Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Klien

yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD)


Di Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember

Disusun Oleh :
Rosa Elvia
14.401.18.052

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
GLENMORE-BANYUWANGI
2021
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kegagalan fungsi ginjal
untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat dekstrusi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam
darah (Sari & Muttaqin, 2011).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah sindrom klinis yang umum
pada stadium lanjut dari semua penyakit ginjal kronik yang ditandai
oleh uremia (Madjid & Suharyanto, 2013, p. 183).
CKD adalah kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan
irevesible sehingga fungsi ginjal menghilang (Lyndo, 2014).
Jadi kesimpulannya bahwa CKD adalah kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversibel. Sehingga fungsi ginjal tidak optimal dalam
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan
elektrolit dan menyebabkan uremia. Diperlukan terapi yang membantu
kinerja ginjal serta dalam beberapa kondisi diperlukan transplantasi
ginjal.
2. Etiologi
Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kehilangan
fungsi ginjalnya secara bertahap, kerusakan sudah terjadi selama
lebih dari 3 (tiga) bulan. Selain itu, hasil pemeriksaan juga
menunjukan adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal. Kondisi
tersebut disebabkan oleh : penyakit glomerular kronis, infeksi kronis,
kelainan kongenital, penyakit vaskuler, obstruksi saluran kemih,
penyakit kolagen, obat-obatan nefrotoksi (Muhammad, 2012).
Sedangkan menurut Haryono (2013) yang menyebabkan gagal
ginjal kronik adalah penyakit peradangan ginjal bilateral, biasanya
timbul pasca infeksi streptococcus. Pada glomerulus akut, gangguan
fisiologis utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan
zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan azotemia,
peningkatan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium, dan
glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus
secara progresif lambat, akan tampak ginjal mengkerut, berat lebih
kurang dengan permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron
berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami atropi, fibrosis
intestinal dan penebalan dinding arteri.
3. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila
GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol,
maka pasien akan menderita syndrome uremik, yaitu suatu kompleks
gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi metabolik
nitrogen akibat gagal ginjal.
Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik,
yaitu:
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi
metabolit nitrogen serta metabolit lainya, serta anemia akibat
defisiensi sekresi ginjal (eritropoeitin).
b. Gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran
cerna, dan kelainan lainya (dasar kelainan system ini belum
banyak diketahui) (Madjid & Suharyanto, 2013).
Manifestasi klinis menurut (Smeltzer, 2001; 1449) di dalam,
Haryono (2013) antara lain hipertensi, (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas system reninangiotensi-aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik,
anoreksia, mual, muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi.
4. Klasifikasi
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan
CKD dapat ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah
sebagai berikut :
a. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu
meningkat > 90 ml/menit/1,73 m2.
b. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan
yaitu 60-89 ml/menit/1,73 m2.
c. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang
yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m2.
d. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat
yaitu 15-l/menit/1,73 m2.
e. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.
Menurut Price & Wilson (1995), perjalanan umum gagal ginjal
progesif dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
a. Stadium pertama
Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal
tersebut. Seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan tes GFR yang diteliti.
b. Stadium kedua
Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufiesiensi
ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan berfungsi rusak (GFR
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai
meningkat di atas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dan diet. Pada
stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi
kadar normal. Azotemia stress akibat infeksi, gagal jantung akibat
dehidrasi. Pada stadium ini juga muncul gejala nokturia dan
poliuria.
c. Stadium ketiga
Disebut stadium gagal ginjal akhir atau uremia. Gagal ginjal
stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah
hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada keadaan ini kreatinin
serum dan kadar BUN aakan meningkat dengan sangat menyolok
sebagai respon terhadap GFR yang sedikit megalami penurunan.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan
gejala-gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit tubuh.
5. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastis yang
berasal dari nefron. Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20%
sampai 50% dalam hal GFR. Pada penurunan fungsi rata-rata 50%,
biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri, nocturia,
hipertensi dan sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi
kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit juga
terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis
hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun awitan waktunya saja
yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis membawa
dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering
mengakibatkan komplikasi.
Pada stadium yang paling dini gagal ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana
basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progesif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum
merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kretainin serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai
terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang dari
30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan air seperti hipovolemia atau hipervolumia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal
(ginjal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal (Prabowo & Pranata, 2014, hal 1999).
Pathway (Prabowo & Pranata, 2014, hal 200)

Glomerulonefritis

Infeksi Kronis

Kelainan kongenital

Penyakit Vaskuler Gagal ginjal kronis

Nephrolithiasis
Gangguan Hipernatremia Produksi urine
SLE reabsorsi turun
Retensi cairan
Obat Nefrotoksik
Hiponatermia Gangguan
Volume vaskuler eliminasi urine
Proses hemodialisa meningkat
Vol. Vaskuler
kontinyu
menurun
Permeabilitas
Tindakan invasif Kapiler meningkat
Hipotensi
berulang

oedema
Injury jaringan Perfusi turun

Stagnasi vena
Resiko infeksi Ketidakefektifan perfusi
Jaringan perifer
infiltrasi
Informasi inadekuat
Defisiensi energy
sel Kerusakan
Ansietas
Jaringan kulit

Intoleran aktivitas
Stres ulcer

Oedema pulmonal
HCL meningkat

Mual muntah Ekspansi paru turun Retensi oksigen

Ketidakseimbangan nutrisi Dyspneu Asidosis Respiratorik


Kurang dari kebutuhan
tubuh
Ketidakefektifan napas Gangguan pertukaran gas
6. Komp likasi
Komplikasi dapat di timbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis
adalah: (Prabowo & Pranata, 2014, hal 203).
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang
akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama
akan menyebabkan fraktur pathologis.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak
secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi
glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi
ventrikel kiri).
c. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang
mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan
hemoglobin.
d. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering
mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada
wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan
kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui
fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine clearance. Selain
pemeriksaan fungsi ginjal (renal function test), pemeriksaan kadar
elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja
ginjal.
b. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada tidaknya infeksi pada
ginjal atau ada tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada
jaringan parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonogrfi akan memberikan
informasi yang mendukung untuk menegakan diagnosis gagal
ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya menunjukan adanya
obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari
ginjal pun akan terlihat (Prabowo & Pranata, 2014, hal 201).
8. Penatalaksanaan Medis
Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis
membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga akan
meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien.
Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronis (Pranata,
2014).
a. Perawatan kulit yang baik Perhatikan hygine padien dengan
baik melalui personal hygine (mandi/seka) secara rutin.
Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa
alkohol untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/
sabun yang mengandung gliserin karena akan mengakibatkan
kulit bertambah kering
b. Jaga kebersihan oral
Lakukan kebersihan oral hygine melalui sikat gigi dengan bulu
sikat yang lembut. Kurangi konsumsi gula (bahan makanan
manis) untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
c. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan nutisi untuk menyediakan menu makanan
favorit sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi
kalori, rendah natrium dan kalium
d. Pantau adanya hiperklemia
Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya
kejang/kram pada lengan dan abdomen serta diarea. Selain itu
pemantauan hiperklemia dengan hasil WCG. Hiperklemia bisa
diatasi dengan dialisis
e. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan
pemberian antasida (kandungan alumunium/kalsium karbonat)
f. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Dilakukan dengan memeriksa ada/tidaknya distensi vena
jugularis, ada/tidaknya crackles pada auskultasi paru. Selain
itu, status hidrasi bisa dilihat dari keringat berlebih pada aksila,
lidah yang kering, hipertensi, dan edema perifer. Cairan hidrasi
yang diperbolehkan adalah 500-600ml atau lebih dari haluaran
urine 24jam
g. Kontrol tekanan darah
Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah
dengan mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan
antihipertensi
h. Pantau ada atau tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi
i. Latih klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah
terjadinya kegagalan napas akibat obstruksi
j. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur
k. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit klien. Pemberian
heparin selama klien menjalani dialisis harus sesuai dengan
kebutuhan
l. Observasi adanya gejala neurologis
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran
delirium, dan kejang otot. Berikan diazepam/ fenitoin jika
dijumpai kejang

m. Atasi komplikasi dari penyakit


Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi,
maka harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan
edema pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet
rendah natrium, diuertik, preparat inotropik (digitalis/
dobutamin) dan lakukan dialisis jika perlu. Kondisi asidosis
metabolik bisa diatasi dengan pemberian natrium bikarbonat
atau dialisisLaporkan segera jika ditemui tanda-tanda
perikarditis
n. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal
Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal maka
dilakukan dialisis. Jika memungkinkan koordinasikan untuk
dilakukan transplantasi ginjal.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun
laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan
pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal akut, sehingga tidak
berdiri sendiri (Prabowo & pranata, 2014, hal 204).
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Biasanya Klien datang dengan keluhan utama yang didapat
bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat
BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit (Pranata, 2014 : 204).
2) Alasan masuk Rumah Sakit
Karena pasien mengeluhkan atau mengalami keadaan sesak
napas, nyeri, keluhan miksi, hematuria, dan kontinensia.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya napas berbau ammonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. (prabowo & pranata, 2014 hal 205)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut
dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu,
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk
menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat penyakit
ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis)
khususnya obat yang bersifat nefrototik, BPH dan lain
sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu,
ada beberapa penyakit yang langsung
mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes
melitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis). (Prabowo
& Pranata, 2014, hal 205)
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menurun,sehingga satu
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun
pencetus sekunder seperti diabetes melitus dan hipertensi
memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal
kronis. Karena penyakit tersebut bersifat heredites.
3) Riwayat pengobatan Pasien dengan gagal ginjal kronis minum
jamu saat sakit. (Prabowo & Pranata, 2014, hal 203)
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
a) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b) Tingkat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat
uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
c) TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya
hipertensi
2) Kepala
a) Rambut : Biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien
sering sakit kepala.
b) Wajah : Biasanya klien berwajah pucat
c) Mata : Biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis, dan sclera tidak ikterik
d) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan
klien bernafas pendek dan kusmaul
e) Bibir : Biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,
ulserasi gusi, perdarahan gusi, dan napas berbau
f) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g) Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan
3) Leher Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau
kelenjar getah bening
4) Dada / Thorak Inspeksi : Biasanya klien dengan napas pendek,
pernapasan kusmaul (cepat/dalam)
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : Biasanya Sonor
Auskultasi : Biasanya vesicular
5) Jantung
Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya ictus Cordis teraba di intercostal 2 linea
dekstra sinistra
Perkusi : Biasanya ada nyeri
Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6) Abdomen
Inspeksi : Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, klien tampak mual dan muntah
Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35
kali/menit
Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang,
dan adanya pembesaran hepar pada stadium akhir
Perkusi : Biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, anuria distensi
abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urine menjadi
kuning pekat, merah coklat dan berwarna.
8) Ekstremitas
Biasanya diadapatkan adanya nyeri panggul, oedema pada
ekstermitas, kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas
pada telapak kaki, keterbatasan gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik
adanya area ekimosis pada kulit.
10) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan
memori, penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses piker dan disorientasi. Klien sering
didapati kejang, dan adanya neuropati perifer
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
Definisi: peningkatan retensi cairan isotonik
Batasan karakteristik :
Subjektif
1) Ansietas
2) Dispnea
3) Gelisah
Objektif
1) Bunyi napas adventisius
2) Gangguan elektrolit
3) Perubahan tekanan darah, status mental, pola pernapasan
4) Penurunan hematokrit
5) Edema
6) Peningkatan tekanan vena sentral dan distensi vena jugularis
Faktor yang berhubungan
1) Gangguan mekanisme pengaturan
2) Asupan cairan yang berlebih
3) Asupan natrium yang berlebih (Wilkinson, 2013 : 317)
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
Batasan karakteristik:
Subjektif
1) Kram abdomen dan nyeri abdomen
2) Nyeri abdomen
3) Menolak makan
Objektif
1) BB 20% atau lebih dibawah berat badan atau penurunan berat
badan asupan makanan adekuat
2) Kerapuhan kapiler
3) Diare
4) Kehilangan rambut berlebihan
5) Bising usus hiperaktif
6) Membran mukosa pucat
7) Tonus otot menurun
Faktor yang berhubungan:
1) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Faktor psikologis (Wilkinson, 2013 : 503)
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, imobilitas
Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau isiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan.
Batasan karakteristik :
Subjektif
1) Ketidaknyamanan atau dispnea saat beraktivitas
2) Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Objektif
1) Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai
respons terhadap aktivitas
2) Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
Faktor yang berhubungan :
1) Tirah baring dan imobilitas
2) Kelemahan umum
3) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(Wilkinson, 2013 : 24)
3. Intervensi
Berikut adalah intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan pada
klien dengan gagal ginjal kronis:
a. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
Kriteria hasil:
1) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan
cairan dan diet
2) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang
diprogramkan
3) Mempertahankan tanda vital dalam batas normal
4) Tidak mengalami pendek napas
5) Hematokrit dalam batas normal (Wilkinson, 2013 : 319)
Intervensi NIC:
Aktivitas perawat
1) Tentukan lokasi dan derajat edema, perifer, sakral dan
periobital, padaskala 1+ sampai 4+
2) Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskuler yang
diindikasikan dengan peningkatan tanda gawat napas,
peningkatan pfrekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, bunyi
jantung tidak normal, atau suara napas tidak normal
3) Kaji ekstermitas atau bagian tubuh yang edema
terhadapgangguan sirkulasi dan integritas kulit
4) Kaji efek pengobatan (misalnya, steroid, diuretik, dan litium)
5) Pantau secara teratur lingkar abdomen atauekstermitas
6) Manajemen cairan (NIC)
a) Timbang berat badan setiap hari dari pantau
kecenderungannya Pertahankan catatan asupan dan
haluaran yang akurat
b) Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi
cairan (misalnya peningkatan berat jenis urine, peningkatan
BUN, penurunan hematokrit dan peningkatan kadar
osmolalitas urine
c) Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan ( misalnya,
crakle, peningkatan CVP atau tekanan baji kapiler paru,
edema, distensi vena leher, dan asites) sesuai dengan
keperluan (Wilkinson, 2013 : 320).
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
1) bAjarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi
edema, pembatasan diet, dan penggunaan dosis, dan efek
samping obat yang diprogramkan
2) Manajemen cairan (NIC) : anjurkan pasien untuk
puasa,sesuai dengan kebutuhan (Wilkinson, 2013 : 321).
Aktivitas kolaboratif
1) Lakukan dialisis, jika diindikasikan
2) Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer
mengenai penggunaan stoking antiemboli atau balutan Ace
3) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet
dengan kandungan protein yang adekuat dan pembatasan
natrium
4) Manajemen cairan (NIC)
a) Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejalan
kelebihan volume cairan menetap atau memburuk
b) Berikan diuretik, jika perlu (Wilkinson, 2013 : 321).
Aktivitas lain
1) Ubah posisi
2) Tinggikan ekstermitas untuk meningkatkan aliran balik vena
3) Pertahankan dan alokasikan pembatasan cairan pasien
4) Manajemen cairan (NIC) distribusikan asupan cairan selama
24 jam (Wilkinson, 2013 : 321).

b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
Kriteria Hasil NOC:
1) Mempertahankan berat badan atau bertambah
2) Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
3) Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
4) Menoleransi diet yang dianjurkan
5) Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal
6) Memiliki nilai laboraturium (misalnya, tranferin, albumin dan
elektrolit) dalam batas normal
7) Melaporkan tingkat energi yang adekuat (Wilkinson, 2013 :
506).
Intervensi :
Aktivitas Keperawatan
1) Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
2) Pantau nilai laboraturium, khususnya transferin, albumin dan
elektrolit
3) Manajemen nutrisi (NIC) :
a) Ketahui makanan kesukaan pasien
b) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
cairan
c) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan d)
Timbang pasien pada interval yang tepat (Wilkinson, 2013 :
507).
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1) Ajarkan metode untuk perencanaan makan
2) Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan
tidak mahal
3) Manajemen nutrisi NIC: Berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya (Wilkinson,
2013 : 508).
Aktivitas kolaboratif
1) Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan
protein pasien yang mengalami ketidakadekuatan asupan
protein atau kehilangan protein
2) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan pelengkap, pemberian makanan melalui selang atau
nutrisi parenteral total
3) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
4) Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien
tidak dapat membeli atau menyiapkan makanan (Wilkinson,
2013 : 508).
Aktivitas Lain
1) Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam
jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan
pasien, serta suhu makanan.
2) Dukung anggota keluarga untuk membawa kesukaan pasien
dari rumah
3) Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realistis untuk
latihan fisik dan asupan makanan
4) Anjurkan pasien menampilkan tujuan makan dan latihan fisik
dilokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari
5) Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan
tinggi
6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkaan untuk makan
7) Hindari prosedur invasif
8) Suapi pasien jika perlu (Wilkinson, 2013 : 508).
c. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, imobilitas
Kriteria hasil :
1) Mengidentifikasi aktifitas atau situasi yang menimbulkan
kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
2) Berpartisipasi dalam aktifitas fisik yang dibutuhkan dengan
peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan
tekanan darah serta memnatau pola dalam batasan normal
3) Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktifitas (uraikan
tingkat yang diharapkan dari daftar pada saran penggunaan
4) Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan
oksigen,obat dan atau peralatan yang dapat meningkatkan
toleransi terhadap aktifitas
5) Menampilkan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan
berupa bantuan (misalnya, eliminasi dengan bentuan ambulansi
untuk ke kamar mandi) (Wilkinson, 2013 : 26).
Intervensi :
Aktivitas Keperawatan
1) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat
tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2) Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktifitas
3) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktivitas
4) Manajemen energi (NIC)
a) Tentukan penyebab keletihan
b) Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktifitas
c) Pantau respon oksigen pasien
d) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber energi
yang adekuat
e) Pantau dan dokumentasi pola tidur pasien dan lamanya
waktu tidur dalam jam (Wilkinson, 2013 : 27).
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
1) Jika perlu, gunakan teknik napas terkontrol selama aktifitas
2) Pentingnya nutrisi yang baik
3) Tindakan untuk menghemat energi
4) Manajemen energi (NIC)
Ajarkan tentang pengaturan aktifitas dan teknik manajemen
waktu untuk mencegah kelelahan (Wilkinson, 2013 : 28).
Aktifitas kolaboratif
1) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktifitas, apabila nyeri
merupakan salah satu faktor penyebab
2) Kolaborasikan dengan ahli terapo okupasi, fisik, atau reaksi
untuk merencanakan dan memantau program aktifitas, jika
perlu
3) Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk kelayanan
keshatan jiwa dirumah
4) Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk
mendapatkan pelayanan bantuan perawatan rumah, jika perlu
(Wilkinson, 2013 : 28).
Aktifitas lain :
1) Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktifitas perawatan selama
periode istirahat
2) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar,
duduk, berdiri, danambulasi sesuai toleransi
3) Pantau tanda-tanda vital selama, setelah aktivitas : hentikan
aktivitas jika tanda-tanda vital tidak dalam rentang normal bagi
pasien atau jika ada tanda-tanda bahwa aktivitas tidak dapat
tertoleransi
4) Rencanakan aktifitas bersama pasien dan keluarga yang
meningkatkan kemandirian dan kesehatan (Wilkinson, 2013 :
29)

Anda mungkin juga menyukai