Anda di halaman 1dari 15

STRATEGI KEBERHASILAN PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI

PENGEMBANGAN KREATIVITAS SENI TRADISI: STUDI KASUS SAUNG


ANGKLUNG UDJO, BANDUNG, JAWA BARAT

THE SUCCESS STRATEGY OF COMMUNITY EMPOWERMENT PROCESS THROUGH


CREATIVITY OF ARTS TRADITIONS: CASE STUDY SAUNG ANGKLUNG UDJO,
BANDUNG, WEST JAVA

Budiman Mahmud Musthofa


Mahasiswa Program Doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Email: budiman_mm@yahoo.com

Jajang Gunawijaya
Pengajar Departemen Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Email: j_gunawijaya@yahoo.com

Diterima: 21 Desember 2015; Direvisi: 11 Januari 2016; Disetujui: 11 Januari 2016

Abstrak
Pemberdayaan masyarakat dan kreativitas sesungguhnya bukan fenomena yang sama, tetapi keduanya dapat
saling melengkapi. Kedua hal tersebut dapat bersinergi dengan baik melalui penciptaan lingkungan yang
kondusif. Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan lingkungan kondusif yang sengaja dibuat oleh Udjo
(pendiri) untuk mendukung aktivitas pemberdayaan dan pengembangan kreativitas seni tradisi. Artikel ini
merupakan hasil penelitian kualitatif yang membahas tentang strategi pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan kreativitas seni tradisi di Saung Angklung Udjo (SAU). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kekuatan Udjo sebagai pendiri SAU dan aktivitas pemberdayaan masyarakat merupakan kunci utama
keberhasilan. Strategi Udjo dalam melakukan aktivitas pemberdayaan masyarakat didasarkan pada unsur-
unsur budaya lokal dan nilai-nilai tradisi Sunda. Filosofi Sunda terkait dengan nilai silih asah, silih asih,
silih asuh merupakan dasar yang digunakan dalam memberdayakan masyarakat dan mengembangkan SAU.
Sedangkan proses pemberdayaan masyarakat mengacu pada konsepsi nilai budaya masyarakat Sunda yaitu
kudu akur sareng batur sakasur (istri), sadapur (keluarga), sasumur (tetangga), dan salembur (masyarakat
luas). Berbagai strategi dan proses pemberdayaan masyarakat tersebut telah berhasil mewujudkan cita-cita
Udjo untuk berkontribusi dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kreativitas
seni angklung.
Kata Kunci: pemberdayaan masyarakat, kreativitas, seni tradisi, saung angklung udjo.

Abstract
Community empowerment and creativity actually are not the same phenomena, but can complement each
other. Both of these can synergize well through the creation of a conducive environment. Saung Angklung
Udjo (SAU) is a conducive environment that deliberately created by Udjo (founder) to support the activities
of the empowerment and development of creativity. This article is the result of qualitative research that
discusses about the strategy of community empowerment through development creativity of art tradition in
Saung Angklung Udjo (SAU). The results showed that the the strength of Udjo as founder SAU and community
empowerment activities are the key success of SAU. Udjo strategy in community empowerment activities
based on the elements of local culture and traditional values Sundanese. The Sundanese philosophy related
to the value of silih asah, silih asih, silih asuh are the foundation that are used to empower the community and

Strategi Keberhasilan Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


Kreativitas Seni Tradisi: Studi Kasus Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat,
325
Budiman Mahmud Musthofa dan Jajang Gunawijaya
to develop SAU. While the stage of community empowerment refers to the conception of the cultural value
of the Sundanese people kudu akur sareng batur sakasur (wife), sadapur (family), sasumur (neighbors),
dan salembur (society at large). The various strategies and stages of community empowerment has been
successfully realize Udjo’s ideal to contribute in create of community welfare through the development of
creativity angklung.

Keyword: community empowerment, creativity, art tradition, saung angklung udjo.

PENDAHULUAN (Damanik, 2013). Keberhasilan pengelolaan


Pemberdayaan masyarakat melalui kreativitas seni tradisi akan memberikan dampak
pengembangan kreativitas memiliki peluang besar bagi masyarakat karena proses kreatif
yang besar dalam mensejahterakan masyarakat bersentuhan langsung dengan problem nyata
di era ekonomi kreatif. Perkembangan masyarakat, seperti problem pelestarian budaya,
era ekonomi kreatif memberikan peluang problem kesejahteraan masyarakat, dan problem
sekaligus menjadi tantangan bagi individu sosial ekonomi lainnya, bukan lagi semata-mata
dan masyarakat untuk melahirkan berbagai seni untuk hiburan (Damanik, 2013; Hermantoro,
kreativitas diberbagai bidang. Salah satu 2011). Kreativitas yang seperti ini pada umumnya
bidang yang menurut penulis memiliki potensi tidak dapat dikerjakan oleh seorang individu, tetapi
besar tetapi belum dibanyak dibahas adalah harus bersama orang lain atau masyarakatnya,
bidang seni tradisi. Kreativitas seni tradisi sehingga ada proses partisipasi melalui sharing
dapat terdiri dari berbagai macam produk baik creativity yang mengarah pada terbentuknya
benda maupun non-benda, seperti kerajinan, kreativitas bersama (Hermantoro, 2011; Fischer,
pertunjukan, musik, seni rupa dan beragam seni 2014). Secara konseptual hal ini diperkuat oleh
lainnya dan berbagai hal sejenisnya termasuk Munandar, (2012:12), yang menjelaskan bahwa
salah satu bagian dalam lingkup ekonomi kreativitas adalah hasil interaksi antara individu
kreatif. Pada tahun 2014, sektor ekonomi kreatif dan lingkungannya sehingga menghasilkan suatu
memberikan nilai tambah Rp 641,8 triliun atau produk atau kombinasi baru.
7 persen dari PDB nasional pada tahun tersebut.
Pemberdayaan masyarakat melalui
Dari sisi tenaga kerja, sektor ini menyerap 11,8
pengembangan kreativitas seni tradisi
juta tenaga kerja atau 10,7 persen dari angkatan
merupakan model yang menarik untuk
kerja nasional. Aktivitas ekspor mencapai
dikembangkan, mengingat bangsa kita sangat
Rp118 triliun atau 5,7 persen dari total ekspor
kaya dengan seni tradisi. Upaya pemberdayaan
nasional (Hartono, 2015).
di bidang seni tradisi menempatkan proses
Era ekonomi kreatif membuka peluang kreatif bersentuhan langsung dengan problem
lahirnya kreativitas masyarakat untuk mengelola nyata masyarakat, seperti problem pelestarian
berbagai kekayaan budaya bangsa dengan budaya dan problem kesejahteraan masyarakat,
menciptakan kreasi-kreasi baru sehingga dengan demikian maka seni tradisi bukan
menjadikan budaya yang ada seperti kesenian lagi semata-mata seni untuk hiburan dan seni
tradisonal memiliki nilai tambah dan nilai manfaat untuk seni. Pemberdayaan masyarakat melalui
yang lebih. Kreativitas berupa pengembangan pengembangan seni tradisi juga sangat terkait
kesenian tradisional kini telah menjadi kekuatan dengan eksistensi budaya lokal yang semakin
besar dalam perputaran ekonomi dunia, khususnya pudar. Secara faktual, saat ini cukup banyak
di sektor jasa, pariwisata dan hospitality industry kreativitas dibidang seni tradisi yang tidak

