Jajang Gunawijaya
Pengajar Departemen Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Email: j_gunawijaya@yahoo.com
Abstrak
Pemberdayaan masyarakat dan kreativitas sesungguhnya bukan fenomena yang sama, tetapi keduanya dapat
saling melengkapi. Kedua hal tersebut dapat bersinergi dengan baik melalui penciptaan lingkungan yang
kondusif. Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan lingkungan kondusif yang sengaja dibuat oleh Udjo
(pendiri) untuk mendukung aktivitas pemberdayaan dan pengembangan kreativitas seni tradisi. Artikel ini
merupakan hasil penelitian kualitatif yang membahas tentang strategi pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan kreativitas seni tradisi di Saung Angklung Udjo (SAU). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kekuatan Udjo sebagai pendiri SAU dan aktivitas pemberdayaan masyarakat merupakan kunci utama
keberhasilan. Strategi Udjo dalam melakukan aktivitas pemberdayaan masyarakat didasarkan pada unsur-
unsur budaya lokal dan nilai-nilai tradisi Sunda. Filosofi Sunda terkait dengan nilai silih asah, silih asih,
silih asuh merupakan dasar yang digunakan dalam memberdayakan masyarakat dan mengembangkan SAU.
Sedangkan proses pemberdayaan masyarakat mengacu pada konsepsi nilai budaya masyarakat Sunda yaitu
kudu akur sareng batur sakasur (istri), sadapur (keluarga), sasumur (tetangga), dan salembur (masyarakat
luas). Berbagai strategi dan proses pemberdayaan masyarakat tersebut telah berhasil mewujudkan cita-cita
Udjo untuk berkontribusi dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kreativitas
seni angklung.
Kata Kunci: pemberdayaan masyarakat, kreativitas, seni tradisi, saung angklung udjo.
Abstract
Community empowerment and creativity actually are not the same phenomena, but can complement each
other. Both of these can synergize well through the creation of a conducive environment. Saung Angklung
Udjo (SAU) is a conducive environment that deliberately created by Udjo (founder) to support the activities
of the empowerment and development of creativity. This article is the result of qualitative research that
discusses about the strategy of community empowerment through development creativity of art tradition in
Saung Angklung Udjo (SAU). The results showed that the the strength of Udjo as founder SAU and community
empowerment activities are the key success of SAU. Udjo strategy in community empowerment activities
based on the elements of local culture and traditional values Sundanese. The Sundanese philosophy related
to the value of silih asah, silih asih, silih asuh are the foundation that are used to empower the community and
326 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
bertahan lama, termarginalkan oleh berbagai kegiatan di SAU baik dalam kegiatan produksi,
budaya popular dan budaya asing, bahkan pendidikan maupun pertunjukkan angklung
tidak sedikit seni tradisi yang ditinggalkan skala lokal, nasional dan internasional. Kegiatan
oleh masyarakatnya, misalnya wayang orang, di SAU juga menggerakan roda ekonomi
wayang potehi, seni kasidah, seni gambang lainnya seperti menggerakan aktivitas petani
(Jamil,2011), kesenian Reog (Supariadi, 2012), bambu, aktivitas perdagangan, aktivitas pelaku
Ludruk (Azali, 2012), bahkan menurut Ketua industri pariwisata dan berbagai aktivitas yang
Forum Taman Budaya se-Indonesia, di daerah bersifat ekonomi lainnya. Secara sosial budaya,
Jawa Barat sedikitnya terdapat 43 kesenian keberadaan SAU telah menyatu dengan berbagai
tradisional yang hampir punah (Sartika, 2009). aktivitas masyarakat sekitar dan menjadi pusat
kegiatan masyarakat. Menurut informasi yang
Dari berbagai permasalahan tersebut,
diperoleh dari berbagai informan, hal ini tidak
keberadaan SAU justru menunjukkan fakta
dapat dilepaskan dari peran Udjo dan aktivitas
yang sebaliknya, Udjo Ngalagena berhasil
pemberdayaan yang dilakukan sejak awal
mengemas angklung yang merupakan seni
berdirinya SAU hingga saat ini.
tradisi masyarakat Sunda melalui aktivitas
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk Keberadaan SAU telah menunjukkan
aktivitas produksi, pendidikan, pertunjukan dan bahwa kreativitas dan aktivitas pemberdayaan
berhasil memberdayakan masyarakat sejak awal yang dilakukan oleh Udjo Ngalagena terbukti
berdiri hingga saat ini (Syafii, 2009; Milyartini, bertahan dan terus tumbuh berkembang
2012). Puncak dari aktivitas kreatif Udjo adalah bersama masyarakat lebih dari 50 tahun.
kontribusi besarnya dalam mengantarkan Karena itulah maka dinamika pemberdayaan
angklung sebagai warisan budaya dunia milik masyarakat melalui pengembangan kreativitas
Indonesia yang disyahkan oleh Unesco tanggal seni tradisi yang telah dilakukan selama 50
16 Nopember 2010. Salah satu bentuk dari tahun ini sangat menarik dan perlu untuk
kreativitas seni tradisi yang menjadi fokus dikaji secara akademik. Keberhasilan strategi
kajian ini adalah Saung Angklung Udjo (SAU) pemberdayaan yang telah dilakukan ini perlu
yang mencakup berbagai aktivitas kreatif di dikaji secara akademik sehingga diharapkan
dalamnya seperti produksi, pertunjukan dan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat dan
pendidikan seni tradisi angklung. SAU dibuat dapat menjadi model pemberdayaan untuk
oleh Udjo Ngalagena (Mang Udjo) pada dan aktivitas sejenisnya. Pertanyaan penelitian yang
tahun 1966. Dari hasil observasi, wawancara diajukan adalah bagaimana strategi dan proses
dan studi literatur, diketahui bahwa Udjo pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di
Ngalagena berhasil mengembangkan kreativitas Saung Angklung Udjo selama 50 tahun?
seni tradisi angklung dan memberikan dampak
besar bagi masyarakat luas. Pemberdayaan Masyarakat dan Kreativitas
Secara konseptual, pemberdayaan
Menurut informasi dari pihak keluarga Udjo
masyarakat merupakan salah satu model
Ngalagena dan berbagai informan lainnya, sejak
intervensi yang dikemukakan oleh Glen (1993)
berdiri hingga saat ini, SAU telah membantu
dalam kaitannya dengan praktik komunitas.
dan berkontribusi dalam menghidupi ribuan
Model intervensi ini sangat memperhatikan
orang baik secara langsung maupun tidak
aspek pemberdayaan masyarakat dimana di
langsung. Sampai saat ini telah tiga bahkan
dalamnya sangat terasa unsur pendidikan
empat generasi masyarakat terlibat aktif dalam
328 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
Kreativitas merupakan aset penting dalam tradisi yang dimaksud dalam kajian ini adalah
aktivitas pemberdayaan, baik kreativitas dalam kreatif yang terkait dengan aktivitas seni tradisi
proses pemberdayaan maupun kreativitas Sunda, khususnya angklung.
sebagai produk. Kreativitas dapat diartikan
sebagai suatu kemampuan umum untuk METODE PENELITIAN
menciptakan suatu yang baru atau kemampuan Kajian ini merupakan hasil penelitian yang
untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan
dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, mengangkat studi kasus tentang keberhasilan
atau sebagai kemampuan untuk melihat proses pemberdayakan masyarakat selama 50
hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur tahun di Saung Angklung Udjo. Pendekatan
yang sudah ada sebelumnya (Munandar, kualitatif merupakan metode untuk
2012: 25). Produk yang diciptakan itu tidak mengeksplorasi dan memahami makna yang
perlu baru sekali, tetapi merupakan gabungan oleh sejumlah individu atau sekelompok
atau kombinasi dari hal-hal yang sudah ada orang dianggap berasal dari masalah sosial
sebelumnya. Produk kreatif yang dihasilkan (Creswell, 2010). Kajian ini bersifat deskriptif,
akan semakin bernilai jika mendapat pengakuan sebagaimana dijelaskan oleh Neuman (2013),
(penghargaan) dari masyarakat dan memberi bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian
makna bagi kehidupan ((Munandar, 2012; yang menyajikan gambaran yang spesifik
Semiawan, 2009). mengenai situasi, penataan sosial, atau
hubungan. Penelitian ini dilakukan di SAU,
Aktivitas kreatif tumbuh dari hubungan
Jalan Padasuka No. 118, Bandung, Jawa Barat.
antara individu dan pekerjaan mereka, serta
Teknik pemilihan informan yang peneliti
dari interaksi antara individu, sehingga dengan
gunakan adalah purposive sampling (sampling
kata lain, kreativitas tidak hanya terjadi di
bertujuan). Data primer diperoleh peneliti
dalam kepala orang, tetapi dalam interaksi
melalui observasi dan wawancara terhadap
antara pikiran seseorang dan konteks sosial
informan 25 informan dengan kategori anggota
budaya (Fischer, 2011:7). Oleh karena itu,
keluarga, pengrajin, pemain, pelatih, tokoh
aktivitas kreatif tidak terletak diranah pribadi
masyarakat dan berbagai informan lainnya.
dalam pikiran individu, tetapi dalam interaksi
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
dialogis dalam konteks relasional. Sebagai
melalui kegiatan studi pustaka, berupa
contoh misalnya ada proses interaksi dan saling
penelusuran dokumen yang memuat fakta-
mempengaruhi antara lingkungan dan individu
fakta, artikel atau referensi, serta bahan-bahan
yang mengarah pada kreativitas improvisasi
lain yang menunjang kajian ini.
dari sebuah grup (grup musik jazz) atau output
kreatif hasil kerja tim (Watson 2007:420).
HASIL PENELITIAN DAN
Sebagaimana penjelasan diatas, maka PEMBAHASAN
pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses Eksistensi dan perkembangan Saung
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Angklung Udjo (SAU) tidak dapat dilepaskan
harus memperhatikan berbagai kondisi dari peran Udjo Ngalagena (1929-2001) dan
masyarakat diantaranya adalah kreativitas dan partisipasi masyarakat. Udjo Ngalagena dikenal
seni tradisi yang ada di dalamnya. Kajian ini sebagai seniman dan guru yang sejak kecil
memfokuskan pada pemberdayaan masyarakat sudah menggeluti dunia angklung dan kesenian
dan kreativitas seni tradisi. Kreativitas seni Sunda. Dorongan Udjo untuk mengembangkan
330 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
mulai dikembangkan sebagai objek wisata oleh mitra dan SAU menjanjikan pembelian secara
Udjo Ngalagena. rutin, sehingga mitra pengrajin tidak khawatir
angklung buatannya tidak laku, karena pasti
Sejak menjadi tujuan wisatawan, SAU
dibeli oleh SAU jika kualitas produknya sesuai
semakin banyak menerima pesanan angklung
dengan standar SAU. Hal ini, pada saat yang
dan semakin banyak melakukan pertunjukkan,
sama juga mendidik para pengrajin agar terus
sehingga keterlibatan masyarakat semakin
meningkatkan kualitas produknya dan terus
tinggi, khususnya dalam pembuatan angklung
membangun jejaring dengan pembeli lainnya
dan pertunjukkan. Keberadaaan SAU
di luar SAU sehingga usahanya dapat lebih
memberikan kontribusi sangat besar bagi
berkembang.
masyarakat sekitar karena mereka dilibatkan
dalam berbagai aktivitas dan pengembangan Saat ini rata-rata seorang pengrajin memasok
SAU. Menurut semua informan, keberadaan angklung ke SAU dengan penghasilan sekitar
SAU sangat berarti bagi masyarakat, selain anak- 2-3,5 juta perminggu. Bahkan SAU membantu
anak belajar dan tampil dalam pertunjukkan, pengadaan bambu, sehingga pengrajin tinggal
ada juga penanaman nilai silih asah, silih asih, membuat saja, tidak perlu memikirkan bahan
silih asuh yang sangat terasa dan secara nyata baku dan hasilnya dibeli langsung oleh SAU.
memberikan dampak ekonomi. Lebih dari Sedangkan untuk kalangan anak-anak, setiap
itu, Udjo Ngalagena terlibat langsung melatih tahun ratusan anak belajar di SAU, bahkan
dan memberdayakan masyarakat tentang hampir semua pelatih saat ini adalah murid
cara membuat angklung yang hasilnya bisa Udjo beberapa puluh tahun lalu. Tahun 2015 ini
dijual. Uniknya, Udjo memberikan kebebasan, ada lebih dari 500 anak yang belajar angklung
angklung buatan masyarakat boleh dijual melalui di SAU dan terlibat dalam pertunjukan. Di
SAU atau boleh juga dijual sendiri, sehingga luar kelompok pengrajin ada juga kelompok
masyarakat memiliki kebebasan untuk menjual lainnya, seperti pemasok bambu, industri tata
produk angklungnya. Hal inilah yang menarik, boga, industri jasa, serta aneka industri lainnya
dimana Udjo benar-benar memberdayakan yang jika digabung total mencapai lebih dari
masyarakat untuk kesejahteraan, bukan semata- 160 kelompok mitra.
mata mengeksploitasi produk masyarakat untuk
Berbagai upaya yang dilakukan oleh
kepentingan bisnisnya.
Udjo dan masyarakat pada perkembangannya
Sampai saat ini, SAU telah membangun memberikan dampak pada perkembangan
banyak kemitraan dengan berbagai elemen berbagai kreativitas seni tradisi lainnya. Bukan
masyarakat seperti pengrajin, pemasok hanya angklung dan pertunjukkannya saja
bahan, komunitas seni budaya, dan berbagai yang berkembang, seni tradisi lain juga ikut
institusi baik formal maupun non formal. berkembang seperti berbagai alat musik dari
Pada tahun 2015, ada sekitar 108 mitra bambu (arumba: alunan rumpun bambu) yaitu
kelompok pengrajin angklung serta kerajinan pertunjukan musik dari berbagai alat musik
dari bambu serta memiliki koperasi yang yang terbuat dari bambu, lahir banyak grup-
mewadahi keberadaan mereka. Hal menarik grup musik yang menggunakan bambu sebagai
lainnya, strategi yang dilakukan SAU dalam alat musik utamanya, dipakainya pakaian
rangka pemerataan pendapatan pengrajin, tradisional Sunda dalam aktivitas sehari-
SAU melakukan pembatasan pembelian hasil hari, terlestarikannya tradisi upacara khitanan
angklung yang diproduksi oleh masing-masing (helaran) di Sunda, terpeliharanya musik dan
332 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
Melalui perpaduan nilai-nilai budaya maka 1982. Istrinya berperan sangat penting dalam
pemberdayaan masyarakat di SAU sangat kental mendukung semua aktivitas Udjo termasuk
dengan unsur partisipasi aktif masyarakat. proses pembuatan angklung, pertunjukan
Partisipasi yang terjadi di SAU bukan saja angklung hingga mengelola SAU secara
partisipasi formal dan seremonial, melainkan bersama-sama. Batur sadapur adalah putra-
partisipasi aktif, membangun kesadaran, putri Udjo yang berjumlah 10 orang. Semua
melatih dan mendidik masyarakat sehingga terlibat dan merasakan didikan orangtuanya
ada keterlibatan masyarakat seutuhnya. Hal dalam keadaan suka maupun duka sejak kecil
ini berbeda dengan beberapa kajian yang hingga saat ini. Batur sasumur adalah sanak
mengungkap kegagalan pemberdayaan keluarga dan tetangga dekat yang terlibat dalam
masyarakat berbasis partisipatoris di Indonesia aktivitas berkesenian di SAU. Batur salembur
karena partisipasi yang dibangun sebagian adalah masyarakat sekitar, masyarakat luas baik
besar masih berupa partisipasi yang sifatnya anak-anak, remaja, orang dewasa hingga orang
formalitas dan seremonial, tidak ada role model tua yang terlibat dalam kegiatan berkesenian,
dan tidak membangun kesadaran secara tepat memproduksi alat musik, pertunjukan dan
(Adi, 2012; Ife; 2013). Partisipasi masyarakat berbagai aktivitas lainnya di SAU.
yang terjadi ini sejalan dengan konsep
Melalui filosofi silih asah silih asih dan
pemberdayaan masyarakat dimana partisipasi
silih asuh yang diterapkan di SAU, Udjo
merupakan salah satu kunci bagi terciptanya
semakin menyadari akan pentingnya membina
kesejahteraan (Adi, 2012).
kerukunan dalam keluarga yang menjadi
Merujuk pada data-data temuan lapangan, landasan bagi terciptanya kerukunan dalam
tahapan pemberdayaan masyarakat yang hidup bermasyarakat. Keharmonian dalam
dilakukan oleh Udjo tidak lepas dari nilai- lingkup masyarakat terkecil akan memberikan
nilai budaya Sunda. Tahap pemberdayaannya dampak bagi lingkup masyarakat yang lebih
mulai dari lingkungan yang terkecil hingga besar. Melalui filosofi nilai “Kudu akur sareng
semakin besar, yaitu mulai pribadi Udjo, istri, batur sakasur, sadapur, sasumur dan salembur”
anak, saudara, tetangga, masyarakat, bangsa, Udjo setahap demi setahap membangun
negara, dunia. Dalam istilah sunda, tahapan SAU, membina hubungan baik mulai dari
yang digunakan yaitu mulai dari sakasur, orang yang terdekat yakni isteri dan anak-
sadapur, sasumur, salembur. Istilah ini merujuk anaknya hingga lingkungan sosial yang lebih
pada nilai budaya Sunda: kudu akur sareng luas. Dari informasi yang diperoleh, penulis
batur sakasur, sadapur, sasumur, dan salembur, mencoba untuk menyusun strategi dan tahap
sebagaimana di paparkan oleh Yayan Udjo. pemberdayaan masyarakat dalam tabel sebagai
Batur sakasur adalah istrinya, Uum Sumiati berikut:
yang telah mendampinginya sejak tahun 1950-
334 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
Tabel 1 menunjukkan bagaimana tahapan atas, konsep pemberdayaan yang dikemukakan
Udjo dalam mengembangkan SAU dan para ahli (Zastrow: 2004; Adi: 2012; Ife: 2013)
mengembangkan kreativitas masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat secara nyata
melalui pengembangan seni tradisi Sunda terlihat di SAU sejak awal berdiri hingga saat
khususnya angklung. Tahapan yang dilakukan ini.
Udjo secara teknis sesuai dengan tahap yang
Berbagai hal yang dilakukan Udjo dan
dikemukakan oleh Adi (2012) meskipun tidak
keberhasilannya dalam mengembangkan
terlalu linier. Hal penting yang membuat
kreativitas seni tradisi bersama masyarakat
Udjo Ngalagena berhasil memberdayakan
sesungguhnya tidak lepas dari penerimaan
masyarakat karena upaya yang dikembangkan
dan dukungan masyarakat. Keberadaan
oleh Udjo sesuai dengan tradisi masyarakat
pengembangan kreativitas seni tradisi dan
sehingga tidak banyak kendala. Hal ini sesuai
adanya nilai tambah produk sangat penting
dengan kajian Gunawijaya (2011) yang
dalam menggerakkan partisipasi masyarakat
menyatakan bahwa kreativitas yang sesuai
karena jika sekedar mengemas seni tradisi
dengan tradisi akan lebih mudah diterima,
tanpa adanya komponen nilai tambah maka
karena tidak berlawanan dengan budaya
masyarakat juga kurang tertarik. Udjo
dan kebiasaan, bahkan cenderung di dukung
Ngalagena mampu menciptakan nilai tambah
masyarakat. Secara nyata Udjo juga berhasil
berupa; produksi angklung dan variasi
memberikan nilai tambah secara ekonomi
pertunjukan, alat musik angklung yang
dan sosial yang dampaknya secara langsung
beranekaragam, souvenir, workshop, tempat
dirasakan masyarakat. Lebih dari itu, melalui
pelatihan hingga restoran dan penginapan
berbagai tahapan pemberdayaan sebagaimana
serta suasana alami dan mengkaitkannya
dijelaskan diatas, Udjo berhasil melakukan
dengan bisnis pariwisata sehingga menyerap
kaderisasi dan regenerasi, baik pengrajin,
tenaga kerja dan menumbuhkan perekonomian
pelatih, pemain maupun pengelola SAU yang
masyarakat. Secara statistik, jumlah wisatawan
hasilnya dapat dilihat saat ini. Dari tabel di
di SAU terlihat pada grafik berikut:
336 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
Berbagai kajian telah menunjukkan Secara singkat, filosofi tersebut mengandung
bahwa kreativitas individu akan semakin makna perlunya pemberdayaan sesama untuk
kuat jika di share dan dilakukan bersama mencapai kehidupan yang harmoni. Tahapan
masyarakat. Kreativitas yang seperti ini akan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh
bertahan lama dan memberikan manfaat lebih Udjo juga mengacu pada konsepsi nilai budaya
luas dan meningkatkan nilai guna dan nilai masyarakat Sunda kudu akur sareng batur
manfaat (Fischer, 2014; Cameron, 2013). sakasur (istri), sadapur (keluarga), sasumur
Tanpa perspektif ini, seringkali upaya untuk (tetangga), dan salembur (masyarakat luas).
merancang dan mempertahankan produk Semua nilai-nilai tradisi ini dikreasikan menjadi
hasil kreativitas dapat mengalami kegagalan. suatu strategi memberdayakan masyarakat yang
Begitu juga yang terjadi di SAU, sejak awal memberikan dampak pada besarnya partisipasi
membangun SAU, Udjo telah melibatkan masyarakat dalam mengembangkan SAU.
partisipasi masyarakat dan men-share visi, Partisipasi tersebut terlihat dalam kegiatan
misi hingga ketrampilan dalam membuat produksi angklung, pertunjukkan maupun
angklung dan membuat pertunjukkan sehingga pendidikan.
kreativitas Udjo semakin berkembang dan
Secara singkat proses yang dilakukan Udjo
mampu menggerakan kreativitas masyarakat.
dalam mengembangkan SAU, yaitu Udjo
Bagi masyarakat, secara praktis mereka
mempersiapkan dirinya dengan membekali
mengakui bahwa SAU berhasil menghidupkan
dengan keahlian dan keilmuan, pengkondisian
ekonomi masyarakat dengan memberdayakan
masyarakat, membuat institusi dan menyiapkan
pengrajin angklung, pengrajin souvenir,
masyarakat mengisi aktivitas dalam institusi
seniman, pelatih angklung, menciptakan
tersebut, dan terakhir membangun jejaring dan
lapangan pekerjaan baru dan menumbuhkan
dukungan secara lebih luas. Melalui berbagai
sektor-sektor ekonomi lain bagi masyarakat
aktivitas yang dilakukan oleh Udjo yang
sekitar. Pada akhirnya, keberhasilan proses
kemudian dilanjutkan oleh penerusnya dengan
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh
berbagai strategi dan proses yang bertahap
Udjo diharapkan dapat menjadi inspirasi dan
akhirnya terbukti bahwa SAU berhasil menjadi
model dalam mengembangkan kreativitas seni
suatu lingkungan kreatif yang menghasilkan
tradisi melalui partisipasi masyarakat.
berbagai aktivitas dan produk kreativitas yang
KESIMPULAN mendunia dengan tetap melibatkan partisipasi
masyarakat.
Perjalanan 50 tahun SAU menunjukkan
bahwa kekuatan Udjo dan aktivitas Kreativitas seni tradisi angklung yang
pemberdayaan masyarakat melalui didukung dengan strategi pemberdayaan
pengembangan kreativitas seni tradisi berbasis nilai-nilai tradisi Sunda memberikan
merupakan salah satu kunci utama keberhasilan kontribusi besar dalam mensejahterakan
yang telah melekat sejak berdirinya SAU tahun masyarakat baik secara ekonomi maupun sosial
1966. Aktivitas dan kreasi yang dilakukan oleh budaya. Proses pemberdayaan yang dilakukan
Udjo didukung oleh masyarakat karena mengacu oleh Udjo Ngalagena diharapkan dapat menjadi
pada filosofi dan nilai-nilai tradisi Sunda. Filosofi inspirasi dan model bagi pengembangan budaya
Sunda terkait dengan nilai silih asah silih asih silih dan pemberdayaan masyarakat sehingga
asuh merupakan dasar yang digunakan dalam mampu memberikan dampak bagi kesejahteraan
memberdayakan dan mengembangkan SAU. masyarakat untuk jangka waktu yang lama.
338 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
An Uncertain World. New York. USA. Industri Kreatif. Pusat Penelitian
Cambridge University Press. Dan Pengembangan Pariwisata dan
Budaya (Puspari) Lembaga Penelitian
Jamil, M. Mukhsin Khoirul Anwar dan Abdul
Dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Kholiq. (2011). Faktor-Faktor Yang
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Mempengaruhi Lunturnya Kesenian
Tradisional Semarang (Studi Eksplorasi Syafii, Sulhan. (2009). Udjo Diplomasi
Kesenian Tradisional Semarang). Riptek Angklung. Jakarta: PT Grasindo
Vol.5, No.II, Tahun 2011, Hal.:41 -51,
Sztompka, Piötr. (2004). Sosiologi Perubahan
Pusat Penelitian IAIN Walisongo
Sosial. Jakarta: Prenada Media.
Kee, Ling How. (2014). Pribumisasi Pekerjaan
Watson, Elizabeth, (2007). “Who or What
Sosial: Penelitian dan Praktik di
Creates? A Conceptual Framework for
Serawak, Yogyakarta. Penerbit Samudra
Social Creativity”, Human Resource
Biru
Development Review Vol. 6, No. 4
Milyartini, Rita A & Chaedar Alwasilah. (2012) December 2007, hal 419-441. Sage
Saung Angklung Udjo Sebuah Model Publications.
Transformasi Nilai Budaya Melalui
Zastrow, Charles. (2004). “Introduction to
Pembinaan Seni Untuk Membangun
Social Work and Social Welfare”. Eight
Ketahanan Budaya. FPBS Universitas
Edition. Pasific Grove: Brooke/Cole
Pendidikan Indonesia, Jurnal Integritas,
Publishing Company
Vol. 1 No. 1, Desember 2012