LP Dan Askep BPH Stage IV + Prostatectomi - Uly Hayuni Rifdhana - p17212205074
LP Dan Askep BPH Stage IV + Prostatectomi - Uly Hayuni Rifdhana - p17212205074
OLEH :
ULY HAYUNI RIFDHANA
P17212205074
B. PENGERTIAN
Benign prostate hyperplasia (BPH) adalah sejenis keadaan di mana
kelenjar prostat membesar dengan cepat (Amalia, 2007). BPH merupakan
pertumbuham berlebihan prostat yg bersifat jinak dan bukan kanker (Tan &
Rahardja, 2010). BPH adalah kondisi patologis yg paling sering terjadi pada
pasien dengan usia diatas 50 tahun (Smeltzer & Bare, 2005).
C. ETIOLOGI
Penyebab BPH belum jelas. Beberapa teori telah dikemukakan
berdasarkan faktor histologi dan hormon menurut Mansjoer (2009),
diantaranya:
1. Teori DHT (dihidrotestosteron)
Testosteron dengan bantuan enzim 5- α reduktase dikonversi menjadi
DHT yg merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2. Teori kebangkitan kembali (Reawakening)
Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan
epitel. Menurut Mc Neal, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yg
kemudian bercabang.
3. Teori hormon
Estrogen berperan pada insiasi dan maintenance pada prostat manusia.
4. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh growth factor. Basic Fibroblast Growth
Factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stoma dan ditemukan dengan
konsentrasi yg lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak.
b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau
infeksi.
D. PATOFISIOLOGI
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori DHT (dihidrotestosteron)
Testosteron dengan bantuan enzim 5- α reduktase dikonversi menjadi
DHT yg merangsang pertumbuhan kelenjar prostat (Mansjoer, 2009).
2. Teori kebangkitan kembali (Reawakening)
Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan
epitel. Menurut Mc Neal, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yg
kemudian bercabang (Mansjoer, 2009).
3. Teori hormon
Estrogen berperan pada insiasi dan maintenance pada prostat manusia
(Mansjoer, 2009).
4. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh growth factor. Basic Fibroblast Growth
Factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stoma dan ditemukan dengan
konsentrasi yg lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak.
b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau
infeksi (Mansjoer, 2009).
5. Faktor penuaan
kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi
testosterone menjadi estrogen pada jaringan peripheral (Amalia, 2007).
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya
perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah
atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Adapun patofisiologi dari
masing-masing gejala menuut Citra (2009) yaitu :
1. Penurunan kekuatan dan aliran yg disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh
edema yg terjadi pada prostat yg membesar.
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena
detrusor membutuhkan waktu yg lama untuk dapat melawan resistensi
uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan
rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yg banyak
dalam buli-buli.
4. Nocturia (miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena
pengosongan yg tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar
miksi lebih pendek. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia)
karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan
uretra berkurang selama tidur.
5. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada
saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,
6. Inkontinensia bukan gejala yg khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
7. Hematuri disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada
prostat yg membesar.
8. Lobus yg mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau
retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
9. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian
urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif.
10. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-
buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri.
Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks
dapat terjadi pielonefritis.
E. TANDA GEJALA
Menurut Amalia (2007) gejala BPH dapat digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif. Tanda gejala BPH antara
lain:
1. Tanda BPH
Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya pembesaran konsistensi
kenyal pada pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination (DRE).
2. Gejala BPH
a. Gejala obstruktif meliputi hesitancy, pancaran kencing lemah (loss of
force), pancaran kencing terputus-putus (intermitency), tidak lampias
saat selesai berkemih (sense of residual urine), rasa ingin kencing lagi
sesudah kencing (double voiding) dan keluarnya sisa kencing pada
akhir berkemih (terminal dribbling).
b. Gejala iritatif adalah frekuensi kencing yg tidak normal (polakisuria),
terbangun di tengah malam karena sering kencing (nocturia), sulit
menahan kencing (urgency), dan rasa sakit waktu kencing (disuria),
kadang juga terjadi kencing berdarah (hematuria).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yg dapat dilakukan menurut Mansjoer (2009) yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi saluran kemih, walaupun
BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum, dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status
metabolik. Pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsi tau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila
nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah Prostate Specific Antigen Density
(PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD ≥
0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai
PSA > 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yg biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi
intraven, USG, dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah
untuk memperkirakan volume BPH, menetukan derajat disfungsi buli-buli
dan volume residu urin, dan mencari kelainan patologi lain, baik yg
berhubungan maupuntidak berhubungan dengan BPH. Dari foto polos
dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau
buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari
kegnasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter
berbelok-belok di vesika), indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu
urin, atau filling defect di vesika. Sedangkan dari USG dapat diperkirakan
besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin, batu
ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli.