326 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
bertahan lama, termarginalkan oleh berbagai kegiatan di SAU baik dalam kegiatan produksi,
budaya popular dan budaya asing, bahkan pendidikan maupun pertunjukkan angklung
tidak sedikit seni tradisi yang ditinggalkan skala lokal, nasional dan internasional. Kegiatan
oleh masyarakatnya, misalnya wayang orang, di SAU juga menggerakan roda ekonomi
wayang potehi, seni kasidah, seni gambang lainnya seperti menggerakan aktivitas petani
(Jamil,2011), kesenian Reog (Supariadi, 2012), bambu, aktivitas perdagangan, aktivitas pelaku
Ludruk (Azali, 2012), bahkan menurut Ketua industri pariwisata dan berbagai aktivitas yang
Forum Taman Budaya se-Indonesia, di daerah bersifat ekonomi lainnya. Secara sosial budaya,
Jawa Barat sedikitnya terdapat 43 kesenian keberadaan SAU telah menyatu dengan berbagai
tradisional yang hampir punah (Sartika, 2009). aktivitas masyarakat sekitar dan menjadi pusat
kegiatan masyarakat. Menurut informasi yang
Dari berbagai permasalahan tersebut,
diperoleh dari berbagai informan, hal ini tidak
keberadaan SAU justru menunjukkan fakta
dapat dilepaskan dari peran Udjo dan aktivitas
yang sebaliknya, Udjo Ngalagena berhasil
pemberdayaan yang dilakukan sejak awal
mengemas angklung yang merupakan seni
berdirinya SAU hingga saat ini.
tradisi masyarakat Sunda melalui aktivitas
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk Keberadaan SAU telah menunjukkan
aktivitas produksi, pendidikan, pertunjukan dan bahwa kreativitas dan aktivitas pemberdayaan
berhasil memberdayakan masyarakat sejak awal yang dilakukan oleh Udjo Ngalagena terbukti
berdiri hingga saat ini (Syafii, 2009; Milyartini, bertahan dan terus tumbuh berkembang
2012). Puncak dari aktivitas kreatif Udjo adalah bersama masyarakat lebih dari 50 tahun.
kontribusi besarnya dalam mengantarkan Karena itulah maka dinamika pemberdayaan
angklung sebagai warisan budaya dunia milik masyarakat melalui pengembangan kreativitas
Indonesia yang disyahkan oleh Unesco tanggal seni tradisi yang telah dilakukan selama 50
16 Nopember 2010. Salah satu bentuk dari tahun ini sangat menarik dan perlu untuk
kreativitas seni tradisi yang menjadi fokus dikaji secara akademik. Keberhasilan strategi
kajian ini adalah Saung Angklung Udjo (SAU) pemberdayaan yang telah dilakukan ini perlu
yang mencakup berbagai aktivitas kreatif di dikaji secara akademik sehingga diharapkan
dalamnya seperti produksi, pertunjukan dan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat dan
pendidikan seni tradisi angklung. SAU dibuat dapat menjadi model pemberdayaan untuk
oleh Udjo Ngalagena (Mang Udjo) pada dan aktivitas sejenisnya. Pertanyaan penelitian yang
tahun 1966. Dari hasil observasi, wawancara diajukan adalah bagaimana strategi dan proses
dan studi literatur, diketahui bahwa Udjo pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di
Ngalagena berhasil mengembangkan kreativitas Saung Angklung Udjo selama 50 tahun?
seni tradisi angklung dan memberikan dampak
besar bagi masyarakat luas. Pemberdayaan Masyarakat dan Kreativitas
Secara konseptual, pemberdayaan
Menurut informasi dari pihak keluarga Udjo
masyarakat merupakan salah satu model
Ngalagena dan berbagai informan lainnya, sejak
intervensi yang dikemukakan oleh Glen (1993)
berdiri hingga saat ini, SAU telah membantu
dalam kaitannya dengan praktik komunitas.
dan berkontribusi dalam menghidupi ribuan
Model intervensi ini sangat memperhatikan
orang baik secara langsung maupun tidak
aspek pemberdayaan masyarakat dimana di
langsung. Sampai saat ini telah tiga bahkan
dalamnya sangat terasa unsur pendidikan
empat generasi masyarakat terlibat aktif dalam

Strategi Keberhasilan Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


Kreativitas Seni Tradisi: Studi Kasus Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat,
327
Budiman Mahmud Musthofa dan Jajang Gunawijaya
dan upaya mengubah suatu komunitas (Adi, oleh Ife (2013, 237). Pada kajian tersebut
2012:147). Partisipasi masyarakat dalam dijelaskan bahwa globalisasi budaya berjalan
proses pemberdayaan masyarakat menjadi mengikuti pola globalisasi ekonomi. Lebih
salah satu kunci bagi terciptanya kesejahteraan. lanjut, Ife menyatakan bahwa “In the Face of
Selanjutnya, Adi (2012) menjelaskan this globalization of culture it is very difficult
bahwa konsep pemberdayaan masyarakat for communities to preserve their own unique
merupakan salah satu konsep yang mendapat local culture, yet this is a critical component
penekanan khusus terutama pada model of community development”. Jadi menurut Ife,
intervensi pengembangan masyarakat. Zastrow pada era globalisasi budaya, sulit bagi komunitas
(2004:431) menjelaskan bahwa pemberdayaan untuk mempertahankan keunikan budaya lokal
adalah proses membantu individu, keluarga, meraka, dan hal ini merupakan kritik utama
kelompok dan masyarakat serta membantu yang menjadi perhatian besar pemberdayaan
meningkatkan kekuatan, pengaruh pribadi, masyarakat di bidang kebudayaan. Maka dari
interpersonal, sosial ekonomi, dan politik untuk itu, pengembangan budaya melalui aktivitas
memperbaiki kualitas hidup mereka. pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu
komponen yang sangat penting bagi masyarakat
Adi (2012:211-222) mengkategorikan
dalam menghadapi globalisasi budaya.
bahwa pemberdayaan itu sendiri harus
dilihat sebagai suatu program dan suatu Pada konteks globalisasi budaya, Ife
proses. Pemberdayaan sebagai suatu program (2013) melihat bahwa budaya lokal dan tradisi
idealnya melewati tahapan-tahapan kegiatan suatu masyarakat penting diberdayakan bagi
untuk mencapai tujuan dan ditentukan jangka suatu komunitas. Proses pemberdayaan ini
waktunya. Konsekuensi dari hal ini, jika memerlukan sinergi antara berbagai individu
program selesai maka dianggap pemberdayaan dengan komunitas dan masyarakatnya karena
sudah selesai. Sementara itu, pemberdayaan dalam proses kreatif, none of us is as smart as all
masyarakat sebagai suatu proses adalah of us! (tidak seorang pun sepandai kita semua!)
suatu kegiatan yang berkesinambungan (on- (Fontana, 2009). Berkembang dan bertahannya
going) sepanjang komunitas itu masih ingin suatu produk kreatif sangat dipengaruhi oleh
melakukan perubahan dan perbaikan, dan tidak keterlibatan masyarakat dalam mendukung
hanya terpaku pada satu program saja. Tahapan kreasi tersebut (Gunawijaya, 2011). Keterlibatan
pemberdayaan masyarakat menurut Adi (2012, masyarakat dapat berupa partisipasi secara
179) dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu kesadaran maupun paksaan (Sztompka, 2011).
tahap persiapan yang didalamnya ada persiapan Kajian Fischer menjelaskan bahwa melalui
petugas dan persiapan lapangan, tahap budaya partisipasi suatu kreasi akan semakin
assessment berupa identifikasi masalah, analisa sempurna dan bertahan lama. Hal ini terjadi
kebutuhan dan sumberdaya yang dimiliki, karena semua orang diberi kesempatan dan
selanjutnya tahap perencanaan alternatif sarana untuk terlibat dalam proses partisipasi
program, pemformulasian rencana aksi, tahap tersebut (Fischer, 2014). Kreativitas seni
pelaksanaan program, tahap evaluasi proses dan tradisi telah berhasil memberikan cara yang
hasil perubahan dan terakhir tahap terminasi. efektif untuk mendorong masyarakat lokal
mengembangkan keterampilan, kepemimpinan
Kajian yang lebih khusus terkait dengan
dan untuk mengambil peran dan tanggung jawab
community development di bidang kebudayan
baru dalam komunitas mereka (Cameron, 2013).
(cultural development), telah dilakukan

