NOMOR : ……………………………………………….
tentang
MENIMBANG :
MENGINGAT :
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN :
KESATU : Penetapkan Panduan Praktik Klinik Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Jasa Kartini
Tasikmalaya
KEDUA: Memberlakukan Panduan Praktik Klinik Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Jasa
Kartini Tasikmalaya sebagaimana tercantum dalam dalam lampirana Keputusan ini
KETIGA: Surat keputusan ini diberlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan adanya
ketetapan lebih lanjut
KEEMPAT: Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya
Tanggal:…………………………..
dr.Rudy Suradi,Sps
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BELLS PALSY
I . Pengertian
Bells Palsy adalah facial paralisis karena disfungsi dari fasialis perifer yang menyebabkan
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga terjadi pembengkakan pada saraf wajah sebagai
reaksi terhadap infeksi virus, penekanan atau berkurangnya aliran darah. Apapun etiologi
bells palsy, proses yang dianggap bertanggung jawab atas gejala klinik Bells palsy adalah
proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi n fasialis. Gangguan atau
kerusakan pertama adalah endothelium dari kapiler dan permeabilitas kapiler meningkat,
sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan
disekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia yang
mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik,
terbentuknya peptida peptide toksik dan pengaktifan enzim kinin dan kalikrein sebagai
hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang
permanen.
b. Terjadi kelemahan pada otot wajah (kelemahan otot yang terjadi bisa ringan sampai
berat)
f. Kesulitan dalam menutup mata, gangguan sekresi air liur, air mata dan rasa
pengecapan lidah pada sisi yang mengalami kelumpuhan
IV. Anamnesis
c. Riwayat pekerjaan dan aktifitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami misalnya infeksi saluran nafas, otitis dan herpes
V. Pemeriksaan Fisik
a. Mengerutkan dahi
b. Memejamkan mata
c. Tersenyum
d. Bersiul
Untuk mengeksklusi bells palsy dari differensial diagnosis dapat ditentukan dari riwayat
perjalanan penyakit, dan elektrofisiologi (dirujuk ke RS rujukan) bila tidak ada perbaikan
1. Untuk megurangi nyeri, diberikan modalitas panas pada sisi wajah yang mengalami
sesuai indikasi
2. Latihan re edukasi otot otot wajah, latihan gerak volunter otot wajah dan masase otot
wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis, mengerutkan dahi,
menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul, meniup dengan
IX. Edukasi
a. Beri obat tetes mata / artifisial tears drop 3x sehari untuk melindungi kornea
b. Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur supaya otot orbicularis
d. Masase wajah yang lumpuh kearah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah
yang sehat dengan maksud peberian latihan otot dengan melawan gravitasi
e. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang lumpuh, minum
X. Daftar Pustaka
1. Sidharta P. Bells palsy. Dalam Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2.
Sastroasmoro S, Trihono PP, Pujiadi A, Tridjaja B, Mulya GD. Dian Rakyat, Jakarta;2007
2. Dillingham TR. Electrodiagnostic Medicine II; Clinical Evaluation and Findings. In:
Braddom RL et al. Physical Medicine and Rehabilitation 4th ed. Elsevier Sauders.
Philadelphia; 2011.p.209.
4. Teixeria LJ. Physical therapy for Bells palsy (idiopathic facial paralysis). The Cochrane
CERVIKAL SINDROME
I . Pengertian
Sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang
menjalar, spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural kolumna vertebra
servikal akibat perubahan degenerative pada diskus intervertebralis, atau pada ligamentum
flavum.
Nyeri servikal dapat disebabkan oleh beberapa hal sepeti: proses infeksi, perubahan
degenerative, trauma, tumor dan kelainan sistemik. Salah satu penyebab nyeri servikal
adalah radikulopati. Berbagai keadaan yang menyebabkan perubahan struktur anatomi
tulang leher dapat menimbulkan keluhan radikulopati. Sebanyak 34% dari populasi
mengalai nyeri cervial, 14% diantaranya mengalami lebih dari 6 bulan, lebih sering pada
populasi usia diatas 50 tahun.
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos cervikal , penting untuk mendeteksi adanya subluksasi, fraktur maupun proses
degeratif
b. EMG dilakukan bila terjadi gangguan motorik yang cukup berat sehingga pasien
mengalami kelemahan motorik, dengan EMG dapat membantu mengetahui apakah
gangguan neurogenik atau tidak, menentukan level dari iritasi radiks, membedakan lesi
radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks
a. Myelopati servikal
d. Herpes zooster
e. Brachial plexopathy
Tujuan tatalaksana:
b. Mengoptimalkan ROM
c. Meningkatkan fungsi
d. Memperbaiki postur
2. Terapi latihan terdiri dari latihan peregangan (stretching) dan latihan penguatan otot
(strengthening exc)
3. Orthosis servikal berupa Soft Cervikal Collar untuk immobilisasi leher dan mengurangi
kompresi radiks saraf (24 jam/hari selama seminggu, selanjutnya pemakaian jika
VIII. Edukasi
Edukasi pasien meliputi, penjelasan tentang penyakitnya, risiko penyakit, proper body,
1. DePadma MJ, Slipman CW. Common Neck Problem. In: Braddom RL (ed). Physical
2011:787-816
2. Lipetz JS, Lipetz DI. Disorder of the cervikal spine. In: Frontera WR, DeLisa JA (eds).
Delisa’s Physical Medicine and Rehabilitation, 5th ed, Lippincott William & Wilkins,
3. Mc Kenzie R, The cervikal and Thoracic Spine Mechanical Diagnosis and Therapy. Spinal
I . Pengertian
Adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah yaitu diantara iga terbawah
1. Mekanikal
f. Spondilolisthesis (2%)
2. Non Mekanikal
a. Neoplasia
b. Infeksi
c. Osteomyelitis
d. Abses epidural
e. Abses paraspinal
f. Artritis inflamatorik
g. Ankylosing spondylitis
III. Faktor Risiko
lama.
memutar penggung dengan membawa beban yang berulang ulang dalam kecepatan
tertentu.
IV. Anamnesis
a. Lokasi nyeri
b. Karakteristik nyeri
d. Faktor pemicu
e. Pekerjaan
V. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
dan koordinasi
e. Low Back manuver; SLR, Kernig test, genslen sign dan patric contra patric
Keterbatasan fungsional
b. Neurofisiologi diperlukan bila nyeri menetap, untuk engetahui adanya entrapment pada
radiks setinggi apa sesuai hasil dari EMG (EMG, Needle EMG dan H refleks, Somatosensory
Evoked Potensial)’
Tujuan tatalaksana:
a. Mengurangi nyeri
2. Modalitas fisik; cold pack (48 jam pertama), hot pack, ultrasound dan TENS
5. Terapi latihan;
X. Daftar Pustaka
a. Abd OE. Low Back prain. In: Frontera WR, Silver JK, Rizzo TD (eds) Essentials of Physical
b. Barr KP, Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL (ed), Physical Medicine and
Rehabilitation, 4th edition, Elsevier Saunders Publishing, Philadelphia; 2011: 871-912
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
STROKE
I . Pengertian
Stroke dalah kumpulan gejala kelainan neurologis yang timbul mendadak akibat gangguan
peredaran darah otak yang disebabkan penyakit atau kelainan yang juga merupakan factor
risiko.
Gejala tersebut dapat disertai atau tidak disertai gangguan kesadaran dan manifestasi klinis
tergantung lokasi lesi neuroanatomis.
- Non hemoragik
- Hemoragik
- Stroke in progression
- Stroke komplit
Kelemahan anggota gerak merupakan kelainan yang sering ditemukan pada penderita
stroke.