G. PATHWAY
Ketidakseimbangan Proliferasi abnormal mikrotrauma Penuaan
estrogen & dan sel stoma
testosteron
Pembesaran prostat
Penyempitan lumen
uretra
↓ kekuatan Risiko
Pembuluh darah urgency Nyeri akut aliran urin infeksi
pecah
J. Intervensi
Menurut Smelzer & Bare (2005), intervensi keperawatan yg dilakukan pada
pasien dengan BPH dibagi menjadi 2 tahap, yakni intervensi preoperatif dan
pascaoperatif.
1. Intervensi preoperatif :
a. Menurunkan ansietas
b. Menghilangkan ketidaknyamanan
Jika tanda ketidaknyamanan tampak, pasien diinstruksikan untuk tirah
baring, memberikan analgesik, dan tindakan penurunan ansietas
dilakukan. Perawat juga dapat memantau pola berkemih pasien,
mengawasi terhadap distensi kandung kemih, dan membantu saat
kateterisasi. Kateter dapat membantu mendekompresi kandung kemih
selama beberapa hari.
c. Pendidikan pasien
Perawat dapat memberikan informasi mengenai penyakit yg dialami
pasien, tindakan dan prosedur operasi yg akan dilakukan, dan tindakan
yg dilakukan setelah operasi.
d. Persiapan praoperatif
2. Intervensi pascaoperatif :
a. Menghilangkan nyeri
b. Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan
Jika psien dapat bergerak bebas, pasien didorong untuk berjalan-jalan,
namun tidak duduk dalam waktu yg lama, karena hal ini dapat
meningkatkan tekanan abdomen dan kemungkinan ketidaknyamanan
serta perdarahan. Pelunak feses dapat diberikan untuk menghindari
mengejan yg berlebihan, namun pemberian enema juga perlu berhati-
hati untuk menghindari kemungkinan perforasi rektal. Latihan perineal
perlu dilakukan agar pasien dapat mengontrol berkemih.
c. Memantau dan mengatasi komplikasi potensial
Setelah operasi, amati pasien terhadap komplikasi utama seperti
hemoragi, infeksi dan obstruksi kateter.
K. Penatalaksanaan medis
1. Reseksi Transuretral Prostat (TUR atau TURP)
TUR atau TURP adalah prosedur yg paling umum dan dapat dilakukan
melalui endoskopi. Instrument bedah dan optikal dimasukkan secara
langsung melalui uretra ke dalam prostat, yg kemudian dapat dilihat secara
langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong
listrik. Prosedur ini tidak memerlukan insisi, dan digunakan untuk kelenjar
dalam ukuran yg beragam dan ideal bagi pasien yg mempunyai kelenjar
kecil dan yg dipertimbangkan memiliki risiko bedah yg buruk.
2. Prostatektomi suprapubik
Merupakan salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih, dan kelenjar
prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dapat digunakan untuk segala
ukuran kelenjar, namun kelemahan tindakan ini adalah kehilangan darah
mungkin akan lebih banyak dibandingkan dengan prosedur lainnya.
3. Prostatektomi perineal
Merupakan suatu metode untuk mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum. Pendekata ini lebih praktis ketika pendekatan lainnya
tidak memungkinkan, dan sangat berguna untuk biopsy terbuka.
4. Prostatektomi retropubik
Merupakan suatu teknik lain dan lebih umum disbanding pendekatan
suprapubik. Dokter bedah akan membuat insisi abdomen rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih
tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar
yg terletak tinggi dalam pubis.
5. Insisi Prostat Transuretral (TUIP)
TUIP adalah prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara
memasukkan instrument melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat
pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada
uretra dan mengurangi konstriksi uretral. TUIP diindikasikan saat kelenjar
prostat berukuran kecil (30 gr atau kurang) dan akan efektif dalam
mengobati banyak kasus BPH.
