Pedoman
Penyusunan Standar
Pemasyarakatan
Daftar Isi
Daftar Isi........................................................................................................................ i
I. Pendahuluan .............................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Maksud dan Tujuan ....................................................................................... 1
1.3. Daftar Istilah .................................................................................................. 2
1.4. Dasar Hukum ................................................................................................. 6
1.5. Prinsip Dasar ................................................................................................. 6
II. Dasar Teori .............................................................................................................. 7
2.1 Formulasi Kebijakan Publik .......................................................................... 7
2.2 Monitoring Kebijakan Publik ........................................................................ 9
2.3 Evaluasi Kebijakan Publik .......................................................................... 10
2.4 Penyusunan Kuesioner untuk Monitoring dan Evaluasi Kebijakan ............ 15
2.4.1 Instrumen Penilaian Mandiri oleh UPT Pemasyarakatan ........................ 15
2.4.2 Instrumen Kepuasan WBP terhadap Pelayanan Pemasyarakatan............ 16
III. Prosedur Penyusunan ........................................................................................... 18
3.1 Prosedur Penyusunan Standar Pemasyarakatan .......................................... 18
3.2 Prosedur Legalisasi Standar Pemasyarakatan ............................................. 20
3.3 Prosedur Implementasi Standar Pemasyarakatan ........................................ 22
3.4 Prosedur Monitoring dan Evaluasi Standar Pemasyarakatan ...................... 22
3.4.1 Contoh Hasil Evaluasi Implementasi Standar Pemasyarakatan .............. 23
3.4.2 Contoh Penghitungan Skor Implementasi Standar Pemasyarakatan ....... 26
IV. Komponen Standar............................................................................................... 32
4.1 Norma dan Dasar Hukum ............................................................................ 32
4.2 Definisi Global dan Detil Standar ............................................................... 32
4.3 Maksud dan Tujuan Standar ........................................................................ 33
4.4 Prosedur Operasional Baku (SOP) .............................................................. 33
4.5 Kriteria Keberhasilan Pelaksanaan Standar................................................. 37
4.6 Kebutuhan Sarana dan Prasarana ................................................................ 44
4.6.1 Definisi Sarana dan Prasarana ................................................................. 44
4.6.2 Perencanaan Sarana dan Prasarana .......................................................... 44
4.6.3 Pengelolaan Sarana dan Prasarana ........................................................... 46
4.7 Kebutuhan Sumber Daya Manusia .............................................................. 48
4.7.1 Definisi Sumber Daya Manusia ............................................................... 48
4.7.2 Definisi Kompetensi ................................................................................ 49
4.8 Kebutuhan Biaya Pelaksanaan Standar ....................................................... 49
LAMPIRAN: FORMAT DOKUMEN STANDAR ............................................... 53
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan – Ditjen Pemasyarakatan Hal i
I. Pendahuluan
1
1.1. Latar Belakang
Tujuan kebijakan Reformasi Birokrasi di Indonesia adalah untuk membangun profil dan
perilaku aparatur negara yang memiliki integritas, produktivitas, dan bertanggungjawab
Pendahuluan serta memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang
prima melalui perubahan pola pikir (mind set) dan
budaya kerja (culture set) dalam sistem manajemen
Latar Belakang
pemerintahan.
Maksud dan Tujuan
Reformasi Birokrasi mencakup delapan area perubahan
Daftar Istilah utama pada instansi pemerintah di pusat dan daerah,
Prinsip Penyusunan Standar meliputi: organisasi, tata laksana, peraturan perundang-
Pemasyarakatan undangan, sumber daya manusia aparatur, pengawasan,
akuntabilitas, pelayanan publik, mind set dan culture set
aparatur. Pada hakekatnya perubahan ketatalaksanaan diarahkan untuk melakukan
penataan tata laksana instansi pemerintah yang efektif dan efisien.
Salah satu upaya penataan tata laksana pemasyarakatan diwujudkan dalam bentuk
penyusunan dan implementasi Standar Operasional Prosedur Pelayanan Pemasyarakatan
(selanjutnya disebut dengan Standar Pemasyarakatan) dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi pemasyarakatan.
No Standar Pemasyarakatan
Standar registrasi dan identifikasi basan baran (penerimaan dan penelitian
1
dan penilaian basan)
2 Standar klasifikasi dan penempatan basan baran
3 Standar pengamanan basan baran
4 Standar pemeliharaan basan baran
5 Standar mutasi fisik dan administrasi
6 Standar penghapusan/ pengeluaran
7 Standar pengawasan basan baran
8 Standar registrasi, penempatan, mutasi dan pengeluaran anak
9 Standar assessment dan klasifikasi anak
10 Standar registrasi, mutasi dan pengakhiran bimbingan klien
11 Standar assessment dan klasifikasi klien
12 Standar pendidikan formal dan pendidikan kejuruan
13 Standar pendidikan kesetaraan
Standar pendidikan ketrampilan khusus (kepramukaan, kesenian,
14
keagamaan, olahraga, rekreasi, dan karakter)
15 Standar pembimbingan dan pengentasan anak (reintegrasi anak)
Standar Pendampingan proses peradilan, pendampingan diversi dan
16
mediasi
17 Standar pengasuhan dan konseling anak
18 Standar bimbingan klien dewasa (di luar bimbingan kemandirian)
19 Standar pengawasan dan penindakan klien
20 Standar pengajuan ijin luar negeri
21 Standar bimbingan kemandirian dan penyaluran kerja klien dewasa
22 Standar penelitian kemasyarakatan klien anak
23 Standar penelitian kemasyarakatan klien dewasa
24 Standar pengusulan, pengangkatan, pemberhentian, pendataan
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 2
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
No Standar Pemasyarakatan
Pembimbing Kemasyarakatan
25 Standar bimbingan kepribadian
26 Standar pembinaan napi terorisme
38 Standar pelaksanaan kegiatan TPP tingkat pusat, kanwil dan UPT PAS
2
2.1 Formulasi Kebijakan Publik
Standar Pemasyarakatan adalah salah satu bentuk kebijakan publik yang dibuat sebagai
petunjuk pelaksanaan pelayanan pemasyarakatan dan petunjuk dalam melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan Standar
Dasar Teori Pemasyarakatan. Sebagai sebuah kebijakan publik, ada
beberapa pendekatan yang bisa dipakai di dalam
Formulasi Kebijakan Publik formulasi Standar Pemasyarakatan:
Monitoring Kebijakan
Publik 1) Pendekatan kepentingan negara (state interests
approach)
Evaluasi Kebijakan Publik Pendekatan kepentingan negara menjelaskan bahwa
Penyusunan Kuesioner kebijakan publik dibuat oleh para pejabat negara yang
memiliki independensi untuk membela kepentingan
negara, misalnya kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan pembangunan
bangsa dan negara.
2) Model kelembagaan (institutional)
Model kelembagaan menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah
yang memang dianggap memiliki tugas dan hak yang sah untuk itu.
Secara struktural, pemerintah adalah pihak yang telah diserahi kekuasaan oleh
rakyat untuk mengatur negara. Maka pemerintah memiliki kewenangan untuk
membuat keputusan.
3) Pendekatan politik birokratik (bureaucratic politics approach)
Pendekatan politik birokratik menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh para
pejabat negara dengan pertimbangan lebih karena untuk membela kepentingan
instansi pemerintahannya sendiri dalam kerangka bersaing dengan kepentingan
instansi pemerintah lainnya.
4) Model elit (elite)
Model elit menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang
mewakili kepentingan elit-elit pemegang kekuasaan negara. Dalam hal ini,
kebijakan publik dibuat secara top-down untuk mempertahankan status quo.
5) Model-model actor rasional (rational actor models)
Model-model aktor rasional menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh para
pejabat negara dengan mempertimbangkan semua sumberdaya, informasi, dan
alternatif demi tercapainya preferensi para pejabat negara itu sendiri.
6) Pendekatan-pendekatan analisis kelas (class analytic approaches)
Pedekatan analisis kelas menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal
oleh para pejabat negara, tetapi secara substansial mewakili kepentingan kelas
dominan (kaum kapitalis/borjuis) yang akan melanggengkan kekuasaannya (status
quo) (secara ekonomi dan politik) di atas (“mengeksploitasi”) kelas subordinasi
(kaum proletar dan buruh).