Kelainan lain yang juga sering ditemukan adalah gangguan bicara, menelan, afasia,
gangguan kognitif, hiangnya fungsi sensorik, dan gangguan penglihatan. Peningkatan tonus
otot, kelemahan, depresi dan nyeri merupakan gejala yang dapat timbul setelah stroke.
V. Keterbatasan Fungsional
1. Keterbatasan gerak
2. Keterbatasan keseimbangan
3. Gangguan menelan
5. Gangguan komunikasi
7. Gangguan psikis
stroke. Rehabilitasi stroke fase akut dilaksanakan selama pasien rawat inap. Pada kondisi
medis dan neurologis stabil/ subakut pasien bisa dilakukan rehabilitasi awat inap maupun
rawat jalan/ home care. Sedangkan fase kronik/ lanjut rehabilitasi dilakukan dengan rawat
jalan. Program rehabilitasi multidisiplin secara komprehensif dimulai dari fase akut secara
inter maupun intra disiplin dengan spesialis lain.
1. Latihan/ Exercise
Program latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kapasitas ungsi dengan penekanan
pada peningkatan kemamuan untuk melakukan aktifitas sehari hari (ADL).
Instruksi mengenai tehnik tehnik kompensasi dan edukasi yang dibutuhkan psien
diajarkan juga pada keluarga atau caregiver penting untuk mempersiapkan kembalinya
pasien kerumah. Bukti bukti menunjukkan bahwa terapi fisik bermanfaat terhadap
reorganisasi korteks paska stroke, yang di iringi dengan perbaikan kontrol motorik dan
kapasitas fungsinya.15
2. Disfagia
nasogastrik, modifikasi diet (misal: cairan kental, makanan dihaluskan) dan terapi
menelan)
3. Komunikasi
Gangguan komunikasi bisa berupa afasia dan disartria. Tindakan rehabilitasi diberikan
sesuai dengan penilaian (uji fungsi komunikasi) yang terdapat pada pasien
4. Kognisi
Penentuan tingkatan dari gangguan kognisi dapat ditentukan dengan mini mental
state. Edukasi dan latihan keluarga merupakan komponen penting dalam rehabilitasi
kognitif.
Pengenalan dan penatalaksanaan depresi paska stroke merupakan hal yang sangat
5. Ortotis
hiperekstensi).
6. Bantuan Ambulasi
yang membutuhkan alat bantu untuk ambulasi, seperti tongkat, tongkat kaki empat/
hemi walker, atau pada beberapa kasus dapat menggunakan walker konvensional.
Pada kondisi yang berat kursi roda dibutuhkan untuk ambulasi pasien.
7. Subluksasi bahu
Subluksasi bahu umum terjadi pada kasus hemiplegi pasca stroke/ Menopang lengan
subluksasi. Pada nyeri bahu akibat terjadinya subluksasi dapat diberikan TENS dan
Elektikal stimulation.
Alat bantu adaptif merupakan alat bantu yang bentuk dan fungsinya disesuaikan untuk
Ix. Komplikasi
1. Nyeri
2. Subluksasi bahu, frozen shoulder
3. Ulkus dekubitus16
4. Kontraktur
5. Penyakit sendi
6. Osteoporotik
X. Daftar Pustaka
5. Bradstater ME. Important Practical Issues in Rehabilitation of Stroke Patients. In: Stroke
6. Sten J. Stroke. In: Frontera WR, editor. Essenials of Physical Medicine and
CHF
I. Pengertian
Gagal jantung (CHF) adalah sutu keadaan dimana jantung tidak dapat memompakan darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun aliran darah balik
cukup.
II. Etiologi
5. Kegagalan yang disebabkan oleh abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade
jantung).
