Anda di halaman 1dari 2

A Letter from You

First love? Apa benar ada?


Hujan makin deras turun. Aku hanya bisa memandang langit dengan sendu, seakan
merasakan apa yang dirasakan langit saat ini. Aku merapatkan jaketku, dingin. Angin bertiup
cukup kencang, sedikit membuat jilbabku bergerak dari posisi awal. Aku menatanya kembali.
Nampaknya, aku harus singgah di kedai kopi pojok jalan ini. Aku tidak punya pilihan, hujan
masih menumpahkan kesedihannya. Sejujurnya, aku tidak suka kopi. Hmm.. lebih tepatnya
tidak bisa minum kopi, efek kafeinnya direspon lebih oleh tubuhku. Tapi, kudengar kedai itu
menawarkan menu lain selain kopi, seperti lemon tea atau segelas coklat panas mungkin.
Entahlah, aku akan segera tahu kebenarannya beberapa langkah lagi.
Aku berhenti didepan pintu masuk kedai, menatap sebentar sambil melihat situasi.
Cukup ramai, tapi mataku dengan cepat menangkap kursi kosong dipojok kedai. Perfect!
dalam hatiku berkata. Aku lebih suka jauh dari keramaian dan pandangan orang. Setelah
duduk dan memesan lemon tea, aku membuka layar ponselku. Terdapat beberapa bbm dan
line. Aku tak tertarik membuka. Aku tahu pembicaraan apa yang sedang mereka bahas di
bbm group itu. Mereka asyik membahas hal yang dari dulu masih menjadi permasalahan
banyak orang. Termasuk aku, mungkin. Belakangan ini aku sengaja menghindar dari
percakapan itu. Ada pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan oleh hatiku yang aku sendiri
tidak tahu harus menjawab apa. Umurku sudah diawal 24 tahun, tapi aku belum memiliki
pasangan. Aku terlalu takut, aku bukan wanita yang dengan cepat memulai suatu hubungan.
Aku ingin sesuatu yang lebih serius, bukan hanya sebuah hubungan pacaran seperti anak
belasan tahun. Tidak, tidak seperti itu. Ah, entahlah. Ini cukup memusingkan kepalaku.
Pesananku datang, pelayan kedai itu meletakkan lemon tea dimejaku, dan sebuah
kertas. Baru aku akan menanyakan kertas apa itu, tapi ia telah membuka mulutnya terlebih
dahulu dan mengatakan ia dimintai tolong oleh seorang lelaki pengunjung kedai ini yang
duduk diujung sebelah sana untuk memberikan ini kepadaku. Aku hanya mengangguk dan
berterima kasih. Responku biasa, tidak terlalu excited. Aku pikir hanya orang iseng, aku
memang menyukai hal yang tak biasa seperti ini. Tapi, ini jaman yang sudah kekini-kinian.
Sedikit aneh, ditengah orang-orang sibuk melakukan apapun dengan teknologi masih ada
yang melakukan hal seperti ini. Mengirim surat. Ah, ini terlalu romantis bagiku. Sedang
dijaman ini untuk mengatakan cintapun sudah bisa via medsoc dan diketahui banyak orang
pula. Aku tidak suka hal seperti itu, terlalu mainstream dan tidak syarat akan makna. Terakhir
aku berkirim surat, waktu jaman akhir sekolah menengah pertama. Jaman-jaman mengenal
cinta monyet, lucu sekali kalau ingat hal itu. Teman kelas sebelah mengirim surat kalau ia
menyukaiku, tapi aku terlalu takut dengan ancaman ayah kalau ketahuan pacaran tidak akan
dapat uang jajan darinya. Akhirnya aku balas surat itu dengan sebuah penolakan dengan
alasan kita masih harus belajar dan terlalu muda. Dan ia berhenti sampai disitu. Hari ini, aku
mendapatkan surat itu kembali.
Aku membuka kertas itu dan mendapati beberapa kalimat. Apa kita masih terlalu
muda untuk memulai? Bila bersedia aku akan memulainya dengan lebih serius. Aku menoleh
kearah yang dikatakan pelayan tadi. Lelaki itu tersenyum menatapku.
Kau dan Hujan

Objek mataku belum berpindah, aku masih menatapmu intens dari kejauhan. Kau
berlari-lari kecil menghindari hujan, sedikit melompati genangan air di jalanan dan berdecak
sebal ketika kau dapati lembaran-lembaran kertas digenggaman tanganmu basah oleh rintik
hujan. Aku tersenyum dengan apa yang barusan aku lihat, aku memang menyukai hujan tapi
sekarang nampaknya aku lebih menyukai memerhatikanmu dibalik hujan. Aku membenarkan
kaca mataku ke posisinya lalu menyesap setengah hot chocolate yang belum lama aku pesan.
Kulihat kau membuka pintu masuk kedai ini, aku sedikit salah tingkat melihat kau berjalan
masuk dan melewatiku. Entah apa yang membuatku seperti ini, bahkan kau mungkin tidak
menyadari keberadaanku. Ini bukan pertama kalinya kita bertemu, aku hampir selalu
mendapatimu di kedai ini setiap kali hujan turun. Sebab itu kusebut dirimu Gadis Hujan.
Karena jika dalam cuaca pada biasanya, aku tidak pernah melihatmu berada disini. Hari ini,
kau sama seperti biasanya, tetap mencuri pandangku. Berulang kali aku memerintahkan
mataku untuk menatap objek lain selain dirimu, maka yang terjadi aku tetap menatapmu. Kau
yang hari ini memakai hijab maroon dengan setelan jeans dan coatmu yang tampak serasi
dengan sneaker putihmu sedang menunggu pesanan sambil menatap nanar lembaran-
lembaran yang kau bawa. Sesekali kau tiup lembaran-lembaran itu agar air bekas rintik hujan
itu mengering. Beberapa menit kemudian kau menghela nafas dalam. Seakan pasrah jika
melakukan itu tidak akan ada gunanya.
Hujan semakin deras turun. Sepertinya ia akan menumpahkan segala kegundahannya
hari ini, lihat saja langit begitu gelap pekat. Aku belum berniat beranjak dari tempat dudukku,
masih sibuk dengan lamunanku. Apa kau mengetahui keberadaanku? Sejujurnya aku
menyukai keberadaan kita yang tanpa sengaja selalu bertemu setiap kali hujan. Aku hampir
setiap hari mengunjungi kedai ini yang dulunya adalah tempat temanku bekerja part time.
Meski sekarang ia tidak lagi bekerja disini, tapi aku tetap kesini. Tempat ternyaman yang dari
dulu aku sukai. Sebenarnya satu pertanyaan yang menganggu pikiranku, kapan kita bisa
berbicara satu sama lain? Aku berdecak atas apa yang barusan aku pikirkan. Tidak, begini
saja sudah cukup pikiriku.
Aku akhirnya melangkahkan kaki menuju suatu meja didekat pintu, membayar
pesananku lalu berlalu pergi. Aku melihat kearah langit, hujan masih datang dengan ribuan
tetes air yang siap mengguyur tubuhku. Sial, aku lupa membawa jaket. Sebenarnya aku hanya
perlu menyebrangi jalan ini untuk sampai disebrang sana selebihnya aku bisa berjalan
diantara pertokoan dan tak akan kebasahan. Aku baru akan melangkahkan kakiku ketika
sebuah payung berada diatas kepalaku. Aku menoleh. Kudapati kau tersenyum tipis
kepadaku.
“Kau bisa menyebrang bersamaku agar tidak basah.”

Anda mungkin juga menyukai