7) Model proses (process)
Model proses menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah setelah
menerima artikulasi dan agregasi kepentingan dari masyarakat.
8) Model sistem (system)
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 7
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Model sistem menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah melalui
tahap-tahap: input (berupa tuntutan dan dukungan), throughput (berupa pembuatan
keputusan), dan output (berupa peraturan perundang-undangan)
9) Model rasional (rational) (rasional komprehensif)
Model rasional atau model rasional komprehensif menjelaskan bahwa kebijakan
publik dibuat oleh pemerintah dengan berdasarkan pertimbangan cost-benefit
analysis (analisis perbandingan biaya-manfaat) dari segi efisiensi keuangan.
10) Model inkremental (incremental)
Model inkremental menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh pemerintah
dengan pertimbangan praktis untuk melanjutkan kebijakan sebelumnya dengan
perubahan sedikit demi sedikit (prinsip evolusioner, bukan revolusioner)
11) Model pengamatan terpadu (mixed-scanning)
Model pengamatan terpadu menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat oleh
pemerintah dengan pertimbangan berupa penggabungan antara model rasional dan
model inkremental.
12) Pendekatan-pendekatan pluralis (pluralist approaches)
Pendekatan-pendekatan pluralis menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara
formal oleh pemerintah, tetapi secara substansial mewakili formasi konflik, tawar-
menawar, dan koalisi di antara kelompok-kelompok sosial yang sangat beragam
dalam masyarakat guna melindungi dan memperjuangkan kepentingan-
kepentingan bersama dari para anggotanya.
Kepentingan-kepentingan ini pada umumnya menyangkut ekonomi, namun
demikian secara khusus ada kelompok-kelompok yang berkepentingan untuk
memperjuangkan kepentingan yang berkaitan dengan isu etnis, agama, daerah,
kekerabatan, dan lain-lain
13) Model kelompok (group)
Model kelompok menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal oleh
pemerintah, tetapi secara substansial oleh kelompok-kelompok kepentingan dalam
masyarakat. Peran pemerintah adalah mencari titik kompromi (keseimbangan) di
antara kelompok-kelompok itu. Pemerintah menjadi “wasit” dengan aturan mainnya.
14) Model pilihan publik (publik choice)
Model pilihan publik menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal oleh
pemerintah, tetapi secara substansial mewakili kepentingan-kepentingan individu-
individu dalam masyarakat dan pemerintahan dalam mengejar (memaksimalkan)
kepentingannya secara ekonomis.
15) Model teori permainan (game theory)
Model teori permainan menjelaskan bahwa kebijakan publik dibuat secara formal
oleh pemerintah, tetapi secara substansial mewakili kepentingan-kepentingan pihak-
pihak yang berkonflik.
Pihak-pihak yang berkonflik berusaha memperoleh dampak keputusan yang
mengamankan keuntungannya yang dimaksimalkan dari kelemahan lawan.
Hasil keputusannya lebih “transaksional” ketimbang “zero sum game”
Berikut ini adalah proses fomulasi kebijakan publik seperti termuat di dalam Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/4/2007
tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja dan Revisi
Kebijakan Publik di lingkungan lembaga pemerintah pusat dan daerah
Secara garis besar ada enam dimensi penting yang harus diperoleh informasinya dari
evaluasi Standar Pemasyarakatan, yaitu:
1) Evaluasi kinerja pencapaian tujuan Standar Pemasyarakatan, yakni
mengevaluasi kinerja orang-orang yang bertanggungjawab
mengimplementasikan Standar Pemasyarakatan. Darinya kita akan memperoleh
jawaban atau informasi mengenai kinerja implementasi, efektifitas dan efisiensi,
dlsb yang terkait. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai apakah program telah
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 11
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
dilaksanakan, kemudian diadakan perbandingan kesesuaian antara pelaksanaan
program dengan tujuan Standar Pemasyarakatan
Berikut ini adalah beberapa kategori yang bisa digunakan di dalam evaluasi
kinerja Standar Pemasyarakatan:
Katagori Pertanyaan Ilustrasi
Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah Unit Pelayanan
tercapai?
Efisiensi Seberapa banyak upaya yang Cost-benefit Ratio;
diperlukan untuk mencapai hasil yang Manfaat bersih; Unit
diinginkan? Biaya
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang BIaya tetap,
diinginkan untuk memecahkan Efektifitas tetap
masalah
Pemerataan Apakah biaya manfaat didistribusikan Criteria Pareto;
secara merata kepada kelompok- Kriteria Kaldor-
kelompok yang berbeda? Hicks: Kriteria Rawls
Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan Konsistensi dengan
kebutuhan/preferensi atau nilai-nilai survey warga Negara
kelompok tertentu?
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang Program publik harus
diinginkan benar-benar berguna atau merata dan eisien
bernilai
Sebuah Standar Pemasyarakatan bisa saja gagal memperoleh dampak yang diharapkan
meski proses implementasi berhasil mewujudkan output sebagaimana yang dituntut oleh
Standar Pemasyarakatan tersebut, namun ternyata gagal mencapai outcomesnya; apalagi
jika proses implementasi gagal mewujudkan keduanya. Hal ini menurut Anderson bisa
saja disebabkan karena :
1) Sumber daya yang tidak memadai
2) Cara implementasi yang tidak tepat (misalkan pilihan-pilihan tindakan yang
kontra produktif seperti studi banding atau membeli mobil bagi pejabat yang
memakan banyak biaya dengan tujuan meningkatkan kapasitas layanan)
3) Masalah publik sering disebabkan banyak faktor tetapi Standar Pemasyarakatan
yang dibuat hanya mengatasi satu faktor saja
4) Cara menanggapi kebijakan yang justru dapat mengurangi dampak yang
diinginkan (misalkan karena takut dianggap melanggar prosedur, maka
implementers bertindak sesuai ‘textbook’ walau situasinya mungkin berbeda)
5) Tujuan-tujuan Standar Pemasyarakatan tak sebanding bahkan bertentangan satu
sama lain
6) Biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari masalahnya
7) Banyak masalah publik yang tak mungkin dapat diselesaikan
8) Timbulnya masalah baru sehingga mendorong pengalihan perhatian dan
tindakan
9) Sifat dari masalah yang akan dipecahkan (Anderson, 1996)
Untuk mengukur capaian riel sebuah Standar Pemasyarakatan, maka dari hasil kajian
evaluasi harus diperoleh jawaban-jawaban atas persoalan berikut ini:
1) Kelompok dan kepetingan mana yg memiliki akses dalam pembuatan Standar
Pemasyarakatan?
2) Apakah pembuatan Standar Pemasyarakatan dilakukan secara cukup rinci,
terbuka dan memenuhi prosedur?
3) Apakah program-program Standar Pemasyarakatan didesain secara logis?
4) Apakah sumber daya yg menjadi input Standar Pemasyarakatan telah memadai
untuk mencapai tujuan ?
5) Apa standar implementasi yang baik bagi Standar Pemasyarakatan tersebut?
6) Apakah Standar Pemasyarakatan dilaksanakan sesuai standar efisiensi ekonomi?
Apakah uang digunakan dengan tepat dan jujur?
7) Apakah kelompok sasaran memperoleh pelayanan seperti yg didesain dalam
Standar Pemasyarakatan?
8) Apakah Standar Pemasyarakatan juga memberikan dampak pada kelompok non
sasaran? Apa jenis dampaknya ?
9) Apa dampak yg diharapkan dan tak diharapakan pada masyarakat ?
10) Kapan tindakan Standar Pemasyarakatan dilaksanakan dan dampaknya diterima
oleh WBP pada khususnya dan masyarakat pada umumnya?
Pedoman Penyusunan Standar Pemasyarakatan Hal 13
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
11) Apakah tindakan dan dampak telah sesuai dengan yang diharapkan ?