III. Anamnesis
3. Edema perifer, edema didapatkan pada tungkai dan membaik bila beristirahat
4. Takikardi sering terjadi baik saat melakukan aktivitas maupun sedang beristirahat
Status generalisata : dilakukan pemeriksaan tanda vital, tekanan darah, nadi, RR dan suhu
a. Inspeksi : penilaian keadaan umum saat istirahat dan selama aktifitas jalan, apkah
b. Hasil EKG, untuk menilai adanya cardiomegali dan hipertrofi ventrikel kiri.
Sesuai dengan gambaran klinis dan hasil pemeriksaan penunjang Diagnosis ditegakkan
berdasarkan kriteria NYHA.
VII. Kalsifikasi
Kelas 1. Aktifitas sehari-hari tidak terganggu, sesak timbul bila melakukan aktifitas yang
berat
Kelas 2. Aktifitas sehari hari sedikit terganggu
Kelas 3. Aktifitas sehari hari sangat terganggu, saat istirahat lebih nyaman
IX. Tatalaksana
Inpatient
b. Latihan ROM keempat ekstremitas secara aktif tanpa tahanan Out patient fase initial
c. Awal latihan dilakukan uji jalan 6 menit untuk menentukan metabolik equivalent
d. Latihan aerobik jalan dengan intensitas rendah dengan target HR 50% HR maks
f. Latihan relaksasi
Tujuan menigkatkan kelas fungsional menurut NYHA
X. Edukasi
c. Latihan relaksasi
f. Latihan relaksasi
Tujuan ketahanan aerobik dan toleransi latihan dengan target HR 70% HR maks Lama
latihan 52 minggu
Guidlines for Cardiac Rehabilitation and Secundary Prevention Program 3rd ed. American
I . Pengertian
Biasa dihubungkan dengan jenis pekerjaan tertentu seperti posisi pergelangan tangan dan
tangan yang kurang benar, penekanan pada bagian dasar telapak tangan dan gerkan yang
a. Gejala klasik CTS adalah baal dan parestesi pada digit I, II, III dan setengah lateral digiti
IV. Gejala awal berupa terbangun pada malam hari dengan rasa baal atau nyeri pada
jari-jari. Gejala pada siang hari biasanya disebabkan oleh aktifitas yang memposisikan
pergelangan tangan pada posisi fleksi atau ekstensi berlebihan atau gerakan repetitif
yang berlebihan
b. Gejala nyeri pada sisi volar pergelangan tangan dan pegal pada forearm juga dapat
ditemukan. Gejala berkurang dengan mengibas ngibaskan tangan (flick sign)
c. Gangguan otonom dapat dideskripsikan sebagai adanya edema pada tangan, kulit
d. Pada tahap yang lebih lanjut, rasa baal dirasakan konstan dan gangguan motorik
tampak lebih jelas, dengan keluhan kelemahan yang berhubungan dengan prehensi/
e. Kesulitan melakukan gerak repetitif seperti mengetik, mengemudi kendaraan roda dua,
kesulitan melakukan ADL mengikat tali sepatu, mengancingkan baju dan memasukkan
1. Inspeksi kedua telapak tangan, dibndingkan antara sisi yang sakit dan sisi yang sehat,
perhatikan asimetris eminentia thenar dan hypothenar. Kelemahan pada otot thenar
dapat ditest dengan dinamometer atau secara klinis dengan memberikan tahanan pada
2. Pemeriksaan sensorik dengan diskriminasi 2 titik, merupakan test yang spesifik tetapi
tidak sensitif
3. Test khusus adalah test phalen (sensitifitas 68%, spesifisitas 73%), Tinel (50%, 77%)
a. Test phalen dilakukan dengan fleksi pada pergelangan tangan sekitar 90° selama 1
menit, hasil positif akan menimbulkan gejala CTS. Test reserve phalen dilakukan
b. Test tinel dilakukan dengan mengetuk pergelangan tangan bagian volar, distal dari
wrist crease. Hasil positif bila gangguan sensoris yang menjalar kedaerah yang di
c. Test kompresi dilakukan dengan penekanan dengan kedua ibujari pada daerah
carpal tunnel selama 1 menit20
4. Atrofi dan test kekuatan otot abduktor pollicis brevis terbukti sebagai test yang spesifik
V. Keterbatasan Fungsional
Sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari karena nyeri dan kesemutan
Kesulitan dalam melakukan gerakan berulang dalam aktifitas sehari hari (mengendarai
Gejala lanjut karena kelemahan otot thenar sehingga kesulitan bila menggenggam
EMG dan gambaran konduksi saraf diperlukan bila tidak terjadi perbaikan dalam waktu 3
bulan penatalaksanaan, terdapat gangguan motorik yang cukup/ kelemahan otot, atrofi
otot.
a. Radikulopati servikal
b. Pleksopati brakhial
Tujuan tatalaksana:
3. Modalitas
Infra red dan diathermy dapat membantu memperbaiki vaskularisasi, mengurngi nyeri
Pulsed Ultrasound bersama dengan NSAID gel digunakan untuk mengurangi inflamasi
4. Ortotik
5. Selama periode istirahat, dilakukan stretching fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
dan forearm dengan dibantu oleh tangan yang sehat (tendon & nerve gliding excercise)
X. Komplikasi
Penyakit :
impairment motorik
Terapi :
Efek samping medikamentosa
editor. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation. 2nd ed. Saunders Elsevier.
Philadelhia;2008. P173-7
1084-5
3. Dellagata EM, Nolan Jr TP. Electromagnetic waves laser, Diathermy and Pulsed
4. Nadler SF, Schuler S. Cumulative Trauma Disorder. In: DeLisa JL et al. Physical Medicine
and Rehabilitation Principles and Practice. 4th ed. Lippincott William and Wilkins.
Philadelphia; 2005.p.623-4
5. Freeman TL, Johnson EW, Brown DP. Electrodiagnostic Medicine and Clinical
OA GENU
I . PENGERTIAN
Osteoartritis (OA) adalah suatu kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses
pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan
tulang dan tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif
pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi.
OA mengubah keseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang rawan artikular dan
tulang subkondral. Osteoartritis lutut dapat muncul dari faktor mekanik dan idiopatik.
Osteoartritis lutut dapat melibatkan salah satu atau semua dari tiga kompartemen lutut
utama : medial, patellofemoral dan lateral. Kompartemen medial paling sering terlibat dan
sering menyebabkan runtuhnya ruang medial sendi dan dengan demikian menyebabkan
deformitas genu varum (bowleg). Keterlibatan kompartemen lateral dapat menyebabkan
deformitas genu valgum (knock knee). Artritis dalam satu kompartemen yang kemudian
mengalami perubahan/ stress biomekanik, akhirnya mengarah pada keterlibatan
kompartemen lainnya Osteoartritis secara perlahan menjadi penyebab paling umum dari
disabilitas untuk usia tengah baya dan telah menjadi penyebab paling umum dari disabilitas
bagi mereka yang
berusia >65tahun Sebelum usia 50 tahun, pria memiliki prevalensi dan insiden lebih tinggi
dibanding wanita. Setelah usia 50 tahun perempuan memiliki prevalensi dan insiden lebih
tinggi secara keseluruhan.
sendi lutut.
ditimbulkan oleh kelainan seperti tulang, membran sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme
b. Nyeri awalnya tumpul kemudian semakin berat, hilang timbul, dan diperberat oleh
c. Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur (tertariknya) sendi dan
menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita akan merasakan gerakan sendi tidak licin23
yang disertai bunyi gemeretak (krepitus). Sendi terasa lebih kaku setelah istirahat.
d. Sendi akan terlihat membengkak karena adanya penumpukan cairan di dalam sendi.
Pembengkakan ini terlihat lebih menonjol karena pengecilan otot sekitarnya yang
namun dengan berkembangnya penyakit, rasa sakit menetap sampai saat istirahat
- Sensasi locking karena berbagai penyebab, termasuk debris dari degenerasi tulang
V. Pemeriksaan Fisik
ROM
Neurologis
di sekitar sendi dapat memberikan efek proteksi terhadap sendi yang terkena OA
Latihan yang dilakukan dapat berupa gerakan aerobik, namun tetap menghindari aktivitas
yang memberatkan sendi. Latihan secara teratur dapat berguna dalam menurunkan berat
badan yang pada akhirnya membantu perbaikan OA, mengingat obesitas merupakan salah
meningkatkan fungsi - Pengurangan berat badan secara non farmakologik dengan retriksi
intake kalori dan
- Latihan aerobik dapat mengurangi rasa sakit dan meningkatkan status fungsional serta
kapasitas pernafasan, meningkatkan toleransi aktifitas, ambang rasa sakit dan dapat
memiliki efek posistif pada suasana hati dan motivasi untuk berpartisipasi dalam
kegitan lainnya.
IX. Komplikasi
- Antalgic gait dapat menyebabkan kelainan pinggul kontralateral dan skoliosis lumbal -
Peningkatan risiko jatuh
- Nyeri kronik
X. Daftar Pustaka
1. Wilkins AN, Phillips EM. Knee Osteoarthritis In: Frontera W, Silver J, Rizzo T, Eds,
Essential of Physical Medicne and Rehabilitation 2nd Edition. Elsevier Inc. Philadelphia,
2008. P 345-354
2. Stitik TP, Foye PM, Stiskal D, Nadler RR. Osteoarthritis, In: DeLisa, etal (eds). Physical
Medicine & Rehabilitation Principles and Practice 4th ed. Lippincort William & Wilkins,
CEREBRAL PALSY
I. Pengertian
Cerebral Palsy adalah kelainan gerak dan postur yang disebakan oleh suatu penyakit atau
cedera yang bersifat non progresif pada otak yang immature.
II. Epidemiologi
III. Etiologi
c. Post natal : trauma, infeksi, toksik, perdarahan intra kranial, tumor otak
IV. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
d. Gangguan komunikasi
Pemeriksaan Fisik
h. Pola jalan
i. Evaluasi pendengaran
m. Evaluasi komunikasi
V. Klasifikasi
a. Spastik
b. Diskinetik
c. Hipotoni
d. Ataksia
e. Campuran
g. Hemiplegia
h. Diplegia
i. Quadriplegia
3. GMFCS III : anak dapat berjalan di dalam atau diluar ruangan pada
4. GMFCS IV : dapat berjalan dalam jarak pendek dengan alat bantu namun
lebih sering dengan menggunakan kursi roda di dalam dan diluar rumah
2. Mampu melaksanakan AKS, seperti merawat diri sendiri, aktifitas makan, defekasi/miksi,
mandi, berdandan dan berpakaian
3. Mobilitas : kemandirian dalam ambulasi, kemandirian sebagian dalam ambulasi,
ketergantungan total dalam ambulasi.
4. Berjalan di dalam rumah, menggunakan kursi roda di luar rumah, mampu berjalan
ditempat latihan dengan bantuan orang lain, dan dengan kursi roda pada lokasi lain,
mengguakan kursi roda untuk semua aktifitas’
VIII. Tatalaksana
Kombinasi berbagai bentuk tehnikfasilitasi dengan latihan aktifitas motoric fungsional sesuai
tahap perkembangan mulai dari kontrol kepala hingga latihan berjalan untuk motorik kasar
Stimulasi gerakan dan ketrampilan tangan sesuai tahapan perkembangan yang sudah/
belum dicapai Metode inhibisi, fasilitasi, stimulasi
Resting atau night splint untuk memelihara ROM, misalnya pada ankle (mencegah plantar
fleksi) dan pada pergelangan tangan atau jari tangan untuk stabilisasi AFO Ankle Foot
Orthosis, untuk kontrol spastik equinus dan hiperekstensi lutut saat stance phase Hip
abduction orthosis, untuk mencegah kontraktur adduktor panggul dan dipasang juga pada
pasca operasi adduktor panggul
Stimulasi bahasa
IX. Edukasi
Edukasi keluarga dan lingkungan mengenai penanganan dalam hal interaksi keluarga
dengan penderita, serta lingkungan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut.
X. Komplikasi
b. Skoliosis
d. Infeksi pernafasan
3. Erhardt RP. Cerebral Palsy. In: Hopkins HL, Smith HD (ed) Willard and Spackman’s
4. Werner, David. Disabled Village Children 2nd ed. Palo alto. The Hesperian
Foundation, 1988.28
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
FASCITIS PLANTARIS
I . Pengertian
Plantar Fascitis adalah overuse injury akibat robekan mikro (microtears) yang berulang
pada fascia plantaris. Secara klasik digambarkan sebagai reaksi peradangan lokal.
Plantar fascitis adalah salah satu cedera yang paling umum dijumpai pada pelari, dipicu oleh
perubahan dalam program latihan atlet (peningkatan intensitas, frekwensi,penurunan waktu
pemulihan, permukaan berjalan) Pada non atlit, kondisi ini dipicu oleh peningkatan
frekwensi berjalan, berdiri atau naik tangga. Faktor risiko seperti pes planus (kaki datar),
pes cavus dengan arcus yang tinggi dan rigid, pronasi yang berlebihan, obesitas, kontraktur
tendon achilles dan alas kaki yag kurang sesuai (arcus support yang tidak adekuat).
a. Nyeri yang tajam pada daerah plantar tumit di dasar insersi fasia ke calcaneus
b. Nyeri memburuk dengan berdiri atau pada saat langkah awal (menapak saat bangun
pagi hari tanpa alas kaki), saat bangkit ke posisi berdiri atau setelah lama duduk
b. Keterbatasan ROM saat dorsofleksi akibat plantar fascia yang mengalami kekakuan
tendon achilles
c. Dorsofleksi dapat diuji dengan ekstensi lutut (knee straight) peregangan pada
gastroknemius dan pada posisi fleksi lutut untuk membedakan ketegangan pada otot-otot
gastroknemius atau soleus
d. Pemeriksaan neurologis harus dapat menggambarkan kekuatan otot normal, sensasi dan
refleks tendon dalam, keculai bila ada neuropati.
V. Keterbatasan Fungsional
a. Degenerative
b. Nerve entrapment29
VIII. Tatalaksana Rehabilitasi Medik
Tujuan tatalaksana:
5. Latihan peregangan
IX. Edukasi
Edukasi untuk menghindari aktifitas yang memberatkan, tidak menggunakan high heel dan
X. Daftar Pustaka
a. Slovick DM, Sokolov. Plantar Fascitis. In: Frontera WR, Silver JK, Rizzo TD (eds).
Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation 2nd ed. Saunders publishing, Philadelphia;
2008: 469-474
b. Hansen PA, Willick SE. Musculoskeletal Disorder of the lower limb. In: Bradom RL (ed),
I. Pengertian
Penyakit paru restriktif adalah penyakit paru yang memiliki karakteristik pada penurunan
volume paru yang disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan parenkim paru atau
karena adanya proses penyakit pada pleura, dinding dada atau komponen neuromuskuler
Beberapa kapasitas paru mengalami penurunan kapasitas yaitu kapasitas total paru,
kapasitas vital atau kapasitas paru istirahat. Penyakit paru obstruktif adalah gangguan
saluran nafas struktural atau fungsional yang menimbulkan perlambatan arus respirasi.
Gangguan dapat berupa intraluminar (tumor paru, sumbatan oleh skret, benda asing),
ekstraluminar (tumor yang menekan bronkhus, emfisema) ataupun penebalan mukosa
(hiperlasia, hipertrofi), bronchitis kronis, emfisema, asma, bronkiektasis.
II. Klasifikasi
2. Penyakit ekstrinsik atau jaringan ekstra parenkim, yaitu pada dinding dada, pleura,
otot respirasi
Kelainan pada semua struktur tersebut dapat menyebabkan restriksi jaringan paru,
kelemahan fungsi ventilasi dan gagal nafas (misalnya penyait penyakit dinding dada diluar
otot atau adanya kelainan neuromuskular).
III. Anemnesis
a. Keluhan utama
b. Kronologis masalah
d. Riwayat psikososial
e. Obat/ alergi
g. Riwayat keluarga
a. Pemeriksaan umum
b. Penilaian fungsi
a. Laboratorium
b. Foto thoraks
Pemeriksaan AKS
Gangguan mobilisasi
b. Mencapai perkembangan paru dan dinding dada yang normal serta mencegah
f. Tujuan jangka panjangnyabadalah mencegah episode gagal nafas akut saat infeksi paru,
menambah daya tahan hidup tanpa trakeostomi
VIII. Tatalaksana
Terapi fisik dada dapat di definisikan sebagai tehnik terapi yang diterapkan pada dinding
dada dari luar, dalam memfasilitasi pembersihan sekret/ mukus pada saluran nafas,
meningkatkan fungsi pernafasan dan mengurangi komplikasi yang terjadi, seperti air
trapping sampai terjadi hiperinflasion yang akan menyebabkan perburukan keadaan umum
pasien.
b. Postural drainage, bertujuan untuk mengeluarkan mukus dari seluruh segmen paru
dengan menggunakan gaya gravitasi
c. Perkusi
d. Vibrasi
e. Terapetik exercise, exercise untuk mengatasi sesak nafas ergabung pada active cycle of
breathing yang erdiri dari : pursed lips breathing, diaphragmatic breathing dan huffing.
Latihan ini diberikan sesuai dengan derajat beratnya.
f. Latihan atau exercise meliputi, relaksasi, latihan otot dan latihn aerobik
IX. Edukasi
Nutrisi, asupan nutrisi penting diperhatikan pada pasien dengan gangguan paru. Gejala
penyakit paru restriktif seperti kesulitan bernafas, kelelahan dapat berkontribusi terhadap
berkurangnya asupan makanan. Penurunan yang berkepanjangan dalam32 asupan
makanan dapat menyebabkan kekurangan gizi dan kehilagan berat badan yang signifikan
Psikososial, depresi dan anxietas adalah dua komorbiditi utama yang berhubungan dengan
penyakit paru restriksi, seiring dengan penurunan drastis keterbatasan aktifitas fungsional.
Panik di hubungkan dengan serangan dyspneu yang berat. Anti depresan dan medikasi
dengan anti anxiolitik biasa digunakan sebagai pengobatan penunjang saat konseling
dengan psikiater.
X. Daftar Pustaka
4. Kendric KR, Baxi SC, Smith RM. Usefulness of the modified 0-10 Borg Scale in
assesing the degree of dyspnea in patients with COPD and asthma. Journal of
DISCLAIMER
Dokumen tertulis PPK Rehabilitasi Medik serta perangkat implementasi ini disertai dengan
1. Menghindari kesalah pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standar, yang
dimaknai
e. Praktek kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien dan keluarga
a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi lengkap
tentang penyakit
b. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak menguasai atau
c. Penyusun PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apapun yang terjadi akibat penyalah
PENUTUP
Dengan telah tersusunnya Panduan Praktis Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar
Prosedur Operasional bagi dokter spesialis Rehabilitasi Medik yang sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan dokter spesialis rehabilitasi medik dan fasilitas pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit Jasa Kartini Tasikmalaya. Melalui panduan ini diharapkan terselenggara
pelayanan medis yang efektif, efisien, bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas,
pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode yang memadai.