328 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
Kreativitas merupakan aset penting dalam tradisi yang dimaksud dalam kajian ini adalah
aktivitas pemberdayaan, baik kreativitas dalam kreatif yang terkait dengan aktivitas seni tradisi
proses pemberdayaan maupun kreativitas Sunda, khususnya angklung.
sebagai produk. Kreativitas dapat diartikan
sebagai suatu kemampuan umum untuk METODE PENELITIAN
menciptakan suatu yang baru atau kemampuan Kajian ini merupakan hasil penelitian yang
untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan
dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, mengangkat studi kasus tentang keberhasilan
atau sebagai kemampuan untuk melihat proses pemberdayakan masyarakat selama 50
hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur tahun di Saung Angklung Udjo. Pendekatan
yang sudah ada sebelumnya (Munandar, kualitatif merupakan metode untuk
2012: 25). Produk yang diciptakan itu tidak mengeksplorasi dan memahami makna yang
perlu baru sekali, tetapi merupakan gabungan oleh sejumlah individu atau sekelompok
atau kombinasi dari hal-hal yang sudah ada orang dianggap berasal dari masalah sosial
sebelumnya. Produk kreatif yang dihasilkan (Creswell, 2010). Kajian ini bersifat deskriptif,
akan semakin bernilai jika mendapat pengakuan sebagaimana dijelaskan oleh Neuman (2013),
(penghargaan) dari masyarakat dan memberi bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian
makna bagi kehidupan ((Munandar, 2012; yang menyajikan gambaran yang spesifik
Semiawan, 2009). mengenai situasi, penataan sosial, atau
hubungan. Penelitian ini dilakukan di SAU,
Aktivitas kreatif tumbuh dari hubungan
Jalan Padasuka No. 118, Bandung, Jawa Barat.
antara individu dan pekerjaan mereka, serta
Teknik pemilihan informan yang peneliti
dari interaksi antara individu, sehingga dengan
gunakan adalah purposive sampling (sampling
kata lain, kreativitas tidak hanya terjadi di
bertujuan). Data primer diperoleh peneliti
dalam kepala orang, tetapi dalam interaksi
melalui observasi dan wawancara terhadap
antara pikiran seseorang dan konteks sosial
informan 25 informan dengan kategori anggota
budaya (Fischer, 2011:7). Oleh karena itu,
keluarga, pengrajin, pemain, pelatih, tokoh
aktivitas kreatif tidak terletak diranah pribadi
masyarakat dan berbagai informan lainnya.
dalam pikiran individu, tetapi dalam interaksi
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
dialogis dalam konteks relasional. Sebagai
melalui kegiatan studi pustaka, berupa
contoh misalnya ada proses interaksi dan saling
penelusuran dokumen yang memuat fakta-
mempengaruhi antara lingkungan dan individu
fakta, artikel atau referensi, serta bahan-bahan
yang mengarah pada kreativitas improvisasi
lain yang menunjang kajian ini.
dari sebuah grup (grup musik jazz) atau output
kreatif hasil kerja tim (Watson 2007:420).
HASIL PENELITIAN DAN
Sebagaimana penjelasan diatas, maka PEMBAHASAN
pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses Eksistensi dan perkembangan Saung
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Angklung Udjo (SAU) tidak dapat dilepaskan
harus memperhatikan berbagai kondisi dari peran Udjo Ngalagena (1929-2001) dan
masyarakat diantaranya adalah kreativitas dan partisipasi masyarakat. Udjo Ngalagena dikenal
seni tradisi yang ada di dalamnya. Kajian ini sebagai seniman dan guru yang sejak kecil
memfokuskan pada pemberdayaan masyarakat sudah menggeluti dunia angklung dan kesenian
dan kreativitas seni tradisi. Kreativitas seni Sunda. Dorongan Udjo untuk mengembangkan

