Anda di halaman 1dari 84

IMPLEMENTASI PENYALURAN DAGING AMAN SEHAT UTUH DAN

HALAL BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11


TAHUN 2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
(Studi PD. Rumah Potong Hewan Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan


memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum

Oleh :

Rizky Pratenta Perangin-Angin


120200563

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PENYALURAN DAGING AMAN SEHAT UTUH DAN
HALAL BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11
TAHUN 2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
(Studi PD. RumahPotongHewan Medan)
*RizkyPratentaPerangin-Angin
** SuriaNingsih, SH., M.Hum
*** Boy Laksamana, SH., M.Hum

Di Indonesia kebutuhan masyarakat akan daging cukup tinggi oleh karena


itu standarisasi produk dagingharus ditingkatkan dan masyarakat juga butuh
jaminan halal akan produk daging.Dengan itu pemerintah melalui kebijakan
penyaluranDagingAmanSehatUtuh Dan Halal mencoba meningkatkan mutu
standar dari prduk daging.Namun ketidakjelasanpermasalahanjaminan halal
merupakankerugian yang sangatbesarbaginegara, terutama ‘larinya’
sejumlahprodukpangan Indonesia keluarnegeri demi
mendapatkansertifikathalal.Sebaliknya, untukprodukpangan yangadadandijual di
Indonesia sendiribelumadajaminanhalalnya.
Permasalahandalampenelitianiniadalahpengaturan hukum
terhadapprodukdagingutuhdan halal,
pengawasanprodukpanganasalhewandanbagaimanaimplementasipenyalurandagin
gamansehatutuhdan halalberdasarkanPeraturan Daerah Nomor 11 tahun 2014
ditinjaudariperspektif Hukum AdministrasiNegarapada PD. RPH Medan.
Jenispenelitian yang dilakukanadalahpenelitianhukumnormatif, penelitian
yang dilakukan bersifat deskriptif.Teknikpengumpulan data dilakukandengan data
sekunder(library research)danwawancara(field research),
dianalisisdenganmenggunakanmetodekualitatif.
Pengaturan hukum terhadap produk daging utuh dan halal diatur dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.Di dalam
Undang-Undang tersebut disebut dengan jaminan produk halal, yang merupakan
kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk. Sertifikat halal merupakan
pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama
Indonesia.
Kebijakan pemerintah dengan semua peraturan perundangan untuk
mendukung pengembangan sistem produksi ternak maupun dengan perakitan
inovasi teknologi yang sesuai.Inovasi teknologi, selain menyangkut produktivitas
ternak yang bermutu juga harus menyentuh aspek penanganan kesehatan hewan
maupun pengolahan produk ternak yang aman dan halal.

Kata Kunci :Implementasi,Penyaluran, Daging, AmanSehatUtuhHalal

Universitas Sumatera Utara


1

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan kasih-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dengan

kemampuan yang ada,dapat menyelesaikan skripsi ini. Sudah merupakan

kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam menyelesaikan studi untuk mencapai

gelar kesarjanaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menyusun skripsi.

Sehubungan dengan hal ini penulis memilih judul skripsi Implementasi

Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh dan Halal Berdasarkan Peraturan

Daerah Nomor 11 Tahun 2014 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi

Negara (Studi PD. Rumah Potong Hewan Medan).

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun yang tidak langsung

telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini maupun selama penulis

menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.HumselakuRektorUniversitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. BudimanGinting, SH,

M.HumselakuDekanFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.HumselakuWakilDekan I

FakultasHukumUniversitas Sumatera Utara.

*RizkyPratentaPerangin-Angin, NIM 120200563/MahasiswaFakultasHukum USU


** SuriaNingsih, SH., M.Hum /DosenPembimbingI
*** Boy Laksamana, SH., M.Hum/DosenPembimbing II

Universitas Sumatera Utara


4. PuspaMelatiHasibuan, SH, M.HumselakuWakilDekan II

FakultasHukumUniversitas Sumatera Utara.

5. Dr. Jelly Leviza, SH., M.HumselakuWakilDekan III

FakultasHukumUniversitas Sumatera Utara.

6. Dr. Agusmidah, SH, M.HumselakuKetuaDepartemenHukumAdministrasi

Negara.

7. SuriaNingsih, SH, M.Hum, selakuDosenPembimbing I penulis yang

telahmemberikan saran danpetunjukdalampengerjaanskripsiini.

8. Boy Laksamana, SH., M.HumselakuDosenPembimbing II, yang

dengansabarmembimbingpenulishinggaskripsiiniselesai.

9. SeluruhStafPengajarFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara

10. SeluruhPegawaiFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara yang

telahmemberikanpelayananadministrasi yang baikselama proses

akademikpenulis.

11. Kedua Orang Tuapenulis yang tercinta, Musa JasmenPerangin-

angindanIrianiTarigan, yang

selalumemberikansemangatdanmotivasidalammendidikdanmembimbingpenuli

suntukmenjadi orang yang berhasil,

danjugatiadahentinyamencarirezekidariterbitfajarhinggaterbenammatahariuntu

kmenafkahikeluargadanmembiayaipendidikanpenulishinggasaatini,

sertakeluargabesarpenulis yang telahmemberikanmotivasihinggasaatini,

terimakasihatasdoa yang tiadahenti.

Universitas Sumatera Utara


12. Kepadateman-teman yang ikut

sertamembantudanmemberikansemangatnamuntidakdapatdisebutkansatupersat

u.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak

kekeliruan.Oleh karena itu penulis seraya minta maaf sekaligus sangat

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan dan

kemanfaatannya.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada

semua pihak dan semoga kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan

balasan kebaikan berlipat dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya Hukum Administrasi

Negara di Negara Republik Indonesia.

Medan, Oktober 2018


HormatPenulis

RizkyPratentaPerangin-Angin
NIM:120200563

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang ................................................................... 1

B. PerumusanMasalah ............................................................ 8

C. TujuandanManfaatPenulisan .............................................. 8

D. KeaslianPenulisan .............................................................. 9

E. TinjauanKepustakaan ......................................................... 10

F. MetodePenelitian ............................................................... 15

G. SistematikaPenulisan ......................................................... 18

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PRODUK

DAGING UTUH DAN HALAL

A. PengertianProduk Halal .................................................... 20

B. KriteriaProdukHewanAmandanBerkualitas

(Aman, Sehat, Utuhdan Halal)............................................ 24

C. PengaturanHukumProduk Halal ........................................ 32

BAB III PENGAWASAN PRODUK PANGAN ASAL HEWAN

A. PengertiandanFungsiPengawasan ....................................... 38

B. PengawasanProdukPanganAsalHewan di

PD RPH Medan ................................................................. 40

Universitas Sumatera Utara


C. Sanksiadministratif atasPelanggaranRegistrasi

Sertifikat Halal .................................................................. 45

BAB IV IMPLEMENTASI PENYALURAN DAGING AMAN


SEHAT UTUH DAN HALAL BERDASARKAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2014
DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA PADA PD. RPH MEDAN

A. KebijakanPemerintah Kota Medan DalamPengamanan

PanganAsalHewan .................................................................. 50

B. KendaladalamImplementasiPenyaluranDagingAman

SehatUtuhdan Halal pada PD. RPH Medan.............................. 54

C. Upaya yang dilakukanPemerintah Kota Medan dalam


MengatasiKendaladalamImplementasiPenyaluranDaging
AmanSehatUtuhdan Halal pada PD. RPH Medan .................... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................... 70

B. Saran .................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 72

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD 1945) adalah

memajukan kesejahteraan umum. Seperti yang telah dijelaskan dalam penjelasan

umum UUD 1945 bahwa masyarakat Indonesia yang sedang berkembang

memiliki sifat yang dinamis, terus berkembang dan berubah. 2

Hukum administrasi merupakan alatuntuk memberikanlimitasi pada

kekuasaan suatu negara agar tidak bertindak secarasewenang-wenang dan

memperhatikan kepentingan rakyatnya. Van Vollenhoven dalamPrins. WF

menyatakan bahwa, untuk sebagian hukum administrasimerupakan

pembatasterhadap kebebasan pemerintah, jadi merupakanjaminan bagi mereka

yang harus taat kepada pemerintah,akan tetapi untuksebagian besar hukum

administrasi mengandung arti pula, bahwa merekayang harus taat kepada

pemerintah menjadi terbebanidenganberbagaikewajiban yang tegas bagaimana

dan sampai dimana batasnya, dan berhubung dengan itu, berarti juga, bahwa

wewenang pemerintah menjadi luas dan tegas batasnya. 3

Jaminan konstitusi atas kesejahteraan tersebut dijabarkan dalam Pasal 27

ayat (2) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945tentang Hak Asasi Manusia.

2
Yusuf Adiwibowo, “Epistemologi Ideologi Keamanan Pangan”, Yuridika: Volume 31
No 1, Januari 2016, hlm 167
3
Mas Bakar, Peradilan Satu Atap Dalam Rezim Hukum Administrasi, RangkangEduction,
Yogyakarta, hlm. 6-7.

Universitas Sumatera Utara


Salah satu isu global untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan

sejahtera adalah bidang pangan.Pangan yang dikonsumsi harus memenuhi standar

keamanan pangan.Pangan dan keamanan merupakan kebutuhan hak asasi

manusia, setiap hari manusia membutuhkan pangan untuk melanjutkan hidupnya.

Hak ini melekatpada hidup manusia, yang merupakan pemberian dari

Pencipta, yang diakui dalam konstitusi sebagaimana termuat dalam Pasal 28 A

UUD 1945 yang menyatakan bahwa, “setiap orang berhak untuk hidup serta

berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. 4

Salah satu hal yang menarik dalam perjalanan hukum Indonesia adalah

muncul pengaturan tentang peternakan. Pengaturan bidang perternakan yang

muncul tidak hanya untuk melindungi dan meningkatkan kualitas sumber daya

hewan; menyediakan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal; meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat, hewan, dan lingkungan; menyediakan jasa dan

bahan baku industri; mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi;

meningkatkan pendapatan dan devisa negara, melainkan pula memperluas

kesempatan berusaha dan kesempatan kerja; serta meningkatkan kesejahteraan

rakyat. 5

Sejak dahulu cita-cita yang didambakan oleh bangsa Indonesia yaitu

terwujudnya masyarakat yang gemah ripah loh jinawi, tata tenterem karta

raharja, dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah laku

4
Yusuf Adiwibowo, Op.Cit., hlm 167-168
5
Betharia Hasibuan.“Perlindungan Hukum Terhadap Peternak Sapi Perah Dikaitkan
Dengan Keberadaan Asosiasi Peternak Sapi Perah Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan
Peternak. Jurnal Wawasan Hukum”, Vol. 34, No. 1, Februari 2016, hlm 115.

Universitas Sumatera Utara


dan perbuatan setiap manusia Indonesia. 6Pembangunan nasional harus dilakukan

melalui perencanaan. Masa depan Indonesia harus didesain dan strategi

pembangunan harus disusun. Perencanaan pembangunan nasional adalah

imperatif, perekonomian harus disusun dan tidak dibiarkan tersusun sendiri


7
melalui mekanisme pasar bebas.

Kebutuhan permintaan daging secara nasional semakin meningkat seiring

dangan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan pendidikan

yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

sehingga menyebabkan pemotongan sapi dari berbagai jenis juga semakin

meningkat.

Guna usaha meningkatkan produksi dan produktivitas sapi potong, kontrol

terhadap pemotongan sapi-sapi betina adalah sangat penting peranannya terhadap

perkembangan populasi, sehingga kelestarian populasi dapat dijaga dengan baik.

Pemotongan sapi-sapi betina ini merupakan sapi-sapi betina dalam strata umur

produktif yaitu umur satu tahun sampai dengan umur dibawah delapan tahun,

strata umur ini merupakan kondisi pencapaian laju produksi puncak sapi betina

untuk menghasilkan produksi terbaik. 8.

Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan yang dinyatakan bahwa, “dalam rangka menjamin produk

6
Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta,“Paradigma”, 2010, hlm. 73
7
SriEdi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme, Jakarta,
Yayasann Hatta, 2010, hlm 120.
8
Suswono. Pemotongan Sapi Lokal Produktif, Jakarta, Departemen Pertanian. 2009, hlm
21

Universitas Sumatera Utara


hewan yang Aman, Sehat, Utuh, Halal (selanjutnya disebut ASUH), pemerintah

dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan,

pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan”.

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal yang menyatakan bahwa: (1) Bahan yang berasal dari hewan yang

diharamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi: a. bangkai;

b. darah; c. babi; dan/atau d. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat.

(2) Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan selain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa Majelis Ulama

Indonesia (selanjutnya disebut MUI).

Pasal tersebut memberi penegasan bahwa setiap hewan yang akan

diedarkan untuk selanjutnya diolah sebagai produk, harus disembelih sesuai

dengan syariat Islam. Untuk menjamin kehalalan produk hewan tersebut,

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal. Di dalamnya memuat tentang ketentuan umum jaminan

kehalalan suatu produk. Aturan-aturan tersebut tentang standarisasi kehalalan,

baik dalam produk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk

biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan,

atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Hukum senantiasa berkembang dinamis, hukum yang baik adalah hukum

yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang

tentunya sesuai pula atau merupakan peencerminan dari nilai-nilai yang berlaku

Universitas Sumatera Utara


dimasyarakat yang bertujuan untuk menjadi dasar dan memelihara ketertiban,

keadilan dan kesejahteraan masyarakat. 9

Apalagi daging di pasar tidak dikemas dan tidak memiliki label tertentu,

untuk mengetahui informasi apa yang terkandung didalamnya. Bahan pangan

berupa daging yang tidak memenuhi mutu, dapat menimbulkan malapetaka bagi

konsumen. Selain merugikan konsumen dari segi finansial, daging yang tidak

memenuhi syarat mutu dapat pula mengancam keamanan dan keselamatan

masyarakat pada umumnya. 10

Ketidakjelasan permasalahan jaminan halal ini merupakan kerugian yang

sangat besar bagi negara, terutama ‘larinya’ sejumlah produk pangan Indonesia ke

luar negeri demi mendapatkan sertifikat halal. Sebaliknya, untuk produk pangan

yang ada dan dijual di Indonesia sendiri belum ada jaminan halalnya. 11

Keberadaan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sangat diperlukan, agar

dalam pelaksanaan pemotongan hewan dapat terjaga dan terkendali dengan baik.

Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah membangun Rumah Pemotongan

Hewan di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Rumah Pemotongan Hewan

secara resmi di bawah pengawasan Departemen Pertanian.

Pada dasarnya RPH mempunyai persyaratan, sesuai dengan surat

Keputusan Menteri Pertanian No.13/Permentan/OT.140/1/2010, tentang syarat-

9
AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu pengantar Yogyakarta, Diadit
Media, 2001, hlm. 45.
10
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung, Citra Aditya,
2014, hlm 2.
11
Proyek Pembinaan Pangan Hlmal Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Pedoman Strategi Kampanye Sosial Produk Halal, Jakarta, Departemen Agama, 2003, hlm. 34.

Universitas Sumatera Utara


syarat pemotongan hewan. Pasal 2 dari Surat Keputusan Menteri Pertanian

tersebut menyatakan bahwa Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit atau

sarana pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging sehat. Lebih lanjut pada

bab II dari SK Mentan tersebut mengungkapkan syarat-syarat Rumah Potong

Hewan dan dijelaskan lebih rinci pada Pasal 3 ayat (a) dinyatakan bahwa Rumah

Potong Hewan berlokasi di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau

pencemaran lingkungan misalnya di bagian pinggir kota yang tidak padat

penduduknya. 12

Di samping Rumah Potong Hewan (RPH), juga terdapat beberapa Tempat

Pemotongan Hewan di satu kota dimana tempat pemotongan hewan tersebut juga

harus memenuhi standar yang baku, sehingga produk yang dihasilkan terjamin

mutu dan kualitasnya. Tempat Pemotongan Hewan tersebut merupakan

penyangga bagi RPH dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal.

Semua pihak yang terkait harus mendukung semua program pemerintah dengan

lebih memperhatikan kondisi RPH, karena kondisi lingkungan pada RPH yang

baik sangat mempengaruhi proses pemotongan hewan dalam pemeliharaan

kesehatan ternak sebelum dipotong dan pencemaran daging serta karkas setelah

dipotong.

Penyediaan daging sapi yang kandungan mikrobanya tidak melebihi Batas

Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) sangat diharapkan dalam memenuhi

persyaratan untuk mendapatkan daging sapi yang ASUH. RPH merupakan tempat

12
Keputusan Menteri Pertanian No.13/Permentan/ OT.140/1/2010, tentang Syarat-Syarat
Pemotongan Hewan

Universitas Sumatera Utara


yang rawan dan berisiko cukup tinggi terhadap pencemaran mikroba patogen.

Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat pada hewan mulai merusak

jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak

mendapat penanganan yang baik. 13

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan

judul Implementasi Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh dan Halal Berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2014 Ditinjau Dari Perspektif Hukum

Administrasi Negara (Studi PD. RPH Medan).

B. PerumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum terhadap produk daging utuh dan halal?

2. Bagaimanakah pengawasan produk pangan asal hewan?

3. Bagaimanakah implementasi penyaluran daging aman sehat utuh dan halal

berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2014 ditinjau dari perspektif

hukum administrasi negara pada PD. RPH Medan?

13
Rahayu, E.S. Amankah produk pangan kita: Bebaskan dari cemaran berbahaya.
Makalah disampaikan dalam Apresiasi Peningkatan Mutu Hasil Olahan Pertanian. Dinas Pertanian
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kelompok Pemerhati Keamanan Mikrobiologi Produk
Pangan, Yogyakarta, 1 April 2006.

Universitas Sumatera Utara


C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini berdasarkan

permasalahan di atas adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap produk daging utuh dan halal.

2. Untuk mengetahui pengawasan produk pangan asal hewan.

3. Untuk mengetahui implementasi penyaluran daging aman sehat utuh dan halal

berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2014 ditinjau dari perspektif

hukum administrasi negara pada PD.RPH Medan.

Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian, penelitian ini

juga bermanfaat. Adapun manfaat yang dicapai oleh penulis adalah:

1. Secara teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumbangsih

dalam ilmu pengetahuan tentang hukum administrasi negara khususnya dalam

Implementasi Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh dan Halal Berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2014.

2. Secara praktis untuk memberikan masukan pemikiran atau informasi sebagai

bahan pertimbangan kepada PD. RPH Medan.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

dan Fakultas Hukum Universitas yang ada di Indonesia baik secara online maupun

fisik bahwa judul Implementasi Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh dan Halal

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2014 Ditinjau Dari Perspektif

Universitas Sumatera Utara


Hukum Administrasi Negara (Studi PD. RPH Medan), belum pernah diteliti oleh

peneliti terdahulu. Pengambilan judul ini didukung referensi serta penelitian

terdahulu. Namun ada beberapa judul berkaitan dengan ASUH, antara lain:

M.Erick Fernando Anosa. Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar

Lampung (2018), dengan judul penelitian Penerbitan Label Halal Pada Produk

Makanan Kemasan Berdasarkan Prinsip Hukum Islam di Bandar Lampung.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Alasan hukum pentingnya penerbitan label halal pada makanan kemasan di

Bandar Lampung menurut Hukum Islam

2. Pendaftaran label halal pada makanan kemasan di Bandar Lampung ditinjau

dari HukumIslam.

Ervina Dwi Jayanti Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

(2011), dengan judul penelitian Sertifikasi Halal sebagai Upaya Perlindungan Hak

atas Keamanan dan Keselamatan Konsumen Ditinjau dari Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Adapun permasalahan dalam

penelitian ini:

1. Prosedur sertifikasi halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI khususnya di

wilayah Yogyakarta.

2. Sertifikasi halal dapat menjadi upaya perlindungan hak atas keamanan dan

keselamatan konsumen ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara


Dengan demikian, penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli

sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka

sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka

terhadap masukan dan kritik yang konstruktif terkait dengan data dan analisis

dalam penelitian ini.

E. Tinjauan Pustaka

1. Hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh badan

administrasi negara diberi nama “ketetapan” atau “beschikking” dan perbuatan

membuat ketetapan ini disebut menetapkan. Ketetapan yang dibuat untuk

mengatur hubungan dalam lingkungan badan pemerintah yang membuatnya

disebut Ketetapan Intern (intern beschikking) sedangkan ketetapan yang dibuat

untuk mengatur untuk ke luar lingkungan badan pemerintah dengan seorang

warganya negaranya atau antara pemerintah dengan sebuah badan swasta atau

antara dua atau lebih badan pemerintah disebut Ketetapan Ekstern. 14

Hukum administrasi negara adalah peraturan-peraturan yang mengatur

hubungan timbal balik antara rakyat dengan pemerintah. 15

Hukum Administrasi Negara merupakanhukum mengenai pemerintah di

dalamkedudukan,tugasdanfungsinyasebagaiadministratornegara.Pemerintah

14
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 2001, hlm 63
15
Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Yogyakarta,
LaksBang, 2008, hlm 16

Universitas Sumatera Utara


adalahkeseluruhan daripadajabatan-jabatan(pejabat-pejabat) didalamsuatu

negarayangmempunyaitugasdanwewenang politiknegarasertapemerintahan. 16

Sudikno Mertokusumo dalam buku Mengenal Hukum Suatu Pengantar

menyatakan bahwa, hukum itu sendiri bukanlah sekadar kumpulan atau

penjumlahan peraturan-peraturan yang masing-masing berdiri sendiri. Hukum

merupakan sebuahsystem, yang artinya hukum itu merupakan tatanan, merupakan

suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang

saling berkaitan erat satu sama lain. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap

kompleks unsur- unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum dan

pengertian hukum 17

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum

administrasi negera merupakan peraturan hukum mengenai administrasi dimana

hubungan antar warga negara dan pemerintahannya dapat berjalan dengan baik

dan aman.

2. Implementasi

Hukum administrasi negara sebagai fenomena kenegaraan dan

pemerintahan keberadaanya setua dengan keberadaan negara hukum atau muncul

bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan

berdasarkan aturan hukum tertentu. 18Dalam administrasi negara hubungan hukum

antara pemerintah dalam kapasitasnya selaku wakil dari badan pemerintahan,

16
AtmosudirjoPrajudi,HukumAdministrasiNegara,Jakarta, GhaliaIndonesia,1994, hlm 12
17
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2010
hlm 122
18
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press Indonesia, 2002,hlm
20

Universitas Sumatera Utara


dengan seseorang atau badan hukum perdata tidak berada dalam kedudukan

sejajar. Pemerintah memiliki kedudukan khusus sebagai satu-satunya yang

diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum

dimana dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan

wewenang membuat peraturan perundang-undangan, menggunakan paksaan

pemerintahan, atau menerapkan sanksi-sanksi hukum. 19

Menurut Hanifah Harsono, Implementasi merupakan suatu proses untuk

melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam


20
administrasi.

Sedangkan menurut Usman Nurdin, implementasi merupakan bermuara

pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implemantasi

bukan sekadar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai

tujuan kegiatan. 21

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwaimplementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Ungkapan

mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi

suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh

berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

19
Jaka Susila dan Handout, Hukum Administrasi Negara, Surakarta, UMS, 2010, hlm. 16
20
Hanifah Harsono, Implementasi Kebijakan dan Politik, Jakarta, Rineka Cipta, 2002,
hlm 67
21
Usman, Nurdin, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2002, hlm 70

Universitas Sumatera Utara


3. Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh dan Halal

Pemerintah saat ini berupaya untuk memberikan jaminan pada konsumen

dan melindungi masyarakat dari bahaya yang dapat mengganggu kesehatan akibat

mengkonsumsi bahan makanan asal hewan terutama daging, serta melindungi

peternak dari kerugian akibat menurunnya nilai/kualitas daging yang diproduksi

melalui penyedian produk pangan asal hewan yang memenuhi kiriteria ASUH.

Pengertian ASUH itu sendiri adalah:

a. Aman: Tidak mengandung penyakit dan residu yang dapat menyebabkan

penyakit/mengganggu kesehatan manusia

b. Sehat: Memiliki zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh

c. Utuh: Tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari

hewan lainnya

d. Halal: Adalah dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam. 22

Daging ASUHmerupakan daging yang diharapkan oleh semua konsumen

karena terjamin keamanan dan kehalalannya. Keamanan pangan dan perlindungan

konsumen merupakan tugas pemerintah (public good)sekaligus pemerintah

memiliki hak untuk melakukan tindakan regulasi terhadap komoditas yang

dikonsumsi oleh masyarakat dalam rangka menjamin keamanan dan ketentraman

batin masyarakat. Upaya khusus perlu dilakukan dalam rangka menjamin

22
Peralatan yang digunakan untuk daging terjaga sanitasinya dan memenuhi persyaratan
terbuat dari bahan yang tidak mencemari daging, misalnya stainless steel, jangan terbuat dari kayu
Direktorat Kesmavet, 2003, hlm 21

Universitas Sumatera Utara


ketersediaan daging yang berkualitas sampai di tingkat rumah tangga dan

konsumen. 23

4. Peraturan Daerah

Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda) amerupakan bagian integral

dari konsep peraturan perundang-undangan. 24 Sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, yang dimaksud dengan Perda Kabupaten/Kota adalah peraturan

perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. 25

Peraturan Daerah merupakan peraturan yang dibuat oleh kepala daerah

provinsi maupun kabupaten/kota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun kabupaten/kota, pelaksanaan

penyelenggaraan otonomi daerah yang menjadi legalitas perjalanan eksekusi

pemerintah daerah. 26 Peraturan daerah merupakan wujud nyata dari pelaksanaan

otonomi daerah yang dimiliki oleh pemerintah daerah dan pada dasarnya

merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi, dengan melihat ciri khas dari masing-masing daerah.

23
Ibid
24
Mahendra Putra Kurnia, dkk. Pedoman Naskah Akademik Perda, Partisipatif,
Yogyakarta, Kreasi Total Media, 2007, hlm 18
25
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan
26
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan Cetakan. Ketujuh Yogyakarta,
Kanisius, 2007, hlm. 202

Universitas Sumatera Utara


F. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi. 27

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif, di mana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur

penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan

dipandang dari sisi normatifnya. 28

Guna Untuk menunjang diperolehnya data yang aktual dan akurat,

penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya

menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka

sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan

menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian. 29

2. Teknik pengumpulan data

Bahan atau materi yang dipakai dalam skripsi ini diperoleh melalui

penelitian studi kepustakaan dan studi lapangan. Dari hasil penelitian kepustakaan

diperoleh data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam konteks ini, data sekunder mempunyai

peranan, yakni melalui data sekunder.