Purnomo. (2007). Dasar-dasar urologi, edisi kedua. Jakrta: CV. Agung Seto.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
FORMAT PENGKAJIAN DATA KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
BIODATA
Nama : Tn. P
Umur : 49th
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
1. Keluhan Utama : Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada perut bagian
bawah dan nyeri saat BAK. Nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri terasa
terusmenerus
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan ± 1 minggu yg lalu mengeluh nyeri
pada saat BAK, baru pada tanggal 27 April 2013 klien dibawa oleh keluarga ke RSU
Banyudono di UGD oleh dokterdiagnosa BPH dan harus dilakukan operasi, dan pada
tanggal 17 Juni 2021 dilakukan operasi oleh dokter.
3. Riwayat Kesehatan Yg Lalu : Tn. P tidak memiliki riwayat kesehatan yg serius
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : dalam keluarga ada orangtua yg mengidap HT
A. POLA TIDUR/ISTIRAHAT
1. Waktu tidur : Tn. P mengatakan biasanya tidur pukul 22.00/23.00
2. Waktu Bangun : Tn. P mengatakan biasanya bangun pukul 04.30
3. Masalah tidur : Tn. P mengatakan kadang sering terbangun dan tidur tidak nyenyak
apalagi ketika dingin menjadi sesak dan batuk
4. Hal-hal yg mempermudah tidur : Posisi tidur nyaman
B. POLA ELIMINASI :
1. BAB : 1x/hari
2. BAK : Klien terpasang kateter
3. Kesulitan BAB/BAK : Klien BAB dan BAK di tempat tidur
4. Upaya/ Cara mengatasi masalah tersebut : Klien di bantu oleh istrinya
C. POLA MAKAN DAN MINUM :
1. Jumlah dan jenis makanan : Nasi, lauk, sayur,
2. Waktu Pemberian Makan : 3x sehari,
3. Jumlah dan Jenis Cairan : Air putih dan teh (jumlah 1-2 liter)
4. Waktu Pemberian Cairan : bangun tidur, setelah makan, saat haus
5. Pantangan : tidak ada
6. Masalah Makan dan Minum
a. Kesulitan mengunyah : Tn. P mengatakan tidak ada gangguan mengunyah
b. Kesulitan menelan : Tn. P mengatakan tidak ada gangguan menelan
c. Mual dan Muntah : Tn. P mengatakan tidak merasa mual dan muntah
d. Tidak dapat makan sendiri : Tn. P dapat makan sendiri
7. Upaya mengatasi masalah : tidak ada
D. KEBERSIHAN DIRI/PERSONAL HYGIENE :
1. Pemeliharaan Badan : Tn. P mengatakan sehari mandi 1x, dan berganti baju setelah
mandi dan di bantu oleh sang istri
2. Pemeliharaan Gigi dan Mulut : Tn. P mengatakan selalu sikat gigi 2x sehari, gigi ada
yg berlubang, tampak bersih
3. Pemeliharaan Kuku : Kuku bersih tidak ada yg panjang
DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola Komunikasi : Tn. P berbicara dengan bahasa Jawa dan Indonesia
B. Orang yg paling dekat dengan Klien : Istri dan anak
C. Rekreasi :
Hobby : Memancing
Penggunaan waktu senggang : menonton TV
DATA SPIRITUAL
PEMERIKSAAN FISIK
b. Rambut : Hitam
Penyebaran dan keadaan rambut : Rata
Bau : tidak bau
Warna : hitam
c. Wajah : bulat
Warna kulit : kuning langsat
Struktur Wajah : simetris
2. Mata
a. Kelengkapan dan Kesimetrisan : lengkap dan simetris
b. Kelopak Mata (Palpebra) : tidak ada kelainan, lesi (-)
c. Konjunctiva dan sclera : ananemis, anikterik
d. Pupi1 : reflek cahaya (+)
e. Kornea dan Iris : tidak ada gangguan
f. Ketajaman Penglihatan / Virus : Tn. P mengatakan tidak ada masalah
penglihatan
g. Tekanan Bola Mata : tidak dilakukan pemeriksaan
3. Hidung
a. Tulang Hidung dan Posisi Septum Nasi : tidak ada kelainan bentuk
b. Lubang Hidung : normal, tidak ada gangguan
c. Cuping Hidung : tidak ada kelainan/gangguan
4. Telinga
a. Bentuk Telinga : bulat normal
Ukuran Telinga : normal
Ketegangan telinga : normal
3. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi dan Palpasi
- Palpasi : tidak ada gangguan
- Ictus Cordis : tidak nampak
b. Perkusi :
- Batas-batas Jantung : kanan atas ICS II linea parasternalis dextra, kanan
bawah ICS IV linea parasternalis dextra, kiri atas ICS II linea parasternalis
sinistra, kiri bawah ICS V linea medoclavicularis sinistra
c. Aukultasi
- Bunyi Jantung I : tidak ada masalah
- Bunyi Jantung II : tidak ada masalah
- Bising/murmur : tidak ada
- Frekuensi Denyut Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
G. Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi : terdapat luka pembedahan daerah suprapubis,panjang luka ± 5 cm dan
terdapat ± 5 jahitan, luka bersih, tidak ada pus, tidak bengkak, tampak warna
kemerahan, tidak ada edema, terpasang drainase
2. Auskultasi
Peristaltic usus 10x/menit
3. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : tidak ada
- Benjolan /massa : tidak ada
- Tanda-tanda Ascites : tidak ada
- Hepar : tidak ada gangguan/pembesaran hepar
- Lien : tidak ada gangguan
- Titik Mc. Burne : tidak ada gangguan
4. Pekusi
- Suara Abdomen : timpani
- Pemeriksaan Ascites : tidak ada gangguan
H. Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Sekitarnya
1. Genetalia
a. Rambut pubis : normal
b. Meatus Urethra : normal, tidak ada gangguan
c. Kelainan-kelainan pada Genetalia Eksterna dan Daerah Inguinal : tidak ada
2. Anus dan Perineum
a. Lubang Anus : normal, bersih
b. Kelainan-kelainan pada anus : tidak ada
c. Perenium : tidak ada
I. Pemeriksaan Muskuloskeletal (Ekstrimis)
a. Kesimestrisan otot : simetris
b. Pemeriksaan Oedema : tidak ada oedema
c. Kekuatan otot : 4/4/4/4
d. Kelainan-kelainan pada ekstrimitas dan kuku: tidak ada
J. Pemeriksaan Neorologi
1. Tingkat kesadaran (secara kwantitatif )/ GCS : 456
2. Tanda-tanda rangsangan Otak (Meningeal Sign) : tidak ada
3. Fungsi Motorik : tidak ada gangguan
4. Fungsi Sensorik : tidak ada gangguan
5. Refleks :
a. Refleks Fisiologis : normal
b. Refleks Patologis : normal
K. Pemeriksaan Status Mental
1. Kondisi emosi/Perasaan : Tn. P mengatakan tidak mengalami gangguan emosi/perasaan
2. Orientasi : Tn. P dapat menyebutkan identitas diri, waktu, dan tempat
dengan
benar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Cefadroxil 3x1
- Asame fenamat 3x1
Mahasiswa,
Uly Hayuni Rifdhana
NIM. P17212205074
ANALISA DATA
Umur : 49th
Merangsang thalamus
Nyeri Akut
DS : Hambatan Pembedahan
Klien mengatakan setelah operasi mobilitas fisik prostatectomi
hanya tiduran ditempat tidur
↓
DO :
Aktivitas dibantu keluarga, klien Prosedur pembedahan
tampak bedrest ditempat tidur invasif
Kelemahan pergerakan
sendi
Gangguan Mobilitas
Aktivitas
DO : Prosedur operasi
invasif
Terlihat panjang luka ± 5
cm dan terdapat ± 5 jahitan, ↓
luka bersih, tampak
Trauma jaringan
kemerahan , tidak ada pus,
tidak bengkak ↓
Port de entry
Resiko Infeksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (pembedahan) ditandai dengan klien
mengatakan nyeri post op
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan lingkungan, peralatan terapi
ditandai klien mengatakan hanya tiduran di tempat tidur
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma, pembedahan ditandai
dengan tampak adanya luka bekas operasi
INTERVENSI
Nama : Tn. P
Umur : 49 th
NO
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
TGL . INTERVENSI TTD
KEPERAWATAN STANDART
DX
18/6 1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238) ULY
/21 (D.0077) keperawatan selama 2x3 jam Observasi
berhubungan diharapkan masalah nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
dengan agen akut menurun dengan kriteria hasil: intensitas nyeri.
pencedera fisiologi 1. Melaporkan nyeri terkontrol 2. Identifikasi skala nyeri.
ditandai dengan meningkat. 3. Identifikasi respons nyeri non verbal.
pasien mengeluh 2. Kemampuan mengenali 4. Identifikasi faktor yg memperberat dan memperingan nyeri.
nyeri post op penyebab nyeri meningkat. 5. Monitor efek samping penggumaan analgetik.
3. Kemampuan menggunakan Terapeutik
teknik non farmakologis 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri.
meningkat. 2. Kontrol lingkungan yg memperberat nyeri (missal: suhu
4. Keluhan nyeri menurun. ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, perode, dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Ajarka teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu