Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

Demam Thypoid

Disusun oleh :
Fatimah
S14022

S1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
A. KONSEP PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta:
EGC). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta : Media Aesculapius.)
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di
berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan
subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan
penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta
standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah
(Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan
Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
tifoid, Diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian
setiap tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang
dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan
terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari
pada dewasa. Hampir disemua daerah endemik, insiden demam tifoid banyak
terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Nugroho, Susilo, 2011. Pengobatan
Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika)
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun
2008, demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116
dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah
kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD
dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Departemen Kesehatan
RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI, Jakarta)

2. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60 0selama 15-20
menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul  yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita
tifoid. (Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III.
Jakarta: interna publishing)

3. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinik demam thypoid :
Keluhan:
a. Nyeri kepala (frontal)
b. Kurang enak di perut
c. Nyeri tulang, persendian, dan otot
d. Berak-berak
e. Muntah
Gejala:
a. Demam
b. Nyeri tekan perut
c. Bronkitis
d. Toksik
e. Letargik
f. Lidah tifus (“kotor”)
(Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.)
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten,
suhu tubuh berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering
pecah-pecah (ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue,
lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi,
kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa
dalam, apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan
lebih singkat

4. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadid pada penderita demam Tifoid adalah :
a. Perdarahan internal pada system pencernaan.
b. Perforasi dari bagian system pencernaan atau usus yang menyebarkan
infeksi ke jaringan di dekatnya.
5. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2,
inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus
halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi
mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel
M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati
sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo,
Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang
lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun
pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui
duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini
organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai
oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat
terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari
empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus
atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam
tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin
dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin
dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel
limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi
sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).

6. PENATALAKSANAAN
a. Medis
a) Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
a) Klorampenicol
b) Amoxicilin
c) Kotrimoxasol
d) Ceftriaxon
e) Cefixim
2) Antipiretik (Menurunkan panas) :
a) Paracetamol
b. Keperawatan
1) Observasi dan pengobatan
2) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau
kurang lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
3) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
4) Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan dekubitus.
5) Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-
kadang
6) terjadi konstipasi dan diare.
7) Diet
a) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
b) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal
Bedah II. Jakarta: EGC).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Identitas klien berisi nama, alamat, umur, agama, status perkawinan
dan pendidikan klien maupun penanggung jawab klien.

b. Riwayat penyakit
1) Keluhan Utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga

c. Pola Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi metabolic
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola istirahat tidur
6) Pola kognitif perseptual
7) Pola persepsi konsep diri
8) Pola hubungna peran
9) Pola sksual reproduksi
10) Pola mekasime koping
11) Pola nilai dan keyakinan
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi keadaaan atau penampilan
umum klien dan juga pemerikasaaan fisik heat to toe yaitu kepala,
wajah (hidung, mulut, mata) telinga, leher, dada, abdomen,
ekstremitas, genetalia dan rectum.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam kasus demam thypoid
adalah sebagai berikut :
a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau
infeksi
c. Ketidak seimbangangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat

3. RENCANA KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan/hasil yang Rencana
Rasional
o keperawatan diharapkan Tindakan
1 Hypertermi Termoregulasi 1.  Pantau suhu tubuh1.   Meyakinkan
b/d proses Tanda-tanda Vital pasien setiap 4 perbandingan
infeksi jam data yang
Setelah dilakukan akurat.
tindakan keperawatan 2.  Kolaborasi 2.   Menurunkan
selama….x 24 jam pemberian demam.
pasien menujukan antipiretik sesuai
temperatur dalan batas anjuran 3.   
normal dengan 3.  
kriteria: Turunkan panas Meningkatkan
         Bebas dari dengan kenyaman,
kedinginan melepaskan menurunkan
         Tanda-tanda vital selimut atau temperatur
dalam rentang normal menanggalkan suhu tubuh
pakian yang
terlalu tebal, beri
kompres dingin 4.   
pada aksila dan
liatan paha.

2 Nyeri akut Tingkat Manajemen nyeri


kenyamanan : 1.
Control nyeri 1.Lakukan pegkajian Respon nyeri
nyeri secara sangat
Setelah dilakukan komprehensif individual
askep selama ..... x 24 termasuk lokasi, sehingga
jam pasien karakteristik, penangananya
menunjukan tingkat durasi, frekuensi, pun berbeda
kenyamanan kualitas dan faktor untuk masing-
meningkat, dan presipitasi. masing
dibuktikan dengan: individu.
      level nyeri pada 2.   2.   
scala 2-3 Observasi  reaksi Menngetahui
      Pasien dapat nonverbal dari tingkat
melaporkan nyeri ketidaknyamanan kenyamanan
pada petugas, 3.   3.  
      Frekuensi nyeri  Gunakan teknik  Komunikasi
      Ekspresi wajah  komunikasi yang terapetik
      Menyatakan terapeutik untuk mampu
kenyamanan fisik dan mengetahui meningkatkan
psikologis, pengalaman nyeri rasa percaya
       klien sebelumnya. klien terhadap
perawat
sehingga dapat
lebih
kooperatif
dalam program
manajemen
nyeri.
5.   Kurangi faktor
presipitasi nyeri. 5.   Meningkatkan
6.   Pilih dan lakukan kenyamanan
penanganan nyeri 6.   Pengalihan
(farmakologis/non nyeri dengan
farmakologis). relaksasi dan
distraksi dapat
mengurangi
7.   nyeri yang
sedang timbul.
 Ajarkan teknik non 7.   
farmakologis Meningkatkan
(relaksasi, kenyamanan
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
8.   
8.   kolaborasikan
analgetik untuk Pemberian
mengurangi nyeri. analgetik yang
tepat dapat
membantu
klien untuk
9.    beradaptasi
dan mengatasi
nyeri.
9.   

3 Ketidakseimb Status gizi : asupan Manajemen


angan nutrisi gizi Nutrisi
kurang dari 1.      kaji pola makan Manajemen
kebutuhan Setelah dilakukan klien, adanya nutrisi dan
tubuh askep selama ....x24 alergi makanan, monitor nutrisi
jam pasien dan makanan yang adekuat
menunjukan: yang disukai oleh dapat
status nutrisi klien. membantu
adekuat dibuktikan 4.     
dengan BB stabil  Kolaborasi dg ahli klien
tidak terjadi mal gizi untuk mendapatkan
nutrisi, tingkat energi penyediaan nutrisi nutrisi sesuai
adekuat, masukan terpilih sesuai dengan
nutrisi adekuat dengan kebutuhan kebutuhan
klien. tubuhnya.
5.      
Anjurkan klien Agar klien
untuk tidak
meningkatkan kehlangan
asupan nutrisinya. banyak berat
67.      badan
Untuk
 Monitor intake mengetahui
nutrisi dan kalori. perkembangan
nutrisi kien.

4. EVALUASI
Adapun tujuan melakukan pencatatan hasil evaluasi adalah sebagai
berikut :
a. Menilai pencapaian kriteria hasil dan tujuan
b. Mengidentifikasi variable yang mempengaruhi pencapaian tujuan
c. Melanjutkan, memodifikasi atau mengakhiri pencana
d. Isi dari evaluasi antara lain :
S : menggambarkan data dari pasien atau keluarga
O : Menggambarkan data dari hasil uji coba atau perilaku non verbal
A : Masalah atau diagnose yang ditegaskan
P : Planning yang akan dilakukan sesuai diagnose.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI,
Jakarta

Nugroho, Susilo, (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika

Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.

Simanjuntak, C. H, (2009). Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian.


Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)

Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI)

Widodo, D. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai