengadaan, pemeliharaan, penghapusan, dan lain-lain
dibebankan dari APBN/APBD, dan bantuan dari pihak lain yang terkait UPT
Pemasyarakatan. Adapun perencanaan anggaran dilaksanakan dalam jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Fungsi perencanaan
penganggaran adalah untuk memutuskan rincian menurut standar yang berlaku
terhadap jumlah dana yang telah ditetapkan sehingga dapat menghindari
pemborosan.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 45


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
4.6.3 Pengelolaan Sarana dan Prasarana

Untuk mendukung tercapainya tujuan standar pemasyarakatan maka ada prinsip-prinsip


yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sarana prasarana pemasyarakatan yaitu:
1) Prinsip pencapaian tujuan
Pengelolaan sarana prasarana pemasyarakatan dikatakan berhasil apabila sarana
prasarana pendukung selalu siap dipakai untuk mendukung keberhasilan
implementasi standar pemasyarakatan

2) Prinsip efisiensi
Pemakaian semua sarana prasarana pemasyarakatan hendaknya dilakukan
dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat mengurangi pemborosan. Untuk itu,
sarana prasarana pemasyarakatan hendaknya dilengkapi dengan petunjuk teknis
penggunaan dan pemeliharaannya.

3) Prinsip administratif
Semua pengelola sarana prasarana pemasyarakatan hendaknya selalu
memperhatikan undang-undang, peraturan, intruksi dan pedoman yang telah
dispesifikasikan di dalam standar pemasyarakatan

4) Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab


Tugas dan tanggung jawab semua anggota organisasi terhadap pengelolaan
sarana prasarana pemasyarakatan harus dideskripsikan dengan jelas di dalam
standar pemasyarakatan

5) Prinsip Kekohesifan
Pengelolaan sarana prasarana pemasyarakatan hendaknya terealisasikan dalam
bentuk proses kerja yang melibatkan seluruh pihak yang terkait dan
berkepentingan.

Proses pengelolaan sarana prasarana meliputi 5 hal, yaitu:


1) Penentuan Kebutuhan
Melaksanakan analisis kebutuhan, analisis anggaran, dan penyeleksian sarana
prasarana sebelum mengadakan alat-alat tertentu. Berikut adalah prosedur
analisis kebutuhan sarana prasarana pemasyarakatan:
 Perencanaan Pengadaan Barang Bergerak
i. Barang yang habis dipakai, direncanakan dengan urrutan sebagai
berikut.
a) Menyusun daftar perlengkapan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dari rencana kegiatan yang tercantum di dalam
standar pemasyarakatan
b) Memperkirakan biaya untuk pengadaan barang setiap
tahun
c) Menyusun rencana pengadaan barang tahunan.

ii. Barang tak habis dipakai, direncanakan dengan urutan sebagai


berikut.
a) Menganalisis dan menyusun keperluan sesuai dengan
rencana kegiatan yang tercantum di dalam standar

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 46


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
pemasyarakatan serta memperhatikan perlengkapan yang
masih ada dan masih dapat dipakai.
b) Memperkirakan biaya perlengkapan yang direncanakan
dengan memperhatikan standar yang telah ditentukan di
dalam standar pemasyarakatan
c) Menetapkan skala prioritas menurut dana yang tersedia,
urgensi kebutuhan dan menyusun rencana pengadaan
tahunan.

 Penentuan Kebutuhan Barang Tidak Bergerak


Pengadaan barang tidak bergerak meliputi pengadaan tanah dan
bangunan, direncanakan dengan urutan sebagai berikut.
i. Mengadakan survei tentang keperluan bangunan yang akan
direnovasi dengan maksud untuk memperoleh data mengenai:
fungsi bangunan, struktur organisasi, jumlah pemakai dan jumlah
alat-alat/ perabot yang akan ditempatkan.
ii. Mengadakan perhitungan luas bangunan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan disusun atas dasar data survei.
iii. Menyusun rencana anggaran biaya yang disesuaikan dengan
harga standar yang berlaku di daerah yang bersangkutan.
iv. Menyusun pentahapan rencana anggaran biaya yang disesuaikan
dengan rencana pentahapan pelaksanaan secara teknis, serta
memperkirakan anggaran yang disediakan setiap tahun, dengan
memperhatikan skala prioritas yang telah ditetapkan, sesuai
dengan kebijaksanaan departemen.

 Perhitungan Kebutuhan Sarana prasarana pemasyarakatan


Menghitung kebutuhan sarana prasarana pemasyarakatan harus
memperhatikan tambahan jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan yang
diperkirakan akan ditampung pada tahun yang akan datang. Selain itu,
juga perlu memperhatikan jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan yang
keluar dari UPT Pemasyarakatan baik yang bebas murni, bebas
bersyarat, asimilasi dll.

2) Pengadaan Sarana Prasarana


Pengadaan sarana prasarana pemasyarakatan merupakan upaya merealisasikan
rencana kebutuhan pengadaan perlengkapan yang telah disusun sebelumnya,
antara lain sebagai berikut:
 Pengadaan senjata, alat, dan perabot dilakukan dengan cara membeli,
menerbitkan sendiri, dan menerima bantuan/ hadiah/ hibah
 Pengadaan bangunan, dapat dilaksanakan dengan cara:
i. membangun bangunan baru;
ii. membeli bangunan;
iii. menyewa bangunan;
iv. menerima hibah bangunan;
v. menukar bangunan;
 Pengadaan tanah, dapat dilakukan dengan cara membeli, menerima
bahan, menerima hak pakai, dan menukar.

3) Penggunaan dan Pemeliharaan

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 47


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Ada dua prinsip yang harus diperhatikan dalam pemakaian sarana prasarana
pemasyarakatan, yaitu prinsip efektivitas dan prinsip efisiensi. Prinsip efektivitas
berarti semua pemakaian perlengkapan di UPT Pemasyarakatan harus ditujukan
semata-mata dalam memperlancar pencapaian tujuan pelayanan
pemasyarakatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun, prinsip
efisiensi berarti, pemakaian semua sarana prasarana pemasyarakatan secara
hemat dan hati-hati sehingga semua perlengkapan yang ada tidak mudah habis,
rusak, atau hilang.
Pemeliharaan merupakan kegiatan yang terus menerus untuk mengusahakan
agar barang tetap dalam keadaan baik atau siap untuk dipakai. Menurut kurun
waktunya, pemeliharaan dibedakan dalam:
 pemeliharaan sehari-hari, misalnya: mobil, mesin disel, mesin ketik,
komputer, dsb.
 pemeliharaan berkala, yaitu: dua bulan sekali, tiga bulan sekali, dsb.

4) Pengurusan dan Pencatatan


Semua sarana prasarana harus diinventarisasi secara periodik, artinya secara
teratur dan tertib berdasarkan ketentuan atau pedoman yang berlaku. Melalui
inventarisasi sarana prasarana pemasyarakatan diharapkan dapat tercipta
administrasi barang, penghematan keuangan, dan mempermudah pemeliharaan
dan pengawasan. Apabila dalam inventarisasi terdapat sejumlah perlengkapan
yang sudah tidak layak pakai maka perlu dilakukan penghapusan.

5) Pertanggungjawaban (Pelaporan)
Penggunaan sarana prasarana pemasyarakatan harus dipertanggungjawabkan
dengan jalan membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang
ditujukan kepada instansi terkait. Laporan tersebut sering disebut dengan mutasi
barang. Pelaporan dilakukan sekali dalam setiap triwulan, terkecuali bila di UPT
Pemasyarakatan ada barang rutin dan barang proyek maka pelaporan pun
seharusnya dibedakan.

4.7 Kebutuhan Sumber Daya Manusia

4.7.1 Definisi Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang
dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya,
sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.
Sumber daya manusia merupakan aset dalam segala aspek pengelolaan terutama yang
menyangkut eksistensi organisasi.

Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan potensi yang
terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial
yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh
potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam
tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM
lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 48


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Mengenai perkembangan Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi, Greer
menyatakan bahwa :
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber
daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau
organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human
Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar
sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan,
dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan
sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai
investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.

Berdasarkan hal di atas, maka SDM memegang nilai yang sangat penting dalam
manajemen keorganisasian. Meskipun teknologi banyak dilibatkan dalam roda
organisasi, namun tetap saja organisasi memerlukan SDM sebagai daya penggerak dari
sumber daya lainnya yang dimiliki oleh organisasi dalam bentuk apapun

4.7.2 Definisi Kompetensi


Kompeten adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh
kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau
tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten harus dibedakan dengan
kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum istilah ini sering dipertukarkan.

Kravetz (2004), menyatakan bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang


tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan
sifat-sifat kepribadian atau keterampilan dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di
dalam tempat kerja.
Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif.
Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak menterjemahkan
kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian tidak
berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan.
Secara general, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara
ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin
melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.

Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft
competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk
mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi
dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership, communication,
interpersonal relation, dll. Tipe kompetensi yang kedua sering disebut hard competency
atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu
pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang
berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical
engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dll.

4.8 Kebutuhan Biaya Pelaksanaan Standar

Yang dimaksud dengan biaya pelaksanaan standar ini adalah biaya yang timbul karena
pelaksanaan standar ini. Biaya rutin tidak dimasukkan di dalam biaya pelaksanaan
standar

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 49


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 37/PMK.02/2012
tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2013, terdapat beberapa poin dasar yang harus
dipahami sebagai berikut:
 Standar Biaya adalah satuan biaya yang ditetapkan baik berupa Standar Biaya
Masukan maupun Standar Biaya Keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhan
biaya terkait pelaksanaan Standar Pemasyarakatan
 Standar Biaya Masukan adalah satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan
indeks yang digunakan untuk menyusun biaya komponen masukan kegiatan.
 Standar Biaya Keluaran adalah besaran biaya yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sebuah keluaran kegiatan yang merupakan akumulasi biaya
komponen masukan kegiatan.
 Harga Satuan Biaya Masukan adalah nilai suatu barang yang ditentukan pada
waktu tertentu untuk penghitungan biaya komponen masukan kegiatan.
 Tarif Biaya Masukan adalah nilai suatu jasa yang ditentukan pada waktu tertentu
untuk penghitungan biaya komponen masukan kegiatan.
 Indeks Biaya Masukan adalah satuan biaya yang merupakan gabungan beberapa
barang/jasa masukan untuk penghitungan biaya komponen masukan kegiatan.
 Indeks Biaya Keluaran adalah Standar Biaya Keluaran yang menghasilkan satu
volume keluaran kegiatan.
 Total Biaya Keluaran adalah Standar Biaya Keluaran yang menghasilkan total
volume sebuah keluaran kegiatan.
 Selain Standar Biaya Masukan sebagaimana dimaksud, Menteri Keuangan dapat
menyetujui Standar Biaya Masukan lainnya berdasarkan usulan dari
Menteri/Pimpinan Lembaga dengan mempertimbangkan hal-hal antara lain
sebagai berikut:
a. Kekhususan satuan biaya yang dimiliki oleh Kementerian
Negara/Lembaga.
b. Tuntutan peningkatan kualitas pelayanan publik tertentu.
c. Daerah terpencil/daerah perbatasan/pulau terluar.
Standar Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Standar Pemasyarakatan dapat
berbeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing, di mana tentunya setiap kebutuhan
yang bersifat spesifik harus dapat dijelaskan secara rinci mengenai kualifikasi dan
beban kerja yang diberikan.

Hal yang perlu diperhatikan di dalam penentuan kebutuhan biaya pelaksanaan standar
adalah:
 Besaran biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan standar
 Tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
 Tingkat kesulitan proses pelaksanaan standar dan kegunaan output standar

Berikut ini adalah komponen dalam menghitung kebutuhan anggaran dalam


pelaksanaan standar pemasyarakatan :
1. Terkait dengan kebutuhan biaya operasional pelaksanaan standar
Dalam menghitung kebutuhan biaya operasional pelaksanaan sebuah standar
pemasyarakatan dapat dilihat dari biaya yang dibutuhkan dalam bisnis proses /
prosedur operational dalam pelaksaan standar. Biaya – biaya tersebut terdiri dari
:
a. Kebutuhan belanja bahan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 50
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Belanja bahan ini untuk membiayai ATK, penggandaan dan penjilidan, dan
konsumsi rapat untuk kegiatan rapat di kantor dalam rangka penyusunan
standar pemasyarakatan. Untuk biaya konsumsi rapat telah di atur oleh
Peraturan Menteri Keuangan No. 72 Tahun 2013 dengan biaya maksimal
sebesar Rp 60.000,- (Biaya makan sebesar Rp. 44.000,- dan Kudapan
(snack) sebesar Rp. 16.000,-). Namun untuk menyeragamkan di batasi
sebesar Rp. 55.000,-untuk sekali kegiatan per-orang.
b. Kebutuhan belanja perjalanan dinas dalam kota
Uang transport dapat diberikan kepada pegawai negeri atau non pegawai
negeri yang melakukan kegiatan/ pekerjaan diluar kantor yang berkaitan
dengan penyusunan standar pemasyarakatan. Perjalanan dinas dapat
dipergunakan untuk pengambilan data, monitoring atau lainnya dalam
rangka penyusunan standar pemasyarakatan, dengan ketentuan masih dalam
batas wilayah suatu kabupaten/ kota.
Batas wilayah kabupaten/ kota di Provinsi DKI Jakarta meliputi kesatuan
wilayah JakartaPusat, JakartaTimur, JakartaUtara, JakartaBarat, dan Jakarta
Selatan. Uang transport kegiatan dalam kabupaten/ kota tidak dapat
diberikan apabila perjalanannya menggunakan kendaraan dinas dan/ atau
untuk perjalanan yang bersifat rutin.
Besaran biaya maksimal berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 72
Tahun 2013 adalah sebesar Rp. 110.000,- per orang/ kegiatan.
c. Kebutuhan belanja jasa profesi
Honorarium narasumber diberikan kepada pegawai negeri yang memberikan
informasi/ pengetahuan kepada pegawai negeri lainnya/ masyarakat dalam
rangka penyusunan standar pemasyarakatan. Narasumber dapat dilibatkan
dalam kegiatan penyusunan standar baik dalam bentuk kegiatan rapat dalam
kantor, FGD/ Konsinyering (paket meeting dalam kota atau pun luar kota)
Honorarium narasumber pegawai negeri dapat diberikan dengan ketentuan:
1) berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara; dan
2) berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta
yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit
eselon I penyelenggara masyarakat.
Untuk besaran biaya maksimum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 72 Tahun 2013.
d. Kebutuhan belanja perjalanan dinas paket meeting dalam kota ataupun luar
kota
Satuan biaya paket kegiatan rapat pertemuan di luar kantor merupakan
satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kegiatan
rapat/ pertemuan untuk penyusunan standar pemasyarakatan yang
diselenggarakan di luar kantor dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD)
ataupun Konsinyering. Kegiatan rapat/ pertemuan penyusunan standar
pemasyarakatan di luar kantor dapat dilakukan sepanjang pelaksanaan rapat
tersebut membutuhkan koordinasi dengan unit/ instansi lainnya sekurang-
kurangnya dihadiri peserta dari eselonI lainnya/ masyarakat.
Untuk besaran biaya maksimum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 72 Tahun 2013.
e. Kebutuhan belanja perjalanan biasa
Belanja perjalanan biasa di berikan kepada pegawai negeri yang melakukan
perjalanan dinas kedaerah di dalam negeri dalam rangka menyusun standar
pemasyarakatan dinas (Misalnya untuk kegiatan monitoring, evaluasi,

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 51


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
pemetaan dan lain-lainnya). Pembiayaan yang di berikan berupa tiket
pesawat, uang harian dan biaya penginapan.
1) Satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas luar negeri merupakan
satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya
pembelian tiket pesawat udara dari bandara di Jakarta ke berbagai
bandara kota tujuan di luar negeri Pergi Pulang (PP). Satuan biaya tiket
termasuk biaya asuransi, tidak termasuk airport tax serta biaya retribusi
lainnya.
2) Satuan biaya uang harian perjalanan dinas dalam negeri merupakan
penggantian biaya keperluan sehari-hari pegawai negeri/ non pegawai
negeri dalam menjalankan perintah perjalanan dinas di dalam negeri.
3) Satuan biaya penginapan perjalanan dinas dalam negeri merupakan
satuan biaya yang digunakan untuk pengalokasian biaya penginapan
dalam RKAK/L sesuai dengan peruntukannya.
Untuk besaran biaya maksimum (tiket, uang harian dan penginapan) diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 72 Tahun 2013.

Ket :komponen biaya di atas tidak bersifat mengikat (optional), dapat di


pergunakan untuk menyusun standar pemasyarakatan atau tidak.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 52


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
LAMPIRAN: FORMAT DOKUMEN STANDAR

Dokumen standar harus disimpan menggunakan format file dengan ekstensi ODF (open
document format) atau PDF (portable document format)i sesuai dengan ketetapan dari
Badan Standardisasi Nasional Indonesia bernomor 41/KEP/BSN/4/2011 tertanggal 4
April 2011 dengan kode SNI ISO/IEC 26300:2011.

Tujuan penyimpanan dokumen standar dalam bentuk *.ODF atau *.PDF adalah sebagai
berikut:
 Dokumen yang menjadi dokumen publik bisa diunduh, dilihat, diubah, ataupun
dicetak, sehingga pengguna bisa bebas menggunakan aplikasi apa yang bisa, dan
tidak harus menggunakan software yang sama dengan pembuat data tersebut.
 Pembuat data bisa mengunci dokumen tersebut menggunakan password tertentu
sekiranya data di dalamnya tidak merupakan konsumsi publik dan untuk
menghindari adanya perubahan dalam file asal.
 Pengguna tidak dituntut harus membeli program baru. Jika menggunakan file
*.DOC atau *.DOCX, maka aplikasi pembuka data tersebut bisa berbeda setiap
produksi program baru. File *.DOCX tidak dapat dibuka di Office 2003,
sehingga diharuskan membeli program dari Microsoft Office seri terbaru.
 Bisa lebih mampu menyeragamkan data-data terutama yang merupakan data
yang bersifat publik dan terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia, dll.

Kertas yang Digunakan

Gunakan kertas putih ukuran A4 (210 x 297 mm) yang bermutu baik (70 gm/m2).

Format yang Digunakan

 Diketik dengan menggunakan paragraph single.


 Font yang digunakan adalah Times New Roman.
 Ukuran huruf keseluruhan adalah 12.
 Margin yang digunakan adalah:
 Tepi sebelah atas : 2.0 cm
 Tepi sebelah kanan : 2.0 cm
 Tepi kiri : 4.0 cm
 Tepi sebelah bawah : 2.0 cm

i
Dasar hukum penyimpanan dalam format ODF (open document format) atau PDF (portable document
format) adalah Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan
Interoperabilitas Dokumen Perkantoran Bagi Penyelenggara Sistem Elektronik Untuk Pelayanan Publik.

Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 53


Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Anda mungkin juga menyukai