27
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana,2006, hlm 35.
28
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,Surabaya, Bayu
Media Publishing, 2005, hlm. 46.
29
Ibid

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yuridis normatif lebih menekankan pada data sekunder atau

data kepustakaan yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berupa;

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan.

4) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan.

5) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal.

6) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

7) Keputusan Menteri Pertanian No.13/Permentan/ OT.140/1/2010,

tentang Syarat-Syarat Pemotongan Hewan

8) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2014 tentang

Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota Medan.

b. Bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku dan tulisan-tulisan

ilmiah hasil penelitian para ahli.

Universitas Sumatera Utara


c. Bahan hukum tertier berupa bahan yang dapat mendukung bahan hukum

primer, terdiri dari kamus hukum, kamus Inggris-Indonesia dan Kamus

Besar Bahasa Indonesia serta ensiklopedia.

Mengingat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif

yang memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data utama

ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen-dokumen

yang berkaitan dengan penelitian,dan untuk melengkapi data yang berasal dari

studi kepustakaan tersebut juga dilakukan wawancara.

3. Analisis data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan

metode kualitatif dengan logika induktif yaitu berfikir dengan hal-hal yang khusus

menuju hal yang umum dengan menggunakan perangkat interpretasi dan

kontruksi hukum yang bersifat komparatif, artinya penelitian ini digolongkan

sebagai penelitian normatif yang dilengkapi dengan perbandingan penelitian data-

data sekunder.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini berjudul Implementasi Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh

dan Halal Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2014 Ditinjau dari

Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi PD. Rumah Potong Hewan

Medan). Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan

agar terciptanya karya ilmiah yang baik. Oleh karena itu, penulis membagi skripsi

Universitas Sumatera Utara


ini dalam lima bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini

bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat

latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PRODUK DAGING UTUH

DAN HALAL

Bab ini membahas pengertian produk halal. kriteria produk hewan

aman dan berkualitas (aman, sehat, utuh dan halal) dan pengaturan

hukum produk halal.

BAB III PENGAWASAN PRODUK PANGAN ASAL HEWAN

Bab ini membahas pengertian dan fungsi pengawasan produk pangan

asal hewan di PD RPH Medan dan sanksi administratif atas

pelanggaran registrasi sertifikat halal.

BAB IV IMPLEMENTASI PENYALURAN DAGING AMAN SEHAT

UTUH DAN HALAL BERDASARKAN PERATURAN DAERAH

NOMOR 11 TAHUN 2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PADA PD. RPH MEDAN

Universitas Sumatera Utara


Bab ini membahas Kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam

Pengamanan Pangan Asal Hewan. Kendala dalam Implementasi

Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh dan Halal pada PD. RPH Medan

dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam Mengatasi

Kendala dalam Implementasi Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh

dan Halal pada PD. RPH Medan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini yaitu sebagai bab

penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran penulis mengenai

permasalahan yang dibahas.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
PENGATURAN HUKUM TERHADAP PRODUK
DAGING UTUH DAN HALAL

D. Pengertian Produk Halal

Makanan atau panganmerupakan kebutuhan dasar manusiayang

paling utamadan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap

rakyat di Indonesia.Untuk memenuhi kebutuhanperlu diselenggarakan suatu

sistem pangan yangmemberikan pelindungan, baik bagi pihak yang

memproduksi maupun yangmengonsumsi. 30Pemanfaatan pangan atau

konsumsi pangan akan menghasilkansumber daya manusia yangberkualitas

dan unggul sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan.

Hal itu dilakukan melalui pemenuhan asupanpangan yang beragam, bergizi

seimbang, serta pemenuhan persyaratan keamanan,mutu, dan gizi pangan.

Halal merupakan istilah dari bahasa Arab yang artinya

diperbolehkan, legal, dan sesuai hukum Islam atau syariah. Jika dikaitkan

dengan produk farmasetik, makanan, dan minuman, maka halal dapat

dimaknai sebagai produk yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh

seorang muslim. 31 Aturan syariah memperbolehkan setiap orang untuk

makan dan minum atau mengkonsumsi segala sesuatu, termasuk produk

farmasetik, yang disukai sepanjang produk tersebut tidak bersifat haram.

Pengertian halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam

Kepmenag RI No. 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penerapan


30
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1 ayat (1)
31
Abdul Rohman, Pengembangan dan Analisis Produk Halal, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2012, hlm. 1

Universitas Sumatera Utara


Pangan. Halal adalah tidak mengandung unsur atau bahan haram atau

dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak

bertentangan dengan syariat Islam.

Pasal 1 huruf aNomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata

CaraPemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal, yaitu pangan halal adalah

pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk

dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan

syariat Islam.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yaitu pangan

adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,

perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, peraiaran, dan air, baik yang

diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan pangan, bahan baku

pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,

pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal, Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan

halal sesuai dengan syariat Islam.

Menurut Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia. Nomor 518

Tahun 2001 Tanggal 30 November 2001 Pasal 1 menjelaskan bahwa pangan

halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan haram atau

dilarang untuk dikonsumsi umat Islam dan pengolahannya tidak

bertentangan dengan syariat Islam. Pemeriksaan pangan halal adalah

Universitas Sumatera Utara


pemeriksaan tentang keadaan tambahan dan bahan penolong serta proses

produksi, personalia dan peralatan produksi, sistem menajemen halal, dan

hal-hal lain yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan

kegiatan produksi pangan halal.

Makanan halal merupakan pangan yang tidak mengandung unsur

atau bahan yang haram atau dilarang untuk ikonsumsi umat Islam, baik

yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu

dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui

proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan dan yang pengelolaannya

dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam. 32

Masyarakat perlu hati-hati dalam memilih produk tersebut, boleh

jadi ada yang tersembunyidibalik produk makanan tersebut yang tidak baik

dikonsumsi. Bagi seorang muslim kesalahandalam memilih produk yang

dikonsumsi dapat berujung padakerugian lahir dan batin. Produkyang

mengandung bahan yang berbahaya akan memberikan dampak bagi

kesehatan,sedangkan secara batin mengkonsumsi produk yang tidak halal

akan menghasil dosa.

Haltersebut mengharuskan masyarakat muslim mencari informasi

produk yang akan dikonsumsitersebut. Cara yang paling mudah adalah

dengan teliti membaca label yang melekat padakemasan produk yang

menarik. Beberapa hal yang perlu diteliti oleh konsumen

sebelummemutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk adalah memahami

32
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Kencana Prenada Media
Group, 2013, hlm.109-110

Universitas Sumatera Utara


bahasa/tulisan, nomorpendaftaran, nama produk, produsen dan alamat

produksi, label halal, daftar bahan yangdigunakan. 33

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan

air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan

pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman(Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan). 34

Makanan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau

bahanyang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang

menyangkutan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan

bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses

rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan

sesuai dengan ketentuan hukum gama Islam(Pasal 1 angka 5 Peraturan

Pemerintah Nomor 69 Tahun1999 tentang Label dan Iklan). 35

Sedangkan produksi pangan adalah kegiatan atau proses

menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas,

mengemas kembali dan/atau mengubah bentuk pangan.(Pasal 1 angka

5Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan).

Mengonsumsi pangan dan produk lainyang halal merupakan hak

dasar setiap muslim. Hal ini bukan saja terkait dengan keyakinan beragama,

namun ada dimensi kesehatan, ekonomi dan keamanan,maka dengan


33
Ibid, hlm 7
34
Zulham, Op.Cit., hlm109
35
Ibid

Universitas Sumatera Utara


penduduk yang mayoritas muslim, tanpa diminta sudah semestinya negara

hadir melindungi warganya dalam pemenuhan hak-hak mendasar warganya.

Selaras dengan itu pelaku usaha (produsen) juga sudah seharusnya

memberikan perlindungan kepada konsumen. Untuk kepentingan tersebut,

maka dituntut peran yang lebih aktif negara dalam pengaturan sistem

ekonomi yang dijabarkan dalam strategi yang dilakukan pemerintah/negara

dalam menjalankan instrumen perdagangan/bisnis di antaranya melalui

regulasi. 36

E. Kriteria Produk Hewan Aman dan Berkualitas (Aman, Sehat, Utuh

dan Halal)

Untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian terhadap pangan

asal hewan yang ASUH Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Medan

menyelenggarakan kegiatan sosialisasi peduli ASUH di balai desa yang

dibuka secara resmi oleh Kepala Bidang Kesehatan Hewan Kegiatan diikuti

oleh 25 orang peserta terdiri dari pedagang atau penjual daging dan unsur

PKK serta Kader Kesehatan Desa.

Dalam kesempatan tersebut Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan

Kota Medan menyampaikan bahwa tingkat konsumsi daging di masyarakat

masih rendah kurang lebih 7 kg per kapita per tahun, kenyataan ini masih

rendah dibanding negara lain seperti Malaysia yang sudah mencapai 30 kg

perkapita per tahun.

36
Ali Yafie dkk, Fikih Perdagangan Bebas, Jakarta, Teraju, 2004, hlm. 77.

Universitas Sumatera Utara


Pengkonsumsian daging lebih didominasi masyarakat dengan

ekonomi menengah keatas daripada masyarakat ekonomi bawah, namun

demikian dalam penyediaan daging para pedagang maupun pemotong harus

optimis dan tetap menyediakan daging yang mengacu pada Good Hygiene

Practices (GHP) yaitu seluruh praktek yang berkaitan dengan kondisi dan

tindakan yang dibutuhkan untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan

pada seluruh tahapan dalam rantai pangan.

Penerapan higienitas sanitasi pada penyediaan pangan asal hewan

diperlukan untuk menjaga kualitas daging yang diolah,maka harus

diperhatikan proses mulai pemotongan, penyimpanan dan pengolahan,

dimana semua tahapan proses harus meminimalisir kontaminasi dan

perkembangbiakan bakteri. Hewan yang dipotong harus hewan yang sehat

tidak berpenyakit zoonosis/menular ke manusia, dalam pemotongan dan

pemisahan dagingnya harus diawasi oleh keurmaster dan dilakukan di

RPHyang saran prasarananya higienis .

Bahan makanan beku disimpan pada suhu di bawah 18oC dan harus

dikemas baik. Untuk masa simpan bahan daging yang dibekukan juga

berbeda, seperti contohnya daging segar 3-6 bulan, daging giling (segar) dan

sosis segar 3-4 bulan, ikan segar 3-6 bulan dan daging ayam 6 bulan. Untuk

pengolahannya sendiri terdapat pedoman memasak Potentially Hazardous

Foods (PHF) yang bervariasi untuk setiap jenis makanan. Daging panggang

(roast, rare) suhu bagian dalam harus mencapai minimal 54 oC dengan lama

pemasakan 121 menit; pengolahan telur, daging sapi, babi (selain roast) dan

Universitas Sumatera Utara


ikan suhu bagian dalam harus mencapai minimal 63oC dengan lama

pemasakan 15 detik.

Daging giling (sapi, babi) suhu bagian dalam harus mencapai

minimal 68 oC dengan lama pemasakan 15 detik, daging sapi (medium), babi

(roast) minimal 63oC selama 3 menit dan unggas minimal 74oC selama 15

detik.

Penanganan pangan asal hewan yang ASUH pada akhirnya

bertujuan untuk menghasilkan pangan yang aman (safe) dan layak (suitable)

untuk dikonsumsi. Aman dimana bahan pangan tidak mengandung bahaya-

bahaya biologis, kimiawi dan fisik atau bahan-bahan yang dapat

mengganggu kesehatan manusia. Sehat yaitu bahan pangan harus

mengandung bahan-bahan yang dapat menyehatkan manusia dan baik untuk

kesehatan. Utuh dimana bahan pangan tidak dikurangi atau dicampur

dengan bahan lain serta halal yaitu sesuai dengan syariat agama Islam.

Pemerintah saat ini berupaya untuk memberikan jaminan pada

konsumen dan melindungi masyarakat dari bahaya yang dapat mengganggu

kesehatan akibat mengkonsumsi bahan makanan asal hewan terutama

daging serta melindungi peternak dari kerugian akibat menurunnya

nilai/kualitas daging yangdiproduksi melalui penyedian produk pangan asal

hewan yang memenuhi kiriteria ASUH.

ASUH itu sendiri adalah:

1. Aman: Tidak mengandung penyakit dan residu yang dapat

menyebabkan penyakit/mengganggu kesehatan manusia.

Universitas Sumatera Utara


2. Sehat: Memiliki zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan

tubuh

3. Utuh: Tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau

bagian dari hewan lainnya

4. Halal: dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam. 37

Daging yang ASUHmerupakan daging yang diharapkan oleh semua

konsumen karena terjamin keamanan dan kehalalannya. Terhadap keamanan

pangan perlindungan konsumen merupakan tugas pemerintah (public good)

berkewajiban sekaligus berhak melakukan tindakan regulasi terhadap

komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam rangka menjamin

keamanan dan ketentraman batin masyarakat. Upaya khusus perlu dilakukan

dalam rangka menjamin ketersediaan daging yang berkualitas sampai di

tingkat rumah tangga dan konsumen. Pengujian mutu bahan pangan asal

ternak merupakan upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat sehingga

memperoleh jaminan kualitas daging yang sehat dan layak dikonsumsi.

Disamping itu, pengujian juga berfungsi sebagai kegiatan penyidikan dalam

menentukan penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan

(foodborne desease) dan masalah pembusukan makan (food

deterioration). 38

Kriteria halal pada makanan yang ditetapkan oleh para ahli Lembaga

Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia

37
M. Sahardi, dkk, Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Keamanan Pangan Asal Ternak Ruminansia Di Sulawesi Selatan, Lokakarya Nasional
Keamanan Pangan Produk Peternakan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Provinsi
Sulawesi Selatan, 2004, hlm 113
38
Ibid

Universitas Sumatera Utara


(LPPOM MUI) bersifat umum dan sangat berkaitan dengan persoalan teknis

pemeriksaan. Memeriksa suatu makanan, senantiasa berdasar pada standar,

mulai dari bahan baku yang digunakan, bahan tambahan, bahan penolong,

proses produksi dan jenis kemasan. Penelurusan bahan-bahan tersebut tidak

hanya berasal dari babi atau bukan, tetapi juga meliputi cara penyembelihan,

cara penyimpanan dan metode produksi. 39

Dalam Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal juga diatur tentang asas-asas

penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH), yaitu;

1. Asas perlindungan adalah bahwa dalam menyelenggarakan JPH

bertujuan melindungi masyarakat muslim

2. Asas keadilan, bahwa dalam penyelenggaraan JPH harus mencerminkan

keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara

3. Asas kepastian hukum, adalah bahwa penyelenggaraan JPH bertujuan

memberikan kepastian hukum mengenai kehalalan suatu produk yang

dibuktikan dengan sertifikasi halal.

4. Asas akuntabilitas dan transparansi adalah bahwa kegiatan

penyelenggaraan JPH harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Asas efektivitas dan efisiensi adalah bahwa penyelenggaraan JPH

dilakukan dengan berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya

39
Asri, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangan Yang
Tidak Bersertifikat Hlmal, JurnalIuS| Vol IV | Nomor 2 | Agustus 2016, hlm 5

Universitas Sumatera Utara


guna serta meminimalisasi penggunaan sumber daya yang dilakukan

dengan cara cepat, sederhana, dan biaya ringan atau terjangkau.

6. Asas profesionalitas adalah bahwa penyelenggaraan JPH dilakukan

dengan mengutamakan keahlian yang berdasarkan kompetensi dan kode

etik. 40

Regulasi tentang sertifikasi halal yang terdapat dalam Undang-

Undang No. 33 Tahun 2014 tentang JPH, telah memberikan kejelasan

perlindungan bagi konsumen khususnya konsumen muslim. Peredaran

produk-produk pangan yang tidak bersertifikat halal dan tidak berlabel halal

tidak lagi bisa beredar di Indonesia, baik yang di produksi di dalam negeri

maupun yang berasal dari luar negeri. Komitmen negara sangat jelas dalam

melakukan perlindungan konsumen muslim dari produk yang tidak halal

dan tidak bersertifikat halal. 41

Kriteria makanan dan atau minuman serta benda-benda yang halal,

antara lain:

1. Bukan terdiri dari atau mengandung bagian atau benda dari binatang

yang dilarang oleh ajaran Islam mengonsumsinya, atau yang tidak

disembelih menurut ajaran Islam.

2. Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurut

Islam. Benda-benda najis meliputi :

a) bangkai hewan darat, bagian tubuh hewan yang dipotong ketika

hewan tersebut masih hidup, kecuali manusia

40
Ibid., hlm 8-9
41
Ibid., hlm 9

Universitas Sumatera Utara


b) darah

c) babi dan anjing serta seluruh bagian-bagiannya

d) arak dan sejenisnya yang memabukkan;

e) nanah

f) semua yangkeluar dari qubul dan dubur, kecuali sperma.

3. Tidak mengandung bahan penolong dan atau bahan tambahan yang

diharamkan menurut ajaran Islam.

4. Dalam proses, distribusi, penyimpanan dan penyajiantidak bersentuhan

dengan barang-barang yang najis atau haram. 42

Daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal merupakan daging yang

diharapkan oleh semua konsumen karena terjamin keamanan dan

kehalalannya,terhadap keamanan pangan perlindungan konsumen

merupakan tugas pemerintah (public good) berkewajiban sekaligus berhak

melakukan tindakan regulasi terhadap komoditas yang dikonsumsi oleh

masyarakat dalam rangka menjamin keamanan dan ketentraman batin

masyarakat. Upaya khusus perlu dilakukan dalam rangka menjamin

ketersediaan daging yang berkualitas sampai di tingkat rumah tangga dan

konsumen. 43

Guna melindungi hak-hak konsumen yang berkaitan dengan

keamanan pangan, maka dibuat UU. No. 18 tahun 2012 tentang Pangan dan

UU. No8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Produsen pangan

42
Moh. Bahruddin, “Problem Sertifikasi Hlmal Produk Pangan Hewani ASAS”,
Vol.2, No.1, Januari 2010, hlm 8
43
http://www.halalunmabanten.id/halal/index.php/component/k2/item/37-produk-
asuh-aman-sehat-utuh-dan-halal-hewan-ruminansia, diakses tanggal 1 Juli 2018

Universitas Sumatera Utara


dalam proses produksinya harus menerapkan suatu sistem yang dapat

menjamin proses yang dilakukan dan produk yang dihasilkan telah sesuai

dengan persyaratan pelanggan. Untuk menjamin proses sesuai dengan

persyaratan halal, maka diterapkan sistem jaminan halal atau Hazard

Analisys Critical Control Point (HrACCP).

Sistem HrACCP merupakan suatu sistem keamanan pangan yang

berperan sebagai tindakan yang preventif dan efektif untuk menjamin

keamanan pangan. Konsep ini dapat diterapkan pada seluruh rantai produksi

makanan dari mulai bahan baku sampai pemasaran dan distribusi. Sistem

HrACCP adalah pendekatan sistem yang digunakan untuk memberikan

jaminan kehalalan produk. Sistem ini terdiri atas penerapan enam prinsip

HrACCP yaitu:

(1) Identifikasi bahan haram atau najis

(2) Penetapan titik-titik kritis kontrol kritis keharaman

(3) Prosedur monitoring

(4) Pembuatan lembar status preventif dan tindakan koreksi

(5) Pencatatan dokumentasi

(6) Prosedur verifikasi.

Sistem jaminan halal yang harus digunakan di RPH / RPA untuk

memudahkan produsen atau pelaku usaha yang bergerak dalam

usahapemotongan ternak dalam menjalankan sistem penyembelian ternak

yang memenuhi syarat agama Islam. 44

44
Ibid

Universitas Sumatera Utara


F. Pengaturan Hukum Produk Halal

Semakin langkanya bahan pangan di pasaran juga membuat harga

semakin mahal, apalagi jika bahan pangan itu berkualitas bagus tentunya

harganya akan semakin mahal yang mengakibatkan masyarakat tidak

mampu membeli daging segar dengan kualitas bagus. Misalnya daging

segar dengan kualitas bagus harganya selalu lebih mahal daripada daging

beku ataupun daging di pasar tradisional yang sudah dikerubuti oleh lalat. 45

Sistem hukum Indonesia sebagai sebuah sistem aturan yang berlaku

di negara Indonesia merupakan sistem aturan sedemikian rumit dan luas,

yang terdiri dari unsur-unsur hukum, dimana di antara unsur hukum yang

satu dengan yang lain saling bertautan,saling mempengaruhi serta saling

mengisi,oleh karenanya membicarakan satu bidang atau unsur atau

subsistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari yang

lain, sehingga mirip dengan tubuh manusia, unsur hukum bagaikan satu

organ yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari organ yang lain. 46

Melalui Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal diharapkan dapat memberikan solusi bagi masyarakat dan

dunia usaha dalam rangka perlindungan terhadap konsumen dan sekaligus

menjadi payung hukum berbagai macam jenis produk halal pada produk

makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia, produk biologi, dan

produk rekayasa genetik.

45
R. Sanjaya Perdhana Putra, Tinjauan Yuridis Tentang Peraturan Perundang-
Undangan Di Bidang Pengawasan Daging “Gelonggongan”Sebagai Upaya Melindungi
Hak-Hak Konsumen, Artikel Ilmiah, Universitas Brawijaya Fakultas Hukum Malang, 2015
46
lhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-Prinsip dan Implementasi Hukum
di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2012, hlm 39

Universitas Sumatera Utara


Pengaturan produk halal di Indonesia, memiliki dua hal yang saling

terkait, yaitu sertifikasi dan labelisasi. Sertifikasi halal merupakan fatwa

tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam

melalui pemeriksaan yang terperinci oleh LPPOM MUI. 47

Pasal 1 huruf (d) Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata

Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal, yaitu sertifikat halal

merupakan fatwa tertulis yang menyatakan kehalalan suatu produk pangan

yang dikeluarkan oleh lembaga pemeriksaan.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal antara lain mengatur mengenai:

1. Untuk menjamin ketersediaan produk halal, ditetapkan bahan produk

yang dinyatakan halal, baik bahan yang berasal dari bahan baku hewan,

tumbuhan, mikroba, maupun bahan yang dihasilkan melalui proses

kimiawai, proses biologi, atau proses rekayasa genetik. Di samping itu,

ditentukan pula PPH yang merupakan rangkaian kegiatan untuk

menjamin kehalalan produk yang mencakup penyediaan bahan,

pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan

penyajian produk.

2. Undang-undang ini mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha dengan

memberikan pengecualian terhadap pelaku usaha yang memproduksi

produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan dengan

kewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada

47
Zulham, Op.Cit., hlm 111

Universitas Sumatera Utara


kemasan Produk atau pada bagian tertentu dari Produk yang mudah

dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari produk.

3. Dalam rangka memberikan pelayanan publik, Pemerintah

bertanggungjawab dalam menyelenggarakan Jaminan Produk

Halal(JPH) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Produk Halal(BPJPH). Dalam menjalankan wewenangnya,

BPJPH bekerja sama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait,

MUI, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan

ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan

jaminan tentang kehalalan Produk yang dikonsumsi dan digunakan

masyarakat. Jaminan mengenai produk halal hendaknya dilakukan sesuai

dengan asas pelindungan, keadilan, kepastian hukum, akuntabilitas dan

transparansi, efektivitas dan efisiensi, serta profesionalitas. Oleh karena itu,

jaminan penyelenggaraan produk halal bertujuan memberikan kenyamanan,

keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi

masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk, serta

meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan

menjual produk halal.

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk

Halal, Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang

dikeluarkan oleh BPJH berdasarkan Fatwa halal tertulis yang dikeluarkan

Universitas Sumatera Utara


oleh MUI. Sertifikat halal dapat dicabut apabila pelaku usaha pemegang

sertifikat yang bersangkutan melakukan pelanggaran di bidang halal setelah

diadakan pemeriksaan oleh lembaga pemeriksa halal dan mendapat

rekomendasi dari khi untuk pencabutan sertifikat halal.

Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratorium dievaluasi dalam

Rapat Auditor LP POM MUI. Jika telah memenuhi persyaratkan, maka

dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada Sidang Komisi Fatwa MUI

untuk diputuskan status kehalalannya. Sidang komisi Fatwa MUI dapat

menolak laporan hasil audit jika dianggap belum memenuhi persyaratan

yang ditentukan, Sidang Fatwa Halal memutuskan kehalalan produk paling

lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan

dan/atau pengujian Produk dari BPJPH. Sertifikasi halal dikeluarkan oleh

Majelis Ulama Indonesia setelah ditetapkan status ditetapkan status

kehalalannya oleh Komisi Fatwa MU. 48

Pemegang Sertifikasi Halal MUI bertanggung jawab dalam

memelihara kehalalan produk yang diproduksinya. Sertifikasi Halal MUI

tidak bisa dipindahtangankan dan jika berkahir masa berlakunya, termasuk

salinannya tidak boleh digunakan lagi untuk maksud apa pun. 49

Peraturan perundang-undanganyangberkaitan dengan kehalalan

produk di Indonesia antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang

48
Zulham, Op.Cit., hlm 118
49
Ibid., hlm 121

Universitas Sumatera Utara


Undang Republik IndonesiaNomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 tentang

Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, dan Keputusan

Mentri Pertanian No. 745/KPTS/TN.240/12/1992 tentang Persyaratan dan

Pemasukan daging dari luar negeri dan KEPMENAG No.518 Tahun 2001

tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan dan izin dari BPOM, Keputusan

MenteriAgama Nomor 519 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENGAWASAN PRODUK PANGAN ASAL HEWAN

D. Pengertian dan Fungsi Pengawasan

Pengawasan merupakan salah satu fungsi dasar manajemen. Pengawasan

merupakan aspek penting untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik

(good governance), yakni untuk memastikan dapat berjalan atau tidaknya fungsi

pemerintahan sebagaimana seharusnya. Dikaitkan dengan akuntabilitas publik,

pengawasan merupakan cara menjaga legitimasi rakyat terhadap kinerja

pemerintahan. Caranya dengan membentuk sistem pengawasan yang efektif,

yakni berupa pengawasan intern (internal control) dan pengawasan ekstern

(external control).Disamping itu, pengawasan masyarakat perlu didorong agar

good governance tersebut dapat terwujud. 50

Di dalam proses pengawasan juga diperlukan tahap-tahap pengawasan

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tahap-tahap pengawasan tersebut terdiri

dari beberapa macam, yaitu Tahap Penetapan Standar, Tahap Penentuan

Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan, Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan,

Tahap Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan

dan Tahap Pengambilan Tindakan Koreksi.

Sule dan Saefullah mendefinisikan bahwa:“Pengawasan sebagai proses

dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat

50
Ahmad Fikri Hadin, Eksistensi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan di Era
Otonomi Daerah, Yogyakarta, Genta Press, 2013, hlm. 21-22.

Universitas Sumatera Utara


mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah

ditetapkan tersebut.” 51

Menurut Saiful Anwar, pengawasan atau kontrol terhadap tindakan

aparatur pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan

dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan. 52

Menurut Harahap, pengawasan merupakan keseluruhan sistem, teknik,

cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang atasan untuk menjamin agar

segala aktivitas yang dilakukan oleh dan dalam organisasi benar-benar

menerapkan prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya mencapai keseluruhan

tujuan organisasi. 53

Sarwoto menyatakan bahwa, pengawasan merupakan kegiatan manajer

yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana

yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. 54

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa pengawasan

merupakan proses untuk menjaga agar kegiatan terarah menuju pencapaian tujuan

seperti yang direncanakan dan bila ditemukan penyimpangan-penyimpangan

diambil tindakan koreksi.Adapun tujuan pengawasan adalah agar hasil

51
Sule Erni Trisnawati dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, Edisi Pertama,
Jakarta; Prenada Media,2005, hlm 317
52
Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Glora Madani Press,
2004, hlm. .12
53
Sofyan Sari Harahap, Sistem Pengawasan Manajemen (Management Control System,
Jakarta, Pustaka Quantum, 2001, hlm 14.
54
Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen, cetakan keenambelas, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2010, hlm 94.

Universitas Sumatera Utara


pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna

(efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 55

Adapun fungsi pengawasan adalah:

1. Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai dengan

indikator yang ditetapkan.

2. Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin

ditemukan.

3. Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait

dengan pencapaian tujuan perusahaan. 56

E. Pengawasan Produk Pangan Asal Hewan di PD RPH Medan

Produk pangan asal hewan merupakan sumber protein hewani yang

banyak dikonsumsi masyarakat saat ini terutama menjelang hari besar keagamaan

nasional. Pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani sangatlah penting bagi

tubuh, namun produk pangan asal hewan merupakan produk yang mudah rusak

(perishable food). Hal ini disebabkan karena produk pangan asal hewan seperti

daging, telur, dan susu sangat mudah tercemar oleh bakteri apabila proses

pengolahan dan cara penyimpanannya tidak benar. Oleh karena itu, Dirjen

Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan pemantauan terhadap

distribusi/peredaran produk tersebut untuk mendapatkan pangan yang ASUH,

sehingga tercipta keamanan dan ketentraman batin masyarakat. Kegiatan

pengawasan ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh tim yang dibentuk
55
Maringan Masri Simbolon, Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 2004, hlm 62
56
Sule Erni Trisnawati dan Kurniawan Saefullah, Op.Cit., hlm 12

Universitas Sumatera Utara


secara terpadu setiap menjelang HBKN yang terdiri atas Petugas Pengawas

Kesmavet Pusat, Dinas Peternakan Provinsi/Kab/Kota yang membidangi fungsi

peternakan, Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH),

Kementerian Agama (BPJPH), dan instansi lain yang terkait. Pengawasan

peredaran produk asal hewan juga dilakukan sewaktu-waktu apabila diperlukan. 57

Pengawasan jaminan produk halal (JPH) dilakukan terhadap:

a. LPH

b. Masa berlaku Sertifikat Halal

c. Kehalalan Produk

d. Pencantuman Label Halal

e. Pencantuman keterangan tidak halal

f. Pemisahan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan,

Pengemasan, pendistribusian, penjualan, serta penyajian antara produk halal

dan tidak halal

g. Keberadaan Penyelia Halal

h. Kegiatan lain yang berkaitan dengan JPH.58

Kegiatan pengawasan HBKN tahun 2017 ini dilaksanakan pada tanggal

12-21 Juni 2017 dengan lokasi rumah potong hewan, pasar moderen, pasar

tradisional, gudang penyimpanan (cold storage), dan distributor. Beberapa

pedagang juga sudah mempersiapkan stok yang lebih untuk pesediaan selama hari

lebaran mengingat truk pengangkut tidak dapat beroperasi secara bebas pada hari

lebaran. Pemantauan produk terkait keamanan dan kehalalannya juga dilakukan


57
http://kesmavet.ditjenpkh.pertanian.go.id/index.php/berita/berita-2/176-was-produk-
1438h, diakses tanggal 1 Juni 2018
58
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 50

Universitas Sumatera Utara


terhadap kemungkinan masuknya produk-produk ilegal yang beredar di pasaran.

Di samping melakukan pengawasan, petugas juga terus melakukan sosialisasi

tentang produk hewan yang ASUH.59

Kegiatan pengawasan ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh

tim yang di bentuk secara terpadu setiap menjelang HBKN yang terdiri atas

Petugas Pengawas Kesmavet Pusat, Dinas Peternakan Provinsi/Kab/Kota yang

membidangi fungsi peternakan, Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk

Hewan (BPMSPH), Kementerian Agama (BPJPH), dan instansi lain yang terkait.

Pengawasan peredaran produk asal hewan juga dilakukan sewaktu-waktu apabila

diperlukan. 60

Petugas pengawas kesmavet dalam melaksanakan tugasnya memiliki

kewenangan memasuki dan memeriksa tempat penyimpanan, pemrosesan,

penjajaan/retail, dan tempat lain yang berhubungan dengan pemantauan dan

pengawasan. Petugas pengawas kesmavet juga melakukan pemeriksaan dokumen

dan fisik barang serta melakukan tindakan yang tepat bila terdapat

ketidaksesuaian dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dasar hukum

pelaksanaan kegiatan pengawasan ini adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun

2009 dan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang

Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesrawan, dan Permentan Nomor 14 tahun

59
Ibid
60
Ibid

Universitas Sumatera Utara


2008 tentang Pedoman Pengawasan dan Pengujian Keamanan dan Mutu Produk

Hewan. 61

Pihak-pihak yang terkait pengawasan produk pangan asal hewan di PD

RPH Medan:

1. KepalaDinas

2. KepalaBidangPeternakan

3. KepalaSeksiKeswandanKesmavet

4. KepalaUPTDPuskeswan

5. Petugaspelaksana

6. Dinasterkait(DinasKesehatan,Disperindagkop)

7. Pelakuusahapeternakan

8. LaboratoriumKesehatanMasyarakatVeteriner. 62

Prosedur pengawasan produk pangan asal hewan di PD RPH Medan:

1. Petugas pemeriksa dibantu oleh petugas administrasi mempersiapkan

dokumen, alat dan bahan yang diperlukan dalam proses pemeriksaan

2. Kepala UPTD Puskeswan melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait

sehubungan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan

3. Pedagang/pengusahapanganasalhewandibantuolehpetugasmempersiapkans

ampelyangakandiperiksasesuaidengankebutuhan

4. Petugasmelaksanakanujilapangan(ujicepat)untukmenilailayaktidaknyabaha

npanganasalhewantersebutdikonsumsiolehkonsumen/masyarakat.

61
http://kesmavet.ditjenpkh.pertanian.go.id/index.php/berita/berita-2/176-was-produk-
2018, diakses tanggal 1 Juni 2018
62
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


5. Jika hasil uji cepat bahan pangan asal hewan dinyatakan layak, segera

diserahkan ke pedagang atau pengusaha yang bersangkutan untuk

didistribusikan ke konsumen

6. Jika pada uji cepat dinyatakan tidak layak, sampel segera dikirim ke

laboratorium untuk dilaksanakan uji lanjutan dan seluruh bahan pangan

asal hewan dengan dengan tanggal produksi yang sama, disita/ ditunda

distribusinya sampai ada hasil dari laboratorium

7. Koordinasi dengan pihak terkait untuk melaksanakan tindak lanjut berupa

sosialisasi kepedagang.(Dinakkan, Dinkes, Disperindagkop)

8. Jika hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa bahan pangan asal hewan

tersebut layak untuk dikonsumsi, maka bahan pangan asal hewan tersebut

dikembalikan ke pedagang/pengusaha untuk di perdagangkan

9. Jika dari hasil uji laboratorium dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi,

maka segera dilaksanakan pengafkiran dan pemusnahan bahan pangan asal

hewan tersebut.(koordinasi instansi terkait)

10. PetugaspelaksanasegeramenyusunkonseplaporankepadaKepalaUPTDPusk

eswan.KepalaUPTDPuskeswansegeramelaporkanhasilkegiatanpemeriksaa

nbahanpanganasalhewankepadaKepalaDinas. 63

Formulir/dokumen yang digunakan dalam pengawasan produk pangan asal

hewan di PD RPH Medan, antara lain:

1. MemoKepalaDinaskepadaKepalaBidang

2. Dokumenyangtelahditentukandalamsosialisasidanbimbinganteknis

63
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


3. SuratPenugasan

4. LaporanPelaksanaanTugas

5. ProgramKerjadanHasilpengujianLaboratorium 64

F. Sanksi Administratif atas Pelanggaran Registrasi Sertifikat Halal

Menurut Black’s Law Dictionary,sanction (sanksi) adalah “a penalty or

coercive measure that results from failure to comply with a law, rule, or order (a

sanction for discovery abuse)”atau sebuah hukuman atau tindakan memaksa yang

dihasilkan dari kegagalan untuk mematuhi undang-undang. 65

Sanksi dalam hukum administrasi yaitu “alat kekekuasaan yang bersifat

hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas

ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma Hukum

Administrasi Negara.” Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi

dalam hukum administrasi negara, yaitu alat kekuasaan (machtmiddelen), bersifat

hukum publik (publiekrechtlijke), digunakan oleh pemerintah (overheid), sebagai

reaksi atas ketidakpatuhan (reactive op niet-naleving). 66

Sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hukum. Hal

inimerupakan suatu bentuk pemaksaan dari administrasi negara

(pemerintah)terhadapwarganegara dalamhaladanyaperintah-perintah, kewajiban-

64
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018
65
Samsul Ramli dan Fahrurrazi, Bacaan Wajib Swakelola Pengadaan Barang/Jasa,
Jakarta, Visimedia Pustaka, 2014, hlm. 191.
66
Ridwan HR, Op.Cit., hlm 315

Universitas Sumatera Utara


kewajiban,ataularangan-larangan yangdiaturdalam peraturan perundang-

undanganya yangdikeluarkanoleh administrasi negara (pemerintah). 67

Jenis sanksi administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu:

a. Sanksi reparatoir, merupakan sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas

pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi

semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya bestuursdwang,

dwangsom

b. Sanksi punitif, merupakan sanksi yang ditujukan untuk memberikan

hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif

c. Sanksi regresif, merupakan sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas

ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang

diterbitkan. 68

Secara umum, Pasal 25 dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

menjelaskan bahwa kewajiban pemegang sertifikat halal untuk menyematkan

label halal pada produk. Selain itu, pun harus menjaga kehalalan, memperpanjang

masa berlaku sertifikat, serta membedakan proses pembuatan produk halal dan

tidak halal.

Pelaku usaha juga wajib melapor jika ada pengubahan komposisi bahan

baku.Pasal 22 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, ada tiga jenis hukuman

yang diberikan bagi pelanggar. Pertama, berupa peringatan tertulis. Kemudian,

denda administratif dan pencabutan sertifikat halal.Sanksi paling berat adalah

dipidana maksimal 5 (lima) tahun dengan denda Rp2.000.000.000,- miliar (dua


67
van Fauzani Raharja, Penegakan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran
Perizinan, Inovatif Volume VII No. II Mei 2014, hlm 117
68
Ridwan HR Op.Cit., hlm 319

Universitas Sumatera Utara


miliyar rupiah) Peraturan yang satu ini diatur lebih mendalam dalam Peraturan

Menteri dari mulai prosedur pengenaan sanksi sampai persidangan. 69

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 26, setiap pengusaha wajib

mencantumkan label tidak halal pada produk nonhalal. Adapun kriteria produk

nonhalal dipaparkan di Pasal 18. Berikut ini bunyi Pasal 18 UU JPH :

(1) Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi:

1. bangkai

2. darah

3. babi

4. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat.

(2) Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan selain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa MUI.

Sanksinya bagi pelaku usaha jika ada melanggar ketentuan di atas,

berdasarkan Pasal 27 UU Nomor 33 Tahun 2014, pelanggarnya akan dikenai

sanksi teguran lisan, peringatan tertulis, dan denda administratif. 70

Pasal 47 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 mengatur tentang produk

halal dari luar negeri. Disebutkan bahwa, produk tersebut tidak perlu mengajukan

sertifikasi halal ketika masuk ke Indonesia. Hal itu berlaku jika lembaga yang

menghalalkan telah bekerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia.Namun,

produk halal dari luar negeri wajib mendaftar di BPJPH sebelum beredar. Jika

69
https://blog.bplawyers.co.id/sanksi-mengabaikan-sertifikasi-hlmal/diakses tanggal 1
Juni 2018.
70
Ibid

Universitas Sumatera Utara


ketentuan ini dilanggar, pelakunya akan dikenai sanksi administratif. Artinya,

semua produk tersebut dilarang beredar atau ditarik dari pasaran.

Sanksi administratif atas pelanggaran registrasi sertifikat halal, jika

kemudian ditemukan bukti bahwa produk yang sebelumnya telah bersertifikat

halal itu terdapat kandungan tidak halal/haram di dalamnya, maka berarti pelaku

usaha yang bersangkutan telah melanggar kewajiban. Atas pelanggaran ini, pelaku

usaha dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis; denda

administratif; atau pencabutan sertifikat halal. 71

Pelaku usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang telah

memperoleh sertifikat halal dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 72

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal, bagi pelaku usaha yang tidak melakukan registrasi dikenai sanksi

administratif berupa penarikan barang dari peredaran. 73

Pelaku usaha yang tidak melakukan kewajibandikenai sanksi administratif

berupa:

a. peringatantertulis;

b. dendaadministratif; atau

c. pencabutan sertifikat halal.

Pelaku usaha yang tidak melakukan kewajibandikenai sanksi administratif

berupa:

71
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018
72
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 56
73
Ibid, Pasal 48

Universitas Sumatera Utara


a. teguran lisan;

b. peringatantertulis; atau

c. dendaadministratif.

Pasal91B UU No. 18 tahun 2009 jo. UU No. 41 tahun 2014 tentang

Peternakan dan Kesehatan Hewan memuatsanksi hokum

dandendaterhadappelanggarankesrawan.

1. Setiaporangdilarangmenganiayadan/ataumenyalahgunakanHewan,

sehinggamengakibatkancacatdan/atautidakproduktifdipidanadenganpidanakur

unganpalingsingkat1(satu) bulandanpalinglama6(enam)

bulandandendapalingsedikitRp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)

danpalingbanyakRp. 5.000.000,- (lima jutarupiah).

2. Mengetahuiadanyaperbuatansebagaimanadimaksuddiatasdantidakmelaporkan

kepadapihakyangberwenang,dipidanadenganpidanakurunganpalingsingkat 1

(satu) bulandanpalinglama3(tiga) bulandandendapalingsedikitRp. 1.000.000,-

(satujutarupiah)danpalingbanyakRp. 3.000.000,-(tigajutarupiah).

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
IMPLEMENTASI PENYALURAN DAGING AMAN SEHAT UTUH DAN
HALAL BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11
TAHUN 2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA PADA
PD. RPH MEDAN

A. Kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam Pengamanan Pangan Asal

Hewan

Kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atau atas dasar kebijakan

yang bersifat luas. Kebijakan merupakan usaha mencapai tujuan tertentu dengan

sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. 74Sedangkan kebijakan pemerintah

mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik

oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut

kepentingan umum. Kebijakan pemerintahan merupakan aturan tertulis yang

merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur

perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat.

Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota

masyarakatdalam berperilaku.

Kebijakan pada umumnya bersifat problem solvingdan proaktif. Berbeda

dengan hukum (law) dan peraturan (regulation), kebijakan pemerintahan lebih

bersifat adaptif dan interpretatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang

boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan pemerintahan juga diharapkan dapat

bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan

harus memberi peluang diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.


74
Werf. Ilmu Manajemen Pemerintahan. Jakarta, Rineka Cipta, 2007,hlml. 73

Universitas Sumatera Utara


Kebijakan publik merupakan pola ketergantungan yang kompleks dari

pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasukkeputusan-keputusan

untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantorpemerintah. 75Anderson

dalam Agustino menyampaikan bahwa, “Serangkaian kegaiatan yang mempunyai

maksud/tujuantertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau

sekelompok aktor yangberhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal

yang perlu diperhatikan.” 76

Kebijakan publik adalah tindakanyang dibuat dan diimplementasikan oleh

badan pemerintah yang memilikikewenangan hukum, politis dan finansial untuk

melakukannya.Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.

Kebijakanpublik merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang

dimasyarakat. 77

Kebijakan pemerintah dalam penyediaan pangan asal hewan di Kota

Medan didasarkan atas pangan yang ASUH. Hal tersebut sejalan dengan

keamanan (safety) dan kelayakan (suitability) pangan untuk dikonsumsi manusia

yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius. Aman berarti tidak mengandung

penyakit dan residu, serta unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan

mengganggu kesehatan manusia. Sehat berarti mengandung zat-zat yang berguna

dan seimbang bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh. Utuh berarti tidak dicampur

75
William N Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua. Yogyakarta, Gajah
Mada University Press, 2006, hlm 64.
76
Leo Agustino, Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI, 2006, hlm 41
77
Ibid

Universitas Sumatera Utara


dengan bagian lain dari hewan tersebut atau dipalsukan dengan bagian dari hewan

lain. 78

Persyaratan dan pelayanan dalam pemotongan daging di RPH Medan,

antara lain:

1. Syarat pelayanan pemotongan hewan

Hewan yang akan dipotong harus sudah diperiksa kesehatannya. Sebelum

pemotongan harus membayar bea potong hewan terlebih dahulu.

2. Syarat pelayanan perbaikan sarana dan prasarana / fasilitas

Pelanggan melaporkan perihal kerusakan fasilitas pada petugas diloket

pengaduan untuk dicatat dan didata atau melalui kotak saran /pengaduan 79

Tata cara pemotongan sapi/kuda/kerbau dan kambing/domba, pelaksanaan

pemotongan dilakukan dengan pola ASUH dengan tujuan untuk menciptakan

daging yang ASUH. Untuk menciptakan daging yang berkualitas dan ASUH,

maka pemotongan dilakukan dengan menganut tata cara dalam Syariat Islam dan

diawasi oleh dokter hewan. Pengawasan dan pelaksanaan pemeriksaan dilakukan

baik hewan sebelum dipotong dan sesudah dipotong, kemudian daging di

cap/stempel “Baik Kota Medan” dengan harapan daging layak untuk di konsumsi

masyarakat. 80

78
Hasil wawancara dengan Daud, selaku Staf Operasional RPH Kota Medan, 31 Mei
2018
79
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018
80
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


Tujuan pemerintah Kota Medan mewajibkan nomor kontrol veteriner,

sebagai unit usaha pangan asal hewan, yaitu :

1. Memberikan jaminan dan perlindungan kepada masyarakat bahwa pangan asal

hewan yang dibeli/dikonsumsi berasal dari sarana usaha yang telah memenuhi

persyaratan kesehatan masyarakat veteriner yang diawasi pemerintah.

2. Terlaksananya tertib hukum dan tertib administrasi dalam pengelolaan usaha

pemotongan hewan/unggas, usaha peingimpor/pengedar dan industri

pengolahan produk pangan asal hewan.

3. Mempermudah dan memperlancar pelaksanaan sistem pengawasan unit usaha

di bidang produk pangan asal hewan. 81

Penerapan labelisasi produk peternakan baik produk lokal maupun produk

ekspor impor yang beredar. Labelisasi merupakan tanda bahwa keamanan dan

kesehatan suatu produk telah diperiksa oleh petugas pengawas kesmavet

berwenang setempat sebelum produk diedarkan kepada konsumen dan produk

berasal dari unti sarana produksi yang telah memenuhi persyaratan kesmavet dan

dicerminkan melalui nomor kontrol veteriner, yang tercantum pada label.

penerapan sistem jaminan keamanan pangan asal hewan berdasarkan sistem

HACCP. 82

Upaya dalam menerapkan sistem jaminan keamanan pangan, akan selalu

dipedomani prinsip-prinsip manajemen mutu secara terpadu sejak dari

81
Hasil wawancara dengan Daud, selaku Staf Operasional RPH Kota Medan, 31 Mei
2018
82
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


praproduksi, produksi hingga pascaproduksi. Sistem tersebut baru dapat

diterapkan bila suatu sarana produksi telah memenuhi persyaratan dasar Nomor

Kontrol Veterinerdengan nilai baik. Pengembangan sistem jaringan kerja

pengawasan kesmavet. Pengawasan kesmavetmerupakan dokter hewan yang telah

mengikuti pendidikan dan pelatihan kesehatan masyarakat veteriner. Pengawasan

kesmavet dapat terdiri dari Dokter Hewan Berwenang, Dokter Hewan Pengawas

Kesmavet, atau Dokter Hewan Sawsta di unit sarana produksi pangan asal hewan

yang bekerja di bawah supervisi Dokter Hewan Berwenang di unit sarana


83
produksi tersebut.

B. Kendala dalam Implementasi Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh dan

Halal pada PD. RPH Medan

Proses praproduksi yang dimulai dari peternak atau produsen terdapat

berbagai faktor yang dapat menentukan kualitas akhir dari produk ternak tersebut.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada tahap pra produksi antara lain:

1. Lingkungan dimana ternak dipelihara meliputi keadaan tanahnya dan air yang

digunakan, udara sekitar peternakan serta sanitasi.

2. Pakan atau bahan pakan yang dipergunakan.

3. Tenaga kerja yang terlibat, menyangkut kesehatan dan tanggungjawab.

4. Bahan kimia yang dipergunakan, seperti pestisida, desinfektan dan lain-

lainnya.

83
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


5. Obat-obat hewan yang dipergunakan.

6. Keberadaan dan keadaan hewan lainnya dan tanaman liar.

7. Status penyakit hewan menular termasuk penyakit zoonosis.

8. Sistem manajemen yang diterapkan 84

Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Medan secara

Administratif berada di wilayah Kota Medan Kecamatan Medan Deli tepatnya

Kelurahan Mabar Hilir. PD RPH berada dalam naungan Pemerintah Kota Medan

berdiri dari tahun 1992 hingga saat ini. Kegiatan yang ada di PD RPH Kota

Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan,dan penyaluran daging

yang sehat dan bermutu. Jenis hewan yang termasuk dalam kegiatan PD RPH ini

antara lain sapi/kerbau, babi, kambing/domba. Kegiatan RPH meliputi

pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang

penampung, dan pembersihan isi perut.

Berdasarkan kegiatan proses pemotongan yang beroperasi mulai pukul

23.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB tersebut, dihasilkan air limbah berupa darah,

kotoran, sisa pakan, isi rumen serta serpihan daging dan lemak yang tercampur

bersama air cucian.

Untuk melaksanakan tugas perusahaan daerah mempunyai fungsi, sebagai

berikut:

84
Hasil wawancara dengan Daud, selaku Staf Operasional RPH Kota Medan, 31 Mei
2018

Universitas Sumatera Utara


a. menyelenggarakan pelayanan umum yang berkualitas kepada masyarakat

melalui penyediaan jasa sesuai dengan tujuan dan kegiatan usaha Perusahaan

Daerah

b. memperolehkeuntungan dalam rangka meningkatkan PAD; dan

c. berkoordinasi dengan instansi-instansi daerah terkait sehubungan dengan

program-program pembangunan daerah yang terkait dengan tujuan dan

kegiatan usahaperusahaan daerah. 85

Berbicara mengenai daging yang merupakan hasil pemotongan hewan

ternak yang dilakukan secara halal dan baik dan harus memenuhi persyaratan

higien sanitasi dengan menghasilkan yang karkas utuh atau potongan-potongan

karkas tentu harus memenuhi persyaratan daging ASUH.

Kendala dalam Implementasi Penyaluran Daging ASUH pada PD. RPH

Medan, antara lain

1. Masih terbatasnya sarana pelayanan yang memenuhi persyaratan hygiene-

sanitasi (RPH, RPU, TPH, TPS, dan lain-lain).

2. Terbatasnya sarana laboratorium untuk melakukan pengujian mutu produk

peternakan.

3. Sarana-sarana yang dihasilkan oleh industri dalam negeri belum memenuhi

tuntutan kualitas yang diharapkan, misalnya sarana RPH.

Permasalahan lain yang dihadapi oleh RPH Kota Medan dalam

implementasi penyaluran daging ASUH pada PD. RPH Medan, salah satunya

85
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Perusahaan Daerah
Rumah Potong Hewan Kota Medan, Pasal 7

Universitas Sumatera Utara


adalah tenaga kerja yang minim, saat proses produksi tenaga kerja yang ada di

jam operasional hanya 12 orang untuk mengerjakan seluruh proses produksi mulai

dari persiapan hingga pembersihan kandang, hal tersebut sangat tidak efisien dan

membuat para pekerja harus bekerja dengan terlalu berat. Untuk itu salah satu

strategi yang dapat diterapkan oleh RPH Kota Medan adalah melakukan

penambahan tenaga kerja dan juga pelatihan tenaga kerja terutama masalah

Standard Operasional Prosedur (SOP). Proses produksi dan manajemen

lingkungan. Sehingga nantinya PD. RPH Kota Medan mampu meningkatkan

produktivitasnya dan mampu menjadi RPH berdaya saing nasional maupun

internasional. 86

Faktor-faktor yang sangat menentukan dalam menghasilkan produk asal

ternak yang bermutu dan aman untuk konsumsi manusia. Apabila faktor-faktor

tersebut dapat dikontrol dengan baik, sehingga tidak merugikan pertumbuhan dan

kesehatan ternak yang dipelihara, maka dengan sendirinya akan memberikan

dampak positif atau nilai tambah karena:

a. Produk ternak lebih terjamin keamanannya.

b. Konsumen lebih terjamin dan lebih percaya terhadap mutu daging yang

dihasilkan.

c. Konsumen akan membeli dengan harga yang lebih tinggi.

d. Produk asal ternak yang berupa daging dapat bersaing di pasar internasional

ditinjau dari aspek mutu dan keamanannya.