Strategi Keberhasilan Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


Kreativitas Seni Tradisi: Studi Kasus Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat,
329
Budiman Mahmud Musthofa dan Jajang Gunawijaya
angklung semakin kuat ketika pada tahun melestarikan budaya Sunda dengan memadukan
1955 terlibat bersama Daeng Soetigna dalam pendidikan, seni dan alam yang kemudian
rangkaian acara Konferensi Asia Afrika di dikenal dengan Saung Angklung Udjo (SAU).
Bandung. Pada tahun 1958, menurut Sam Aset yang dimiliki saat mendirikan Saung
Udjo (Putra kedua), setiap hari ayahnya sibuk Angklung dapat dikatakan sangat terbatas,
mencoba-coba dan membuat angklung dengan kekuatan utama saat itu ada pada Udjo dan istri
berbagai ukuran bambu. Tahun 1962 Udjo dan dengan segala keahlian dibidang pendidikan
istrinya mulai mengembangkan dan membuat dan seni yang kemudian berkembang dan
angklung berlaras pentatonis serta calung dan bertambah dengan kekuatan beberapa SDM
juga membuat gamelan awi (bambu). masyarakat sekitar serta sumber daya alam
(bambu). Aset penting lainnya adalah kekuatan
Pada tahun 1963, Udjo lebih serius
budaya Sunda, termasuk seni tradisi serta nilai-
membuat angklung disela-sela kesibukannya
nilai filosofi dalam kehidupan yang tercermin
sebagai guru sekolah. Pada tahun 1964, ia
dalam filosofi silih asah, silih asih dan silih
mulai menerima pesanan angklung khususnya
asuh.
dari sekolah-sekolah sehingga mulai merekrut
tenaga tambahan sebanyak 4 orang. Istri Titik awal perubahan besar di SAU terjadi
dan anak-anak juga dilibatkan, mulai dari ketika tahun 1968 datang wisatawan dari luar
mencuci bambu hingga membersihkan bambu negeri yang tertarik dengan angklung dan
dan mengikat angklung. Dari sisi produksi, pertunjukkan seni tradisi Sunda. Pada bulan
karyawan Udjo saat itu ada ada empat orang, September 1968 sebuah biro perjalanan, Nitour
dengan Udjo jadi 5 orang. ”Karyawan pa membawa enam orang wisatawan asing dari
Udjo itu cuman 4 orang saja, 1 untuk suara, 2 Perancis dengan dua orang pemandu wisata.
untuk ragangan, 3 untuk ngecat, 4 untuk moles Mereka itulah tamu asing pertama di SAU. Saat
kembali, 5 untuk finishing” kata Eme Kurnia. itu Udjo berhasil menampilkan pertunjukan
Eme Kurnia merupakan salah satu dari 4 orang bersama anak-anaknya dan hasilnya keenam
yang diajari membuat angklung sejak tahun turis Perancis tersebut sangat puas (Syafii,
1964. 2009). Saat itu pertunjukan yang Udjo sajikan
menampilkan pertunjukkan angklung dan
Melihat perkembangan yang semakin baik,
permainan tradisional masyarakat Sunda
Daeng Soetigna memberikan dukungan dan
dengan penampilan yang sederhana, sarana
arahan untuk terus mengembangkan angklung,
apa adanya seperti kursi bambu di halaman
hingga akhirnya tahun 1965, Udjo Ngalagena
rumah yang apa adanya sehingga membuat
mulai menyiapkan pementasan angklung
suasana sangat alami. Pertunjukan dilakukan
keliling, untuk mengenalkan angklung
di halaman rumah, tidak ada panggung, tidak
ke masyarakat. Keberhasilan Udjo dalam
ada pengeras suara, tidak ada dekorasi, hanya
mengembangkan angklung Sunda ia lanjutkan
kursi bambu yang sederhana. Pertunjukan dan
dengan niat utamanya “ingin ikut membina
penampilan Udjo ternyata membuat wisatawan
kebudayaan dan kesenian” (Milyartini, 2012).
puas dan memberikan kenangan tersendiri.
Akhirnya secara resmi pada tahun 1966, Udjo
Sejak saat itu, Nitour secara rutin membawa
Ngalagena beserta istri mendirikan sanggar
wisatawan mancanegara yang diikuti oleh biro-
angklung untuk mengembangkan sebuah
biro perjalanan lainnya hingga saat ini. Sejak
program latihan angklung yang bertujuan
kunjungan wisatawan asing pertama, SAU
untuk mengembangkan bakat musik anak, dan

330 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
mulai dikembangkan sebagai objek wisata oleh mitra dan SAU menjanjikan pembelian secara
Udjo Ngalagena. rutin, sehingga mitra pengrajin tidak khawatir
angklung buatannya tidak laku, karena pasti
Sejak menjadi tujuan wisatawan, SAU
dibeli oleh SAU jika kualitas produknya sesuai
semakin banyak menerima pesanan angklung
dengan standar SAU. Hal ini, pada saat yang
dan semakin banyak melakukan pertunjukkan,
sama juga mendidik para pengrajin agar terus
sehingga keterlibatan masyarakat semakin
meningkatkan kualitas produknya dan terus
tinggi, khususnya dalam pembuatan angklung
membangun jejaring dengan pembeli lainnya
dan pertunjukkan. Keberadaaan SAU
di luar SAU sehingga usahanya dapat lebih
memberikan kontribusi sangat besar bagi
berkembang.
masyarakat sekitar karena mereka dilibatkan
dalam berbagai aktivitas dan pengembangan Saat ini rata-rata seorang pengrajin memasok
SAU. Menurut semua informan, keberadaan angklung ke SAU dengan penghasilan sekitar
SAU sangat berarti bagi masyarakat, selain anak- 2-3,5 juta perminggu. Bahkan SAU membantu
anak belajar dan tampil dalam pertunjukkan, pengadaan bambu, sehingga pengrajin tinggal
ada juga penanaman nilai silih asah, silih asih, membuat saja, tidak perlu memikirkan bahan
silih asuh yang sangat terasa dan secara nyata baku dan hasilnya dibeli langsung oleh SAU.
memberikan dampak ekonomi. Lebih dari Sedangkan untuk kalangan anak-anak, setiap
itu, Udjo Ngalagena terlibat langsung melatih tahun ratusan anak belajar di SAU, bahkan
dan memberdayakan masyarakat tentang hampir semua pelatih saat ini adalah murid
cara membuat angklung yang hasilnya bisa Udjo beberapa puluh tahun lalu. Tahun 2015 ini
dijual. Uniknya, Udjo memberikan kebebasan, ada lebih dari 500 anak yang belajar angklung
angklung buatan masyarakat boleh dijual melalui di SAU dan terlibat dalam pertunjukan. Di
SAU atau boleh juga dijual sendiri, sehingga luar kelompok pengrajin ada juga kelompok
masyarakat memiliki kebebasan untuk menjual lainnya, seperti pemasok bambu, industri tata
produk angklungnya. Hal inilah yang menarik, boga, industri jasa, serta aneka industri lainnya
dimana Udjo benar-benar memberdayakan yang jika digabung total mencapai lebih dari
masyarakat untuk kesejahteraan, bukan semata- 160 kelompok mitra.
mata mengeksploitasi produk masyarakat untuk
Berbagai upaya yang dilakukan oleh
kepentingan bisnisnya.
Udjo dan masyarakat pada perkembangannya
Sampai saat ini, SAU telah membangun memberikan dampak pada perkembangan
banyak kemitraan dengan berbagai elemen berbagai kreativitas seni tradisi lainnya. Bukan
masyarakat seperti pengrajin, pemasok hanya angklung dan pertunjukkannya saja
bahan, komunitas seni budaya, dan berbagai yang berkembang, seni tradisi lain juga ikut
institusi baik formal maupun non formal. berkembang seperti berbagai alat musik dari
Pada tahun 2015, ada sekitar 108 mitra bambu (arumba: alunan rumpun bambu) yaitu
kelompok pengrajin angklung serta kerajinan pertunjukan musik dari berbagai alat musik
dari bambu serta memiliki koperasi yang yang terbuat dari bambu, lahir banyak grup-
mewadahi keberadaan mereka. Hal menarik grup musik yang menggunakan bambu sebagai
lainnya, strategi yang dilakukan SAU dalam alat musik utamanya, dipakainya pakaian
rangka pemerataan pendapatan pengrajin, tradisional Sunda dalam aktivitas sehari-
SAU melakukan pembatasan pembelian hasil hari, terlestarikannya tradisi upacara khitanan
angklung yang diproduksi oleh masing-masing (helaran) di Sunda, terpeliharanya musik dan

Strategi Keberhasilan Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


Kreativitas Seni Tradisi: Studi Kasus Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat,
331
Budiman Mahmud Musthofa dan Jajang Gunawijaya
lagu tradisional, tari-tarian tradisional, seni Udjo berhasil menjadikan nilai-nilai
wayang, hingga tergalinya nilai-nilai filosofi dasar kehidupan masyarakat Sunda yaitu
hidup, etika, dan spirit budaya Sunda lainnya silih asah, silih asih dan silih asuh sebagai
melalui filosofi bambu dan angklung yang dasar dalam membangun SAU dan berhasil
diimplementasikan dalam proses pembelajaran mengimplementasikan nilai tersebut dalam
di SAU. berbagai aktivitas di SAU dan hal tersebut
masih dapat dirasakan hingga saat ini. Filosofi
Aktivitas kreatif yang terjadi tidak hanya
ini menjelaskan bahwa hubungan antara
berada pada ranah pribadi Udjo saja, tetapi ada
manusia dengan sesama manusia dalam
dalam interaksi dialogis dalam konteks relasional
masyarakat Sunda yang harus saling mengasah
antara Udjo dan masyarakatnya. Terlihat
atau mengajari, saling mengasihi, dan saling
dengan sangat jelas bagaimana udjo men-share
mengasuh menciptakan suasana kehidupan
kreativitasnya ke masyarakat. Proses kreatif
masyarakat yang diwarnai keakraban,
berorientasi relasional dapat dilihat di Saung
kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan
Angklung Udjo misalnya terlihat dalam proses
kekeluargaan. Berbagai aktivitas dan produk
belajar, bermain, berkesenian, pertunjukan dan
kreatif di-share oleh Udjo ke masyarakat
membuat angklung sehingga kegiatan tersebut
akhirnya melahirkan sinergi dan membuat SAU
menjadi aktivitas kreativitas bersama. Hal ini
tumbuh besar bersama masyarakat.
sebagaimana keberadaan dari kreativitas yang
bersifat sosial itu sendiri yang tidak hanya terjadi Pengaruh penerapan nilai silih asah silih
di dalam kepala individu, tetapi hadir dalam asih silih asuh dan tahap-tahap pemberdayaan
interaksi antara pikiran seseorang dan konteks masyarakat terlihat sangat jelas dalam hubungan
sosial budaya (Fischer, 2011:7). antar masyarakat di SAU, antara orang tua dan
anak, antara murid senior ke murid junior,
Di SAU, hampir semua orang-orang yang
pengrajin senior ke pengrajin junior. Di SAU
terlibat seperti pengelola, pengrajin, pengisi
terlihat dengan jelas hubungan kedekatan
acara stakeholder lainnya adalah masyarakat
tersebut, misalnya murid senior dengan
lokal. Masyarakat lokal dihimpun oleh Udjo
semangat mengajari murid junior, pengrajin
sejak tahun 1964-an. Udjo Ngalagena memegang
senior dengan sukarela mengajar kepada
peranan yang dominan, namun ia berhasil
siapapun yang mau belajar angklung secara
mengelola partisipasi masyarakat sehingga
gratis. Konsep silih asah adalah adanya saling
keberadaan masyarakat menjadi komponen
berbagi ilmu pengetahuan, berbagi pengalaman,
yang sangat penting bagi kemajuan SAU.
meningkatkan ketrampilan dan keahlian dalam
Untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara
membuat angklung. Konsep silih asih terlihat
Udjo memberdayakan masyarakatnya, penulis
dari perilaku orang tua, guru, senior yang saling
melakukan wawancara secara mendalam yang
mengasihi, menyayangi murid atau orang yang
hasilnya terlihat bahwa aktivitas pemberdayaan
lebih muda. Konsep silih asuh tercermin dari
ternyata telah melekat sejak SAU berdiri.
perilaku orang tua, senior, atau guru yang terus
Sejak awal Udjo menerapkan filosofi silih
membimbing dan mendidik yang lebih muda,
asah (saling mengasah atau mengajari), silih
terlihat dari pendidikan pelatihan membuat
asih (saling mengasihi) dan silih asuh (saling
angklung dan membuat pertunjukan dengan
mengasuh) yang hakekatnya mengandung
kesungguhan dan kesabaran.
makna pemberdayaan sesama untuk mencapai
kehidupan yang harmoni.

332 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
Melalui perpaduan nilai-nilai budaya maka 1982. Istrinya berperan sangat penting dalam
pemberdayaan masyarakat di SAU sangat kental mendukung semua aktivitas Udjo termasuk
dengan unsur partisipasi aktif masyarakat. proses pembuatan angklung, pertunjukan
Partisipasi yang terjadi di SAU bukan saja angklung hingga mengelola SAU secara
partisipasi formal dan seremonial, melainkan bersama-sama. Batur sadapur adalah putra-
partisipasi aktif, membangun kesadaran, putri Udjo yang berjumlah 10 orang. Semua
melatih dan mendidik masyarakat sehingga terlibat dan merasakan didikan orangtuanya
ada keterlibatan masyarakat seutuhnya. Hal dalam keadaan suka maupun duka sejak kecil
ini berbeda dengan beberapa kajian yang hingga saat ini. Batur sasumur adalah sanak
mengungkap kegagalan pemberdayaan keluarga dan tetangga dekat yang terlibat dalam
masyarakat berbasis partisipatoris di Indonesia aktivitas berkesenian di SAU. Batur salembur
karena partisipasi yang dibangun sebagian adalah masyarakat sekitar, masyarakat luas baik
besar masih berupa partisipasi yang sifatnya anak-anak, remaja, orang dewasa hingga orang
formalitas dan seremonial, tidak ada role model tua yang terlibat dalam kegiatan berkesenian,
dan tidak membangun kesadaran secara tepat memproduksi alat musik, pertunjukan dan
(Adi, 2012; Ife; 2013). Partisipasi masyarakat berbagai aktivitas lainnya di SAU.
yang terjadi ini sejalan dengan konsep
Melalui filosofi silih asah silih asih dan
pemberdayaan masyarakat dimana partisipasi
silih asuh yang diterapkan di SAU, Udjo
merupakan salah satu kunci bagi terciptanya
semakin menyadari akan pentingnya membina
kesejahteraan (Adi, 2012).
kerukunan dalam keluarga yang menjadi
Merujuk pada data-data temuan lapangan, landasan bagi terciptanya kerukunan dalam
tahapan pemberdayaan masyarakat yang hidup bermasyarakat. Keharmonian dalam
dilakukan oleh Udjo tidak lepas dari nilai- lingkup masyarakat terkecil akan memberikan
nilai budaya Sunda. Tahap pemberdayaannya dampak bagi lingkup masyarakat yang lebih
mulai dari lingkungan yang terkecil hingga besar. Melalui filosofi nilai “Kudu akur sareng
semakin besar, yaitu mulai pribadi Udjo, istri, batur sakasur, sadapur, sasumur dan salembur”
anak, saudara, tetangga, masyarakat, bangsa, Udjo setahap demi setahap membangun
negara, dunia. Dalam istilah sunda, tahapan SAU, membina hubungan baik mulai dari
yang digunakan yaitu mulai dari sakasur, orang yang terdekat yakni isteri dan anak-
sadapur, sasumur, salembur. Istilah ini merujuk anaknya hingga lingkungan sosial yang lebih
pada nilai budaya Sunda: kudu akur sareng luas. Dari informasi yang diperoleh, penulis
batur sakasur, sadapur, sasumur, dan salembur, mencoba untuk menyusun strategi dan tahap
sebagaimana di paparkan oleh Yayan Udjo. pemberdayaan masyarakat dalam tabel sebagai
Batur sakasur adalah istrinya, Uum Sumiati berikut:
yang telah mendampinginya sejak tahun 1950-