Hasil kajian evaluasi atas sebuah Standar Pemasyarakatan akan berimplikasi pada
keberlangsungan Standar Pemasyarakatan termaksud, yang menurut Weis (dalam
Shafritz and Hyde, 1987) adalah sebagai berikut:
1) Meneruskan atau mengakhiri Standar Pemasyarakatan
2) Memperbaiki praktek & prosedur administrasinya
3) Menambah atau mengurangi strategi dan tehnik implementasi
4) Melembagakan Standar Pemasyarakatan ke tempat lain
5) Mengalokasikan sumber daya ke Standar Pemasyarakatan lain
6) Menolak atau menerima pendekatan/teori yang digunakan oleh Standar
Pemasyarakatan sebagai asumsi
3
3.1 Prosedur Penyusunan Standar Pemasyarakatan
Berikut ini adalah prosedur penyusunan standar pemasyarakatan yang bisa dijadikan
sebagai acuan di dalam proses penyusunan standar
Komponen Standar pemasyarakatan:
Berikut ini adalah contoh hasil analisa terhadap form instrumen penilaian mandiri
standar pemasyarakatan yang sudah diisi oleh UPT Pemasyarakatan dan diverifikasi
oleh Divisi Pemasyarakatan yaitu:
Dari pie chart diatas, hanya 50% UPT Pemasyarakatan yang memiliki sarana prasarana
pendukung implementasi standar pelayanan pengaduan. 50% yang lain belum siap
untuk mengimplementasikan standar secara konsisten karena ketiadaan komputer yang
terhubung dengan internet.
Dari chart di atas, terlihat bahwa semua UPT pemasyarakatan memiliki kotak aduan
yang diletakkan di ruang kunjungan tetapi baru 50% UPR Pemasyarakatan yang
menempatkan kotak aduan di ruang WBP. Dari sini bisa terlihat bahwa implementasi
pelayanan pengaduan masih belum dilakukan secara konsisten oleh UPT
Pemasyarakatan, mengingat kotak aduan tidak ditempatkan di lokasi yang semestinya.
Dari sisi sumber daya manusia, sebagian besar UPT Pemasyarakatan memiliki petugas
pengurus layanan pengaduan yang ditunjuk dengan menggunakan SK dari Kepala UPT
pemasyarakatan terkait pembentukan Unit Pelayanan Pengaduan
Untuk setiap pertanyaan yang kita masukkan di dalam kuesioner, kita memberikan nilai
terhadap setiap jawaban. Nilai untuk setiap jawaban tersebut kemudian kita ambil rata-
rata untuk mendapatkan skor % implementasi standar pemasyarakatan.
Google drive akan secara otomatis memberikan laporan hasil jawaban dari setiap
kuesioner yang diisi dalam bentuk tabel. Tabel ini kemudian bisa kita download ke
dalam bentuk excel dan bisa kita lakukan penghitungan menggunakan rumus sederhana
yang disediakan oleh excel.
Berikut ini contoh laporan hasil jawaban yang dihasilkan oleh Google Drive:
4
4.1 Norma dan Dasar Hukum
Dasar hukum adalah norma hukum atau ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang menjadi landasan atau dasar bagi setiap
Komponen Standar penyelenggaraan atau tindakan hukum oleh subyek
hukum baik orang perorangan atau badan hukum. Selain
itu dasar hukum juga dapat berupa norma hukum atau
Norma dan Dasar Hukum
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
Definisi Global dan Detail menjadi landasan atau dasar bagi pembentukan
Standar peraturan perundang-undangan yang lebih baru dan atau
Maksud dan Tujuan Standar yang lebih rendah derajatnya dalam hirarki atau tata
Prosedur Operasional Baku urutan peraturan perundang-undangan. Bentuk yang
(SOP) disebut terakhir ini juga biasanya disebut sebagai
Kriteria Keberhasilan landasan yuridis yang biasanya tercantum dalam
Pelaksanaan Standar considerans peraturan hukum atau surat keputusan yang
Monitoring dan Evaluasi diterbitkan oleh lembaga-lembaga tertentu.
Pelaksanaan Standar
Dasar hukum dalam pembentukan Standar
Kebutuhan Sarana Prasarana
Pemasyarakatan merupakan sesuatu yang penting
Kebutuhan SDM karena menunjukkan darimana kewenangan seorang
Kebutuhan Biaya
pejabat atau lembaga tertentu mendapatkan legitimasi untuk membuat Standar
Pemasyarakatan itu. Dasar hukum pada standar pelayanan pemasyarakaan yang
dimaksud adalah merujuk darimana perintah untuk membuat pengaturan tersebut
diperoleh dan atau darimana sumber kewenangan yang dimiliki oleh suatu lembaga
tertentu untuk membuat produk perundang-undangan yang sebagaimana dimaksud.
NOMOR : (2)
STANDAR
TANGGAL : (3)
PEMBUATAN
TANGGAL REVISI : (4)
TANGGAL : (5)
EFEKTIF
DIREKTORAT JENDERAL DISAHKAN OLEH : (6)
PEMASYARAKATAN (1) NAMA SOP : (7)
DASAR HUKUM: KUALIFIKASI PELAKSANA:
(8) (11)
DOKUMEN TERKAIT: PERALATAN/ PERLENGKAPAN:
(9) (12)
PERINGATAN: PENCATATAN DAN PENDATAAN:
(10) (13)
BAGIAN DIAGRAM ALIR
(14)
Penulisan pelaksana dalam SOP ini dipisahkan dari kegiatan. Oleh karena itu
untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu dan tumpang-tindih
(overlapping) yang tidak efisien maka penulisan kegiatan tidak disertai
dengan pelaksana kegiatan (aktor) dan dipisahkan dalam kolom pelaksana
tersendiri. Dengan demikian penulisan kegiatan menggunakan kata kerja
aktif yang diikuti dengan obyek dan keterangan seperti: menulis
laporan;mendokumentasikan surat pengaduan. Penulisan pelaksana (aktor)
tidak diurutkan secara hierarki tetapi didasarkan pada sekuen kegiatan
sehingga kegiatan selalu dimulai dari sisi kiri dan tidak ada kegiatan yang
dimulai dari tengah maupun sisi kanan dari matriks flowcharts.
Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan pelaksanaan
Standar Pemasyarakatan, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua
kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai
dengan rencana.
Moenir (1992 : 119) mengemukakan bahwa sarana adalah segala jenis peralatan,
perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam
pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan
dengan organisasi kerja. Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah
bahwa sarana dan prasarana adalah merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam
suatu proses kegiatan baik alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun
peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak
dicapai.
Berdasarkan pengertian di atas, maka sarana dan prasarana pada dasarnya memiliki
fungsi utama sebagai berikut :
1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu.
2) Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa.
3) Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin.
4) Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para pengguna/pelaku.
5) Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin.
6) Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan.
7) Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan yang
mempergunakannya.
Untuk lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana yang dimaksud di atas berikut ini
akan diuraikan istilah sarana kerja/fasilitas kerja yang ditinjau dari segi kegunaan
menurut Moenir membagi sarana dan prasarana sebagai berikut :
1) Peralatan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi langsung sebagai alat
produksi untuk menghasilkan barang atau berfungsi memproses suatu barang
yang berlainan fungsi dan gunanya.
2) Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi sebagai alat
pembantu tidak langsung dalam produksi, mempercepat proses, membangkit dan
menambah kenyamanan dalam pekerjaan.
3) Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda yang berfungsi
membantu kelancaran gerak dalam pekerjaan, misalnya mesin ketik, mesin
pendingin ruangan, mesin absensi, dan mesin pembangkit tenaga.
Agar maksud pemenuhan tuntutan sarana prasarana pemasyarakatan yang sesuai dengan
kebutuhan maka dalam kegiatan perencanaan perlu mengikut sertakan berbagai unsur
atau pihak yang terkait di dalam pengembangan sarana dan prasarana UPT
Pemasyarakatan. Tujuannya adalah agar unsur atau pihak yang terkait dapat
memberikan masukan sesuai dengan bidang keahliannya.
3) Sumber Anggaran/Dana
Pendanaan untuk pengadaan, pemeliharaan, penghapusan, dan lain-lain
dibebankan dari APBN/APBD, dan bantuan dari pihak lain yang terkait UPT
Pemasyarakatan. Adapun perencanaan anggaran dilaksanakan dalam jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Fungsi perencanaan
penganggaran adalah untuk memutuskan rincian menurut standar yang berlaku
terhadap jumlah dana yang telah ditetapkan sehingga dapat menghindari
pemborosan.
2) Prinsip efisiensi
Pemakaian semua sarana prasarana pemasyarakatan hendaknya dilakukan
dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat mengurangi pemborosan. Untuk itu,
sarana prasarana pemasyarakatan hendaknya dilengkapi dengan petunjuk teknis
penggunaan dan pemeliharaannya.
3) Prinsip administratif
Semua pengelola sarana prasarana pemasyarakatan hendaknya selalu
memperhatikan undang-undang, peraturan, intruksi dan pedoman yang telah
dispesifikasikan di dalam standar pemasyarakatan
5) Prinsip Kekohesifan
Pengelolaan sarana prasarana pemasyarakatan hendaknya terealisasikan dalam
bentuk proses kerja yang melibatkan seluruh pihak yang terkait dan
berkepentingan.
5) Pertanggungjawaban (Pelaporan)
Penggunaan sarana prasarana pemasyarakatan harus dipertanggungjawabkan
dengan jalan membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang
ditujukan kepada instansi terkait. Laporan tersebut sering disebut dengan mutasi
barang. Pelaporan dilakukan sekali dalam setiap triwulan, terkecuali bila di UPT
Pemasyarakatan ada barang rutin dan barang proyek maka pelaporan pun
seharusnya dibedakan.
Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang
dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya,
sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.
Sumber daya manusia merupakan aset dalam segala aspek pengelolaan terutama yang
menyangkut eksistensi organisasi.
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan potensi yang
terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial
yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh
potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam
tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM
lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi.
Berdasarkan hal di atas, maka SDM memegang nilai yang sangat penting dalam
manajemen keorganisasian. Meskipun teknologi banyak dilibatkan dalam roda
organisasi, namun tetap saja organisasi memerlukan SDM sebagai daya penggerak dari
sumber daya lainnya yang dimiliki oleh organisasi dalam bentuk apapun
Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft
competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk
mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi
dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership, communication,
interpersonal relation, dll. Tipe kompetensi yang kedua sering disebut hard competency
atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu
pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang
berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical
engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dll.
Yang dimaksud dengan biaya pelaksanaan standar ini adalah biaya yang timbul karena
pelaksanaan standar ini. Biaya rutin tidak dimasukkan di dalam biaya pelaksanaan
standar
Hal yang perlu diperhatikan di dalam penentuan kebutuhan biaya pelaksanaan standar
adalah:
Besaran biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan standar
Tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Tingkat kesulitan proses pelaksanaan standar dan kegunaan output standar
Dokumen standar harus disimpan menggunakan format file dengan ekstensi ODF (open
document format) atau PDF (portable document format)i sesuai dengan ketetapan dari
Badan Standardisasi Nasional Indonesia bernomor 41/KEP/BSN/4/2011 tertanggal 4
April 2011 dengan kode SNI ISO/IEC 26300:2011.
Tujuan penyimpanan dokumen standar dalam bentuk *.ODF atau *.PDF adalah sebagai
berikut:
Dokumen yang menjadi dokumen publik bisa diunduh, dilihat, diubah, ataupun
dicetak, sehingga pengguna bisa bebas menggunakan aplikasi apa yang bisa, dan
tidak harus menggunakan software yang sama dengan pembuat data tersebut.
Pembuat data bisa mengunci dokumen tersebut menggunakan password tertentu
sekiranya data di dalamnya tidak merupakan konsumsi publik dan untuk
menghindari adanya perubahan dalam file asal.
Pengguna tidak dituntut harus membeli program baru. Jika menggunakan file
*.DOC atau *.DOCX, maka aplikasi pembuka data tersebut bisa berbeda setiap
produksi program baru. File *.DOCX tidak dapat dibuka di Office 2003,
sehingga diharuskan membeli program dari Microsoft Office seri terbaru.
Bisa lebih mampu menyeragamkan data-data terutama yang merupakan data
yang bersifat publik dan terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia, dll.
Gunakan kertas putih ukuran A4 (210 x 297 mm) yang bermutu baik (70 gm/m2).
i
Dasar hukum penyimpanan dalam format ODF (open document format) atau PDF (portable document
format) adalah Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan
Interoperabilitas Dokumen Perkantoran Bagi Penyelenggara Sistem Elektronik Untuk Pelayanan Publik.