86
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


e. Cemaran mikroba dan bahan kimia dapat dikurangi.

f. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan hewan atau ternak.

g. Hewan atau ternak tumbuh lebih cepat dan dapat dijual lebih cepat.

h. Dapat mengurangi jumlah atau bagian produk ternak yang ditolak atau

dimusnahkan pada waktu prosesing sehingga menambah keuntungan.

i. Dapat mengurangi dan mencegah penyakit yang menular ke manusia sehingga

mengurangi biaya kesehatan masyarakat baik secara individu maupun

nasional. 87

C. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam Mengatasi

Kendala dalam Implementasi Penyaluran Daging Aman Sehat Utuh dan

Halal pada PD. RPH Medan

Untuk menjaga agar daging berstandar ASUH dan memenuhi

kesejahteraan hewan (animal welfare), maka pemerintah mendirikan RPH di

berbagai daerah seluruh Indonesia. Penyembelihan hewan harus dilakukan dengan

sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan,

penganiayaan dan penyalahgunaan serta perlakuan terhadap hewan harus

dihindari dari penyiksaan.

Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan daging yang aman sesuai

beberapa kriteria, ASUH sebelum ternak disembelih harus diperiksa kesehatannya

terlebih dahulu (antemortem) oleh para ahli.

87
Hasil wawancara dengan Daud, selaku Staf Operasional RPH Kota Medan, 31 Mei
2018

Universitas Sumatera Utara


1. Sehat

Bila daging dikatakan “sehat” jika memiliki zat-zat yang berguna bagi

kesehatan dan pertumbuhan tubuh. Secara umum daging mengandung protein,

lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang digunakan untuk sumber tenaga

atau energi, zat pembangun dan zat pengatur dalam tubuh.Sehat berarti bahan

pangan berasal dari hewan yang sehat serta tidak mengalami pencemaran kuman

mulai dari proses penyembelihan ternak dan motongan daging, hingga penyediaan

daging sampai kepenerima.

2. Utuh

Utuh artinya daging tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan

tersebut atau bagian dari hewan lain. Misalnya, daging berasal dari ternak hidup

hasil penyembelihan dicampur dengan daging berasal dari bangkai atau daging

berasal dari ternak yang disembelih secara halal dicampur dengan yang tidak

halal.

Utuh berarti benar-benar murni dari satu jenis hewan ternak sembelihan

tertentu, tidak tercampur dengan bagian hewan lain atau Bahan Tambahan

Makanan (BTM).BTM menurut Permenkes RI No: 722/MEN-KES/PER/IX/88,

BMT adalahBahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya

bukan merupakan ingridien khas makanan (1) mempunyai atau tidak mempunyai

nilai gizi, (2) sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi

(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,

pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk

Universitas Sumatera Utara


menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu

komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

3. Halal

Hasil penyembelihan/pemotongan hewan ternak yang dilakukan secara

halal dan baik (halalan thayyiban) dan harus memenuhi persyaratan higien

sanitasi dengan menghasilkan yang karkas utuh atau potongan-potongan karkas

tentu harus memenuhi persyaratan daging ASUH. 88

Berkenaan dengan pangan (daging), paling tidak terdapat dua hal yang

harus diperhatikan.

1) Dikategorikan mudah rusak (perishable food) dan pangan berpotensi

mengandung bahaya (potentially hazardous food/PHF), oleh karena dia

perlu penanganan yang higienisdan baik.

2) Bahaya-bahaya (hazards) yang mungkin terdapat pada daging: bahaya

biologis, bahaya kimiawi dan bahaya fisik. 89

Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam mengatasi kendala

dalam implementasi penyaluran daging ASUH pada PD. RPH Medan, antara lain:

1. Melakukan pengawasan berkala (rutin dan diadakan dan terjadwal sesuai

kesepakatan belah pihak) yang melibatkanDisperindag. Dinas Pertanian, Dinas

kesehatan, Kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, Bagian Perekonomian, Kantor

Ketahanan Pangan.
88
Haslizen Hoesin, https://lizenhs.wordpress.com/2011/05/07/mutu-produk-halal-dan-
asuh/diakses tanggal 1 Juli 2018
89
Ibid

Universitas Sumatera Utara


2. Melakukan pengawas secara rutin oleh seksi perlindungan konsumen,Polri,

Petugas Pegawai Negeri Sipil, yang mengemban tugas dalam pengawasan

peredaran dagingagar sesuai dengan Undang-undang PerlindunganKonsumen

No 08 Tahun 1999, jika diasumsikan adanya tindak pidana, maka langsung

diproses sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 90

Upaya Pemerintah Kota Medan mengenai keamanan pangan diantaranya

Pengawasan, pembinaan peredaran daging, kegiatan pemeriksaan daging kurban,

sosialisasi pangan asal hewan, pemeriksaan laboraturium, pemeriksaan

laboraturium keliling, rapat koordinasi se-Kota Medan dan Pemberian Surat

Keterangan Kesehatan Produk Hewan (SKKPH).91

Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan bahwa

pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan tersebut dapat berasal dari bahan nabati atau

hewani dengan fungsi utama sebagai sumber zat gizi. Tingkat konsumsi hasil

ternak bagi masyarakat Indonesia, dinilai masih jauh dibawah kecukupan gizi

yang dianjurkan. Berdasarkan analisis dari Pola Pangan Harapan (PPH), tingkat

konsumsi masyarakat Indonesia akan protein asal ternak baru mencapai 5,1

g/kap/hr yang setara dengan konsumsi susu 7,5 kg/kap/th, daging 7,7 kg/kap/th,

dan telur 4,7 kg/kap/th. 92

90
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018
91
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018
92
Ditjen PKH, 2004. Statistik Peternakan 2004. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian RI.

Universitas Sumatera Utara


Daging yang dapat dikonsumsi merupakan daging yang berasal dari hewan

yang sehat. Saat penyembelihan dan pemasaran berada dalam pengawasan

petugas rumah potong hewan serta terbebas dari pencemaran mikroorganisme.

Olehnya itu, dalam review ini menampilkan beberapa pendapat mengenai

penanganan daging ternak yang ASUH agar aman dikonsumsi oleh masyarakat. 93

Keamanan pangan menjadi bagian terpenting bagi kelayakan pangan untuk

dikonsumsi. Seperti apapun kondisi produk pangan yang disediakan, apabila tidak

aman maka tidak mungkin dapat dikonsumsi,oleh karena itu, faktor keamanan

pangan merupakan prasyarat bagi mutu pangan yang baik. Untuk hasil ternak,

faktor halal juga menjadi bagian penting bagi kelayakan produk untuk

dikonsumsi. Masih banyaknya penjualan ayam bangkai yang jelas tidak halal

adalah contoh kasus mutu dan keamanan pangan yang harus ditangani secara

intensif. Demikian pula dengan daging sapi gelonggongan yang masih sering

ditemui di pasaran baik pasar tradisional maupun pasar modern. 94

Bentuk konkrit implementasi sistem mutu tersebut, maka produsen perlu

melakukan sertifikasi seperti sertifikat HACCP, ISO, SNI dan sertifikat halal.

Sistem HACCP (Hazard Analysis of Critical Control Point) atau Analisis Bahaya

pada Titik Pengendalian Kritis adalah sebuah konsep pendekatan sistematis

terhadap identifikasi dan penilaian bahaya serta risiko yang berkaitan dengan

pengolahan, distribusi, dan penggunaan produk pangan, termasuk cara

pencegahan dan pengendaliannya.

93
Ibid
94
Ibid

Universitas Sumatera Utara


Sistem ISO (khususnya ISO 9000) merupakan sistem manajemen mutu

yang menjamin dilaksanakannya seluruh aspek dalam perusahaan untuk

menghasilkan produk yang bermutu tinggi demi kepuasan konsumen. Stándar

Nasional Indonesia (SNI) merupakan stándar mutu yang dianjurkan bagi

pengadaan produk untuk diperdagangkan. SNI baru diwajibkan untuk beberapa

jenis produk pangan,sedangkan sertifikasi halal seharusnya diwajibkan bagi

semua produk pangan. Pengembangan teknologi pangan untuk menunjang

implementasi sistem mutu dapat dilakukan melalui pengembangan metode uji

serta sarana uji/ kontrol mutu dan keamanan produk. Salah satu contoh metoda uji

yang kini dikembangkan adalah uji imunologi.

Penyediaan bahan baku bermutu baik akan menentukan produk olahan

bermutu baik pula. Penerapan sanksi hukum terhadap pelanggaran mutu dan

keamanan pangan juga sangat penting. Kasus keracunan, perdagangan produk

kadaluwarsa, manipulasi produk tidak halal sebagai produk halal, dan penggunaan

bahan berbahaya pada produk pangan adalah identik dengan kejahatan. Bagi

produsen atau fihak tertentu yang melakukan kejahatan pangan harus ditindak

secara tegas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Guna mendapatkan daging yang ASUH untuk dikonsumsi.Menghindarkan

konsumen dari penyakit-penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia

(zoonosis) dan penyakit yang ditularkan dari produk panganasal hewan (food

borne disease).Untuk menghindarkan terjadinya stres, karena kondisi stres dapat

mengakibatkan daging dengan pH tinggi. Kondisi ini akan memberikan peluang

Universitas Sumatera Utara


bakteri dan mikroorganisme lain tumbuh subur yang mempercepat kerusakan

daging sehingga daging akan berwarna gelap dan berlendir.Pada perlakuan

pemberian istrahat yang cukup merupakan manifestasi dari rasa menghargai

terhadap sesama makhluk dan kesejahteraan hewan.

Untuk memperoleh daging segar, maka hewan harus dimatikan kemudian

diambil dagingnya. Tahap-tahap perlakuan untuk hewan-hewan besar seperti sapi,

kuda, kerbau, domba, kambing, dan babi adalah pemeriksaan kesehatan hewan,

pemotongan atau penyembelihan hewan, pelayuan, potongan karkas, dan

pengambilan daging. Sedangkan untuk jenis unggas dapat dilakukan

penyembelihan, eviserasi dan pemotongan karkas. bahwa syarat ternak yang akan

dipotong adalah kondisi ternak harus dalam keadaan sehat dan segar, untuk itu

setelah ternak tiba dirumah potong perlu diistirahatkan terlebih dahulu sampai

kondisi ternak kembali segar. Untuk hewan betina besar bertanduk, boleh

dipotong dengan syarat:

1. Tidak dipotong untuk diperjual belikan.

2. Betina tersebut mendapat kecelakaan.

3. Betina itu terkena penyakit yang bisa menimbulkan kematian. (misalnya

penyakit kembung perut).

4. Betina tersebut dapat membahayakan manusia.

5. Menurut peraturan yang dibuat harus disembelih (umumnya dalam rangka

memberantas penyakit).

Universitas Sumatera Utara


Bila ternak telah melakukan perjalanan yang panjang dan ternak terlihat

lelah, segera setelah diturunkan dari truk atau alat angkut lainnya, ternak ternak

ini digiring ke tempat yang sudah tersedia air untuk minum dan dilakukan

penyemprotan dengan air dingin, hal ini bukan saja agar ternak menjadi bersih

namun juga akan dapat mengurangi stress serta menekan adanya bilur-bilur darah

pada bagian dibawah kulit (sub-cutan). Lama waktu istirahat dianjurkan selama 2

hari, meskipun kadang-kadang istirahat selama 2 hari ini belum mencukupi. Pada

saat istirahat semua ternak harus diberi makan dan minum yang baik dan cukup

meskipun beberapa ternak mungkin tidak mau makan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keadaan dari tempat penampungan

ternak di Rumah Potong, yang kadang-kadang merupakan sumber kontaminasi

bakteri pathogen,karena ada kemungkinan ternak yang pernah datang berasal dari

suatu daerah, sedang ada dalam keadaan infeksi subklinis dan hal ini akan sangat

berpengaruh terhadap kualitas daging. Lantai tempat penampungan ternak harus

dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, karena jika diantara ternak

yang sehat terdapat ternak yang menderita penyakit Salmonelosis, maka besar

kemungkinan akan terjadi penularan yang cepat yang dapat menimbulkan risiko

dimana dalam RPHitu timbul pencemaran.

Kandang untuk peristirahatan ternak harus cukup luasnya serta

menyenangkan bagi ternaknya dan lebih baik lagi bila kandang disekat-sekat

menjadi unit-unit yang lebih kecil, guna mencegah gerombolan yang terlalu

banyak. Jalan menuju ruang penyembelihan harus mudah dan apabila ternak yang

Universitas Sumatera Utara


akan dipotong itu adalah ternak besar yang dipelihara di padang penggembalaan

maka pada sisi lorong harus dipagari dengan menggunakan tiang-tiang yang kuat.

Pada saat ternak beristirahat pemeriksaan ante-mortem (sebelum ternak

disembelih) sudah mulai dijalankan. Pemeriksaan ante-mortem ini sangat penting

dilakukan karena merupakan salah satu proses pencegahan penyakit terhadap

konsumen.