Strategi Keberhasilan Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


Kreativitas Seni Tradisi: Studi Kasus Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat,
333
Budiman Mahmud Musthofa dan Jajang Gunawijaya
Tabel 1. Strategi Pemberdayaan Masyarakat di SAU
Nilai-nilai
Tahap Aktivitas Dampak
Sunda
“Kudu Istri ◦ Udjo melatih istrinya membuat angklung, ◦ Peningkatan soft skill dan hard
Akur pertunjukan angklung skill
Sareng ◦ Kerjasama Mengelola administrasi dan keuangan ◦ Ide Udjo didukung dan
Batur: SAU terealisasi bersama istri
Sakasur
“Kudu Putra-putri ◦ Membekali anak-anak dengan pemahaman seni ◦ Peningkatan soft skill dan hard
Akur tradisi Sunda sejak kecil dan menanamkan nilai, skill anak-anak
Sareng norma, karakter ◦ Tumbuhnya kreativitas anak
Batur: ◦ Melatih anak tentang angklung dan seni tradisi ◦ Peningkatan produktivitas
Sadapur lainnya, mulai dari membuat, memainkan SAU
angklung hingga memimpin pertunjukan ◦ Regenerasi SAU berjalan
dengan baik
“Kudu Saudara, ◦ Melatih dan melibatkan saudara dan tetangga ◦ Seni tradisi angklung dan SAU
Akur tetangga dalam produksi, pendidikan, pertunjukkan dikenal di Desa Padasuka
Sareng dekat ◦ Mulai memberdayakan sektor ekonomi ◦ SAU sebagai pusat kegiatan
Batur: masyarakat (pengrajin angklung) masyarakat.
Sasumur
“Kudu Masyarakat ◦ Melatih masyarakat luas, melatih di berbagai ◦ SAU dikenal di Bandung
Akur luas institusi seperti sekolah, institusi pemerintah. ◦ Secara sosial ekonomi
Sareng (Bandung) ◦ Bersama pemerintah Bandung mensosialisasikan masyarakat dan pemerintah
Batur: angklung ke masyarakat luas. memperoleh manfaat, seperti
Salembur ◦ Memberdayakan sektor ekonomi masyarakat penciptaan lapangan kerja, dan
(pengrajin dan pariwisata) pengembangan pariwisata
Bangsa ◦ Bekerjasama dengan pemprov Jawa Barat ◦ Perkembangan SAU mendapat
(Provinsi dalam melestarikan budaya Sunda baik melalui perhatian dari gubernur
Jabar) sosialisasi seni tradisi, pendidikan di sekolah- Jawa Barat dan DKI Jakarta,
sekolah se-Jawa Barat, terlibat dalam berbagai promosi dan berbagai
event promosi pariwisata kunjungan wisatawan semakin
◦ Terlibat dalam berbagai kegiatan konservasi banyak datang ke SAU.
alam dan budaya seperti konservasi hutan bambu ◦ Dampak sosial budaya dan
di berbagai daerah di Jawa Barat, Cijaringau sosial ekonomi semakin
ecoland, menginisiasi gerakan pengumpulan dan dirasakan masyarakat dan
pencatatan budaya sunda, dll pemerintah.
Negara ◦ Terlibat dalam melatih dan memberdayakan ◦ Dampak sosial politik adanya
masyarakat internasional (Kepulauan Solomon, diplomasi angklung
Vanuatu, Malaysia, Thailand, Philiphina, Korea ◦ Dijadikannya angklung
Selatan dan berbagai Negara lainnya baik sebagai sebagai alat pengenalan
delegasi resmi pemerintah maupun hubungan budaya Indonesia oleh KBRI
bisnis antar kelembagaan.
◦ Melalui KBRI mensosialisasikan dan mengajarkan
angklung di berbagai Negara.
Dunia ◦ Menjadi tempat pertukaran seni budaya ◦ Angklung menjadi
internasional yang berjalan secara rutin warisan dunia yang terus
melibatkan puluhan negara setiap tahun berkelanjutan karena banyak
◦ Aktivitas pemberdayaan yang berlangsung selama pihak yang mendukung
lebih dari 50 tahun akhirnya berkontribusi besar upaya-upaya pelestarian,
dalam proses penetapan angklung sebagai The promosi, perlindungan dan
Representative List of the Intangible Cultural peregenerasian angklung.
Heritage of Humanity tahun 2010 oleh UNESCO.

334 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
Tabel 1 menunjukkan bagaimana tahapan atas, konsep pemberdayaan yang dikemukakan
Udjo dalam mengembangkan SAU dan para ahli (Zastrow: 2004; Adi: 2012; Ife: 2013)
mengembangkan kreativitas masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat secara nyata
melalui pengembangan seni tradisi Sunda terlihat di SAU sejak awal berdiri hingga saat
khususnya angklung. Tahapan yang dilakukan ini.
Udjo secara teknis sesuai dengan tahap yang
Berbagai hal yang dilakukan Udjo dan
dikemukakan oleh Adi (2012) meskipun tidak
keberhasilannya dalam mengembangkan
terlalu linier. Hal penting yang membuat
kreativitas seni tradisi bersama masyarakat
Udjo Ngalagena berhasil memberdayakan
sesungguhnya tidak lepas dari penerimaan
masyarakat karena upaya yang dikembangkan
dan dukungan masyarakat. Keberadaan
oleh Udjo sesuai dengan tradisi masyarakat
pengembangan kreativitas seni tradisi dan
sehingga tidak banyak kendala. Hal ini sesuai
adanya nilai tambah produk sangat penting
dengan kajian Gunawijaya (2011) yang
dalam menggerakkan partisipasi masyarakat
menyatakan bahwa kreativitas yang sesuai
karena jika sekedar mengemas seni tradisi
dengan tradisi akan lebih mudah diterima,
tanpa adanya komponen nilai tambah maka
karena tidak berlawanan dengan budaya
masyarakat juga kurang tertarik. Udjo
dan kebiasaan, bahkan cenderung di dukung
Ngalagena mampu menciptakan nilai tambah
masyarakat. Secara nyata Udjo juga berhasil
berupa; produksi angklung dan variasi
memberikan nilai tambah secara ekonomi
pertunjukan, alat musik angklung yang
dan sosial yang dampaknya secara langsung
beranekaragam, souvenir, workshop, tempat
dirasakan masyarakat. Lebih dari itu, melalui
pelatihan hingga restoran dan penginapan
berbagai tahapan pemberdayaan sebagaimana
serta suasana alami dan mengkaitkannya
dijelaskan diatas, Udjo berhasil melakukan
dengan bisnis pariwisata sehingga menyerap
kaderisasi dan regenerasi, baik pengrajin,
tenaga kerja dan menumbuhkan perekonomian
pelatih, pemain maupun pengelola SAU yang
masyarakat. Secara statistik, jumlah wisatawan
hasilnya dapat dilihat saat ini. Dari tabel di
di SAU terlihat pada grafik berikut:

Grafik 1. Pengunjung SAU 1977-2014

Sumber Hrd SAU, ket: 2014 sampai Juni)

Strategi Keberhasilan Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


Kreativitas Seni Tradisi: Studi Kasus Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat,
335
Budiman Mahmud Musthofa dan Jajang Gunawijaya
Berkaitan dengan berbagai proses dan 4) Melalui pemberdayaan yang dilakukan
strategi pemberdayaan masyarakat (Adi, ini maka keberadaan “wadah/institusi”
2012; Ife, 2013), penulis menambahkan dan semakin kokoh dan semakin dikenal
memperkaya konsep tersebut dari upaya yang masyarakat luas. Udjo mulai membangun
telah dilakukan oleh Udjo di SAU. Upaya jejaring, dukungan sosial budaya, dukungan
yang dilakukan Udjo dapat dijelaskan dan kebijakan, dukungan pendanaan yang
diabstraksikan secara singkat dalam empat lebih besar sehingga keberadaan SAU
semakin berkembang dan semakin banyak
proses berikut:
memberikan nilai tambah hingga diakui
1) Udjo melakukan persiapan dengan sebagai warisan dunia.
membekali dirinya dengan berbagai
Melalui berbagai upaya pengembangan
keahlian dan keilmuan yang menunjang
seni tradisi dalam konteks pemberdayaan
pengembangan seni tradisi. Keahlian
masyarakat, Udjo berhasil membuat angklung
yang dimiliki berhasil diterapkan melalui
aktivitas pembuatan angklung sehingga semakin mengakar di masyarakat Sunda dan
memberikan nilai tambah pada angklung ia berhasil membawa angklung ke ranah
yang manfaatnya langsung dirasakan internasional. Saat ini, angklung telah menjadi
masyarakat. Sebelum mendirikan SAU, kurikulum dibeberapa sekolah di Korea Selatan,
Udjo telah mengkondisikan masyarakat Malaysia, Singapura, Australia dan menjadi alat
dengan mulai melibatkan masyarakat di diplomasi budaya yang dilakukan secara resmi
lingkungan terdekatnya dalam pembuatan oleh pemerintah melalui KBRI di berbagai
angklung dan pertunjukan keliling. negara. Dari sisi perkembangan pertunjukan,
2) Selanjutnya Udjo membuat “wadah/institusi setiap bulan rata-rata ada undangan untuk
SAU”, sehingga masyarakat lokal dapat pentas angklung interaktif maupun alunan
melakukan berbagai kreativitas di “wadah/ rumpun bambu SAU sebanyak 20-35 kali
institusi” tersebut. Setelah SAU berdiri, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Udjo mulai melibatkan anak-anak dalam Ratusan ribu wisatawan datang ke SAU setiap
latihan angklung. tahunnya. Atas realitas tersebut maka penulis
3) Setelah membuat “wadah/institusi’’, Udjo melihat Udjo telah berhasil menghadirkan
melakukan pemberdayaan masyarakat budaya lokal yang diterima dunia. Meminjam
secara lebih terstruktur untuk membangun istilah Kee (2014), Udjo berhasil melakukan
kesiapan dan kemampuan masyarakat otentisasi/pengaslian (authentisation) sebagai
sekitar. Udjo secara rutin melatih masyarakat lawan dari indigenisasi. Otentisasi adalah suatu
(membuat angklung, bermain angklung, proses yang membumi, yang mendorong agen
pertunjukan, dan berkesenian lainnya) perubahan agar mencerminkan budaya lokal
agar masyarakat mampu terlibat dalam
dalam melakukan pemberdayaan masyarakat.
mengisi dan meramaikan wadah/institusi
Istilah ini menjelaskan bahwa perubahan yang
tersebut. Upaya membangun kesiapan
dilakukan Udjo murni berdasarkan berbagai
dan kemampuan masyarakat setempat ini
berjalan dengan baik sehingga “wadah/ unsur lokal dan strategi pemberdayaannya
institusi” yang telah dibuatnya (SAU) tidak juga berdasarkan pada nilai-nilai tradisi
sia-sia. Dampaknya, masyarakat secara rutin Sunda namun berhasil diadopsi oleh berbagai
melakukan aktivitas berlatih, memproduksi budaya dan masyarakat asing khususnya dari
angklung dan melakukan pertunjukan rutin sisi pengembangan pendidikan anak melalui
di SAU. angklung di berbagai negara.

336 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
Berbagai kajian telah menunjukkan Secara singkat, filosofi tersebut mengandung
bahwa kreativitas individu akan semakin makna perlunya pemberdayaan sesama untuk
kuat jika di share dan dilakukan bersama mencapai kehidupan yang harmoni. Tahapan
masyarakat. Kreativitas yang seperti ini akan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh
bertahan lama dan memberikan manfaat lebih Udjo juga mengacu pada konsepsi nilai budaya
luas dan meningkatkan nilai guna dan nilai masyarakat Sunda kudu akur sareng batur
manfaat (Fischer, 2014; Cameron, 2013). sakasur (istri), sadapur (keluarga), sasumur
Tanpa perspektif ini, seringkali upaya untuk (tetangga), dan salembur (masyarakat luas).
merancang dan mempertahankan produk Semua nilai-nilai tradisi ini dikreasikan menjadi
hasil kreativitas dapat mengalami kegagalan. suatu strategi memberdayakan masyarakat yang
Begitu juga yang terjadi di SAU, sejak awal memberikan dampak pada besarnya partisipasi
membangun SAU, Udjo telah melibatkan masyarakat dalam mengembangkan SAU.
partisipasi masyarakat dan men-share visi, Partisipasi tersebut terlihat dalam kegiatan
misi hingga ketrampilan dalam membuat produksi angklung, pertunjukkan maupun
angklung dan membuat pertunjukkan sehingga pendidikan.
kreativitas Udjo semakin berkembang dan
Secara singkat proses yang dilakukan Udjo
mampu menggerakan kreativitas masyarakat.
dalam mengembangkan SAU, yaitu Udjo
Bagi masyarakat, secara praktis mereka
mempersiapkan dirinya dengan membekali
mengakui bahwa SAU berhasil menghidupkan
dengan keahlian dan keilmuan, pengkondisian
ekonomi masyarakat dengan memberdayakan
masyarakat, membuat institusi dan menyiapkan
pengrajin angklung, pengrajin souvenir,
masyarakat mengisi aktivitas dalam institusi
seniman, pelatih angklung, menciptakan
tersebut, dan terakhir membangun jejaring dan
lapangan pekerjaan baru dan menumbuhkan
dukungan secara lebih luas. Melalui berbagai
sektor-sektor ekonomi lain bagi masyarakat
aktivitas yang dilakukan oleh Udjo yang
sekitar. Pada akhirnya, keberhasilan proses
kemudian dilanjutkan oleh penerusnya dengan
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh
berbagai strategi dan proses yang bertahap
Udjo diharapkan dapat menjadi inspirasi dan
akhirnya terbukti bahwa SAU berhasil menjadi
model dalam mengembangkan kreativitas seni
suatu lingkungan kreatif yang menghasilkan
tradisi melalui partisipasi masyarakat.
berbagai aktivitas dan produk kreativitas yang
KESIMPULAN mendunia dengan tetap melibatkan partisipasi
masyarakat.
Perjalanan 50 tahun SAU menunjukkan
bahwa kekuatan Udjo dan aktivitas Kreativitas seni tradisi angklung yang
pemberdayaan masyarakat melalui didukung dengan strategi pemberdayaan
pengembangan kreativitas seni tradisi berbasis nilai-nilai tradisi Sunda memberikan
merupakan salah satu kunci utama keberhasilan kontribusi besar dalam mensejahterakan
yang telah melekat sejak berdirinya SAU tahun masyarakat baik secara ekonomi maupun sosial
1966. Aktivitas dan kreasi yang dilakukan oleh budaya. Proses pemberdayaan yang dilakukan
Udjo didukung oleh masyarakat karena mengacu oleh Udjo Ngalagena diharapkan dapat menjadi
pada filosofi dan nilai-nilai tradisi Sunda. Filosofi inspirasi dan model bagi pengembangan budaya
Sunda terkait dengan nilai silih asah silih asih silih dan pemberdayaan masyarakat sehingga
asuh merupakan dasar yang digunakan dalam mampu memberikan dampak bagi kesejahteraan
memberdayakan dan mengembangkan SAU. masyarakat untuk jangka waktu yang lama.

Strategi Keberhasilan Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


Kreativitas Seni Tradisi: Studi Kasus Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat,
337
Budiman Mahmud Musthofa dan Jajang Gunawijaya
SARAN Damanik, Janianton. (2013). Pariwisata
Melalui kajian ini, ditemukan cukup Indonesia: Antara Peluang dan
banyak nilai-nilai kearifan lokal yang Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
mempengaruhi kreativitas masyarakat dan
Fischer, Gerhard & Shipman, Frank. (2011).
keberhasilan program pemberdayaan melalui
Collaborative Design Rationale And
pengembangan kreativitas seni tradisi
Social Creativity In Cultures Of
angklung. Berbagai upaya yang dilakukan
Participation, Volume 7 (2), August
oleh Udjo Ngalagena sesungguhnya dapat
2011, An Interdisciplinary Journal on
menjadi model pemberdayaan masyarakat
Humans in ICT Environments . ISSN:
berdasarkan pada kearifan lokal masyarakat
1795-6889, University of Colorado,
Indonesia yang terbukti berhasil memberikan
USA
dampak bagi kesejahteraan dan membawa
angklung hingga ke level dunia. Bagi para Fischer, G. (2014). "Learning, Social Creativity,
penggiat pemberdayaan masyarakat kiranya and Cultures of Participation" in A.
perlu mencari dan mengembangkan model- Sannino, & V. Ellis (Eds.), Learning
model pemberdayaan yang khas dimiliki oleh and Collective Creativity: Activity-
bangsa kita sehingga semakin memperkaya dan Theoretical and Sociocultural Studies,
memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu New York: Routledge.
kesejahteraan sosial baik secara teoritis maupun
secara praktis. Fontana, Avanti. (2009). Innovate We Can!
Manajemen inovasi dan Penciptaan
Nilai. Jakarta: PT. Gramedia
DAFTAR PUSTAKA Widiasarana Indonesia.
Adi, Isbandi Rukminto. (2012). Intervensi Glen, Andrew. (1993). Methods and Themes
Komunitas & Pengembangan in Community Practice in Butcher, H.,
Masyarakat Sebagai Upaya et.all (eds). Community and Public
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Policy. London: Pluto
Raja Grafindo Persada
Gunawijaya, Jajang. (2011). Tatali Paranti
Azali, Kathleen. (2012) Ludruk: Masihkah Karuhun: Invensi Tradisi Komunitas
Ritus Modernisasi? Jurnal Lakon Vol. 1 Kasepuhan Gunung Halimun Di
No. 1 Sukabumi, Jawa Barat”, Disertasi
Antropologi, FISIP UI.
Cameron, Marsaili; Nikki Crane; Taylor, Karen.
(2013). Promoting well-being through Hartono (2015). Kontribusi PDB Ekonomi
creativity: how arts and public health Kreatif Ditargetkan 7,5% dalam http://
can learn from each other. Perspectives www.kemenperin.go.id/artikel/13182/,
in Public Health 133.1 (Jan 2013): 52-9. diakses tanggal 1 November 2015
Sage Publications, Inc.London
Hermantoro, Henky. (2011). Creative-Based
Creswell, John W. (2010). Research Design Tourism: Dari Wisata Rekreatif Menuju
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Wisata Kreatif. Depok: Penerbit Aditri
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ife, Jim. (2013). Community Development In

338 SOSIO KONSEPSIA Vol. 5, No. 01, September - Desember, Tahun 2015
An Uncertain World. New York. USA. Industri Kreatif. Pusat Penelitian
Cambridge University Press. Dan Pengembangan Pariwisata dan
Budaya (Puspari) Lembaga Penelitian
Jamil, M. Mukhsin Khoirul Anwar dan Abdul
Dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Kholiq. (2011). Faktor-Faktor Yang
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Mempengaruhi Lunturnya Kesenian
Tradisional Semarang (Studi Eksplorasi Syafii, Sulhan. (2009). Udjo Diplomasi
Kesenian Tradisional Semarang). Riptek Angklung. Jakarta: PT Grasindo
Vol.5, No.II, Tahun 2011, Hal.:41 -51,
Sztompka, Piötr. (2004). Sosiologi Perubahan
Pusat Penelitian IAIN Walisongo
Sosial. Jakarta: Prenada Media.
Kee, Ling How. (2014). Pribumisasi Pekerjaan
Watson, Elizabeth, (2007). “Who or What
Sosial: Penelitian dan Praktik di
Creates? A Conceptual Framework for
Serawak, Yogyakarta. Penerbit Samudra
Social Creativity”, Human Resource
Biru
Development Review Vol. 6, No. 4
Milyartini, Rita A & Chaedar Alwasilah. (2012) December 2007, hal 419-441. Sage
Saung Angklung Udjo Sebuah Model Publications.
Transformasi Nilai Budaya Melalui
Zastrow, Charles. (2004). “Introduction to
Pembinaan Seni Untuk Membangun
Social Work and Social Welfare”. Eight
Ketahanan Budaya. FPBS Universitas
Edition. Pasific Grove: Brooke/Cole
Pendidikan Indonesia, Jurnal Integritas,
Publishing Company
Vol. 1 No. 1, Desember 2012

Munandar, Utami. (2012). Pengembangan


Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta

Neuman, W. Lawrence, (2013). Social Research


Method: Qualitative and Quantitative
Approaches. Boston: Allyn & Bacon

Sartika, Ikke Dewi. (2009). Puluhan Kesenian


Tradisional Indonesia Terancam Punah
dalam http://female.kompas.com/
read/2009/, Jumat, 24 April 2009,
diakses tanggal 10 November 2015.

Semiawan, R. Conny. (2009). Kreativitas


Keberbakatan: Mengapa, Apa dan
Bagaimana. Jakarta; PT.Index.

Supariadi & Warto. (2012). Regenerasi Seniman


Reog Ponorogo Untuk Mendukung
Revitalisasi Seni Pertunjukan Tradisional
Dan Menunjang Pembangunan

Strategi Keberhasilan Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan


Kreativitas Seni Tradisi: Studi Kasus Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat,
339
Budiman Mahmud Musthofa dan Jajang Gunawijaya

Anda mungkin juga menyukai