Dalam hal ini "pemeriksa" harus memiliki pengetahuan mengenai

kesehatan masyarakat dan juga cukup berpengalaman dalam menangani ternak-

ternak yang akan dipotong. Hal lain yang juga penting yaitu perlakuan terhadap

ternak itu sendiri. Perlakuan yang kasar pada ternak sebelum dipotong akan

menyebabkan memar pada daging sehingga akan menurunkan kualitas dari pada

karkas. Oleh karena itu untuk mengurangi penurunan kualitas karkas, stress

lingkungan harus dihindari dan ternak harus diperlakukan dengan baik. Pada

umumnya petugas RPH sepanjang dan setiap waktu kerjanya berhubungan dengan

ternak cenderung kasar dalam memperlakukan ternak yang akan dipotong. 95

Kesehatan hewan harus diperiksa sebelum disembelih untuk mencegah

kemungkinan penyakit yang yang dapat menular pada manusia, misalnya penyakit

anthrax, penyakit mulut dan kuku, penyakit cacing dan lain-lain. Apabila ternak

tersebut tidak memenuhi persyaratan maka harus dikarantina untuk mendapatkan

pengobatan, kalau keadaannya sangat parah maka ternak tersebut harus dibunuh

setiap ternak yang akan dipotong harus diperiksa secara ante mortem oleh petugas

95
Ibid

Universitas Sumatera Utara


yang berwenang (dokter hewan). Pemeriksaan setelah pemotongan (postmortem)

juga penting dilakukan yaitu dengan memeriksa bagian karkas, alat-alat dalam

(viscera) dan produk akhir dari ternak yang telah dipotong. 96

Penyembelihan adalah usaha pengeluaran darah hewan dengan memotong

urat nadi yang ada pada lehernya supaya hewan mati. Pada hewan-hewan tertentu

tidak disembelih untuk mematikannya, melainkan dengan cara memingsankan

yang dikerjakan dengan menyetrum memakai aliran listrik misalnya dikerjakan

pada unggas terutama kalkun dan pada babi, atau dengan cara menusukkan pisau

tajam ke leher mengarah ke jantung hewan misalnya dikerjakan pada babi, atau

dengan cara menusukkan pisau tajam melalui mulut hewan misalnya dikerjakan

pada unggas.

Teknik penyembelihan ternak dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung yaitu setelah diperiksa dan dinyatakan sehat, maka terrnak langsung

dapat disembelih, sedangkan tidak langsung ternak dipotong setelah dilakukan

pemingsanan (stunning) dan ternak telah benar-benar pingsan.Sapi, kerbau,

kambing atau hewan-hewan besar lainnya kecuali babi, sebelum disembelih harus

diistrahatkan dan tidak diberi makan supaya lapar, maka akan tenang sehingga

tidak mengeluarkan energi banyak. Hewan yang banyak mengeluarkan energi,

sesudah disembelih dagingnya akan cepat menjadi kaku sehingga mutunya akan
97
turun.

96
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018
97
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


Sebaliknya bangsa unggas dan babi sebelum disembelih harus diberi

makan. Unggas dan babi kalau lapar menjadi ribut dengan kawan-kawannya,

sehingga banyak mengeluarkan energi. Ternak harus dalam keadaan tenang

(istrahat) dalam tempat penampungan khusus (holding ground). Lamanya

pengistrahatan ternak yang akan dipotong bervariasi. Ternak sapi yang akan

dipotong sebaiknya diistrahatkan selama 24-36 jam, hal yang harus diperhatikan

pada penyembelihan hewan adalah:

a. Mengusahakan hewan dalam keadaan bersih, bebas dari kotoran hewan

atau sisa-sisa makanan

b. Mengusahakan hewan segera menjadi mati

c. Mengusahakan sedikit mungkin terjadi kontaminasi mikrobia. Di Rumah

Potong Hewan (RPH) yang masih bersifat tradisional, faktor hygienitas

masih kurang diperhatikan. Ternak yang telah disembelih dan dibiarkan

tergeletak di lantai akan sangat memudahkan kontaminasi daging dengan

darah, urine, cairan lambung dan kotoran ternak. Kontaminasi dapat

terjadi dari hewan yang kotor, tempat/ruang penyembelihan, lantai, alat-

alat yang tidak bersih serta pekerja yang tidak sehat.

d. Mengupayakan agar ternak tidak dalam keadaan stress selama perjalanan

menuju tempat pemotongan karena dapat menyebabkan penyusutan bobot

badan berkisar 2-5%. Disamping pengaruh jarak, penyusutan ini juga

Universitas Sumatera Utara


dipengaruhi oleh iklim, cara transportasi, kondisi kesehatan dan daya tahan

ternak . 98

Upaya lain yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam mengatasi

Kendala dalam Implementasi Penyaluran Daging ASUH pada PD. RPH Medan,

yaitu:

1. Pemerintah Kota Medan melakukan pengawasan terhadap penyaluran daging

ASUH.

2. Pemerintah Kota Medan melakukan soialiasasi ASUH baik kepada petugas

PD RPH dan masyarakat Kota Medan melalui Dinas Kesehatan

3. Melakukan sanksi kepada setiap orang atau badan hukum yang melanggar

ketentuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal. 99

98
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018
99
Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH Kota
Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah yang penulis kemukakan serta

pembahasannya baik yang berdasarkan teori maupun data-data yang penulis

dapatkan selama mengadakan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Pengaturan hukum terhadap produk daging utuh dan halal diatur dalam

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Di

dalam undang-undang tersebut yang disebut dengan jaminan produk halal

merupakan kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk. Sertifikat

halal merupakan pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal berdasarkan fatwa halal

tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia.

2. Pengawasan produk pangan asal hewan, yaitu larangan pemotongan hewan

betina produktifoleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Medan (Bidang

Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner) bekerjasama

dengan pihak kepolisian.

3. Implementasi penyaluran daging aman sehat utuh dan halal berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2014 ditinjau dari perspektif hukum

administrasi negara pada PD. RPH Medan.Kebijakan pemerintah dengan

semua peraturan perundangan untuk mendukung pengembangan sistem

Universitas Sumatera Utara


produksi ternak maupun dengan perakitan inovasi teknologi yang sesuai.

Inovasi teknologi, selain menyangkut produktivitas ternak yang bermutu

juga harus menyentuh aspek penanganan kesehatan hewan maupun

pengolahan produk ternak yang aman dan halal.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka sebagai akhir dari seluruh

tulisan ini, penulis mencoba mengajukan beberapa saran sebagai berikut

1. Diharapkan dengan adanya pengaturan hukum terhadap produk daging utuh

dan halal peredaran daging dapat terpantau sehingga kualitasnya pun

terjaga. Selain itu juga mampu mempertahakan populasi sapi potong

melalui larangan pemotongan betina produktif.

2. Untuk menjaga dan menciptakan pangan asal hewan yang ASUH

diperlukan pengawasan baik secara berkala maupun secara rutin sehingga

pengawasan dapat lebih efektif dan efisien.

3. Diharapkan Implementasi penyaluran daging aman sehat utuh dan halal

berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2014 diterapkan dengan

baik sehingga masyarakat yang mengkonsumsi dapat terhindar dari

penyakit

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Agustino, Leo. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI, 2006

Anwar, Saiful. Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Glora Madani


Press, 2004.

Bakar, Mas. Peradilan Satu Atap Dalam Rezim Hukum Administrasi, Yogyakarta,
Rangkang Eduction, 2004.

Bisri, Ilhami Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-Prinsip dan Implementasi Hukum


di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2012.

Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi kedua. Yogyakarta,


Gajah Mada University Press, 2006.

Hadin, Ahmad Fikri. Eksistensi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan


di Era Otonomi Daerah, Yogyakarta, Genta Press, 2013.

Harahap, Sofyan Sari. Sistem Pengawasan Manajemen (Management Control


System,Jakarta, Pustaka Quantum, 2001.

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press Indonesia,


2002.

Harsono, Hanifah. Implementasi Kebijakan dan Politik, Jakarta, Rineka Cipta,


2002.

Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya,


Bayu Media Publishing, 2005.

Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta,“Paradigma”, 2010.

Kurnia, Mahendra Putra, dkk. Pedoman Naskah Akademik Perda, Partisipatif,


Yogyakarta, Kreasi Total Media, 2007.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana,2006.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty,


2010.

Mustafa, Bachsan. Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung, Citra


Aditya Bakti, 2001.

Universitas Sumatera Utara


Nasution, AZ Hukum Perlindungan Konsumen Suatu pengantar Yogyakarta,
Diadit Media, 2001.

Prajudi,Atmosudirjo.HukumAdministrasiNegara,Jakarta, GhaliaIndonesia,1994.

Ramli, Samsul dan Fahrurrazi, Bacaan Wajib Swakelola Pengadaan Barang/Jasa,


Jakarta, Visimedia Pustaka, 2014.

Rohman, Abdul. Pengembangan dan Analisis Produk Halal, Yogyakarta, Pustaka


Pelajar, 2012

Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Yogyakarta,


LaksBang, 2008.

Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen, cetakan keenambelas,


Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010.

Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung, Citra


Aditya, 2014.

Simbolon, Maringan Masri. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen, Jakarta,


Ghalia Indonesia, 2004.

S, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-undangan Cetakan. Ketujuh Yogyakarta,


Kanisius, 2007.

Susila, Jaka dan Handout, Hukum Administrasi Negara, Surakarta, UMS, 2010.

Suswono. Pemotongan Sapi Lokal Produktif, Jakarta, Departemen Pertanian.


2009.

Swasono, Sri Edi. Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 Menolak Neoliberalisme,


Jakarta, Yayasann Hatta, 2010.

Trisnawati, Sule Erni dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, edisi


Pertama, Jakarta; Prenada Media,2005.

Usman, Nurdin, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta, Raja


Grafindo Persada, 2002.

Werf. Ilmu Manajemen Pemerintahan. Jakarta, Rineka Cipta, 2007

Yafie, Ali, dkk, Fikih Perdagangan Bebas, Jakarta, Teraju, 2004.

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Kencana Prenada Media


Group, 2013.

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-


Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Keputusan Menteri Pertanian No.13/Permentan/ OT.140/1/2010, tentang Syarat-


Syarat Pemotongan Hewan

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Perusahaan


Daerah Rumah Potong Hewan Kota Medan.

Jurnal/Artikel/Makalah

Asri, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangan Yang Tidak
Bersertifikat Hlmal, JurnalIuS| Vol IV | Nomor 2 | Agustus 2016.

Betharia Hasibuan. Perlindungan Hukum Terhadap Peternak Sapi Perah Dikaitkan


Dengan Keberadaan Asosiasi Peternak Sapi Perah Dalam Upaya
Meningkatkan Kesejahteraan Peternak. Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 34, No.
1, Februari 2016.

Moh. Bahruddin, Problem Sertifikasi Hlmal Produk Pangan Hewani ASAS,


Vol.2, No.1, Januari 2010.

M. Sahardi, dkk, Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan


Keamanan Pangan Asal Ternak Ruminansia Di Sulawesi Selatan, Lokakarya
Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian, Provinsi Sulawesi Selatan, 2004.

Proyek Pembinaan Pangan Hlmal Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Pedoman Strategi Kampanye Sosial Produk Hlmal, Jakarta, Departemen
Agama, 2003.

Universitas Sumatera Utara


Rahayu, E.S. Amankah produk pangan kita: Bebaskan dari cemaran berbahaya.
Makalah disampaikan dalam Apresiasi Peningkatan Mutu Hasil Olahan
Pertanian. Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Kelompok Pemerhati Keamanan Mikrobiologi Produk Pangan, Yogyakarta, 1
April 2006.

R. Sanjaya Perdhana Putra, Tinjauan Yuridis Tentang Peraturan Perundang-


Undangan Di Bidang Pengawasan Daging “Gelonggongan”Sebagai Upaya
Melindungi Hak-Hak Konsumen, Artikel Ilmiah, Universitas Brawijaya
Fakultas Hukum Malang, 2015

Sahardi, Keamanan Pangan Asal Ternak Ruminansia Di Sulawesi Selatan, Balai


Pengkajian Teknologi Pertanian, Provinsi Sulawesi Selatan, Lokakarya
Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan, 2010

Yusuf Adiwibowo, Epistemologi Ideologi Keamanan Pangan, Yuridika: Volume


31 No 1, Januari 2016.

Wiku Adisasmito, Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam Labeling
Obat dan Makanan, Jakarta, Case Study : Analisis Kebijakan Kesehatan tidak
diterbitkan, 2008.

Van Fauzani Raharja, Penegakan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap


Pelanggaran Perizinan, Inovatif Volume VII No. II Mei 2014, hlm 117

Website

AgungJae,Produk Asuh Aman Sehat Utuh dan


Halalhttp://www.halalunmabanten.id/halal/index.php/component/k2/item/37-
produk-asuh-aman-sehat-utuh-dan-halal-hewan-ruminansia, diakses tanggal 1
Juli 2018

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner,Pengawasan Produk Pangan Asal


Hewan ASUH Menjelang Hari Raya Idzul Fitri 1438H,
http://kesmavet.ditjenpkh.pertanian.go.id/index.php/berita/berita-2/176-was-
produk-2018, diakses tanggal 1 Juni 2018

BP Lawyers,Sanksi Mengabaikan Sertifikasi Halal,


.https://blog.bplawyers.co.id/sanksi-mengabaikan-sertifikasi-halal/diakses
tanggal 1 Juni 2018.
HaslizenHoesinMutu Produk Halal dan Asuh
,https://lizenhs.wordpress.com/2011/05/07/mutu-produk-halal-dan-
asuh/diakses tanggal 1 Juli 2018

Universitas Sumatera Utara


Wawancara

Hasil wawancara dengan Daud, selaku Staf Operasional RPH Kota Medan, 31
Mei 2018

Hasil wawancara dengan Musa Jasmen Perangin-Angin, selaku Kordinator RPH


Kota Medan, 31 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai